"Menikahlah dengan Zoya mas." Ucap Rania yang sedang terbaring lemas di brankar kamar vip sebuah rumah sakit.
"Rania, apa yang kau katakan ini. Tidak, aku tidak akan menikah lagi dengan siapapun itu." Ucap Andreas, jelas dia menolak permintaan istrinya itu. Bagaimana bisa dia menduakan istri yang begitu dicintainya itu. Bagi seorang Andreas pantang untuk menghianati pasangannya sendiri. Apalagi saat ini Rania sedang berjuang melawan penyakitnya.
"Hidupku tidak akan lama lagi mas. Aku ingin kamu mendapatkan penggantiku. Agar.."
"Stop Rania... Tidak akan ada yang bisa menggantikanmu." Potong Andreas, "yakinlah kau pasti akan sembuh. Kita ke luar negeri, kita cari pengobatan terbaik sayang." Ucap Andreas sembari menggenggam tangan sang istri yang sudah terlihat tinggal tulang. Penyakit yang diderita Rania membuatnya kehilangan berat badan cukup banyak.
"Mas aku sudah tidak kuat lagi, lihatlah tubuhku yang sudah rapuh seperti ini." Ucap Rania dengan menahan air matanya.
"Tidak sayang, kau pasti akan sembuh. Aku akan bicara dengan dokter. Aku akan minta dokter melakukan cara apapun berapapun biayanya akan kubayar." Ucap Andreas yang kemudian pergi meninggalkan ruang rawat Rania.
Rania hanya bisa terdiam melihat suaminya bersikeras tidak mau menuruti permintaanya.
"Mas aku juga sangat mencintaimu, tapi aku tidak tahu sampai kapan ragaku kuat menahan sakit ini." Gumam Rania, tubuhnya sudah kurus kering akibat kanker usus yang dideritanya. Sudah tiga tahun ini dirinya berjuang. Namun bukannya membaik, semakin hari penyakit yang menyerangnya semakin kuat saja.
Andreas berkonsultasi pada Dokter yang menangani istrinya. Dia mencari jalan terang untuk kesembuhan istrinya. Namun Dokter mengatakan, sudah tidak ada jalan lagi. Kemoterapi, Radioterapi dan bantuan obat-obat sudah diberikan semaksimal mungkin. Namun sel kankernya malah semakin berkembang pesat.
Andreas benar-benar merasa down mendengar itu semua. Dirinya berpacaran dengan Rania sejak duduk di bangku SMA. Mereka berdua menjalani suka duka bersama. Hingga akhirnya mereka menikah tepat tiga setengah tahun yang lalu. Rencana memiliki anak pun gagal. Karena setelah enam bulan pernikahan, Rania didiagnosa kanker.
**
Saat ini Andreas terduduk lemas di kursi taman yang ada di rumah sakit itu. Hal yang buruk terus membayangi dirinya. Dia tidak mau kehilangan wanita yang sangat dicintainya.
Tangan putih nan lembut mengusap bahunya. Andreas langsung menoleh untuk melihat siapa yang datang memegangnya.
"Jemyma, ada apa kau kemari? Apakah ada masalah di kantor?"
Jemyma adalah adik tiri Rania yang menjadi sekretaris Andreas. Ayah Rania memang menikah lagi saat Rania berusia lima belas tahun. Istri dari Ayahnya membawa anak yang lima tahun lebih muda darinya, yaitu Jemyma.
"Tidak ada masalah apapun, aku kemari untuk menengok kak Rania." Jawab Jemyma
"Yasudah mari kuantar ke kamar Rania." Ucap Andreas seraya beranjak dari tempat duduknya. Namun Jemyma malah memaksanya untuk duduk kembali. Kini mereka pun duduk berdua di kursi taman itu.
"Mas Andreas, emm tidak apa kan aku panggil mas. Ini kan bukan di kantor, biar lebih akrab saja. Kita kan juga keluarga mas." Ucap Jemyma dengan senyum dan tatapan penuh arti. Andreas hanya mengangguk sekali untuk mengiyakan.
