* 2016 *
Diandra Calista gadis berumur 17 tahun sedang menerima kelulusan SMA, Guru mengumumkan nilai mereka, dan nilainya Diandra termasuk yang sangat bagus, bukannya senang Ia malah menampilkan wajah sedih, Ia selalu dapat juara 2 di jurusan IPA.
Cita-citanya ingin jadi Dokter hebat, tapi itu cuma mimpi karena untuk kuliah jurusan kedokteran harus memerlukan banyak uang sedangkan Ia gak punya uang karena kedua orang tuanya sudah meninggal akibat kecelakaan.
Ia hanya tinggal berdua dengan Neneknya.
Diandra hanya menitikkan air mata, Ia berlari pergi dari sekolah.
Diandra naik taksi dan langsung minta diantar ke makam.
Sesampainya di depan pemakaman.
Diandra berjalan pelan masuk ke kawasan pemakaman, air mata Diandra mulai menetes saat melihat makam kedua orang tuanya.
Diandra langsung berjongkok dan memegang makam itu.
"Diandra rindu sama Papa dan Mama, Diandra ingin sekali bertemu kalian lagi walau hanya dalam mimpi," ucap Diandra.
Setelah agak lama di makam, Diandra langsung berjalan pergi dan kembali mencari taksi.
Taksi berhenti di depannya, Diandra langsung masuk.
"Pak ke jalan manggis nomor 56," ucap Diandra
Taksi pun mulai jalan, dipertengahan jalan taksi mulai oleng dan menabrak pohon palem.
Pintu taksi terbuka hingga membuat Diandra terjatuh ke tepi jalan, kepala Diandra terbentur.
* 1998 *
Perlahan Diandra membuka mata dan melihat hari sudah gelap.
Diandra mencari taksi yang membawanya tapi tidak ada, Ia bangkit dan melihat ke sekeliling yang sudah agak sepi.
Diandra hanya bingung karena tadi saat dia pulang dari makam masih pukul 2 sore.
Apa mungkin aku tertidur di sini batin Diandra
Diandra memegang kepalanya yang sedikit agak sakit.
Ia berjalan ingin mencari taksi tapi tempat itu benar-benar sepi, hanya ada beberapa mobil dan bis yang lewat.
Diandra juga tidak mengenali tempat itu karena seperti bukan di daerah yang dilewatinya tadi.
Diandra melihat seseorang naik sepeda, orang itu langsung berhenti saat melihat Diandra kebingungan.
Pesepeda itu menatap ke arah Diandra yang terlihat kumal.
"Mas, bisa bantu saya cari taksi gak?" tanya Diandra
Orang yang bersepeda itu bernama Niko Pratama.
"Jam segini taksi gak ada Mbak, memangnya mau pulang kemana?" tanya Niko
"Jalan Manggis," kata Diandra
"Oh gak jauh dari sini, ayo saya antar naik sepeda," ucap Niko
Diandra terlihat agak takut.
"Tenang saja saya ini seorang pelajar bukan penjahat," ucap Niko sambil membuka tasnya.
Niko memperlihatkan kartu pelajarnya pada Diandra.
Diandra melihat kartu itu dan langsung percaya pada Niko.
"Ayo naik," ajak Niko
Diandra langsung duduk di belakang dan memegang baju Niko.
"Nama kamu siapa?" tanya Niko
"Diandra Calista," jawab Diandra
"Aku Niko Pratama, o ya kok kamu bisa ada di sini?" tanya Niko
"Tadi taksi yang saya tumpangi menabrak pohon palem lalu saya jatuh ke jalan, pas saya sadar taksinya sudah tidak ada, dan yang lebih anehnya tempatnya juga seperti berubah," kata Diandra yang masih bingung.
"Mungkin kamu lupa, bentar lagi kita sampai, rumah kamu yang mana?" tanya Niko
Diandra melihat-lihat dan tidak ada bangunan rumah yang biasa ditempatinya.
Diandra turun dari sepeda dan langsung melihat ke kiri, ke kanan, ke depan, ke belakang, Diandra merasa salah tempat tapi pandangannya langsung tertuju pada tempat potong rambut Kakek Jailani.
Niko hanya diam melihat Diandra yang sedang bingung, dia hanya mengira Diandra berbohong padanya.
