Bruk!!!
Prang!!!
"Aku tidak akan berikan ampun lagi padamu, sudah cukup sudah kamu selama ini jadi beban dalam kehidupan keluargaku, tidak akan ada kata maaf lagi untukmu anak kurang ajar, tidak tahu diuntung!!" Umpatnya Bu
Pintu itu terbuka lebar dengan suara yang cukup besar dari arah luar. Seorang perempuan paruh baya berjalan ke arah dalam rumahnya dengan raut wajahnya yang sangar, bola matanya seakan-akan ingin melompat dari tempatnya, matanya memerah menahan amarahnya yang sudah menggebu itu.
"Fatimah!! Kamu ada di mana, jangan sembunyi di dalam kamar kamu terus seperti seorang putri raja saja!" Geramnya Bu Fatmah yang baru saja pulang dari sawahnya.
Fatimah yang mendengar teriakan dari ibunya segera bangkit dari baringnya, karena Ia sudah ketakutan karena jika ibunya berteriak seperti itu pasti sedang terjadi masalah besar.
"Ya Allah… apa jangan-jangan ibu sudah tahu semuanya," batinnya Fatimah Khaerunnisha Somad.
Tubuhnya Fathimah mulai gemetaran karena ketakutan dan sudah membayangkan apa yang akan terjadi nantinya.
"Fatimah!!! Apa kamu budeg haa!! Keluarlah jangan sembunyi terus menerus karena ibu sudah tahu semuanya kejelekanmu!! Dasar munafik sok suci, sok alim padahal busuk banget!" Hardiknya Bu Fatmaha yang berteriak kencang di depan kamarnya Fatimah yang hanya tertutup tirai gorden berwarna cokelat yang sudah lusuh itu.
Fathimah berjalan sempoyongan ke arah luar kamarnya karena sudah tiga hari terakhir ini merasakan pusing jika ia berdiri.
"Apa yang akan aku lakukan jika Ibu mengetahui apa sebenarnya yang terjadi padaku, aku harus bicara apa?" Cicitnya Fatimah.
Salim adalah anak sulungnya Bu Salma yang baru saja pulang dari masjid melaksanakan shalat magrib berjamaah dibuat geleng-geleng kepala melihat tingkah ibunya Itu.
"Ibu istighfar… ya Allah… sadarlah Bu ini sudah larut malam loh, kenapa harus teriak segala sih, apa yang terjadi pada ibu sehingga sudah menyaingi Tarzan dan penjual obat di pasar segala," gerutunya Salim anak pertamanya itu yang sangat tidak setuju dengan sikap ibunya itu.
Bu Fatma melirik sekilas ke arah anaknya itu dengan tatapan tajamnya," jangan sok seperti seorang ustadz saja! kamu diam saja, ini bukan urusan kamu, Ibu cukup dibuat malu gara-gara kelakuan adikmu itu!" Sarkasnya Bu Fatma.
Fatimah segera memakai jilbab rumahnya lalu berusaha sekuat tenaga untuk berjalan ke arah ibunya.
"Ya Allah… kuatkan lah hambaMu ini, aku mengaku salah dengan apa yang sudah aku perbuat," lirihnya Fatimah.
Bu Fatmawati yang melihat putrinya itu segera berjalan ke arah Fatimah tanpa segan dan sepatah katapun langsung memukul wajahnya Fatimah berulang kali.
Plak!!!! Plak!!!
Pukulan dari Bu Salma cukup kuat hingga membuat tubuhnya Fatimah terhuyung dan terdorong ke arah belakang hingga punggungnya bertabrakan dengan dinding rumahnya yang terbuat dari bahan triplek yang sudah hampir lapuk.
"Aahhh!! Sakit Bu!" Keluhnya Fatimah yang mengerang kesakitan dipunggung dan kedua pipinya itu.
"Apa sakit!! Mana yang lebih sakit pukulan Ibu atau kamu harus hamil di luar nikah tanpa suami dan semua orang di kampung sudah mengetahui semuanya, apa itu tidak buat Ibu pusing dan harus menanggung malu akibat ulahmu yang bejak dan kurang ajar itu haaa!!" Bentaknya Bu Fatmah.
