Adam memandangi rumah tua satu lantai di depannya. Dahulu, rumah ini terlihat sangat megah jika dibandingkan dengan rumah-rumah yang lainnya. Namun, sekarang rumah ini tidak jauh berbeda dengan rumah hantu, terbengkalai.
Rumput di halaman depan rumah ini sudah sangat tinggi, mencapai pundak orang dewasa. Lumut juga terlihat di tembok luar rumah. Tidak hanya itu saja, Adam juga melihat lubang di beberapa jendela. Adam bahkan yakin rumah ini mengalami kebocoran di sana sini.
Kesimpulannya, rumah yang terbengkalai ini sangat tidak layak untuk dihuni. Kalau pun akan di huni, banyak bagian rumah yang perlu diperbaiki. Itu jelas membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
“Jadi ini rumah barumu?” tanya Airani yang berada di samping Adam.
Airani sudah berteman dengan Adam semenjak mereka duduk di bangku sekolah dasar. Mereka terus berada di sekolah dan kelas yang sama. Hal itu membuat hubungan keduanya sangat dekat. Beberapa orang menyebut bahwa keduanya tengah menjalin hungan asmara sekarang.
“Ya. Aku akan tinggal di sini setelah ini,” jawab Adam.
”Apa Kamu yakin, Dam? Tempat ini cukup jauh dari kota. Kamu akan sulit untuk mendapatkan pekerjaan jika menetap di pinggiran kota seperti ini. Untuk bisa sampai di kota, Kamu perlu menempuh waktu dua jam. Akan cukup banyak waktu yang Kamu buang jika Kamu tinggal di sini,” jelas Airani.
“Tapi Rani, nggak bisa ngelakuin banyak hal di kota. Emang lapangan pekerjaan di kota cukup banyak. Gajinya juga lebih gede daripada di sini, tapi aku nggak akan bebas. Seperempat dari kota kita sekarang ini dikuasai oleh Om dan Tanteku. Mereka nggak akan ngebiarin aku kerja dengan tenang,” jelas Adam.
“Sudah sangat benar aku menerima warisan rumah ini dari Kakek. Aku nggak akan lagi di gangu oleh mereka. Aku di sini bisa bertani, memenuhi kebutuhan hidupku. Selain itu, aku masih bisa mencari pekerjaan yang dikerjakan secara online. Itu sangat mungkin di jaman modern seperti ini. Ini bukanlah akhir segalanya, Rani,” lanju Adam.
“Om dan Tantemu emang jahat banget. Mereka udah ngerampas harta milik anak yatim piatu sepertimu. Padahal Kamu ini keponakan mereka, tetapi mereka sama sekali nggak punya rasa iba,” ucap Airani yang tidak bisa menutupi kekesalannya.
Adam adalah seorang yatim piatu semenjak dia berusia sepuluh tahun. Semenjak saat itu, Adam diasuh oleh salah satu pamannya. Setiap bulannya, kakek Adam memberikan sejumlah uang untuk kebutuhan Adam sehari-hari. Namun, semua uang itu diambil alih oleh Marcel, pamannya, tanpa menyisahkan sedikit pun untuk Adam.
Tidak hanya itu saja, Adam juga sering disuruh mengerjakan pekerjaan rumah meski Marcel sudah memiliki asisten rumah tangga. Lebih parahnya lagi, terkadang Marcel akan memukuli Adam jika suasana hatinya buruk.
Ketika Adam SMA, Adam mengambil inisiatif untuk tinggal sendiri. Ia tidak mau lagi mendapatkan siksaan dari keluarga Marcel. Namun, Marcel tidak melepaskan Adam begitu saja. Uang bulanan milik Adam tetap saja diambil oleh Marcel. Itu membuat Adam hanya memiliki uang untuk makan selama dua minggu saja. Sisanya, dia perlu bekerja paruh waktu untuk menyambung hidup.
Jika saja kakek Adam tidak terlalu sibuk dan memperhatikan tumbuh kembang Adam lebih dekat, maka semua ini tidak akan terjadi. Sayangnya kakek Adam baru mengetahui semua ini ketika dia berada di ujung maut.
Oleh karena alasan itu pula, Adam tidak mendapatkan warisan yang besar dari kakeknya. Ketika yang lain mendapatkan saham perusahaan, tanah perkebunan yang luas, aset lain yang nilainya fantastis, Adam hanya mendapatkan rumah tua yang hampir roboh ini.
Adam ingat pesan terakhir kakeknya ketika menyerahkan rumah ini kepadanya. Rumah ini sangat tua dan tidak memiliki nilai jual tinggi. Dengan harta warisan yang tidak terlalu bernilai ini, tidak akan ada yang merebut warisan ini.
Tidak hanya itu saja, kakek Adam juga berpesan meski rumah ini tidak terlihat memiliki nilai, dan sangat rendah jika dibanding dengan warisan kakeknya yang lain, rumah yang Adam terima ini adalah sebuah berlian yang belum diasah.
