Sekar Arumi, janda cantik dengan sejuta pesona. Kehidupan yang sulit sudah menjadikannya tumbuh menjadi pribadi yang tangguh, Meskipun di usianya yang baru menginjak dua puluh tiga tahun harus menjadi janda karena ditinggal mati oleh suaminya akibat tabrak lari.
Arumi berjuang begitu keras demi untuk membahagiakan ibunya yang sakit sakitan. Dengan modal yakin dan Bismillah, Arumi melamar pekerjaan di sebuah toko bangunan yang terletak tak jauh dari rumahnya.
Arumi memang janda tapi karena wajah dan bentuk tubuhnya yang mungil tak terlihat kalau dia adalah seorang janda. Apalagi Arumi belum memiliki seorang anak dari suaminya. Mereka menikah di usia muda, saat baru lulus dari sekolah menengah atas, saling cinta dan karena orang tua mereka adakah sahabat baik. Tapi nasib tidak berpihak, baru menikah tujuh bulan, Dirgantara suami Arumi mengalami kecelakaan dalam perjalanan pulang dari tempat kerjanya.
Dirgantara tertabrak truk muatan pasir, dan karena jalanan sepi, truk yang menabrak dirgantara melarikan diri, meninggalkan tubuh Dirgantara tergeletak tak berdaya di pinggir jalan sampai nafas terakhirnya.
Sejak itulah, Arumi bertekad untuk bisa merubah nasibnya. Bekerja apa saja untuk bisa membiayai hidupnya beserta ibunya. Dan menabung untuk biaya kuliah yang sempat tertunda.
Hari ini Arumi memutuskan melamar pekerjaan di toko bangunan yang kemarin direkomendasikan oleh sahabatnya.
Saat Arumi sudah sampai di depan toko yang dituju, Arumi menemui kasir toko yang bernama Bayu, pria muda yang mungkin seumuran dengannya. Dan Bayu membawa Arumi untuk menemui atasannya. Pak Asad Fadli.
"Permisi, asalamualaikum, Pak. Maaf ini ada tamu yang akan melamar pekerjaan, apakah di ijinkan masuk?" Bayu mengetuk pintunya ruangan kaca dengan sangat hati hati. Sopan dan terlihat segan pada orang yang ada di dalam sana.
"Waalaikumsallm, suruh masuk saja, Bay?" Suhut suara bariton seseorang di dalam sana, yang mempersilahkan Arumi untuk menemuinya.
Arumi memasuki ruangan dengan dada berdebar, terlihat seorang pria yang sedang duduk dibalik meja dengan kepala menunduk, terlihat sangat fokus membaca buku yang ada dihadapan nya.
"permisi, pak! Maaf, sa..ya..." Belum sempat Arumi melanjutkan ucapannya, terlihat pria dihadapannya mengangkat wajahnya, dan keduanya sama sama tertegun dengan pandangan masing masing.
"Arumi. Sekar Arumi, betul?" Orang yang di panggil dengan nama Asad langsung mengenali wanita dihadapannya yang terlihat kaget karena pertemuan tak sengaja mereka.
"Iya, benar! Anda Asad Fadli kan, anak IPA?" Sahut Arumi yakin dengan binar tak biasa.
"iya, hmm. Ternyata dunia ini kecil ya?
Oh iya, apa kabarmu Rum, apa benar kamu ingin melamar pekerjaan disini?" Balas Asad akrab, karena dulu mereka teman satu sekolahan dan Arumi sangat terkenal di mata kaum Adam waktu itu. Selain cantik, Arumi juga selalu menjadi juara kelas karena memiliki kecerdasan di atas rata rata.
"Iya, apa masih ada lowongan?" Balas Arumi penuh harap dan menatap pria tampan dihadapannya dengan perasaan campur aduk, rasa cinta yang sempat dia pendam kini kembali bermekaran. Namun hanya sekedar mampu disimpan dihatinya, karena Arumi sadar antara dirinya dan Asad berbeda kasta.
"Maaf, kalau di toko ini, kami hanya butuh karyawan laki laki, tapi kalau kamu memang butuh pekerjaan kamu bisa masuk di sekolahan milikku, disana posisi guru olah raga sedang kosong, sepertinya kamu cocok, atau kamu di bagian BK, gimana?" Asad menawari Arumi untuk bekerja di sekolah miliknya, yang baru saja dibuka beberapa bulan yang lalu.