"Aku tahu mas Andreas capek menghadapi semua ini. Kalau mas berkenan aku bisa menggantikan kak Rania." Ucap Jemyma dengan percaya diri. Andreas pun terperanjat mendengar perkataan Jemyma. Andreas langsung berdiri dan menatap tajam pada adik tiri istrinya.
"Apakah kau sadar dengan apa yang kau katakan barusan?" Tanya Andreas dengan raut wajah penuh amarah.
"Ya aku sadar mas, aku bisa jadi pengganti kak Rania. Aku kan adik kak Rania, jadi hanya aku yang pantas jadi pengganti kak Rania." Jawab Jemyma tanpa memikirkan perasaan Andreas ataupun Rania.
"Tidak! Aku tidak mencari pengganti Rania. Sampai kapanpun Rania tidak akan tergantikan." Tegas Andreas yang kemudian berlalu pergi.
Jemyma langsung berdecak kesal. Bahkan dia menjatuhkan serta menginjak-ijak buket bunga yang dibawanya. Tadinya buket itu untuk Rania. Namun karena dia di tolak mentah-mentah oleh Andreas, buket itu dihancurkannya.
"Rania itu sebentar lagi mati. Wanita penyakitan gitu kenapa masih dipertahanin sih, Andreas bodoh!" Seru Jemyma merasa kesal.
***
Di kamar rawatnya, Rania sedang berbincang serius dengan asisten pribadinya. Rania meminta Zoya, gadis muda berusia 19 tahun itu untuk menikah dengan suaminya. Tentu saja Zoya kaget mendengar permintaan wanita yang baru 8 bulan menjadi atasannya.
"Maaf Bu Rania tidak salah bicara kah?" Tanya Zoya memastikan apa yang didengarnya itu tidak benar.
"Aku tidak salah bicara Zoya. Aku serius. Menikahlah dengan suamiku," Jawab Rania dengan mantap.
"Mohon maaf Bu Rania, tidak mungkin saya menikahi suami atasan saya sendiri. Saya tidak bisa menjadi orang ketiga dalam rumah tangga Bu Rania." Ucap Zoya
"Tidak Zoya, kau bukan orang ketiga. Karena umurku sudah tidak akan lama lagi. Aku ingin suamiku mendapatkan istri yang baik dan tulus. Aku rasa kamu gadis yang baik yang bisa meneruskan tugasku sebagai istri mas Andreas." Ucap Rania dengan menatap penuh keyakinan pada Zoya.
Gadis yang baru menginjak sembilan belas tahun itupun terdiam. Dia bingung harus mengiyakan atau menolak permintaan dari atasan yang sudah sangat baik padanya. Bu Rania sudah banyak sekali membantu ekonomi keluarganya. Bahkan dirinya sudah dianggap seperti adik sendiri oleh Bu Rania.
"Bu Rania saya tidak tahu harus menjawab apa, Saya tidak mungkin mengambil alih posisi Bu Rania begitu saja. Tuan Andreas pastinya tidak akan setuju." Ucap Zoya merasa permintaan atasannya itu cukup berat.
"Untuk mas Andreas itu urusanku. Dia pasti akan setuju nantinya. Aku mohon menikahlah dengan suamiku, karena aku tidak mau sesuatu yang buruk terjadi saat aku sudah tiada." Ucap Rania dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
Zoya masih terdiam, gadis itu sedang berfikir keras. Apa jawaban yang harus dia berikan, untuk permintaan Bu Rania yang berat itu.
"Bagaimana Zoya, kau mau kan menuruti permintaanku? Anggap saja ini permintaan terakhirku." Ucap Rania
"Bu Rania jangan berbicara seperti itu. Saya yakin Bu Rania akan cepat kembali pulih seperti sedia kala." Ucap Zoya seraya memegang tangan atasannya yang terbaring lemas di brankar.