Adam sendiri tidak memahami ucapan kakeknya yang itu. Apa yang membuat rumah ini dianggap sebagai berlian yang belum diasah? Apakah karena rumah ini dahulu terlihat sangat bagus? Jadi, jika Adam memperbaikinya dengan benar, rumah ini akan menjadi sangat indah? Apa itu maksud Kakeknya?
Adam sendiri tidak terlalu mempedulikannya juga. Bagi Adam, ia tidak terlalu suka terlibat masalah. Jika kakeknya memutuskan hanya memberikan rumah ini, maka Adam akan menerimanya dengan baik. Ini justru Adam sukai karena lingkungan rumah ini bisa dibilang sangat tenang.
“Mereka pasti akan mendapatkan balasannya suatu hari nanti. Tapi, untuk sekarang aku nggak mau mikirin soal mereka. Aku perlu membetulkan rumah ini supaya layak huni,” ucap Adam.
“Kamu terlalu menerima semuanya, Dam. Seenggaknya Kamu perlu merjuangin hak Kamu. Seharusnya Kamu bisa dapet lebih dari ini. Kakek Kamu nggak adil banget ngasih Kamu rumah reot kayak gini sementara sepupumu yang lain mendapatkan rumah mewah dan apartemen,” ucap Airani.
“Sudahlah, Rani. Jangan ngomongin orang yang udah meninggal. Nggak baik. Aku tahu ini emang kerasa sangat nggak adil. Tapi, aku emang nggak bisa berbuat banyak. Aku nggak punya kekuaasaan besar kayak paman dan bibiku. Jadi, aku hanya bisa menerima semua ini,” jawab Adam.
Sekilas Adam terlihat menerima semua ini dan tidak ada niatan untuk membela diri. Namun, semua itu salah. Di lubuk hatinya yang paling dalam, Adam ingin sekali membalaskan semua sakit hati yang ia rasakan. Ia ingin semua orang yang telah menyakitinya, terutama keluarga Marcel, mendapatkan balasan setimpal atas apa yang sudah perbuat.
Sayangnya, sampai saat ini tidak banyak yang bisa Adam perbuat. Dirinya hanya anak sebatang kara yang tidak memiliki kedudukan dan kekuatan untuk bisa membalaskan semua rasa sakit hatinya. Dalam hati Adam berjanji pada dirinya sendiri jika suatu hari ia memiliki kesempatan, maka Adam akan membalaskan semua rasa sakit hati yang sudah ia terima selama sembilan tahun ini.
“Sekarang, bantu aku membersihkan rumput-rumput ini. Masih banyak pekerjaan yang perlu kita lakukan setelah ini,” ucap Adam, menutup pembahasan mengenai warisan yang ia terima. Ia tidak mau terus menerus membicarakan mengenai hal ini dengan Airani.
Dengan dibantu Airani, Adam pun mulai membersihkan rumah tersebut. Mulai dari memangkas habis rumput yang ada di halaman rumah, menarik semua sulur-sulur yang terlihat merambat di dinding rumah. Semua itu mereka kerjakan berdua.
Untung saja Adam sudah membawa peralatan untuk membersihkan ini. Dengan mesin pemotong rumput yang ia sewa, pekerjaan yang membutuhkan waktu lama itu bisa diselesaikan dengan cepat. Ketika hari menjelang sore, Adam dan Airani sudah menyelesaikan bersih-bersih di area luar rumah.
“Sebaiknya Kamu pulang sekarang, Rani. Kalo Kamu nggak pulang sekarang, Kamu nggak akan dapet bus buat balik ke kota,” ucap Adam sembari melihat ke arah langit sore.
Langit di rumah barunya ini terlihat jauh lebih indah daripada langit di kota. Mungkin karena rumah ini berada di dekat pegunungan hutan, sehingga tidak banyak polusi yang ada.
“Eh, Kamu nggak ikut balik ke kota?” tanya Airani.
Adam menggeleng pelan. “Nggak. Aku mau ngeberesin bagian dalam rumah ini secepatnya. Aku nggak mau nunda terlalu lama. Ini udah mau akhir bulan. Kalau bisa, sebelum berganti bulan, aku ingin tinggal di sini,” jelas Adam.
Adam tidak mau membayar kosan untuk bulan depan. Ia perlu lebih berhemat karena sekarang ini ia memiliki banyak kebutuhan lain yang perlu ia penuhi.
“Kalau gitu, aku ikut nginep di sini aja. Kebetulan besok aku libur. Nggak masalah kalo aku nginep di sini, bukan?”
“Nggak. Nggak bisa. Kamu itu cewek, nggak mungkin aku ngebiarin Kamu tidur di tempat sekotor ini. Lalu, kalo Kamu nginep di sini, itu malah akan nimbulin gosip yang nggak perlu. Aku nggak mau sampai citramu tercoreng karena hal ini. Aku sendiri bisa membersihkan tempat ini,” jelas Adam.
“Baiklah, baiklah. Aku akan pulang. Aku nggak akan nginep di sini. Tapi Kamu jangan terlalu maksain diri buat ngebersihin semuanya langsung. Kamu perlu nyicil dikit-dikit aja biar nggak terlalu capek,” ucap Airani.