Apa yang dikatakan oleh Bu Fatma membuat Salim terkejut dan tidak menyangka jika adik satu-satunya itu harus hamil di luar nikah.
"Ibu!! Jangan asal nuduh dong ibu, mungkin Ibu sudah salah paham dengan semuanya, jadi tolong Ibu tenang dan turunkan emosinya ibu, ingat darah tinggi ibu!" Sanggahnya Salim yang berusaha menenangkan ibunya itu.
"Kamu diam saja!! Kamu tidak perlu ikut campur dalam masalah ini, dan kamu anak tidak tahu diuntung aku sudah bela-belain besarkan dan biaya sekolahmu hingga kamu tamat, bukannya kamu balas jasa-jasaku dengan kebahagiaan malah kamu buat aku malu saja, aku sangat menyesal telah mengijinkan suamiku membawa anak dari mantan istrinya ke dalam rumahku!" Cibirnya Bu Fatma.
"Ya Allah… apa aku bukan anak kandungnya Ibu, ternyata aku hanya anak sambungnya ibu, pantesan selama ini perlakuan ibu terhadapku hanya biasa saja dan selalu membedakan aku dengan Mbak Sarah, aku sudah paham," lirih Fatimah yang tergugu dalam tangisnya kenyataan itu mampu menampar berulang kali wajahnya.
Bu Fatma tersenyum miris,"Fatimah 19 tahun aku rawat dan besarkan kamu sendiri dengan susah payah dengan bapakmu yang hanya bekerja sengrawutan hingga kamu berusia lima tahun bapakmu harus meninggal dunia, kamu adalah anak dari istri siri suamiku aku masih bisa bersabar dan berdamai dengan hal itu tapi, untuk kali ini aku sudah tidak mampu untuk menerimanya lagi," gerutunya Bu Salamah sambil mengacungkan jarinya ke hadapan Fatimah seolah menghitung jumlah tahun yang sudah ia buang untuk membesarkan anak dari selingkuhan suaminya itu.
"Ibu! Tolong jangan usir aku dari sini,kalau ibu suruh aku pergi aku harus tinggal di mana lagi, aku tidak punya siapa-siapa di luar sana, hanya kalian yang aku miliki di dunia ini," ratapnya Fathimah yang bersimpuh di bawah kaki ibu sambungnya itu dengan memohon agar dikasihani kali ini.
"Salim!! Masukkan semua pakaiannya kedalam tas, kamu antar ia ke terminal, aku tidak ingin melihat wajahnya lagi berada di sini untuk selamanya!" geram Bu Fatmawati dengan tatapan mencemooh dan amarahnya sudah tak tertahankan.
Mampir baca novel baru aku judulnya "Terpaksa Menjadi Orang ketiga"
give away kecil-kecilan khusus pembaca yang rajin" Caranya hanya baca, Like dan komentar.
Bu Fatmah melototkan matanya ke arah anak sulungnya itu, "Salim!! Masukkan semua pakaiannya kedalam tas, kamu antar ia ke terminal, aku tidak ingin melihat wajahnya lagi berada di sini untuk selamanya!" geram Bu Fatmawati dengan tatapan mencemooh dan amarahnya sudah tak tertahankan.
Bu Fatmah menatap jengah ke arah anak sambungnya itu dengan penuh kebencian, "Stop!! berhenti untuk berbicara sepatah katapun, karena semua yang kamu lakukan percuma saja, Ibu sama sekali tidak akan pernah memaafkan kesalahn terbesar yang kamu lakukan ini, Salim!! apa lagi yang kamu tunggu antar dia segera ke terminal sebelum tetangga kita semakin banyak yang mengetahui perbuatan bejaknya gadis sialan ini!" bentaknya Bu Fatmah.
"Ibu!! Kasihanilah Fatimah Bu, kalau Fatimah pergi dari sini ia harus tinggal di mana? kasihanilah untuk malam ini saja kasihan di luar sedang hujan lebat, Fatimah mau pergi ke mana dalam keadaan hujan seperti ini juga?" Tanyanya Salim yang berusaha untuk menahan ibunya untuk mengusir adik sambungnya itu.
Salim sedih dan juga kecewa sekaligus dengan kenyataan yang ada, tapi ia yakini jika semua ini terjadi bukan dasar karena ia sengaja melakukannya.