"Mungkin aku masih bisa sedikit membaik, namun untuk melayani dan memberikan keturunan pada suamiku itu tidak mungkin bisa. Aku ingin mas Andreas melanjutkan mimpinya mempunyai seorang putra." Ucap Rania seraya membayangkan impiannya bersama Andreas dahulu.
"Baiklah Bu Rania, saya setuju. Tapi saya ingin Bu Rania semangat untuk sembuh." Ucap Zoya, gadis belia itu akhirnya menyetujui peemintaan atasannya. Mungkin ini yang bisa dia lakukan untuk membalas kebaikan Bu Rania.
Mendengar persetujuan Zoya, otomatis Rania langsung senang. Dia langsung meminta di bantu untuk duduk. Dia ingin memeluk Zoya.
"Terima kasih ya Zoya, Aku senang kau mau menerima permintaanku. Aku akan meyakinkan suamiku untuk menikahimu." Ucap Rania yang tiba-tiba seperti memiliki tenaga lagi, tidak lemas seperti tadi.
"Saya akan melakukan apapun asalkan Bu Rania harus semangat untuk sembuh." Ucap Zoya meski sebenarnya ini berat baginya. Karena dirinya sudah mempunyai calon suami. Tapi untuk memenuhi permintaan Bu Rania dia akan merelakan hubungannya dengan sang pacar.
.
.
Saat ini di kamar vvip tempat Rania di rawat, sudah ada Andreas juga Zoya yang duduk berdampingan di sebelah bed brankar Rania. Tidak lain mereka sedang membahas tentang pernikahan kedua Andreas dengan Zoya.
"Mas Zoya sudah menyetujuinya. Aku harap kau juga menyetujui permintaanku ini." Ucap Rania
Andreas masih menunduk sembari memegangi keningnya yang serasa mau pecah. Mana mungkin dia bisa menikahi wanita lain, di saat istri tercintanya sedang berjuang melawan penyakit yang diderita.
"Mas aku mohon, anggap saja ini sebagai permintaan terakhirku. Sebelum aku meninggalkanmu." Ucap Rania
"Tidak Rania, cukup! Kamu akan tetap hidup. Aku akan terus mencarikan pengobatan terbaik untukmu." Ucap Andreas bersikeras menolak untuk menikah lagi.
"Mas, mungkin aku bisa diobati, aku akan menahan rasa sakitnya untukmu. Tapi, aku tidak akan bisa melayanimu seperti istri seutuhnya. Kau butuh keturunan untuk penerus nantinya. Sementara aku tidak akan bisa memberikan itu." Ucap Rania mencoba membujuk suaminya.
"Yang kubutuhkan hanya kau sehat dan terus menemaniku. Aku tidak butuh istri lainnya!" Seru Andreas menekankan bahwa dirinya menolak untuk menikah dengan Zoya.
Tiba-tiba saja Rania kejang. Hal itu tentu membuat Andreas juga Zoya panik. Andreas berlari keluar memanggil dokter, sementara Zoya berusaha menyadarkan Rania. Saat tim dokter datang, Zoya pun keluar. Dia bersama Andreas menunggu di luar.
Terlihat kecemasan di wajah Andreas. Dia terus berdiri di depan pintu. Berharap dokter segera keluar. Beberapa menit kemudian pandangan Andreas beralih pada Zoya yang duduk di kursi tunggu.
"Apa kau sadar dengan keputusanmu?" Tanya Andreas dengan emosi tinggi.
"Maaf Tuan Andreas, saya tidak bermaksud apapun." Jawab Zoya seraya menundukkan kepala. Dia tidak berani menatap tuannya itu.
"Ku tegaskan padamu, aku tidak akan pernah menikah lagi dengan siapapun. Termasuk kau!" Seru Andreas
Bentakan Andreas membuat Zoya sangat takut. Gadis itu sudah menebak dari awal jika keadaannya akan seperti ini.
"Permisi anda keluarga dari pasien? Dokter menyuruh anda masuk." Ucap salah satu perawat.
Andreas pun langsung bergegas masuk ke dalam meninggalkan Zoya.
Di dalam terlihat Rania sudah tidak kejang. Namun wanita itu tidak sadarkan diri.