“Tentu. Aku tahu itu, Rani.”
…
Sepeninggal Airani, Adam melanjutkan kembali acara bersih-bersihnya. Kali ini ia tidak berniat membersihkan semuanya secara langsung, sama seperti yang disarankan oleh Airani. Adam berniat membersihkansatu ruangan terlebih dahulu, untuk tempatnya tidur.
Namun, ketika Adam memperhatikan semua ruangan yang ada, tidak ada ruangan yang cocok untuk ia jadikan sebagai kamar. Mulai dari jendela yang rusak, plafon dan genting yang jatuh sehingga memperlihatkan langit.
Dengan semua itu, Adam tidak bisa memakai ruangan tersebut sebagai tempat tidur. Rumah ini yang dekat dengan hutan jelas bisa saja dimasuki oleh hewan liar. Adam ingin ruangan yang akan ia pakai untuk tidur, cukup tertutup.
“Eh, apa ini?” tanya Adam pada dirinya sendiri ketika mengetahui hal yang cukup aneh di bawah ranjang yang ada di kamar utama.
Adam bisa merasakan adanya udara dingin dari bawah ranjang ketika ia membersihkan ruangan tersebut. Padahal, tidak ada angin yang berhembus. Kalau pun ada angin, seharusnya Adam merasakannya dari arah belakang tubuhnya yang langsung menghadap ke jendela.
Tanpa berpikir panjang, Adam langsung menyingkirkan ranjang di kamar utama. Di bawah ranjang tersebut, Adam bisa melihat adanya sebuah karpet yang menutupi sesuatu yang tidak rata. Adam langsung menyibak karpet tersebut.
“Eh, pintu rahasia? Kenapa ada pintu rahasia di sini?”
Di bawah karpet tersebut Adam menemukan sebuah pintu yang menuju ke bawah. Adam sendiri tidak menyangka kakeknya menyembunyikan ruangan rahasia di bawah ranjang. Apakah ini bunker untuk berlindung semasa perang?
Rasa penasarannya yang cukup besar membuat Adam memutuskan untuk melihat langsung apa yang ada di ruang rahasia itu. Dengan bermodalkan cahaya lampu ponselnya, Adam pun menuruni tangga yang ada dibalik pintu tersebut.
Tangga tersebut terbuat dari batu alam yang disusun menjadi tangga melingkar. Adam tidak tahu seberapa dalam ruang rahasia ini. Ia merasa sudah berjalan sangat lama, tetapi tangga ini tidak juga sampai di ujung.
“Ini ruangan seperti apa sih sebenarnya? Kenapa dari tadi kok nggak keliatan ujungnya. Apakah tangga ini bakal ngebawa aku masuk ke dalam perut bumi?” gumam Adam.
Adam hampir saja berpikir untuk kembali ke atas dan tidak lagi melanjutkan ekspedisi kecilnya ini. Laki-laki itu sadar semakin ia turun ke bawah, semakin kecil pula tingkat oksigen yang ada. Adam tidak mau tiba-tiba jatuh pingsan karena kekurangan oksigen.
Namun, Adam sudah melihat ujung dari tangga yang teramat panjang ini. Adam mengira akan ada ruangan di ujung tangga. Ternyata laki-laki itu salah. Tepat di dekat ujung tangga ada sebuah pintu yang ukurannya sangat besar. Pintu tersebut terbuat dari logam yang dilapisi emas. Adam bisa melihat ukiran-ukiran di pintu tersebut.
“Ternyta ada pintu di bawah sini. Apakah di balik pintu ini ada ruangan lain? Namun, gimana cara buka pintu ini? Nggak ada gagang pintu ataupun lubang kunci. Bagaimana cara membukanya?”
Adam mencoba membuka pintu tersebut dengan medorongnya. Laki-laki itu bisa melihat garis lurus di tengah-tengah dua pintu besar ini. Namun, sekuat apa pun ia mencoba mendorongnya, pintu tersebut tidak bergerak sama sekali.
“Jadi, gimana cara buka pintu ini?” tanya Adam pada dirinya sendiri.
Adam lalu meraba-raba pintu yang ada di depannya. Namun, tetap saja ia tidak bisa menemukan cara untuk membuka pintu di depannya ini. Ketika meraba pintu tersebut, tanpa sengaja tangan Adam terkena sesuatu yang cukup tajam. Hal itu membuat tangan Adam sedikit berdarah.
Adam melihat darahnya menempel pada pintu di depannya. Lalu, perubahan terlihat pada pintu tersebut. Pintu yang awalnya berwarna hitam gelap itu tiba-tiba berubah warna. Warna hitam tersebut seolah luntur dan perlahan berubah menjadi warna emas.
Adam melebarkan matanya melihat apa yang terjadi di depannya ini. Ia tidak menyangka pintu ini akan berubah warna setelah terkena darahnya. Sebuah pemikiran tiba-tiba muncul di benak Adam. Pintu ini adalah pintu yang tidak biasa.