Diandra memegang kepalanya, Ia langsung merasa pusing karena tidak mengerti kenapa semua tempat berubah, tempat potong rambut Pak Jailani juga terlihat masih bangunan baru.
Diandra terduduk di jalanan, Niko langsung mendekat.
"Rumah kamu mana?" tanya Niko yang terlihat khawatir saat air mata mulai menetes di wajah cantik Diandra.
"Aku ingat sekali kalau rumahku di tempat ini tapi kenapa gak ada bangunannya," ucap Diandra
Niko mengeluarkan jam tangannya dari dalam tas dan langsung melihat jam.
"Aku harus segera pulang, ini sudah pukul 10 malam, bisa-bisa Ibu marah lagi," ucap Niko
Niko bangkit ingin pergi, tapi Diandra menahan tangannya.
"Jangan pergi," ucap Diandra dengan wajah melas.
Niko melihat ke arah wajah Diandra yang tidak terlalu jelas, tapi dari suaranya terdengar sangat sedih.
"Ayo ikut ke rumahku dulu, besok baru kita cari rumah kamu lagi," ucap Niko sambil membantu Diandra berdiri.
Diandra mengangguk.
Niko sudah naik ke atas sepeda, "Ayo naik,"
Diandra naik ke sepeda, saat Niko sudah menjalankan sepedanya, Diandra kembali menatap ke arah tempat yang seharusnya berdiri rumah peninggalan orang tuanya.
Diandra langsung menangis keras.
Niko panik karena ini sudah hampir tengah malam.
"Hey berhentilah menangis, nanti orang dengar aku bakal dikira ngapa-ngapain kamu lagi," ucap Niko
Diandra semakin keras nangisnya, Niko langsung berhenti mengayuh sepeda.
"Berhenti gak, kalau gak aku tinggalin kamu di sini," ucap Niko kesal
Diandra memeluk pinggang Niko dengan erat, "Gak mau,"
"Kalau gak mau, maka hentikan tangisan kerasmu itu, berisik tau gak sih," ucap Niko yang kembali mengayuh sepedanya.
"Iya, ini sudah berhenti kok," ucap Diandra yang langsung mengulumkan bibirnya.
Setelah hampir setengah jam mereka pun sampai di depan rumah Niko, Diandra melihat rumah kayu yang sederhana.
"Ayo masuk," ucap Niko sambil menarik tangan Diandra.
Di dalam rumah, Ibunya Niko mendengar suara Niko di luar, Ibunya langsung mengambil sapu lidi dan buru-buru membuka pintu tanpa melihat apapun Ibunya langsung berlari memukulnya.
"Telat lagi, telat lagi pulangnya, kan sudah Ibu bilang paling lama pulang pukul 9 malam," ucap Ibunya sambil terus memukul lengan kiri Niko dan kaki kirinya.
"Aw.. aw..sakit Bu, dengar dulu penjelasan Niko Bu," ucap Niko sambil meringis kesakitan.
Diandra hanya bingung melihat keduanya.
Ibu Niko bernama Rahma, Bu Rahma berhenti memukul Niko, Ia melihat ke arah Diandra dan langsung melihat ke arah tangan mereka, saat melihat Niko menggenggam tangan seorang perempuan, Ibunya kembali memukul Niko.
Diandra melepaskan tangannya dari genggaman Niko.
"Kamu masih SMA kenapa sudah bawa seorang gadis, kamu apakan lagi hingga kotor begini," ucap Bu Rahma
"Tunggu Bu, tunggu, saya gak diapa-apain sama anak Ibu, tadi saya tersesat dan dia menemukan saya di jalan, saya gak tau jalan pulang makanya diajak kesini," ucap Diandra yang sontak membuat Ibu Niko berhenti memukuli Niko.
"Tu Bu dengar, jangan main pukul aja, didengar dulu," ucap Niko
"Sudah sebesar ini gak tau jalan pulang?" tanya Bu Rahma sedikit gak percaya
"Saya tau alamat rumah saya, tadi saat kami datangi rumah itu gak ada," ucap Diandra
"Pasti kamu penipu ya yang ingin mengambil organ dalam manusia untuk dijual seperti rumor-rumor yang beredar saat ini," ucap Bu Rahma
"Gak kok Bu, memang wajah saya ini pantas jadi penjahat, gak kan Bu," ucap Diandra sambil memegang wajahnya.