Sarah yang baru saja datang cukup bahagia dan tersenyum penuh kemenangan melihat kakak sambungnya itu harus diusir dan didepak dari dalam rumahnya.
"Aku sangat bahagia melihatnya diusir oleh Ibu, untung aku diam-diam mengambil alat tes kehamilannya lalu memperlihatkan kepada Ibu jadi yah seperti sekarang gini jadinya, aku harus segera menelpon Tio jika apa yang kita lakukan dua bulan lalu waktu menjebak Fatimah dengan pria yang tidak tahu asal usulnya itu hingga mereka tidur dan hasilnya Fatimah akan pergi dan angkat kaki dari tempat ini untuk selamanya," Sarah bergumam dalam hatinya dengan penuh kegembiraan.
Fathimah terus mengemis belas kasihan dari ibunya tapi, hal itu sia-sia saja dan sama sekali tidak merubah keputusan dan pendirian dari ibunya Bu Fatimah.
"Ibu, aku sangat malu teman-temanku sudah mengetahui semua rahasia besar ini, mereka bahkan menghinaku dan mengolok-olokku gara-gara kelakuannya anak haaa Raam itu!" ucapnya Sarah yang berpura-pura menangis tersedu-sedu meratapi hal tersebut agar Fathimah semakin terpojok sehingga tidak ada lagi alasan untuk mencegah kepergiannya malam ini.
Fatimah segera merangkak ke arah ibunya Bu Fatmah untuk memohon sekali lagi agar Bu Fatmah berbaik hati untuk mengijinkannya untuk tinggal semalam saja.
"Ibu untuk malam ini saja aku mohon kasihanilah aku, aku tidak punya jas hujan apa lagi hujan semakin deras Ibu, aku mohon ampunilah aku dan kasihanilah aku," ratapnya Fatimah seraya meraih kedua tangannya Bu Fatmah.
Bu Fatmah segera menepis tangannya Fatimah dengan kasar agar tidak saling bersentuhan.
"Ingat hanya pakaian yang boleh kamu bawa dari sini, hp yang pernah aku belikan padamu harus kamu simpan karena Ibu membelinya memakai uangku!" Gerutu Bu Salma.
Sarah semakin mengeraskan suara tangisannya agar ibunya tidak tersentuh dari bujukan dan rayuan dari kakaknya dan juga Fathimah.
"Aku akan melakukan apapun agar kamu pergi dari sini karena sejak kamu datang dibawah oleh bapak ke dalam rumahku ini aku sudah tidak setuju dengan hal itu dan hari ini adalah kamu harus cabut dan angkat kaki!' ketusnya Sarah yang menatap tajam ke arah Fatimah yang masih dalam keadaan terduduk.
"Aku sebaiknya pergi dari sini saja, karena Ibu juga bukanlah ibu kandungku, aku hanya sebatang kara di dunia ini jadi pergi jauh dari sini adalah jalan keluar yang paling terbaik," cicitnya Fatimah yang sedikit meringis menahan pusing kepalanya.
"Fatimah ayok adek kita pergi dari sini, Abang akan antar kamu pergi," ajaknya Salim.
Salim tidak lupa diam-diam mengambil uang tabungannya yang sebenarnya rencananya akan ia pakai untuk bayar uang kuliahnya untuk semester depan.
Salim segera melajukan motornya menuju terminal bis. Petir dan halilintar menyambar. Maklumlah sudah masuk musim hujan. Hingga malam itu turun hujan gerimis.
Salim memakaikan jas hujan ketubuh adik sebapaknya itu. Salim ingin bertanya kepada adiknya tentang kehamilannya itu, tapi ia mengurungkan niatnya saja karena tidak ingin menambah beban berat pikiran untuk adiknya.
Hanya butuh waktu kurang lebih 25 menit saja, hingga mereka sampai dengan selamat di terminal. Walaupun dalam keadaan yang sedikit basah terguyur hujan rintik-rintik, tapi mereka tetap melanjutkan perjalanan mereka menuju terminal bus.
"Tunggu Abang di sini, Abang akan beliin kamu tiket untuk berangkat ke Jakarta, ini ada sedikit uang untuk bekal kamu, maafkan Abang hanya bisa memberikan uang sedikit saja," tuturnya Salim dengan memaksa Fathimah untuk mengambil uang itu.