"Dokter, apa yang terjadi dengan istri saya?" Tanya Andreas dengan penuh kecemasan.
"Sepertinya sel kanker dalam tubuh Bu Rania benar-benar sudah menyebar. Itulah yang membuatnya kejang hingga tidak sadarkan diri." Jawab Dokter
"Saya sudah menyuntikkan obat untuk daya tahan tubuhnya. Semoga itu bisa membantu Bu Rania bertahan." Ucap Dokter yang kemudian meninggalkan ruangan.
Andreas menangis seraya menggenggam tangan istrinya. Mendengar perkataan dokter, hatinya sangat hancur.
"Rania sayang, kau harus kuat. Kau masih ingat kan kita pernah berjanji untuk menua bersama. Jangan meninggalkanku. Aku tidak akan sanggup tanpamu. Hanya kau wanita satu-satunya di hatiku." Ucap Andreas dengan tangis yang tak bisa terbendung.
Zoya mengintip di pintu, dia pun ikut menangis melihat kondisi Rania. Di tambah mendengar kata-kata dari Andreas yang menyentuh hati.
"Cinta Tuan Andreas untuk Bu Rania begitu besar. Mana mungkin aku bisa masuk ke dalam kehidupan mereka." Batin Zoya
.
.
Tiga Jam berlalu akhirnya Rania sadar. Andreas terlihat lega melihat istrinya kembali membuka mata.
"Sayang akhirnya kau sadar juga," Ucap Andreas sembari mengusap kepala Rania.
"Mas rasanya sakit sekali. Aku merasa seluruh tubuhku jadi susah digerakkan." Ucap Rania dengan lemas.
"Sebentar aku panggilkan dokter dulu." Andreas pun bergegas memanggil dokter. Zoya yang sedari tadi menunggu diluar, langsung mengintip ke dalam. Melihat atasannya sudah sadarkan diri, Zoya memberanikan diri untuk masuk ke dalam.
"Bu Rania syukurlah anda sudah sadar." Ucap Zoya
"Iya Zoya, tapi sepertinya aku sudah tidak kuat lagi." Ucap Rania yang merasakan seluruh tubuhnya sudah tidak bisa melawan penyakit yang menyerang.
"Bu Rania pasti kuat, Bu Rania tidak boleh putus asa." Ucap Zoya menguatkan.
Dokter masuk ke dalam untuk memeriksa Rania. Dokter kembali menyuntikkan obat dan membuat keadaan Rania sedikit tenang. Rasa sakitnya mungkin sudah berkurang. Kemudian dokter keluar lagi dari sana.
"Bagaimana sayang, apakah masih sangat sakit?" Tanya Andreas seraya menatap penuh kekhawatiran pada istrinya.
"Masih terasa sakit semua badanku mas. Terutama di perutku rasanya sangat tidak nyaman. Tapi aku akan menahannya." Jawab Rania dengan sangat pelan.
"Lebih baik kau tidur sekarang, beristirahatlah agar tenagamu kembali pulih." Ucap Andreas
"Mas, aku mohon wujudkan permintaanku. Aku tidak tahu sampai kapan aku akan bertahan. Rasanya sungguh sakit sekali. Akan lebih sakit jika aku pergi sebelum membuatmu menemukan penggantiku." Ucap Rania yang malah kembali membahas permintaanya.
Andreas terdiam, suami dari Rania itu merasa berat untuk mengiyakan permintaan sang istri.
Rania kembali meringis kesakitan. Wanita itu memejamkan matanya. Melihat itu Andreas merasa tidak tega. "Apakah aku terlalu egois meminta Rania untuk tetap bertahan? Apa aku juga egois jika menolak permintaannya?" Andreas bertanya pada dirinya sendiri di dalam hati.
"Mas ini sungguh permintaan terakhirku. Aku hanya ingin melihatmu berbahagia di sisa umurku yang tidak lama lagi."