"Apakah saya diterima, kan saya bukan sarjana?" Sahut Arumi ragu dan berani berkata jujur tentang pendidikan nya.
Asad yang sejak dulu kagum dengan sosok Arumi tak perduli, asal dia bisa kembali dekat dan memiliki kesempatan untuk bersama Arumi, pendidikan atau apalah itu tidak jadi soal baginya.
Asad dan Arumi berbincang banyak hal, bahkan Arumi sudah mengakui statusnya pada Asad kalau dirinya sudah janda. Pun dengan Asad yang juga bicara jujur kalau sudah menikah dan memiliki seorang anak.
"Aku sudah menikah dan miliki satu orang anak, sekarang usianya sudah delapan tahun. Kalau saja dulu kamu gak nikah duluan dengan Dirgantara, mungkin aku sudah melamar kamu dan kita hidup bersama saat ini. Tapi sayang kamu lebih memilih Dirgantara." Asad kembali membuka masa lalu dan mengungkap bahwa si hatinya yang dulu cuma ia pendam. Mengetahui Arumi sudah menjanda, Asad memberanikan diri untuk kembali membuka kisah cintanya yang tak pernah tersampaikan.
Tak perduli sekarang dia sudah menikah, baginya bisa memiliki Arumi adalah sebuah keharusan.
"Saya gak pernah tau, kalau kamu memiliki perasaan itu. Lagian kasta kita berbeda, mana berani saya memimpikan dicintai seorang pangeran." Sahut Arumi tenang dan menatap lekat pada Asad yang sejak tadi tak beralih dari menatapnya.
"Jangan kaku begitu, kita sudah saling kenal. Panggil aku kamu saja, oke?" Balas Asad dan mulai beranjak dari tempat duduknya dan mendekati Arumi.
Arumi seperti tak bisa bernafas saat Asad menariknya dalam pelukannya.
"Aku mencintai kamu, Arumi." Asad memeluk tubuh Arumi erat, nafasnya tersengal mencium harum tubuh wanita yang dicintainya.
Dengan sadar, Arumi menikmati pelukan Asad dan mulai meresponnya. Entah siapa yang memulai, bibir mereka sudah saling bertautan, berbagi nafas dan saling mengulum penuh nafsu.
Bahkan terdengar deru nafas yang memburu dari mulut mereka.
"Arumi, aku sudah gak tahan. Kamu sudah membuatku gila." Asad semakin gencar merambah di setiap lekuk tubuh langsing Arumi, bahkan tangannya sudah mulai berani meremas kedua bokong Arumi, yang membuat Arumi memekik nikmat dan terpancing nafsunya.
Asad dengan sigap membopong tubuh Arumi ke atas sofa yang ada diruangannya, merebahkannya dan mulai melucuti satu persatu kancing di bajunya. Tanpa mengingat dosa, Arumi dan Asad larut dalam irama nafsu yang menggelora, ******* ******* kenikmatan saling bersahutan diantara keduanya, bahkan Asad semakin gencar menggerakkan tangannya dan dalam hitungan menit, mereka berpacu dalam hentakan hentakkan yang Asad pimpin. Saling menyalurkan hasrat yang sudah menggebu sampai lenguhan panjang keluar dari bibir seorang Asad dan membuat Arumi menjerit penuh kenikmatan.
"Ah, Arumi. Aku mencintaimu. I love you." Asad mencium kening dan tubuh Arumi dengan sisa tenaganya, mereka saling melempar senyum kepuasan, tatapan cinta tersirat dikedua mata insan yang lupa daratan karena diperdaya nafsu yang dibungkus dengan kata cinta.
"Arumi, aku akan menikahi kamu. Besok aku akan datang pada orang tuamu, dan kita akan menikah secara agama. Kamu tidak perlu bekerja lagi, karena aku akan membiayai semua kebutuhanmu, kembalilah kuliah, agar nanti saat aku mengenalkan kamu pada kedua orang tuaku, kamu tidak merasa minder. Mau kan kamu jadi istriku, sayang?" Asad mengungkapkan keinginannya untuk menikahi Arumi, dan tanpa pikir panjang lagi, Arumi menyetujui lamaran Asad meskipun tau kalau akan ada hati wanita lain yang hancur karena kehadirannya. Namun Arumi seolah tak perduli lagi.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
jangan lupa mampir juga di karya aku yang lain.
