Tak ada yang istimewa pada pagi ini, seperti biasa Arini duduk bersama ayah ibunya menikmati sarapan pagi. Setelah selesai Arini berpamitan dan berangkat kuliah.
Arini mahasiswa semester 2 di salah satu Universitas Negeri di Jogjakarta, ayahnya seorang guru PNS di sebuah SMA dan ibunya hanyalah ibu rumah tangga biasa. Kehidupannya sederhana namun dia sangat bahagia karena hidup di tengah keluarga yang harmonis.
Arini turun di sebuah halte yang terletak di dekat kampusnya, lalu dia mengejar Ranti sahabatnya yang sudah lebih dulu sampai di halaman kampus.
" Ranti...tunggu aku!" teriak Arini sambil mengejar sahabatnya itu. Ranti pun berhenti dan menunggunya.
" Tumben kamu agak kesiangan rin? " tanya Ranti.
"Iya tadi macet di jalan jadi agak telat," jawab Arini yang nafasnya terengah-engah setelah mengejar Ranti.
"Ya udah yuk masuk! Dosen kayanya dah mau dateng." Ajak Ranti sambil menggandeng Arini.
Jam kuliah akhirnya selesai, Arini segera keluar karena dia juga harus kerja paruh waktu di sebuah resto makanan cepat saji.
Baru berjalan beberapa langkah dari ruang kelasnya handphone Arini berdering, ada nama Mas Juna di layar handphonenya.
" Hallo Mas..!" sapa Arini dari ujung handphone nya.
" Rin...ada yang perlu kita bicarakan, apa bisa kita ketemu sekarang?" tanya Juna dengan suara yg lemah.
" Aku mau kerja dulu Mas, nanti pulang kerja saja. Memangnya ada apa Mas?" tanya Arini penasaran karena akhir-akhir ini Juna jarang sekali menghubunginya.
" Baiklah, aku jemput kamu nanti malam. Kita bicarakan nanti," ucap Juna.
Juna adalah tunangan Arini, dia sudah berusia 29 tahun. Meski usia mereka terpaut cukup jauh namun selama dua tahun ini hubungan mereka terjalin cukup baik. Dan meskipun sudah bertunangan mereka perpegang teguh pada norma agama yang selalu diajarkan orang tua mereka sehingga tidak pernah melakukan hal-hal yang menyimpang.
Jam kerja Arini selesai, dia bergegas ke loker mengambil tasnya lalu keluar. Juna sudah menunggunya di halaman resto tersebut. Arini menghampirinya lalu masuk ke dalam mobil menuruti perintah Juna.
Mobil Juna berhenti di sebuah restoran yang sering mereka kunjungi kala pergi bersama. Juna memilih tempat duduk yang lumayan sepi dari pengunjung lain. Seperti biasa mereka duduk lalu memesan makanan.
Mereka hanya diam sampai akhirnya Arini mulai membuka pembicaraan.
" Apa Mas bawa aku kesini cuma untuk makan?" Tanya Arini penasaran karena dia merasa ada yang berbeda dari raut wajah tunangannya itu.
" Aku minta maaf Rin, aku tidak bisa meneruskan hubungan kita lagi," suara Juna memelan penuh rasa bersalah.
Arini menelan salivanya, "apa aku tidak salah dengar?" Arini membatin sambil menahan air matanya, mencoba mengendalikan emosinya meski apa yang didengar sangat mengejutkan sekaligus menyakitkan.
" Maksud Mas Juna kita putus? Kenapa tiba-tiba seperti ini, apa salahku Mas?" Tanya Arini mulai berkaca-kaca.
"Ini bukan kesalahan kamu, aku yang sudah mengkhianati kamu selama ini," jawab Juna dengan menundukan kepalanya.
" Aku memang belum layak untuk bersanding dengan Mas, maafkan aku." Arini berpikir mungkin Juna sudah bosan dengan dirinya.
" Bukan seperti itu Arini, aku tidak mau hubungan ini semakin menyakitimu. Sejujurnya ada perempuan lain yang menggoyahkan hatiku, perempuan yang ada sebelum kamu." Rasa bersalah dan penyesalan nampak sekali di wajah Juna. Begitu tega dia menyakiti gadis sebaik Arini demi perempuan lain.