Laki-laki itu yang sering membaca komik serta novel fantasi langsung menghubungkan pintu di depannya ini dengan sebuah relik ajaib. Biasanya relik seperti itu membutuhkan darah seseorang untuk bisa diaktifkan. Seperti halnya pintu di depannya ini.
“Apa ini pintu ajaib? Apa yang akan terjadi setelah ini? Apa ini adalah warisan sesungguhnya yang Kakek berikan padaku?” tanya Adam pada dirinya sendiri.
Laki-laki itu tahu kalau almarhum kakeknya sangat menyayanginya. Ia tidak percaya begitu saja jika almarhum kakeknya hanya memberikan rumah yang hampir roboh ini sebagai warisan, sedangkan sepupunya yang lain diberikan harta yang banyak.
Salah satu alasannya mungkin untuk menyelamatkan Adam dari mata lapar anak-anak kakeknya. Alasan lain, rumah ini menyimpan rahasia khusus. Lihat saja apa yang Adam temukan di hari pertama ia berada di sini.
Adam ingat pesan terakhir kakeknya bahwa Adam harus merawat rumah ini dengan sangat baik dan tidak boleh menjualnya ke orang lain. Jika Adam tidak menginginkan rumah ini, kakeknya itu juga berpesan untuk membiarkan rumah ini tidak berpenghuni dan rusak dengan sendirinya.
Mungkin alasan kakeknya mengatakan itu untuk melindungi rahasia keberadaan pintu ini. Kakeknya itu tidak ingin relik ini jatuh ke tangan orang lain. Lalu, alasan kakeknya tidak memberi tahu Adam secara terperinci karena dia tidak ingin paman dan bibi Adam memusatkan perhatian mereka ke rumah ini.
…
“Sekarang apa? Nggak ada perubahan apa pun selain pintu ini yang berubah warna,” gumam Adam.
Laki-laki itu mengira pintu di depannya akan berubah bercahaya dan mebawanya menuju ke tempat lain. Namun, itu tidak terjadi. Pintu itu terlihat sama seperti sebelumnya, tidak ada gagang pintu yang untuk membukanya.
“Apa aku perlu mendorongnya lagi?”
Adam langsung mencobanya. Mungkin sekarang pintu di depannya ini bisa dibuka dengan mudah setelah mengalami perubahan.
Seperti yang Adam duga, pintu di depannya mudah dibuka hanya dengan didorong dengan kekuatan kecil. Sebelumnya, Adam perlu mengerahkan seluruh kekuatannya untuk mencoba mendorong pindtu di depannya. Namun, tidak membuahkan hasil.
Adam melihat sebuah lorong dengan cahaya remang-remang di balik pintu itu. Lorong tersebut terbuat dari batu dengan memanfaatkan pencahayaan dari obor. Ada sedikit keraguan di hati Adam untuk memasuki lorong tersebut. Ia sama sekali tidak tahu apa yang ada dilorong tersebut.
Namun, pada akhirnya Adam memantapkan hatinya memasuki lorong tersebut. Bersamaan dengan itu, pintu yang semula terbuka lebar, langsung menutup begitu saja. Adam lalu menyusuri lorong tersebut. Tidak lama kemudian, ia melihat cahaya putih di ujung lorong.
“Itu pasti pintu keluar dari lorong ini. Semoga saja ini bukanlah tempat berbahaya. Aku tidak mau tiba-tiba saja terjebak dalam bahaya yang aku sendiri tidak mengerti,” gumam Adam.
Suasana ramai langsung menyambut Adam ketika ia keluar dari lorong. Laki-laki itu mendapati dirinya sekarang berada di area yang mirip dengan alun-alun. Tanah lapang luas terlihat di depannya.
Tidak jauh dari tempatnya berdiri, Adam bisa melihat keberadaan pusat keramaian yang terlihat seperti pasar. Cukup banyak lalu lalang orang dan transaksi yang terjadi. Teriakan demi teriakan juga Adam dengar di sekitarnya. Meski sekarang hari sudah malam, tetapi pasar di mana Adam berada sekarang tidak memiliki tanda-tanda akan sepi pengunjung.
Adam melihat bangunan di sekitarnya sekarang ini terlihat seperti bangunan di Eropa pada abad pertengahan. Bahan dari bangunan itu di dominasi dengan bebatuan dan kayu. Penerangannya pun terlihat masih sangat tradisional, hanya menggunakan obor.
Pakaian dari orang-orang di sekitarnya juga terlihat biasa. Mereka kebanyakan memakai model baju yang sama. Para laki-laki memakai kemeja dan celana. Lalu untuk para perempuan, mereka memakai dres yang roknya menutupi seluruh kaki mereka.
Adam lalu membalikkan badannya, ia ingin melihat keberadaan lorong yang sebelumnya ia lewati. Namun, laki-laki itu tidak melihat keberadaan lorong atau bangunan semacamnya di belakangnya. Yang Adam lihat saat ini adalah sebuah gapura dengan ukiran-ukiran yang cukup unik. Adam ingat bahwa pintu yang ada di bawah tanah rumahnya juga memiliki ukiran-ukiran seperti gapura tersebut.