"Jangan berbicara seperti itu Rania. Aku tidak suka kau terus berputus asa. Aku yakin kau pasti akan sembuh. Baiklah kalau itu keinginanmu. Aku akan menikah dengan Zoya." Ucap Andreas yang akhirnya menyetujui untuk menikah dengan Zoya.
Rania langsung mengembangkan senyuman dibibirnya yang pucat. Sementara Zoya tersentak mendengar keputusan tuannya. Karena saat pernikahan itu terjadi, itulah awal perjalanan hidup barunya di mulai. Pastinya semua ini tidak akan mudah ia jalani.
"Baiklah kalau begitu segeralah mempersiapkan pernikahan mas, beritahu keluarga kita juga keluarga Zoya." Ucap Rania dengan senyum yang melegakan.
"Iya, aku akan mengurus semuanya. Istirahatlah sekarang." Ucap Andreas, Rania pun mengangguk dan segera memejamkan matanya. Andreas mendaratkan ciuman di kening Rania.
Ruangan vip itu sekarang menjadi hening. Andreas hanya terdiam seraya terus menatap istrinya yang mulai tertidur pulas. Sementara Zoya sejak tadi hanya berdiri di dekat pintu tanpa bergeser sedikitpun. Dia cukup merasa tegang saat ini. Tidak tahu harus berbuat apa.
Tiba-tiba saja Andreas beranjak dari tempat duduknya melangkah keluar dari ruangan. "Aku ingin bicara denganmu!" Ucap Andreas tanpa menoleh sedikitpun pada Zoya yang jelas dilewatinya.
Dengan langkah ragu Zoya mengikuti Andreas. Jantungnya cukup berdebar dengan kencang. Dia tahu Tuan Andreas pasti akan membentakinya seperti tadi.
"Langsung to the point saja ya, aku memang menyetujui pernikahan ini. Tapi kau jangan pernah berharap lebih dariku!" Ucap Tuan Andreas
"I-iya tuan, saya juga sadar diri." Ucap Zoya dengan gemetar.
"Baguslah, karena sampai kapanpun Rania lah yang ada di hatiku. Hanya dia wanita satu-satunya. Tidak akan tergantikan." Ucap Andreas kembali menekankan. Kemudian pria itu pergi.
Flora, Ibu tiri Rania mendatangi kediaman orang tua Andreas. Dia tidak datang sendiri. Melainkan bersama putri tercintanya, Jemyma.
Kedatangan mereka di sambut baik oleh Tuan dan Nyonya Brahmantya. Mereka di persilahkan duduk. Tak lama kemudia pelayan datang menghidangkan kue dan empat cangkir teh.
"Silahkan di minum jeng Flora, Jemyma." Ucap Irma atau biasa dikenal dengan Nyonya Brahmantya.
"Iya jeng Irma terima kasih." Ucap Flora
"Jadi kedatangan jeng Flora kemari ada apa?" Tanya Irma
"Sebenarnya saya ingin membahas sesuatu yang penting untuk masa depan putra-putri kita." Ucap Flora
"Maksudnya masa depan Andreas dan Rania?" Tanya Irma
"Hemm,, iya jeng. Tapi lebih tepatnya masa depan nak Andreas. Sehubungan dengan kondisi Rania yang tidak kunjung membaik, apa tidak lebih baik mencari istri untuk nak Andreas." Ucap Flora tanpa rasa ragu.
"Saya juga pernah berfikir seperti itu. Tapi itu semua tergantung keputusan keduanya." Ucap Irma menyahuti pembicaraan Flora.
"Seandainya memang nak Andreas setuju, bagaimana kalau menikah dengan Jemyma saja?" Flora mengutarakan usulannya tanpa rasa malu.
Irma dan Brahmantya saling menatap satu sama lain. Mereka cukup terkejut dengan apa yang diutarakan oleh besannya itu.
"Jemyma ini kan adiknya Rania, jadi dia pasti akan menjadi pengganti posisi Rania dengan sempurna. Jemyma juga bisa merawat Rania. Dan yang terpenting Jemyma kan sehat, bisa memberikan keturunan untuk keluarga ini." Ujar Flora meyakinkan kedua orang tua Andreas.