" Aku mengerti Mas, apa Mas benar-benar mencintai perempuan itu?"
Juna hanya terdiam yang berarti mengiyakannya.
" Baiklah, terimakasih atas kejujuran Mas mungkin takdir kita hanya seperti ini." Arini beranjak dari tempat duduknya dengan berurai air mata, Juna menahan tangan Arini namun Arini menepisnya dan pergi dari kepenatan ruang tersebut.
Arini segera memanggil taksi dan pulang ke rumahnya. Sesampainya di rumah Arini segera masuk ke kamarnya, lalu meringkuk di bawah selimut menyembunyikan tangisnya karena 2 tahun bukanlah waktu yang singkat untuk mengubur semua kenangan bersama tunangannya itu, apalagi Juna adalah cinta pertamanya.
Kedua orang tua mereka sudah bersahabat sejak lama sehingga ketika mereka tahu anak mereka tengah menjalin hubungan spesial mereka segera mengikatnya dengan pertunangan.
Esok pagi Juna berangkat ke Singapura, mengurus kantor cabang distributor baru untuk memperluas pemasaran prodak kosmetik dari perusahaannya. Dia memang pengusaha yang gigih dalam mengembangkan usahanya terbukti dengan pencapaiannya saat ini yang terbilang mapan untuk seorang pria lajang, wanita mana yang tidak terpikat apalagi ditambah parasnya yang tampan.
Sementara Arini berusaha bangkit dari kesedihannya, menjalani kehidupannya dengan normal. Sudah satu minggu berlalu tak ada kabar sama sekali dari Juna. Sebenarnya Arini ingin bertemu Juna untuk mengembalikan cincin pertunangan namun dia tidak bisa menghubunginya.
Akhirnya Arini memutuskan pergi ke kediaman keluarga Juna, dia disambut hangat oleh ibu dan kakak Juna.
" Arini, apa kabarmu nak? Juna jarang sekali membawamu kesini, Ibu merindukanmu." Sapa Bu Leni ibunya Juna sambil mengusap rambut Arini.
" Aku baik bu, ada sesuatu yang ingin Arini bicarakan sama Ibu." Ucap Arini yang mulai bingung bagaimana memulainya.
" Ada apa nak, duduklah mari kita bicarakan," ajak Bu Leni. Sementara Melin kakaknya Juna hanya diam penuh curiga mengamati raut muka Arini. Dia hanya menjadi pendengar yang baik.
" Bu, aku dan Mas Juna sepakat untuk mengakhiri hubungan kami, kami sudah memikirkannya dengan matang. Jadi aku kesini untuk mengembalikan cincin ini." Ucap Arini menyerahkan cincin pertunangannya.
" Apa yang terjadi Arini, ada apa ini?" Bu Leni kaget mendengarnya begitu juga dengan Melin. Arini hanya diam menundukkan kepalanya tanpa menjawab pertanyaan Bu Ira.
" Apa hubungan kalian tidak bisa diperbaiki lagi? Apa Juna sudah menyakiti kamu? " Tanya Bu Leni tegas.
" Bukan Bu, ini keputusan kami berdua banyak masalah yang kami hadapi akhir-akhir ini, dari pada saling menyakiti lebih baik kita sudahi." Arini mencoba menutupi kebenaranya.
" Maafkan Ibu nak, maafkan juga Juna. Kamu tetap mau jadi anak Ibu kan, meski bukan lagi tunangan Juna? Ibu sebenarnya masih berharap kalian bisa bersatu lagi." Bu Leni memeluk erat Arini.
" Aku juga minta maaf Bu, selama ini aku belum menjadi anak baik untuk Bu Leni. "
" Apapun keputusan kalian Ibu akan mendukung asal kalian bahagia, seringlah berkunjung ke rumah ini nak." Pinta Bu Leni yang sudah berurai air mata.