#Tekanan Dari Mantan Suami (Tamat)
#Cinta dalam ikatan Takdir (ongoing)
#Coretan pena Hawa (ongoing)
#Cinta suamiku untuk wanita lain (ongoing)
#Sekar Arumi (ongoing)
#Wanita kedua (Tamat)
Peluk sayang dari jauh, semoga kita senantiasa diberikan kesehatan dan keberkahan dalam setiap langkah yang kita jalani.
Haturnuhun sudah baca karya karya Hawa dan jangan lupa tinggalkan jejak dengan like, komentar dan love nya ya say ❤️
Happy ending ❤️
Benar saja, Asad menepati janjinya untuk menikahi Arumi. Mereka menikah secara siri yang disaksikan keluarga Arumi dan dua orang saksi yang di bawa Asad.
Asad memberikan mahar yang fantastis, satu rumah senilai dua milyar, mobil dan emas seratus gram. Semua keluarga Arumi berdecak kagum dan sikap mereka mendadak berubah pada Arumi dan ibunya. Dulu yang cuek bahkan acuh, kini pura pura baik dan sok akrab, karena Arumi sudah menjadi perempuan kaya yang dinikahi seorang Asad Fadli, pengusaha muda yang memiliki beberapa bisnis yang tengah berkembang pesat.
Seusai akad, dilanjutkan acara makan makan, dan Asad pun telah meminta semua yang hadir untuk merahasiakan pernikahan nya dengan Arumi. Karena tak ingin istrinya tau dan terjadi masalah.
Semua berjanji untuk tutup mulut dan merahasiakannya karena tiap yang hadir mendapat amplop satu juta dari Asad.
"kita akan pindah rumah hari ini juga, kamu bawa barangmu secukupnya saja. Karena aku sudah menyiapkan semuanya, kamu hanya tinggal menikmatinya saja. Dan sudah ada satu pembantu dan satu penjaga yang akan menemani kamu di rumah. Ibu juga boleh ikut tinggal dirumah kita, jika beliau berkenan!" Asad mengutarakan keinginannya pada Arumi di hadapan sang mertua yang tersenyum bangga karena anaknya begitu dicintai oleh lelaki kaya raya.
"Jadi ibu juga boleh ikut pindah kerumah kalian?" Sahut Demik senang dengan binar ceria.
"Iya Bu, silahkan jika ibu ingin tinggal bersama Arumi!" Sahut Asad sopan dengan senyuman ramah.
"Ibu disini saja, gak enak ganggu pengantin baru. Kalian juga butuh waktu berdua. Tapi nanti ibu akan datang sekali kali untuk menengok anak ibu, bolehkan?" Sahut Bu Demik pada akhirnya, karena tak ingin mengganggu kesenangan anak dan menantunya.
"Baiklah jika itu yang ibu mau, tapi pintu rumah kami akan selalu terbuka untuk ibu!" Sahut Arumi manja dan memeluk ibunya erat.
"Arumi mau siap siap dulu.
Tunggu sebentar ya, Mas!" Sambung Arumi menatap suaminya yang mengangguk. Dan membiarkan Arumi mengemasi barang barangnya, sedangkan Asad kembali berbaur dengan para tamu yang hadir, yang kebanyakan keluarga dari Arumi.
Setelah selesai mengemasi barang barangnya, Arumi melangkah keluar kamar dan mencari keberadaan suaminya yang sedang mengobrol dengan dua asisten nya.
Asad melihat kedatangan Arumi dan memerintahkan Denis untuk menyiapkan mobil dan Rendi untuk kembali ke kantor menghandle pekerjaan yang sempat tertunda.
"Sudah siap sayang?
Mari kita menikmati bulan madu!" Kerling Asad nakal dengan senyuman yang terlihat memabukkan di mata Arumi.