Irma mengedipkan mata menatap suaminya. Dia mengkode agar suaminya angkat bicara, menanggapi itu semua.
"Begini Bu Flora, memang ada benarnya usulan yang Bu Flora utarakan. Namun, kita tidak bisa mengambil keputusan sendiri. Saya sangat sayang dengan Rania. Kita juga harus memikirkan dulu, bagaimana perasaannya ketika suaminya akan menikah lagi, saat dirinya masih hidup." Ucap Brahmantya
"Jadi intinya kalian setuju jika putri saya Jemyma akan menjadi pengganti Rania?" Tanya Flora dengan senyum yang mengembang. Wanita paruh baya ini sama sekali tidak peduli dengan perasaan Rania. Dia hanya menangkap jika kedua orang tua Andreas setuju.
"Iya, saya setuju saja. Tapi harus atas persetujuan Rania dan Andreas." Ucap Irma
Jemyma langsung tersenyum bahagia tak kalah dari ibunya. Wanita dua puluh lima tahun itu sudah lama mengidamkan suami kakak tirinya. Bahkan sebelum Rania menikah, dia sudah ingin merebut Andreas. Hal itu juga mendapatkan dukungan dari Ibu tercintanya. Kini impiannya akan segera diwujudkan oleh Ibunya.
Namun kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Karena Andreas datang bersama Zoya memberitahukan bahwa mereka akan menikah.
"What? Mas Andeas yakin mau menikahi kacung ini!" Jemyma langsung tercengang mendengar apa yang di sampaikan oleh Andreas.
"Andreas kau ini serius?" Tanya Brahmantya pada putra satu-satunya.
"Iya pah, aku serius karena ini permintaan khusus dari Rania." Jawab Andreas dengan ekspresi datarnya.
Zoya hanya menunduk terdiam. Dia berdiri diantara lima orang yang duduk bersama. Semua yang di sana kecuali Andreas, menatapnya.
"Nak Andreas bukankah lebih baik menikah dengan Jemyma saja. Kita semua kan belum tahu seluk beluk keluarga gadis ini. Biar Mama yang bicara dengan Rania." Ucap Flora mencoba mengubah keputusan Andreas.
"Tidak, aku akan tetap menikahi Zoya atas permintaan Rania. Lagipula saya tidak mungkin menikahi wanita yang tidak peduli dengan saudaranya. Ya meskipun hanya sekedar saudara tiri." Ucap Andreas
Ditolak untuk kedua kalinya dalam kurun waktu tepat dua puluh empat jam, Jemyma merasa sangat terhina. Tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa. Dia tidak mungkin memaki Andreas, imagenya akan lebih jelek di mata pria incarannya itu.
"Bukannya tidak peduli nak Andreas, Jemyma kan public figure jadi jarang ada waktu untuk dekat dengan kakaknya." Ucap Flora membela putrinya.
Andreas enggan menanggapinya. Dia malah beranjak pergi dari ruang tamu, tempatnya berada sekarang.
Melihat tuannya pergi, kini Zoya malah serasa berada di zona bahaya. Bergerak salah tidak bergerak juga salah. Jantungnya berdegup dengan kencang, dia tidak tahu harus melakukan apa. Tatapan keempat orang di sana membuatnya merinding.
Namun beruntung, Andreas kembali lagi. Pria itu memanggil Zoya untuk ikut dengannya. Zoya pun menundukkan badan guna memberi salam, kemudian dia bergegas menyusul tuannya yang sudah lebih dulu melangkah.
Kedua orang tua Andreas tidak bereaksi apa-apa, mereka berdua sama-sama diam.
"Jeng Irma, Pak Brahmantya kok kalian diam saja mendengar nak Andreas ingin menikahi gadis itu?" Tanya Flora yang merasa kesal, karena orang tua Andreas tidak menghentikan putra mereka menikahi Zoya.