Sementara Melin hanya diam, dia curiga Juna lah yang memulai karena setahu Melin, Arini gadis yang selalu mengalah dalam apapun. kecurigaannya semakin bertambah saat mengingat dia pernah melihat Juna dengan perempuan lain. Tapi kecurigaannya hanya disimpan rapat.
Setelah menyerahkan cincinnya Arini pamit pulang. Melin hendak mengantarkannya tapi Arini menolak, dia memilih berjalan kaki menapak tilas tempat-tempat yang penuh kenangan terutama tempat mereka pertama bertemu saat Juna berlumuran darah akibat tawuran.
Sesampainya di rumah, orang tua Arini sedang duduk santai. Arini mendekat dan menjelaskan dengan hati-hati tentang hubungannya dengan Juna yang sudah berakhir. Meski terkejut mereka menerima keputusan itu. Bu Mira Ibundanya memeluknya dengan hangat menguatkan hati Arini.
Dengan dorongan semangat dari keluarga membuat Arini bisa segera menata kembali hatinya dan menjalani harinya seperti sedia kala.
Sementara Juna di Singapura selain mengurus bisnisnya juga berusaha mencari Iren sahabat Arini dari kecil yang menggoyahkan hatinya. sudah enam bulan Iren menghilang, kabar terakhir berada di Singapura menjadi seorang model.
Sudah beberapa bulan Juna mencari tanpa hasil, sebenarnya Iren sudah kembali ke Indonesia secara diam-diam karena kandunganya yang semakin membesar.
***
Apa yang akan dilakukan Iren dan bagaimana nasib Arini dan Juna tunggu kelanjutannya ya..
Ini karya pertama saya yang masih banyak kesalahan disana sini mohon dimaklumi...terimakasih atas supportnya..
Di ruang kantor yang sekaligus menjadi tempat tinggalnya, Juna melamun mengingat gadis kecil yang menolongnya enam tahun lalu.
Flashback on
Gadis berseragam SMP berjalan sendiri menuju toko buku langganannya. Di tengah jalan dia melihat seperti tengah terjadi kerusuhan, dia pikir tawuran antar mahasiswa karena yang dia lihat kerumunan mahasiswa tengah dilerai oleh aparat keamanan.
Gadis itu pun mundur mengurungkan niatnya, padahal toko buku yang dia tuju sudah dekat dari lokasi tersebut. Saat dia berbalik dengan langkah cepatnya, tiba-tiba gadis itu terjatuh seperti ada yang menarik satu kakinya.
Gadis itu terkejut saat melihat ke belakang ada seorang pria mengenakan jas almamater suatu perguruan tinggi dengan kondisi yang memperihatinkan bersandar pada pot tanaman hias di tepi trotoar.
Seluruh tubuhnya penuh luka seperti habis dipukuli dan sepertinya mahasiswa tersebut juga sudah kehilangan banyak darah karena ada luka tusuk di bagian perutnya yang masih terus mengucurkan darah segar.
Gadis itu kebingungan sekaligus ketakutan, ingin lari tapi tidak tega ingin menolong dia tidak tau bagaimana menolongnya. Melihat ada mobil pick up yang sedang melaju tanpa pikir panjang gadis itu langsung berlari menyetop mobil tersebut sampai hampir menabraknya, membuat sopir mobil marah-marah.
Arini pun segera minta maaf dan memohon agar Pak Sopir mau membantunya membawa mahasiswa itu tersebut ke rumah sakit.
Juna memperhatikan dengan samar apa yang dilakukan gadis itu sampai matanya terpejam tak sadarkan diri. Pak Sopir akhirnya mengiyakan permintaan gadis itu dan segera memapah Mahasiswa tersebut ke mobil pick up lalu membawanya ke rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit, Juna langsung ditangani oleh petugas medis yang yang berjaga di IGD. Dengan gelisah gadis itu menunggunya di luar. Gadis itu adalah Arini, siswa kelas 2 di salah satu SMP negeri di Jogja yang usianya baru menginjak 13 tahun.
Di tengah perasaan Arini yang kacau, Pak Sopir pamit untuk segera pergi karena ada masih banyak barang yang harus dia antar. Arini pun tidak bisa menahannya karena mau membantunya membawa ke rumah sakit saja dia sudah sangat bersyukur.