"Kita pamit dulu sama ibu dan keluarga yang lain. Gak enak kalau langsung pergi!" Sahut Arumi merona dengan senyuman yang tak kalah manis bahkan terlihat sangat seksi di mata Asad.
Arumi dan Asad berpamitan pada Bu Demik dan seluruh keluarga, doa dan senyum bangga terlihat hampir pada semua orang. Banyak yang melontarkan pujian hanya sekedar untuk mencari simpati dari Asad, berharap kecipratan rejeki dari suami Arumi yang dulu mereka asing kan karena miskin.
Setelah berpamitan mereka melangkah keluar dan menuju mobil Pajero yang sudah terparkir tepat di halaman rumah. Dan dengan cekatan Denis membukakan pintu untuk majikannya lalu memutari mobil dan masuk kedalam di belakang kemudi.
Tatapan kagum masih terpancar dari keluarga Bu Demik dengan keberuntungan Arumi mendapatkan lelaki kaya, tak perduli jika hanya dijadikan istri kedua, yang penting hidup nyaman dan bergelimang harta.
"Beruntung sekali si Arumi dinikahi pak Asad yang sangat kaya raya, kalau sudah jadi orang kaya, jangan lupa sama saudara kamu, Dem!" Ucap Bu Ambar yang bahkan selama ini begitu membenci Arumi dan ibunya karena miskin, tapi kini berubah sok baik dan mengaku saudara, lalu kemana saja dulunya.
Bu Demik hanya tersenyum miris menanggapi ocehan keluarganya yang saling berebut diakui keluarga olehnya.
Sedangkan di dalam, terlihat beberapa keluarga sedang saling berebut untuk membawa sisa makanan yang ada di meja. Menurut mereka itu adalah makanan mewah yang mahal harganya. Tanpa meminta ijin dengan yang punya rumah, saudara Bu Demik telah memasukkan makanan yang ada dalam plastik yang memang sudah mereka bawa dari rumah.
Bu Demik hanya bisa pasrah dan menggelengkan kepalanya.
"Rud, ibu capek. Ibu masuk ke kamar ya.
Kamu tetap disini saja, hargai keluarga yang masih berada disini. Sakit kepala ibu melihat tingkah mereka." Bu Demik berbicara pada anak lelakinya yang kini masih sekolah SMU kelas dua.
Rudi hanya tersenyum dan mengiyakan ucapan ibunya. Rudi anak yang penurut dan pintar, bahkan dia juga bekerja serabutan untuk membantu biaya sekolahnya sendiri. Arumi sangat menyayangi adiknya itu.
Setelah puas menghabiskan makanan yang ada, satu persatu keluarga Bu Demik pulang kerumahnya masing-masing tanpa berpamitan. Dan Rudi hanya bisa menatap miris orang yang disebut saudara itu.
"Mas Rudi, ibu dimana?
Semua hidangan sudah ludes, apa ini dibersihkan sekarang semuanya?" Tanya mbok Ijah, tetangga yang dimintai tolong untuk membantu oleh Bu Demik.
"Ibu dikamar mbok, pusing lihat tingkah saudaranya." Sahut Rudi tersenyum dan berdiri ikut membantu mbok Ijah membersihkan kekacauan yang ada.
"Mbok itu salut sama kamu, le! Sudah ganteng, pinter, baik dan mau bantu bantu kerjaan dapur kayak gini. Ibumu pasti bangga sama kamu. Beruntung punya anak kayak kamu. Semoga kamu nanti jadi orang sukses le!"
Mbok Ijah tanpa ragu memuji Rudi karena memang Rudi pantas untuk di kagumi.
"Mbok Ijah bisa saja. Rudi gak sebaik itu mbok, karena Alloh sudah menutupi kekurangan-kekurangan Rudi. Tapi Rudi Aamiinkan doa dari mbok Ijah, aamiin.
Makasih doanya ya mbok, pun doa yang sama juga buat mbok Ijah, semoga mbok Ijah sehat terus dan diluaskan rejekinya, Aamiin!" Sahut Rudi sopan dan berdoa dengan hati yang tulus untuk perempuan tua yang ada disampingnya.
Meskipun sudah tua, mbok ijah tetap mau bekerja dan tidak ingin menjadi beban untuk anak anaknya, karena anaknya juga hidup dengan kekurangan, itulah kenapa mbok Ijah tetap ingin bekerja di usia senjanya.