“Loh, di mana lorong tadi? Kenapa itu menghilang sekarang? Jika itu hilang, gimana caranya agar aku bisa kembali?”
Adam mulai cemas sekarang. Tadi ia memasuki pintu di ruang bawah tanah hanya untuk menjawab rasa penasarannya. Laki-laki itu sangat ingin tahu apa yang tersembunyi di balik pintu tersebut. Sayangnya, rasa penasarannya itu membuat Adam kemungkinan besar terjebak di tempat asing yang sama sekali tidak ia ketahui di mana ini.
Memang Adam tidak memiliki siapa pun sekarang. Ia hanya tinggal sendiri. Kalau pun ia menghilang, tidak ada keluarganya yang mencari. Bahkan, hilangnya Adam justru menjadi kabar gembira untuk paman dan bibinya.
Sayangnya Adam masih memiliki sahabat dekatnya, Airani. Jika dirinya menghilang tanpa kabar, ia tidak tahu apa yang akan perempuan itu lakukan. Dia pasti akan sangat khawatir dan melakukan segala hal untuk mencari keberadaan Adam.
“Hey anak muda. Jika Kau sudah selesai, lebih baik menyingkir sekarang. Biarkan yang lain melewati portalnya. Kau menghalangi jalan sekarang,” ucap sebuah suara yang menyadarkan Adam dari kecemasan yang ia alami.
Laki-laki itu baru menyadari bahwa sekarang ini dirinya tengah menghalangi jalan dari beberapa orang. Tanpa menunggu lagi, Adam langsung bergerak menyingkir ke tempat yang lebih sepi. Ia perlu menelaah kembali apa yang tengah terjadi sekarang.
“Apa pintu tadi membawaku ke dunia lain? Namun, dunia seperti apa ini? Lalu, aku juga bisa memahami bahasa dari orang-orang di sini. Setidaknya ini ngebantu buat mahami dunia ini lebih lanjut,” gumam Adam.
Adam sempat berpikir bahwa dirinya kembali ke masa lalu. Namun, keberadaan ukiran di gapura yang terlihat unik membuatnya menyingkirkan pemikiran tersebut. Tidak hanya itu, perkataan orang yang tadi meminta menyingkir masih teringat jelas di benak Adam.
Laki-laki tadi mengatakan bahwa Adam perlu menyingkir dari portal agar tidak menghalangi jalan. Sebuah portal. Sependek pengetahuan Adam, sebuah portal adalah seuatu yang bisa membantu seseorang berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan begitu cepat.
Kemungkinan besar sekarang ini Adam berada di dunia lain yang bisa saja memiliki sesuatu berbau sihir atau semacamnya. Jika tidak maka portal seperti ini tidak akan muncul.
“Sekarang, aku perlu mencari tahu mengenai tempat ini. Mungkin aku bisa mengetahui cara kembali ke duniaku setelah mendapatkan informasi dari orang-orang di sekitar,” gumam
Adam langsung berjalan menuju ke arah keramaian. Mungkin ia bisa mencari kedai atau semacamnya di tempat ini. Biasa tempat seperti itu merupakan tempat bertukar informasi.
"Apa Kau orang baru di sini anak muda?" tanya seorang laki-laki ketika melihat Adam terlihat seperti orang kebingungan.
"Ya, bisa dibilang begitu."
"Kamu terlihat sangat kebingungan. Apa ada yang bisa aku bantu? Ceritakan saja padaku. Mungkin aku bisa membantumu."
"Sebenarnya, aku tertinggal dari rombonganku. Aku datang dari negeri yang jauh. Apa Kamu bisa memberi tahuku tentang tempat ini?" tanya Adam.
Hal yang pertama yang perlu Adam lakukan ketika berada di tempat baru adalah tidak terlihat mudah dimanfaatkan. Dengan ia mengatakan bahwa sekarang ini ia tertingal dari rombongannya, ia berharap itu akan menghilangkan niatan buruk orang terhadap dirinya. Setidaknya mereka tahu bahwa Adam memiliki orang lain yang bisa diandalkan.
Lalu, Adam juga mengarang cerita bahwa dirinya berasal dari negeri jauh. Ini meminimalisir kemungkinan seseorang melihatnya berbeda dari yang lain. Meski dari segi penampilan dan bahasa Adam sama dengan penduduk di sini, tetapi kebiasaan sehari-hari Adam tidak akan bisa berubah begitu saja.
"Ah, rupanya Kau berasal dari negeri yang jauh. Aku dengar beberapa hari terakhir ini banyak pedagang datang dari negeri yang jauh. Mereka mulai menjual berbagai macam barang unik yang tidak bisa ditemukan di Benua Guerio. Apakah Kamu salah satu dari mereka?"