Hampir satu jam Arini menunggu dengan harap-harap cemas, akhirnya Dokter keluar dan mengabarkan bahwa kondisi pasien sudah stabil. Jika terlambat sedikit saja mungkin akan fatal akibatnya bagi pasien, kata Dokter.
Di tengah kelegaannya mendengar berita itu, Arini mulai terpikir apa yang harus ia lakukan kemudian. Bagaimana biaya rumah sakit, dan kekhawatiran lain di luar jangkauanya. Karena di usianya yang terbilang masih kecil ini tentu nalarnya belum seperti orang dewasa.
" De, bisa ikut saya sebentar! " Panggilan Suster membuyarkan lamunannya. Arini pun langsung beranjak mengikuti Suster yang memanggilnya tadi.
" De, pasien itu siapanya kamu?" tanya Suster.
" Saya sama sekali nggak kenal dia Sus, tadi saya melihatnya penuh luka jadi saya segera minta bantuan untuk membawanya ke rumah sakit." Jawab Arini dengan panik.
" Berarti kamu nggak tau identitas pasien itu? Baiklah saya tadi menemukan ini, semoga ada kontak keluarganya yang bisa dihubungi." Jelas Suster sambil menunjukan handphone yang ia temukan di saku jas pasien.
Suster mencari kontak pada handphone tersebut dan ia menemukan nama Ibu, segera Suster memencet tombol panggilan dan benar nomor tersebut adalah ibu pasien yang memastikan akan segera menuju rumah sakit.
Mendengar kabar tersebut Arini akhirnya bisa bernafas lega, ia duduk di bangku tunggu menyandarkan punggung melepas lelahnya.
Arini melihat jam di tanganya, ia kaget sudah hampir jam lima sore. Ia pun segera beranjak meninggalkan rumah sakit tanpa berpamitan dengan siapapun karena tidak ada orang yang bisa dipamiti pikirnya.
sebelum Arini melangkah Suster memanggilnya.
" De, baju kamu kotor penuh noda darah, pakailah kaos ini kalau kamu mau," ucap Suster sambil menyodorkan kaos pada Arini.
" Makasih Sus..?" jawab Arini dengan senyumnya menerima kaos yang diberikan Suster.
Dari tadi Arini tidak menyadari kalau seragamnya penuh darah. Beruntung ada Suster yang baik, segera Arini mengganti seragamnya dengan kaos milik suster baik tadi. Dan seragam putih yang penuh noda darah itu tertinggal begitu saja.
Arini pulang sebelum keluarga pasien sampai di rumah sakit sehingga tidak ada yang tau siapa yang menolong Juna. Suster tadi pun tidak sempat menanyakan nama pada Arini.
3 tahun setelah lulus kuliah, Juna kembali ke Jogja untuk membantu cabang baru usaha ayahnya. Dia masih mencari sosok gadis yang menolongnya meski tanpa petunjuk. Sampai dia merasa menemukan sosok itu pada seorang gadis SMA anak dari Pak Haris sahabat ayahnya.
Tempat Juna tinggal kebetulan berhadapan dengan kediaman Pak Haris, sehingga dia bisa lebih mudah mendekati gadis itu. Walau belum tentu gadis itu adalah gadis penolongnya, tapi Juna cukup penasaran.
Dari awal juna sudah tertarik pada gadis itu, meski selisih usia mereka cukup jauh.
Sampai akhirnya ia mengutarakan perasaannya pada Arini, nama gadis itu. Beruntung perasaannya disambut pula oleh Arini. Hubungan mereka segera diikat dengan pertunangan setelah diketahui oleh orang tua masing-masing. Karena orang tua mereka memang sahabat dari muda sehingga mereka sangat mendukung hubungan anak-anak mereka tersebut.
Baru satu tahun lebih pertunangan mereka, muncul sosok yang menggoyahkan Juna. Berawal dari pertemuan yang tak disengaja saat Juna menunggu Arini di depan kampusnya. Ada Iren sahabat Arini yang juga sedang menunggu Arini. Sosok yang ditunggu akhirnya muncul juga, Arini menyapa keduanya. Belum sempat mereka berbincang ada yang memanggil Arini.