"Abang, maafkan Fatimah yah! sudah buat Abang kesusahan," imbuhnya Fatimah dengan air matanya semakin menetes membasahi pipinya bercampur dengan air tetesan hujan malam itu.
Suara petir dan halilintar saling bersahutan malam itu, angin kencang pun semakin menambah suasana mencekam dan menakutkan malam itu.
Salim tersenyum tulus dan penuh kelembutan kearah adik kesayangannya itu. Fatimah hanya tersenyum tipis seraya menganggukkan kepalanya tanda setuju dengan perkataan dari kakak sulungnya.
Salim mengelus puncak hijab adiknya," kamu harus kuat apa pun yang terjadi, Ingat kamu tidak boleh menggugurkan calon ponakan Abang, aku pamit dulu belikan kamu tiket, kamu duduk di sini tungguin Abang," pintanya Salim lalu berlari kecil ke arah tempat pembelian tiket bus.
Fatimah menengadahkan kepalanya ke arah atas langit dan memperhatikan dengan seksama langit yang menurunkan berkahnya untuk bumi dan seluruh alam semesta.
"Ya Allah... maafkanlah hambaMu ini yang sudah berlumuran dosa dan salahku emang tidak pantas untuk dimaafkan lagi oleh siapa pun," Lirihnya Fathimah.
Fatimah segera memasukkan uangnya kedalam tas selempangnya yang sudah nampak lusuh. Entah kenapa malam itu ia ingin bermain hujan gerimis seolah ia tidak akan melihat hujan lagi. Langkah kakinya menuju ke jalan raya untuk menikmati guyuran hujan malam.
Fatimah melupakan sejenak kegelisahan hatinya dan bermain air malam itu, tapi tanpa ia sadari jika ada mobil yang melaju ke arahnya dengan kecepatan sedang saja. Fatimah melirik ke arah mobil itu dengan berteriak kencang.
"Aahhhh!! tidak!!!" jeritnya Fatimah dengan tangannya berusaha melindungi bagian perutnya.
Ciitt!!!
Suara decitan ban mobil bersahutan dan bergesekan dengan aspal.
Keikhlasan mengantarkan kamu ke pintu yang dinamakan kesuksesan.
Bukan karena dia kuat, tapi karena Tuhan yang maha kuat bersama dengan langkahnya.
Kebahagiaan tidak selamanya dilihat dari segi banyaknya materi dan harta yang Kamu miliki, tapi bagaimana Kamu bisa membuat dan melihat senyuman yang tercipta dari orang-orang yang Kamu sayangi.
Kamu tidak akan menemukan kebahagiaan jika terus menuntut kesempurnaan. Syukuri apa yang kamu miliki, maka di sana akan kau temukan kebahagiaan.
Kebahagiaan tidak menghampiri mereka yang memiliki segalanya, namun kebahagiaan akan menghampiri mereka yang berterus bersyukur atas nikmatnya.
Terkadang cobaan menghampiri hidup kita, agar kita menjadi orang yang lebih sabar dan ikhlas untuk menghadapi segalanya.
Riyadh tercengang dan kedua bola matanya seolah akan melompat saking terkejutnya melihat gadis yang tertidur pulas di atas bangkar rumah sakit.
"Ya Allah… ini tidak mungkin!! Aku yakin dia bukan gadis malam itu kan!" Cicitnya Riyadh.
Fathimah sangat terkejut melihat tiba-tiba ada mobil yang melaju ke arahnya. Sebenarnya disini dia yang salah karena harus menikmati guyuran hujan di tengah jalan raya.
Untungnya supir dari mobil itu segera merem mendadak mobilnya hingga tabrakan itu sedikit bisa terhindar. Fathimah segera melindungi perutnya dari hantaman benda keras apa pun itu.
"Aahhh tidak!! Tolong!!" Jeritnya Fatimah lalu tersungkur ke atas aspal yang penuh dengan genangan air.
Untungnya saja jalan itu banyak genangan airnya sehingga mampu melindungi benturan langsung permukaan perutnya dengan aspal.
"Cepat turun lihat orang itu!" Teriak seorang wanita paruh baya yang kira-kira sekitar 45 lima tahun usianya.