"Ya," jawab Adam cepat. Setidaknya ia memiliki identitas bagus yang bisa ia pakai pedagang dari negeri yang jauh. Untung saja di sini ada orang-orang seperti itu. Ini bisa Adam manfaatkan dengan baik.
"Jadi, bisakah Kamu memberi tahuku kota apa ini Tuan? Apa yang penduduk di sini sukai? Apa kelebihan dar kota ini? Kamu tahu, aku hanya ingin melakukan riset mengenai selera pasar bukan. Jika aku kembali dengan rombonganku nanti, aku bisa memberi tahu mereka mengenai apa yang aku ketahui," ucap Adam asal.
"Ini adalah Kota Red Stone. Tempat ini merupakan wilayah kekuasaan Duke George. Penduduk di sini kebanyakan adalah seorang penambang batu mana. Lalu, di sini juga adalah tempat pandai besi terbaik yang ada di Kerajaan Adergeus."
"Jika Kamu ingin menjual sesuatu, Kamu perlu menjual sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan senjata sihir di sini. Bukannya aku ingin meremehkan, hanya saja produk milikmu tidak akan pernah laku jika Kamu jual di sini. Cukup banyak yang menjual senjata sihir di sini. Sainganmu sangat banyak," jelas laki-laki itu.
Dari penjelasan tersebut, Adam sudah cukup banyak mendapatkan informasi baru. Tempatnya berada sekarang ini benar-benar memiliki hubungan dengan sihir. Laki-laki di depannya saja sudah mengatakan bahwa kota banyak memiliki penduduk yang berprofesi sebagai seorang penambang batu mana.
Lalu, dunia tempatnya berada ini memakai sistem kerajaan sebagai sistem pemerintahannya. Tempatnya berada saja dipimpin oleh seorang Duke. Pasti ada sistem kebangsawanan juga di sini.
Ini sedikit membuat Adam depresi. Ia datang ke dunia sihir yang jelas cukup berbahaya bagi dirinya yang tidak memiliki kekuatan. Namun, di sisi baiknya, Adam bisa saja mempelajari sihir di sini.
Memikirkan dirinya mempelajari hal baru yang berbau sihir membuat perasaan Adam sedikit membaik. Laki-laki mana yang tidak membayangkan dirinya memiliki kekuatan besar. Apalagi kekuatan sihir seperti ini. Sebagai pecinta novel fantasi semenjak kecil, Adam pernah membayangkan dirinya memiliki kekuatan super seperti halnya karakter utama yang ia baca.
"Ah, seperti itu rupanya. Jadi, aku tidak bisa menjual barang-barang yang berkaitan dengan senjata rupanya."
"Lalu, apakah Kamu bisa memberi tahuku mengenai portal yang ada di alun-alun itu, Tuan? Berapa biaya yang perlu aku keluarkan untuk menggunakan portal tersebut?" tanya Adam.
Adam memiliki sebuah hipotesis sekarang. Dirinya muncul di dunia ini tepat di pintu portal yang ada. Laki-laki itu berpikir, portal tersebut sebagai pintu untuknya kembali. Mungkin ia perlu memikirkan pintu di ruang bawah tanah untuk bisa kembali ke sana.
Namun, untuk bisa menggunakan portal tersebut, Adam perlu informasi lebih lengkap. Laki-laki itu melihat banyaknya penjaga bersenjata lengkap yang berjaga di sekitar portal. Yang tadi meminta Adam menyingkir adalah salah satu dari mereka.
Jika menggunakan portal itu perlu membayar dan Adam menerobos untuk menggunakannya, ia takut dirinya akan ditangkap dan ditahan. Masuk ke dalam penjara di dunia lain adalah hal terakhir yang ingin Adam lakukan.
"Kau tidak tahu ini? Bukankah orang-orang dari negeri jauh biasa menggunakan portal ketika bepergian di Benua Guerio? Bagaimana bisa Kau tidak mengetahui mengenai informasi dasar seperti ini?"
Adam menggaruk bagian belakang kepalanya yang tidak gatal. Ia berprilaku seperti orang yang malu karena tidak mengetahui informasi sepele seperti ini.
"Itu, rekanku biasanya yang membayarnya. Aku hanya ikut tanpa pernah tahu biaya yang diperlukan untuk menggunakannya," ucap Adam lirih.
"Ah, seperti itu rupanya. Pasti ini adalah kali pertama Kau datang ke Benua Guerio. Pantas saja Kau tidak mengetahui informasi umum seperti ini," ucap laki-laki di depan Adam sembari mengangguk-anggukan kepalanya. Bertindak seolah mengerti dengan keadaan Adam saat ini.
"Jika Kau ingin menggunakan portal itu, Kau harus membayar satu emas Kyra. Sedikit mahal untuk orang pada umumnya. Namun, untuk pedagang dari negeri jauh sepertimu, uang segini tidak banyak artinya bukan?"
"Satu emas Kyra? Ah, aku sedang tidak membawa uang sekarang. Apa Kamu bisa meminjamiku uang, Tuan? Aku janji, aku akan membayarnya ketika aku bertemu dengan rekanku nanti," ucap Adam.