"Rinn, kamu dipanggil Dosen!" Teriak teman Arini dari kejauhan.
" Maaf Mas, Ren, aku tinggal sebentar ya, kalian ngobrol dulu. Oya Mas kenalkan ini Iren sahabatku dari kecil." Arini memperkenalkan Iren pada Juna. Sementara Arini keburu pergi sebelum mengenalkan pada Iren kalau Juna adalah tunangannya.
" Ternyata kamu juga menunggu Arini, apa kamu pacarnya Arini?" tanya Iren menyelidik.
" Iya...kami sudah bertunangan," jawab Juna dengan dingin.
"Apa kamu ingat peristiwa kerusuhan beberapa tahun lalu?" selidik Iren secara tiba-tiba .
" Dari mana kamu tahu?" tanya Juna tegas. Iren hanya menyunggingkan senyumnya menyimpan banyak makna yang membuat Juna semakin penasaran.
" Rupanya kamu masih belum tau tentang gadis itu, jika gadis itu bukan Arini apa kamu akan mengejarnya?" Iren membatin dengan pikiran jahatnya.
Arini banyak cerita pada Iren bahwa ia bertunangan dengan pria yang ditolongnya tapi pria itu belum tau kalau Arini yang menolongnya.
Setelah melihat sosok Juna, Iren mulai berpikiran licik. Iren ingin memanfaatkan rasa penasaran Juna dengan mengaku dialah gadis penolongnya. Awalnya Iren hanya ingin mengetes seberapa besar perasaan Juna pada Arini tapi dia malah terpikat dan jatuh hati pada Juna.
"Maaf, aku ada urusan. Tolong sampaikan maaf sama Arini aku pulang duluan," pamit Iren pada Juna.
" Tunggu, kenapa kamu tau peristiwa itu, dari mana kamu tau?" tanya Juna sambil meraih tangan Iren.
Iren hanya tersenyum sambil menarik tangannya dari genggaman Juna. Saat itu Juna sangat penasaran apakah dia adalah gadis yang menolongnya.
***
Ups...ada yang jahat..yang pengin tahu sejahat apa si Iren...ikuti terus ceritanya ya..
Sejak pertemuan itu, Juna terus memikirkan Iren, apa mungkin Iren adalah gadis itu. Iren yang menyadari rasa penasaran Juna, tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut.
Iren sering datang ke kampus Arini bukan untuk Arini hanya untuk mencari kesempatan bertemu Juna.
Akhirnya Juna dan Iren mulai intens bertemu, sekedar ngobrol membahas kejadian enam tahun lalu atau sekedar jalan berdua. Iren yang sudah banyak tahu kronologis kejadian itu dari Arini, tentu membuat setiap ucapannya mampu meyakinkan Juna bahwa dialah gadis penolongnya.
Juna semakin yakin gadis itu adalah Iren, hubungan antara mereka pun semakin dekat. Mulai tumbuh benih-benih rasa yang sulit ia artikan, sekedar terima kasih atau lebih dari itu.
Juna memang jatuh hati pada gadis penolongnya dan kini dia tahu sosok gadis itu adalah Iren, apa berarti dia juga jatuh hati pada Iren. Entahlah Juna sendiri sulit mengartikan perasaannya. Bagaimana dengan Arini, relakah Juna melepaskannya. Juna semakin sulit mengambil pilihan.
Tapi kenyataannya Iren selalu menempel pada Juna membuat hubungan meraka semakin intim, yang sekaligus membuat hubungannya dengan Arini semakin jauh.
Juna menyadari tindakannya akan melukai Arini, akhirnya ia memutuskan mencari waktu yang tepat untuk berterus terang pada Arini. Selama ini Juna terlalu banyak membohongi Arini dengan alasan sibuk kerja saat Arini meminta bertemu bahkan saat Arini membutuhkan bantuannya.