"Maaf jeng jika memang itu sudah menjadi keputusan bersama antara Andreas dan Rania, saya tidak bisa berbuat apa-apa. Lagipula Zoya juga gadis yang baik. Dia sangat dekat dengan Rania." Ucap Irma
Merasa tidak dapat pembelaan, Flora langsung pamit pergi dengan menarik Jemyma yang hanya diam saja.
"Mah kita kok pergi sih, masa aku kalah sama gadis kacung itu." Ucap Jemyma ketika sudah berada di luar rumah milik Brahmantya.
"Tenang sayang, kita harus cari cara dulu. Hal yang paling utama harus kita lakukan adalah menemui anak kesayangan papamu itu." Ucap Flora
*
*
*
Zoya melangkah dengan ragu-ragu, tepat di belakangnya Andreas mengikutinya. Zoya berjalan di depan Andreas karena menunjukkan jalan dimana rumahnya berada. Rumah Zoya terletak di dalam gang kecil yang hanya bisa dilewati motor. Maka dari itu mereka harus berjalan kaki untuk sampai kesana.
Semakin lama langkah kaki Zoya semakin berat. Laju langkahnya semakin melambat. Membuat Andreas merasa jengah.
"Jika semakin lama jalanmu semakin lambat, mungkin besok pagi kita baru sampai ke rumahmu." Ucap Andreas dengan ketus.
Tapi bukannya mempercepat langkahnya, Zoya malah berhenti. Dia berbalik arah menatap ragu pada tuannya.
"Kau kenapa? Apa kau berubah fikiran setelah tadi dengan yakin mengiyakan permintaan istriku?" Tanya Andreas dengan nada ketusnya.
Zoya menghela nafas panjang. Sejujurnya dia tidak siap dengan semua ini. Di tambah rumah kekasihnya itu berdekatan dengan rumahnya. Dia takut akan terjadi pertengkaran nantinya. Karena kedatangan Andreas untuk melamar dirinya.
"Maaf tuan, saya hanya sedikit gugup. Mari tuan lewat sini." Zoya pun kembali melanjutkan berjalan. Diikuti oleh Andreas.
Ketika sampai di rumahnya. Sangat kebetulan pacar dari Zoya sedang berada di teras rumah. Rumahnya berjarak sekitar tiga rumah. Pria itu melambaikan tangan pada Zoya. Zoya hanya membalasnya dengan senyuman. Kemudian dia langsung menuntun Andreas masuk ke dalam rumahnya.
"Silahkan duduk Tuan, saya panggilkan Ayah dan Ibu saya dulu." Ucap Zoya
Tak lama kemudian kedua orang tua Zoya menemui Andreas. Zoya membawakan teh hangat untuk suami atasannya yang sebentar lagi berubah menjadi calon suaminya.
"Langsung saja, kedatangan saya kemari untuk melamar Zoya menjadi istri kedua saya." Ucap Andreas tanpa berbasa-basi.
Sontak Ayah dan Ibu Zoya pun merasa kaget. Sebelum mereka berfikir yang tidak-tidak, Zoya membantu untuk menjelaskan semuanya.
"Jadi begini Ayah, Ibu, Bu Rania memintaku untuk menikah dengan Tuan Andreas. Ayah dan Ibu paham kan bagaimana keadaan Bu Rania," Ucap Zoya
"Sebenarnya saya juga tidak ingin melakukan ini, tapi ini menjadi permintaan terakhir istri saya." Ucap Andreas
"Kalau kami terserah keputusan Zoya saja tuan." Ucap Pak Deri
"Aku menyetujuinya Ayah, ibu." Ucap Zoya yang sebenarnya masih ragu-ragu.
"Kalau begitu lamaran diterima tuan Andreas." Ucap Pak Deri, sebagi ayah hatinya merasa campur aduk. Senang karena putrinya di lamar oleh orang yang tentu akan menjamin hidupnya, tapi sedih karena pernikahan ini belum tentu membuat Zoya bahagia. Dia hanya akan menjadi istri kedua.
Orang tua Zoya pun tak kuasa menolak, karena mengingat kebaikan Rania selama ini.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!