Laki-laki di depan Adam langsung menunjukkan sikap defensif ketika mendengar bahwa Adam ingin meminjam uang. Dia yang sebelumnya terlihat ramah, sekarang besikap waspada.
Adam tidak sepenuhnya menyalahkan laki-laki ini. Ia sendiri juga akan bersikap begitu ketika ada orang asing yang tiba-tiba datang untuk meminjam uang. Apalagi, laki-laki ini mengatakan satu emas Kyra bukanlah uang yang sedikit.
"Jangan bilang Kau berniat menipuku? Kau berpura-pura menjadi seseorang perlu dibantu untuk menarik rasa simpatiku bukan?" tanya laki-laki itu.
Dia kemudian mengedarkan pandangannya ke sekitar. Sepertinya dia ingin mencari tahu apakah Adam memiliki rekan lain yang sekarang tengah mengawasi dari jauh.
"Tidak-tidak. Aku sama sekali tidak berniat menipumu. Aku benar-benar tidak memiliki uang sekarang. Atau begini saja, aku akan menjual barang yang aku punya kepadamu. Mungkin Kamu tertarik dengan barang yang aku punya," jelas Adam.
Adam tidak mau disebut sebagai penipu di saat pertama kali datang ke dunia ini. Ia masih ingin mengeksplorasi tempat ini. Mungkin dunia ini bisa membantunya mendapatkan kekayaan. Bagaimanapun juga, Adam memerlukan uang untuk bisa bertahan hidup. Cukup sulit baginya mendapatkan pekerjaan hanya dengan mengandalkan ijazah SMA yang ia miliki.
"Memangnya, apa yang Kau punya? Jika itu bukan barang berharga, aku tidak akan mau membayarnya dengan harga mahal," jawab laki-laki itu.
"Sebentar."
Adam lalu merogoh kantong celana miliknya. Tidak banyak barang yang ia bawa saat ini. Sebelumnya ia hanya fokus membersihkan rumah warisan almarhum kakeknya. Apalagi, rasa penasaran Adam yang tinggi membuat laki-laki itu memasuki pintu ajaib itu tanpa melakukan persiapan.
"Ini, apakah Kamu mau membeli ini?" tanya Adam.
Di tangannya sekarang ini sudah ada jam tangan mekanik pemberian kakeknya. Ini bukanlah jam tangan dengan merek ternama. Namun, kinerja jam tangan ini sangat baik. Sudah lima tahun Adam memiliki jam tangan ini.
Jika bukan karena ingin memiliki uang untuk kembali, Adam tidak akan menguarkan jam tangan ini untuk ditawarkan kepada laki-laki di depannya ini.
"Apa ini? Benda apa ini? Aku tidak pernah melihat benda seperti ini," ucap laki-laki itu cukup atusias.
Laki-laki itu menerima jam tangan yang Adam sodorkan dengan penuh kehati-hatian. Dia melihat jam tangan itu dengan seksama.
Awalnya, Adam mengira jam tangan ini tidaklah terlalu berharga. Tidak mungkin bukan di dunia sihir seperti ini tidak ada yang memiliki jam tangan? Namun, keantusian dari laki-laki di depannya ini membuat Adam berpikir sebaliknya. Apakah dunia ini sangat terbelakang sehingga mereka tidak memiliki jam tangan?
"Itu adalah jam tangan. Kamu bisa memakainya di pergelangan tanganmu. Benda itu digunakan untuk menunjukkan waktu, Tuan," jelas Adam.
"Jam tangan? Menunjukkan waktu? Ini adalah hal yang luar biasa. Apakah ini benar-benar bisa menunjukkan waktu? Jika aku memiliki beda ini, aku tidak perlu lagi memperkirakan waktu sekarang. Aku juga tidak perlu menunggu sang penjaga waktu mengumumkan waktu," jelas laki-laki itu dengan penuh keantusiasan.
"Jadi, Kamu mau membelinya? Aku rasa di kota ini belum ada yang memiki benda ini. Jika Kamu membelinya, Kamu akan menjadi orang pertama yang memilikinya, Tuan. Aku bisa menjamin tidak ada pedagang lain yang memiliki jam seperti ini," jelas Adam.
"Ya. Aku menginginkannya. Berapa harganya?"
"Tentu tidak murah, Tuan. Kamu akan menjadi orang pertama yang memilikinya. Aku yakin Kamu mau membayar mahal untuk ini bukan?" tanya Adam.
Adam tidak langsung menyebutkan berapa harga dari jam tangan ini. Pertama, ia tidak tahu perbandingan harga barang yang ada di sini. Ia tidak mau menjual jam tangan pemberian almarhum kakeknya dengan harga murah.
Yang kedua, Adam ingin laki-laki di depannya ini menentukan sendiri harga dari jam tangan miliknya. Itu akan membantu Adam mengetahui berapa nilai jam miliknya. Selain itu, Adam juga akan tahu seberapa tinggi jam tangan ini bisa terjual. Keantusiasan dari laki-laki ini tidak bisa dibohongi.