"Wah semua sudah bersih, maaf ya mbok, Tadi aku ketiduran, pusing kepalaku." Tiba tiba Bu Demik muncul dengan wajah yang terlihat kusut dan lelah, rumahnya sudah bersih pun dengan dapurnya. Mbok Ijah dan Rudi sudah membereskannya.
"Wong ini semua juga Rudi yang bantuin.
Kamu itu beruntung, Dem! Punya anak baik baik dan patuh sama orang tua. Rudi ini laki laki tapi tidak segan bantu di dapur." Sahut mbok Ijah yang kembali memuji Rudi dan membuat Bu Demik tersenyum bangga menatap putranya.
"Alhamdulillah, mbok!
Owh iya, semua makanan sudah habis ya, mbok jadi gak kebagian. Maaf ya mbok! Aku jadi gak enak ini!" Kembali Bu Demik mengeluarkan suara dengan perasaan sungkan karena makanan telah ludes dan mbok Ijah gak kebagian.
"Masih ada kok Bu, tadi sebelum acara, mbak Arumi sudah menyisihkan beberapa masakan di lemari dan menguncinya.
Mbak Arumi sudah tau kalau bakal kayak gini.
Tadi mbak Arumi yang meminta aku untuk diam saja, dan menyuruh mengeluarkan makanan setelah acara selesai, untuk diberikan pada mbok Ijah dan buat kita makan malam." Sahut Rudi, sambil mengeluarkan kunci lemari makan yang ada di dapur dari saku celananya.
"Ya, ampun Arumi! Bisa bisanya sampai kepikiran begitu!" Bu Demik tertawa dan di acungi jempol oleh mbok Ijah yang ikut tertawa.
Sedangkan Rudi mulai mengeluarkan beberapa makanan dari dalam lemari yang tadi Arumi simpan.
Bu Demik membungkus sebagian untuk mbok Ijah, dan memberikan beras, gula, mie instan, dan beraneka kue basah dan cemilan yang lain.
Tak lupa juga memberikan amplop titipan dari Arumi untuk mbok Ijah.
"Mbok, terima ini ya, titipan dari Arumi, jangan ditolak. Arumi titip salam, terimakasih katanya!" Bu Demik menyelipkan amplop yang sedikit tebal untuk mbok Ijah.
"Kok banyak banget Dem?
Padahal aku itu iklas loh bantu bantu disini, karena kamu dan Arumi itu juga sering bantu aku pas aku lagi repot." Sahut mbok Ijah dengan mata berkaca kaca.
"Terima saja, mbok! Anggap ini rejeki mbok Ijah. Doain Arumi ya, semoga rumah tangganya langgeng." Balas Bu Demik dengan senyuman tulus, karena sangat mengerti keadaan mbok Ijah yang serba kekurangan, Arumi sudah menitipkan uang sebesar satu juta lima ratus untuk diberikan pada mbok Ijah, karena Arumi telah mendapatkan uang nafkah yang tak sedikit juga dari Asad suaminya.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
jangan lupa mampir juga di karya aku yang lain.
#Tekanan Dari Mantan Suami (Tamat)
#Cinta dalam ikatan Takdir (ongoing)
#Coretan pena Hawa (ongoing)
#Cinta suamiku untuk wanita lain (ongoing)
#Sekar Arumi (ongoing)
#Wanita kedua (Tamat)
Peluk sayang dari jauh, semoga kita senantiasa diberikan kesehatan dan keberkahan dalam setiap langkah yang kita jalani.
Haturnuhun sudah baca karya karya Hawa dan jangan lupa tinggalkan jejak dengan like, komentar dan love nya ya say ❤️
Happy ending ❤️
"Terima saja, mbok! Anggap ini rejeki mbok Ijah. Doain Arumi ya, semoga rumah tangganya langgeng." Balas Bu Demik dengan senyuman tulus, karena sangat mengerti keadaan mbok Ijah yang serba kekurangan, Arumi sudah menitipkan uang sebesar satu juta lima ratus untuk diberikan pada mbok Ijah, karena Arumi telah mendapatkan uang nafkah yang tak sedikit juga dari Asad suaminya.