Sang supir segera secepatnya turun dari mobilnya dengan melepas seatbelt nya terlebih dahulu.
"Itu anak turun dari mobil juga enggak pakai payung,apa dia kira tubuhnya anti air apa!" Umatnya wanita yang duduk di kursi jok belakang mobilnya.
"Ya Allah… semoga saja orang yang aku tabrak tidak kenapa-kenapa," gumamnya pria itu.
Tanpa memakai payung atau alat pelindung dr tubuhnya, dia segera turun dari mobilnya. Kemudian memeriksa kondisi dari orang yang sudah tertidur di atas aspal, bukan tidur tepatnya terbaring lemah dan pingsan. Pria itu tanpa banyak pikir lagi segera menggendong tubuhnya Fathimah yang tidak sadarkan diri lagi.
"Tante! Bukain pintunya!" Pintanya Pria itu.
Wanita yang dipanggil Tante itu segera membuka pintu mobilnya lalu bergeser sedikit untuk pindah ke tempat sebelahnya.
"Cepat! Kita harus segera bawa ke rumah sakit!" Teriaknya Tante itu.
"Baik Tante Gina," jawabnya lalu segera menyalakan mesin mobilnya untuk menuju ke salah satu rumah sakit yang ada di kota Bandung.
Bu Gina mengelap tetesan air yang menetes membasahi pipinya Fatimah dengan tissue. Dengan penuh kelembutan Bu Gina menyeka tetesan air itu.
"Ya Allah… kenapa wajahnya mirip sekali dengan Mas Halid, alisnya, hidungnya dan juga tahi lalat di hidungnya itu seperti putriku yang menghilang sekitar tujuh belas tahun yang lalu," cicitnya Bu Gina.
Bu Gina kembali teringat kepada putrinya yang baru berusia tiga tahun itu yang menghilang ketika mereka kae taman hiburan. Sejak suaminya meninggal dunia ketika usia putrinya waktu itu baru satu tahun dan dua tahun kemudian anaknya lagi yang menghilang entah kemana.
Bu Gins menggelengkan kepalanya," Aku mungkin terlalu merindukan putriku sehingga gadis ini aku anggap anakku sendiri."
Berselang beberapa menit kemudian, mereka sudah sampai di depan lobi rumah sakit.
"Riyad, kamu tidak perlu menunggu perawat datang ke sini, kamu langsung saja gendong tubuhnya ke dalam UGD saja," pintanya Bu Gina.
Mereka bergegas menuju ke ruangan UGD sesuai dengan yang ditunjukkan oleh beberapa perawat yang mendatangi mereka.
"Pak dinaikkan saja ke atas bangkar rumah sakit, kasihan bapak loh," imbuhnya salah satu Perawat.
"Makasih banyak Sus, aku gendong saja lagian juga sudah dekat dan tubuhnya juga tidak berat amat kok," cegahnya Riyad pria yang menabrak tubuh Fathimah.
Riyadh dan Bu Gina ingin masuk mengikuti beberapa rombongan perawat dan dokter tapi, langkah mereka segera dicegah oleh suster.
Suster itu merentangkan kedua tangannya, "Maaf! Cukup sampai di sini saja Pak, Anda tidak bisa masuk, Anda tunggu saja di sini dan jangan lupa segera urus administrasinya," perintahnya Suster itu.
"Baik Sus!" Jawabnya Riyadh dengan sedikit lemah tak bertenaga.
Bu Gina mengelus punggung keponakannya itu," dengar kata-katanya mereka, kamu sana urus administrasinya dan Tante harap kamu jangan banyak pikiran lagi, semua ini pasti ada maksudnya dan Tante harap setelah ini kamu datangi Helma untuk berbicara dari hati dengannya untuk masalah rumah tangga kalian, okey!"
Riyadh segera pergi dari sana tanpa menjawab perkataan dari tantenya itu. Bu Gina adalah saudara kembar mamanya Riyad yaitu Mama Fina yang sudah meninggal sekitar dua puluh tahun lalu ketika ia baru berumur 5 lima tahun.