Bukan kelegaan yang Juna dapat setelah ia berterus terang pada Arini melainkan sesak di dadanya dan sakit di hatinya, ia masih belum rela melepas Arini. Sungguh Juna memang egois, ia menginginkan keduanya.
Juna mencoba menetralisir perasaanya dengan berkumpul dengan beberapa temannya minum-minum di club sampai dia mabuk berat. Di setiap ocehannya selalu ada nama Arini, bahkan dia menolak diantar pulang oleh temannya.
Yang Juna mau hanya Arini, temannya pun segera menghubungi Arini dari handphone Juna. Sayangnya Arini meninggalkan handphone miliknya di meja makan setelah menyelesaikan makan malam dengan Iren.
Iren yang mendengar dering handphone milik Arini langsung menghampirinya, terlihat nama Mas Juna di layar handphone tersebut. Segera Iren menerima panggilan tersebut, ternyata bukan Juna orang yang berada di ujung telepon sana melainkan orang lain yang mengabarkan kalau Juna dalam keadaan mabuk dan tidak bisa pulang sendiri.
Iren langsung berpamitan pada Arini tanpa di ketahui Arini, kenapa Iren buru-buru pergi. Setelah sampai di club, Iren mendapati Juna dalam keadaan setengah sadar. Segera dia memapah Juna dan membawanya pulang ke apartemen milik Juna.
Yang Juna sebut masih saja Arini, ia mengira perempuan yang mengantarnya pulang adalah Arini. Mendengar nama Arini selalu disebut membuat hati Iren panas. Ia mendorong Juna dan segera melangkah pergi namun ditarik tangannya oleh Juna sampai terjatuh ke pangkuan Juna. Juna tidak mampu mengendalikan dirinya, ia mendorong iren ke tempat tidurnya. Iren pasrah mengikuti permainan Juna tanpa perlawanan.
Akhirnya kamar dan seisinya menjadi saksi penyatuan tubuh mereka. Air mata membasahi wajah Iren, bagaimana tidak di saat seperti itu yang Juna sebut hanya nama Arini. Iren baru sadar Juna mencintai Arini tanpa alasan.
Sinar matahari mulai menelusup memecah gelapnya ruang hening itu. Juna yang mulai merasa silau mencoba membuka matanya, kepalanya terasa berat efek minuman semalam.
Merasa ada yang bergerak, membuat Juna menoleh ke sampingnya. Betapa terkejutnya, melihat Iren berada di tempat tidurnya bahkan satu selimut dengan dirinya.
Juna mencoba mengingat apa yang terjadi semalam, akhirnya Juna ingat semuanya. Juna segera beranjak ke kamar mandi sambil mengutuki dirinya sendiri. Iren juga mulai membuka matanya, terasa sakit di sekujur tubuhnya karena ini memang pertama baginya.
Melihat Iren yang sudah bangun, Juna meminta maaf dan berjanji akan bertanggung jawab atas perbuatannya. Iren hanya menangis, ia tahu Juna hanya mencintai Arini bodohnya ia yang tak menolak perlakuan Juna tadi malam.
Flashback off
Lemparan bollpoint membuyarkan lamunan Juna.
" Breng*** gak bisa apa lo pake cara lain buat manggil gue." Bentak Juna pada Roy rekan kerja sekaligus sahabatnya.
" Dari tadi gue dah panggil-panggil lo, lo nya kagak nyaut-nyaut kebanyakan ngelamun kayak ABG putus cinta aja." Cibir Roy yang tidak digubris oleh Juna.
" Ehh junn, emang lo kenapa. Apa lo di putusin sama cewe baru gede lo ya?" Ledek Roy yang masih penasaran.
"Diam lo..., berisik mulu, apa mau gue sumpel mulut lo pake pembalut?" gara-gara denger iklan pembalut di tv bikin Juna malah ngomongnya pembalut...(hihihi..).
"Jangan-jangan emang bener lo lagi dapet makanya dari tadi emosi mulu." Roy masih saja ngeledek Juna, membuat Juna makin marah dan keluar sambil membanting pintu.
" Pintu gak ada salah, gak usah dibanting gitu kali," gerutu Roy.