Mbok Ijah pulang diantar sama Rudi naik montor matic kesayangannya Rudi.
"Terimakasih ya, Le! semoga kamu nanti jadi orang sukses, dan bisa membahagiakan ibumu." mbok Ijah turun dari montor dan memberikan doa untuk Rudi yang dinilainya anak baik di matanya.
"Aamiin, makasih ya, mbok!" sahut Rudi tersenyum dan kembali melajukan sepeda motornya pulang.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
"Asalamualaikum." Rudi melangkahkan kakinya memasuki rumah sederhana peninggalan dari orang tua bapaknya.
Namun salamnya tidak ada yang menyahut.
Rudi mencari keberadaan ibunya, karena tidak mungkin ibunya keluar rumah dengan pintu yang tetap terbuka.
"Ibu kenapa kayak orang melamun gitu ya?
padahal tadi juga sumringah dan baik baik saja." batin Rudi menatap ibunya yang tengah duduk sendiri di bangku yang ada di belakang rumahnya.
"Bu!" Rudi menghampiri ibunya dan mengambil duduk tak jauh dari sang ibu.
Bu Demik tersadar dari lamunannya dengan kedatangan sang anak lelakinya.
Memaksakan untuk tersenyum meskipun hatinya sedang tidak karuan, memikirkan jalan yang dipilih anak perempuannya yang menikah dengan laki laki beristri.
"Ibu kenapa?
Rudi lihat ibu sedang memikirkan sesuatu, ada apa?" Rudi menatap manik mata sang ibu dalam, mencoba menyelami kegelisahan yang telah membawa sendu di wajah sang ibu.
"Gak papa kok, ibu hanya merasa sepi. Mbakmu sudah menikah dan ikut suaminya. Dirumah hanya tinggal kamu dan ibu, ibu mungkin belum terbiasa." sahut Bu Demik mencoba terlihat baik baik saja dan mencari alasan agar anak lelakinya tidak ikut cemas dengan yang kini dirasakan nya.
"Rudi mau ikut kerja di bengkelnya Ari, Bu. Agar nanti bisa bantu ibu juga!" balas rudi yang mengerti dengan apa yang dikhawatirkan ibunya.
"Apa kamu gak capek?
kan harus sekolah dan bantu dirumahnya haji Muhidin." balas Bu Demik menatap sang anak haru.
"Gak papa, insyaallah Rudi bisa mengatur waktunya. Rudi ingin bisa membiayai sekolah Rudi sendiri, Bu. Dan juga ingin membantu ibu. Doain Rudi ya, Bu?" balas Rudi yakin dengan menyunggingkan senyum untuk membuat ibunya percaya dengan niat baiknya.
"Iya, le! Ibu juga kepikiran untuk buka warung lontong lagi. Kalau siang nanti jualan pecel juga." sahut Bu Demik dengan ekspresi yang tidak biasa, sorot matanya menyimpan kecewa yang tak bisa diungkapkan.
"Tapi ibu gak boleh capek capek ya. Nanti Rudi kalau ada waktu pasti juga akan bantu ibu di warung." sahut Rudi sambil mengambil tangan ibunya untuk digenggam. Mereka saling melempar senyum, dan tak terasa ada tetesan bening yang sudah keluar dari kedua mata Bu Demik.
"Ibu kenapa?
Jangan bohongi Rudi kalau ibu baik baik saja.
Ibu sedih kenapa?
Apa ada hubungannya dengan mbak Arumi?" Rudi kembali melontarkan pertanyaan pada ibunya yang memang sedang tak baik baik saja.
"Entahlah, tapi ibu juga gak bisa melakukan apapun dengan yang mbakmu pilih. Ini sudah jadi pilihan hidupnya. Semoga baik baik saja." Bu Demik membalas pertanyaan Rudi dengan jawaban ambigu, matanya menerawang jauh dengan buliran bening yang masih jatuh dari kedua matanya yang sayu.
"Kita doakan yang terbaik ya, Bu!
Semoga mbak Arumi tidak silau dengan kemewahan yang ditawarkan suaminya dan lupa dengan posisinya yang hanya istri kedua. Rudi tau, itu buruk dan akan menyakiti banyak hati. Tapi Rudi bisa apa, hanya bisa diam dan berdoa yang terbaik untuk kita semua." sahut Rudi yang kini menunduk dalam mengeluarkan uneg unegnya.