"Kau menempatkanku di posisi yang cukup sulit anak muda. Takdir mempertemukan aku denganmu dan ternyata Kamu menjual barang yang tidak pernah aku temui seperti ini. Sekarang, Kamu ingin aku menentukan harga dari jam tangan ini?"
"Jika Tuan tidak menginginkannya, aku bisa menjualnya ke orang lain. Aku yakin akan ada orang yang mau membeli jam tangan milikku ini," ucap Adam.
"Jangan!" seru laki-laki itu.
"Aku akan membelinya dengan harga seratus emas Kyra. Meski barang milikmu ini sangat unik, tetapi aku tidak merasakan keberadaan mana dari jam tangan ini. Jadi, aku tidak bisa membayarmu lebih mahal dari ini," ucap laki-laki itu.
Adam sedikit kaget mendengar laki-laki ini menghargai jam tangan miliknya seharga seratus emas Kyra. Ketika memperhatikan orang-orang di sekitarnya, Adam bisa melihat bahwa uang di dunia ini berbentuk koin yang terbuat dari logam murni. Emas berbahan asli emas, perak berbahan asli perak, dan perunggu berbahan asli perunggu.
Meski tidak tahu berapa berat dari koin-koin tersebut, seratus emas Kyra merupakan jumlah yang cukup banyak. Itu melebihi nilai dari jam tangan miliknya. Bahkan jika Adam membeli baru sekali pun.
"Apa itu terlalu murah? Aku tidak bisa menambahnya lagi, anak muda. Bagaimana kalo aku menambahkan sepuluh emas Kyra. Apa Kamu mau menjualnya kepadaku?" tanya laki-laki itu yang terlihat was-was.
Sepertinya diamnya Adam dianggap sebagai ketidak setujuan oleh laki-laki ini. Dia langsung menaikan harganya karena Adam tidak memberi respon apa pun.
"Baiklah, Tuan. Aku akan menjualnya kepadamu. Seratus sepuluh emas Kyra. Tidak kurang tidak lebih."
Adam mendengar laki-laki di depannya mengehela napas panjang. Sepertinya dia lega mendengar Adam rela menjual jam tangan miliknya dengan harga yang dia tawarkan.
"Ini, seratus sepuluh emas Kyra. Kau bisa menghitungnya anak muda," ucap laki-laki itu yang sekarang menyerah sebuah kantong terbuat dari kulit. Suara gemericik terdengar ketika kantong itu digerakkan.
Ketika Adam membuka kantong tersebut, ia bisa melihat uang koin emas di dalamnya. Satu sisi koin itu menunjukkan gambar sebuah tanaman. Di sisi lainnya, ada sebuah tulisan yang tidak bisa Adam baca. Mungkin ini adalah tulisan asli dari dunia ini.
Adam langsung menghitung uang tersebut tanpa mengeluarkannya dari dalam kantong. Meski itu terlihat banyak, Adam tidak mau menganggap semua itu pas tanpa menghitungnya.
"Ya, ini pas, seratus sepuluh. Terima kasih sudah mau membeli jam tangan milikku, Tuan."
"Panggil aku Parsley, Parsley Wood. Jika Kau memiliki barang unik seperti ini, hubungi aku anak muda. Kau bisa menemukanku di kedai milik Pak Tua Hans."
"Namaku Adam, Tuan Parsley. Jika aku memiliki barang bagus, aku tidak akan melupakanmu."
...
Adam sedikit cemas ketika mengantre di portal. Ia masih tidak terlalu yakin apakah hipotesisnya mengenai portal ini yang bisa membawanya pulang benar atau tidak. Namun, sekarang ini tidak banyak yang bisa laki-laki itu lakukan. Gagal atau tidaknya baru akan Adam ketahui setelah mencoba, bukan?
"Berikutnya," ucap salah satu penjaga yang ada di dekat portal.
"Kota Akroi, Tuan," ucap Adam sembari menyerahkan satu koin emas kepada penjaga di depannya.
Itu adalah nama kota yang sering Adam dengar ketika mengantre. Kemungkinan itu adalah kota terdekat dari sini. Karena Adam tidak tahu banyak mengenai tempat ini, ia memutuskan meniru apa yang orang-orang katakan.
Cahaya putih mulai berpedar di sekitar Adam. Sebelum cahaya putih itu benar-benar menyelimuti tubuhnya, Adam langsung memikirkan mengenai pintu yang ada di ruang bawah tanah rumahnya. Ia juga memikirkan apa pun yang bisa ia ingat di dunianya.
Ketika cahay putih itu menghilang, Adam mendapati dirinya berada di depan pintu ajaib. Ruangan sekelilingnya sama persis seperti ruang bawah tanah di rumahnya.
"Ini berhasil. Aku benar-benar bisa kembali dengan cara ini. Sekarang, aku bisa memanfaatkan pintu ajaib ini untuk mendapatkan uang. Terima kasih Kakek. Ternyata Kamu tidak benar-benar melupakanku," teriak Adam dengan keras.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!