Bu Gina kedatangannya ke Bandung adalah untuk membantu keponakannya itu untuk menyelesaikan permasalahannya dengan istrinya Riyad yang cukup rumit. Setelah hampir enam tahun Riyad dan istrinya Helma menikah, Helma akhirnya hamil juga, tapi ketika usia kehamilannya menginjak usia yang ke enam bulan, kecelakaan sekaligus musibah datang menghantui biduk rumah tangganya Riyad.
Helma keguguran kandungannya dan harus divonis tidak akan bisa hamil lagi. Karena alasan seperti itu lah Helma satu minggu lalu menggugat cerai suaminya Riyadh Hakim Pradipta.
Riyadh berjalan guntai seolah nyawanya tersisa sedikit saja di dalam tubuhnya itu," ya Allah…ini semua salahku yang mengemudikan mobil tanpa berkosentrasi sedikitpun karena aku terus memikirkan Helma, ya Allah… apa kah kami akan bercerai, sejujurnya apa pun yang terjadi padanya Helma aku sama sekali tidak mempermasalahkannya ya Allah… aku sangat mencintai istriku, aku serasa tidak bisa hidup tanpa Istriku disisiku lagi," lirih Riyad.
Riyadh segera membayar semua biaya pengobatan dan perawatan untuk Fatimah. Riyadh tidak ingin terjadi sesuatu pada gadis yang ditabrak tanpa sengaja.
Sedangkan Bu Gina segera menyelesaikan pekerjaannya yaitu menelpon nomor asisten pribadinya untuk segera membawakan mereka pakaian ganti karena pakaian mereka sudah basah kuyup.
"Bagaimana Nak, apa kamu sudah menyelesaikan semua administrasinya?" Bu Gina menyerahkan satu paper bag ke dalam genggaman tangannya Riyadh.
"Alhamdulillah sudah Tante, saya sudah menyelesaikan semua urusan itu, tapi ngomong-ngomong apa dia sudah diperiksa oleh dokter dan gimana hasilnya Tante?" Tanyanya Riyad.
Tiba-tiba pintu itu berderit, dan terbuka lebar lalu keluarlah beberapa perawat dan dokter dengan pakaian seragam almamater kebesarannya.
Bu Gina segera berjalan ke rombongan itu," maaf Pak Dokter,gimana dengan kondisi dari anggota keluarga kami yang kecelakaan?" Tanyanya bu Gina yang sangat khawatir dengan kondisinya Fatimah padahal dia sama sekali tidak ada hubungan apapun tapi, hati kecilnya merasa sangat terpanggil.
Dokter tersebut tersenyum tipis," Alhamdulillah keadaannya sudah stabil, tidak ada luka yang perlu dikhawatirkan dan terutama keadaan bayinya cukup kuat dan sehat jadi mereka tertolong dan selamat dari bahaya," jelasnya Pak Dokter yang bername tag Dr. Fuad.
"Bayi!" Beonya Riyad.
"Iya bayi bapak dan istri Alhamdulillah selamat dan usianya sudah jalan empat bulan dan saya sarankan jangan sekali-kali biarkan dia kehujanan karena itu tidak baik untuk kesehatan keduanya,," terang Pak Fuad dokter yang menangani kesehatan Fatimah.
"Apa! gadis belia itu hamil? Semuda itu ia sudah hamil, terus tengah malam harus hujan-hujanan kok bisa sampai segitunya,' batinnya Bu Gina yang masih tidak percaya dengan kenyataan yang ada di hadapannya itu.
"Makasih banyak dokter atas bantuannya," ujarnya Riyad.
"Tidak masalah, Maaf saya permisi dulu karena masih banyak pasien yang ingin kami periksa," imbuh dokter Fuad lalu berlalu dari hadapan kedua orang tersebut.
Riyad segera masuk ke dalam bersama dengan Bu Gina karena ingin melihat langsung kondisi dari Fatimah.
"Maaf Bu, apa Anda keluarga dari pasien?" Tanyanya suster yang sedang memeriksa selan infusnya Fatimah karena akan segera dipindahkan oleh beberapa perawat ke kamar perawatan.
Riyadh tercengang dan kedua bola matanya seolah akan melompat saking terkejutnya melihat gadis yang tertidur pulas di atas bangkar rumah sakit.
"Ya Allah… ini tidak mungkin!! Aku yakin dia bukan gadis malam itu kan!" Cicitnya Riyadh.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!