"Iya, Le! apa yang kamu katakan benar. Untuk itu, ibu ingin kembali membuka warung, agar kita bisa mencukupi kebutuhan sendiri. Ibu gak mau membebani mbak mu, biarlah dia menjalani kehidupannya tanpa lagi kita menjadi bebannya." balas Bu Demik terluka, bayangan Arumi dengan kata kata pedas, saat ingin meminta ijin untuk menikah dengan Asad.
☘️ flashback ☘️
"Bu! aku tau apa yang terbaik untuk hidupku!
Aku gak mau hidup susah terus dan miskin seperti ini. Apalagi ibu dan Rudi begitu membebaniku.
Aku capek Bu! Aku Lelah!" Arumi yang tak mau mendengarkan nasehat ibunya untuk tidak merusak pagar ayu orang lain, sudah tega mengucapkan kata-kata yang begitu melukai hati Bu Demik.
"Jadi selama ini, kamu anggap ibu dan adikmu itu beban, Rum?" sahut Bu Demik dengan dada yang kian sesak.
"Bu! Setelah aku nikah dengan Asad, hidup ibu dan Rudi pasti terjamin. Asad orang kaya dan sangat tergila-gila padaku. Aku juga mencintainya. Tanpa restu ibu aku pun tetap akan menikah, tolong jangan persulit hidupku. Aku juga berhak mendapatkan kebahagiaan, Bu!" sahut Arumi yang telah terbakar emosi, sehingga bicara tanpa memikirkan hati ibunya lagi.
"Yasudah, terserah kamu saja. Ibu sudah menasehati kamu. Tapi jika itu sudah jadi keputusan kamu, ibu tidak lagi bicara banyak. Tetap siapkan diri dan hati kamu, jika suatu saat istri Asad tau hubungan kalian. Itu saja pesan ibu saat ini." sahut Bu Demik pasrah dengan keras kepalanya Arumi yang kekeuh akan menikah dengan Asad.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
Bu Demik terdiam dengan pikiran yang begitu menekan batinnya. Namun apalah daya jika sang anak tak lagi bisa dinasehati. Hatinya terluka namun senyumnya harus tetap terukir untuk menutupi rasa sakitnya.
"Bu!" Rudi menatap ibunya dengan cemas, karena Bu Demik hanya diam dengan tatapan kosong, bahkan air matanya terus mengalir meskipun tanpa isakan.
"Rud, tetap jadi anak yang baik, temani ibu menjalani masa tua ibu. Semoga mbak mu juga hidupnya bahagia dengan jalan dia pilih. Maafin ibu, kalau masih belum mampu memberikan kalian hidup yang lebih baik. Tapi doa doa ibu selalu yang terbaik untuk kalian." Bu Demik menatap sendu wajah anak laki lakinya dengan rasa bersalah karena kehidupannya yang serba kekurangan.
"Ibu gak boleh bilang begitu. Ibu adalah ibu yang paling luar biasa, ibu selalu sayang dan menjaga kami dengan baik. Rudi bangga kok sama ibu!
Sekarang ijinkan Rudi untuk menjaga dan membantu ibu, doakan Rudi, semoga Rudi mampu.
Rudi sayang banget sama ibu!"
Rudi memeluk ibunya erat, mereka saling menyalurkan kekuatan dan kasih sayang seorang anak dan ibu.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
jangan lupa mampir juga di karya aku yang lain.
#Tekanan Dari Mantan Suami (Tamat)
#Cinta dalam ikatan Takdir (ongoing)
#Coretan pena Hawa (ongoing)
#Cinta suamiku untuk wanita lain (ongoing)
#Sekar Arumi (ongoing)
#Wanita kedua (Tamat)
Peluk sayang dari jauh, semoga kita senantiasa diberikan kesehatan dan keberkahan dalam setiap langkah yang kita jalani.
Haturnuhun sudah baca karya karya Hawa dan jangan lupa tinggalkan jejak dengan like, komentar dan love nya ya say ❤️
Happy ending ❤️
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!