"Benar juga sih, mana ada penjahat organ secantik kamu," kata Bu Rahma
"Benar," ucap Diandra sambil mulai tersenyum.
Bu Rahma mengajak Diandra masuk, Diandra dan Niko duduk di lantai, Diandra melihat ke sekeliling rumah.
Ternyata masih ada rumah seperti ini, kukira aku lah orang termiskin batin Diandra
"Hey," ucap Niko sambil menyenggol lengan Diandra hingga membuat Diandra berjingkat kaget.
"Apaan sih ngagetin aja," ucap Diandra
"Ini sudah tengah malam, cepat sana tidur sama Ibu," ucap Niko
"Iya ayo masuk ke kamar, ini sudah larut," kata Bu Rahma menarik tangan Diandra.
"Tapi Bu badan saya kotor banget, bisakah saya mandi dulu," kata Diandra
"Mandinya besok saja," ucap Bu Rahma
Aku gak pernah lo tidur dalam keadaan kotor begini batin Diandra
Diandra ikut masuk ke kamar dan melihat ke sekeliling kamar.
Matanya tertuju pada kalender di dinding.
"Bu Kok kalender lama masih dipajang sih?" tanya Diandra
"Kamu ngomong apa sih? itu kalender baru kan sekarang tahun 1998," ucap Bu Rahma
"Apa?" tanya Diandra shock
"Iya itu kalender tahun ini, kamu lupa ingatan ya?" tanya Bu Rahma bingung
Diandra menggeleng-geleng, "Gak mungkin, gak mungkin, ini pasti mimpi,"
Diandra memukul dirinya sendiri, "Tapi ini sakit jadi gak mungkin mimpi," ucapnya lagi
Niko masuk ke kamar Ibunya karena mendengar suara Diandra yang super berisik.
Bu Rahma hanya geleng-geleng melihat kelakuan Diandra.
"Niko ini teman baru kamu benar-benar gak waras deh," ucap Bu Rahma yang langsung berbaring tidak memperdulikan keduanya.
Niko melihat Diandra yang mulai nangis.
"Niko apa benar ini tahun 1998?" tanya Diandra saat menatap Niko yang berdiri di depan Diandra.
"Iya memangnya kenapa?" tanya Niko
Diandra hanya menggeleng karena jika Ia mengatakan yang sebenarnya maka Ia akan disangka gila beneran.
"Aku hanya kangen rumah," ucap Diandra mengalihkan pembicaraan.
"Ya sudah istirahatlah, besok setelah aku pulang sekolah kita cari rumah kamu lagi," ucap Niko saat memegang kedua pundak Diandra.
Diandra menatap mata tulus Niko, Diandra mengangguk sambil sedikit tersenyum.
Niko langsung membantu Diandra berbaring di samping Ibunya yang sudah mulai tidur tidak menghiraukan mereka.
Niko memakaikan kain pada Diandra.
"Terima kasih," ucap Diandra
Niko mengangguk dan langsung berjalan keluar kamar.
Diandra melihat kepergian Niko, setelah Niko tidak terlihat lagi, Diandra kembali melihat ke arah kalender itu.
Apa yang terjadi, seingatku aku menerima ijazah dan pergi ke makam Papa dan Mama lalu pulang naik taksi tapi kenapa aku bisa ada di sini, pasti Niko dan Ibunya tadi bercanda, itu pasti kalender lama, aku yakin batin Diandra yang terus berpikir menghibur hati.
Di kamar Niko, Niko juga sedang berpikir.
Ada apa dengannya, kenapa dia panik hanya karena kalender, anehnya lagi semua barang yang ada padanya kenapa berbeda dari barang yang ada saat ini, batin Niko
Wajahnya juga terlihat sangat cantik, uraian rambutnya juga sangat indah batin Niko
Niko tersadar dan langsung geleng-geleng, "Ngapain aku memikirkan wajahnya," gumamnya
Niko berguling ke kiri ke kanan supaya wajah Diandra hilang dari pikirannya.
Niko tidak bisa tidur hingga pukul 2 subuh, begitu juga Diandra yang memang tidak terbiasa tidur di tempat seperti itu, belum lagi badannya dalam keadaan kotor.
Diandra melihat tilam tempatnya tidur yang kalau di tempatnya sudah tidak layak pakai.
Aku mau pulang batinnya sambil menitikkan air mata.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!