" Lo tu becandanya kelewatan Roy, si Juna tuh lagi sensi." Sahut Doni yang juga sahabat Juna.
" Emang lagi kenapa si tu bocah?" Tanya Roy.
Doni hanya menjawab dengan mengangkat kedua bahunya.
" Ehh Don, lo kenal nggak sama ceweknya Juna. Gue penasaran kaya apa sih?" selidik Roy.
" Kenal si enggak, cuma pernah lihat dua atau tiga kali. Yaa cantik, lo pasti bakalan jatuh cinta kalau lo lihat dia," jawab Doni.
" Eits..., jangan bilang lo juga suka sama tuh cewek."
" Kalau ada kesempatan pasti bakalan gue rebut." Canda Doni dengan senyum nakalnya.
" Sialan lo mau makan temen sendiri." Sambung Roy tanpa menghentikan candaan mereka.
Kedua sahabat Juna itu belum tahu kalau Juna sudah putus dari Arini, Juna cukup tertutup soal masalah pribadinya.
Juna duduk menyendiri di pantry kantornya, dia putus asa mencari keberadaan Iren yang tiba-tiba menghilang.
Dia teringat lagi dengan Arini, Juna mengusap layar Handphone membuka foto-fofo Arini yang selama ini tak pernah dia hapus satu pun. Juna merindukan Arini, ia mencoba menghubunginya namun diurungkan ketika dia ingat perbuatannya pada Iren malam itu.
Di tempat lain Arini sibuk dengan kuliah dan pekerjaan sampingannya. Arini menjalani harinya dengan normal menikmati masa mudanya. Sesekali jalan bareng teman-temannya mengerjakan tugas atau sekedar nongkrong saja.
Arini duduk berjalan membawa beberapa botol air mineral dan camilan, sepertinya dia bakalan nonton bareng teman-temanya. Tiba-tiba ada yang menepuk bahunya dari samping.
" Arini...!" sapa seorang wanita.
" Ehh..., Kak Melin apa kabar Kak?" tanya Arini.
" Baik Rin, wahh kakak jadi kangen masa kuliah kakak kumpul bareng temen-temen kaya kamu gini," ucap Melin.
" Ayo Kak ikut aja biar tambah rame," Ajak Arini.
" Ogah ah rin, beda generasi tau. Entar malah nggak nyambung." Jawab Melin dengan senyumnya.
" Ya udah kalau gitu Kakak pamit ya, masih ada urusan soalnya. Oya Ibu kangen, sempetin dong main ke rumah." Ucap Melin dengan penuh harap.
" Iya Kak, aku juga kangen Ibu. Kapan-kapan aku kesana kak." jawab Arini.
"Ok..., kakak tunggu ya." Ucap Melin sambil berlalu.
" Iya Kak hati-hati di jalan."
Melin pergi dengan perasaan lega melihat Arini seperti sudah melupakan Juna. Sementara Arini segera masuk bioskop bareng temannya dengan begitu bahagia.
Lain halnya dengan Iren, Iren tengah menunggu waktu persalinannya tiba dengan kesepian. Ia nampak sehat dengan perut buncitnya, Iren sengaja bersembunyi agar kehamilannya tidak diketahui awak media. Karena saat ini dia baru saja memulai karirnya di industri hiburan, dia tau betul kehamilannya akan merusak reputasi dan karirnya.
Waktu yang ditunggu tiba, Iren merasakan nyeri di bagian perutnya. Asisten Iren segera menbawanya ke rumah sakit. Iren segera ditangani oleh dokter kandungan di rumah sakit tersebut.
Setelah melalui proses yang cukup menegangkan akhirnya lahirlah bayi perempuan cantik melalui operasi caesar.
Setelah beberapa jam paska operasi dan kondisi Iren sudah stabil, seorang suster membawa bayi dan menyerahkanya pada Iren.
" Selamat ya bu Arini, bayi anda sehat dan cantik sekali. Ibu sangat beruntung." Ucap Suster menyebutnya Arini.
***
Lho kok jadi Arini, bukanya yang lahiran si Iren... ada apa ini...??
Penasaran...ikuti terus ya kisahnya..
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!