NovelToon NovelToon

Berjodoh Dengan Duda Anak 1

Bab 1 Megantar Ibu Ke Pasar

"Papa 'kan sudah bilang, jangan jajan sembarang'an. Kenapa, Chessy bandel banget sih kalau dinasehati!" seru Papa chessy.

"Maaf, Pa. Chessy cuma penasaran saja sama rasanya, kebanyak'an teman Chessy pada beli. Lagian, masa Chessy harus makan bekal dari rumah terus sih Pa,'kan bosan?" jawabnya dengan wajah cemberut.

"Sudah, buang saja makanannya, nggak usah dimakan. Makanan kayak gini kok dibeli. Besok-besok awas aja kalau Papa tau, kamu jajan ginian lagi!" seru Papa Chessy sembari melempar Cilor yang dibeli Chessy tadi ke tong sampah.

"Yahh ... kok dibuang sih Pa...," keluh Chessy.

"Lebih baik dibuang, daripada dimakan, nanti perut kamu sakit gimana? Kamu mau, sakit perut seperti minggu lalu?"

"Ya, nggak gitu juga pa. Lagian kemaren tuh, Chessy sakit perut bukan karena makananya Pa. Tapi, karena Chessy lupa cuci tangan," ucap Chessy beralasan.

"Sudah ... nggak usah banyak alasan. Cepat masuk mobil!" titah Papa Chessy sembari membuka pintu mobil.

Setelahnya, Ayah dan Anak itu masuk mobil untuk pulang. Sementara, dari kejauhan, Bu Guru Chessy yang bernama Atina menghela nafas panjang sembari menggelengkan kepala karena heran dengan kejadian yang menimpa Anak didiknya barusan. Bukan hanya sekali ia melihat pemandangan seperti itu. Chessy yang sering dimarahi Lapanya hanya karena masalah yang tak terlalu serius itu.

Apa tiap hari tu anak selalu dimarahi papanya di rumah. Kasian sekali ... nggak tau apa, kalau Cilor itu jajanan yang super duper nikmat. Sekali gigit bikin ni mulut gak mau berhenti nyuap. Dasar bapak-bapak nggak gaul. Lagian, **p**enjualnya juga nggak jorok kok, selalu menjaga kebersihan dagangannya. Sombong amat, main buang-buang makanan!" batin Atina

Tidak mau ambil pusing, Atina bergegas berjalan menghampiri motor yang terparkir tak jauh dari tempatnya berdiri barusan. Motor mulai melaju pelan menyusuri sepanjang jalan yang terlihat cukup padat kendaraan berlalu lalang.

Kurang lebih seperempat jam berlalu. Motor yang dikendarai Atina memasuki pekarangan Rumah yang sederhana, dinding cream dengan dipadukan warna pintu coklat tua, ditambah pekarangan yang ditumbuhi beraneka ragam bunga, menambah kesan manis nan nyaman dipandang mata.

Tok... Tok... Tok....

"Assalamu'alaikum Bu...," ucap Atina memanggil Ibunya dari luar.

Terdengar langkah kaki dari dalam.

"Wa'alaikum salam, eh Tin ... kamu sudah pulang thoo?" jawab Ibu Atina sambil tangannya menyambut uluran salam dari Atina.

"Iya Bu, Atina masuk duluan ya Bu," pamitnya berlalu kedalam kamar.

Selang beberapa menit, Atina muncul setelah berganti pakaian rumahan.

"Bapak kemana Bu, kok gak kelihatan?" tanya Atina.

"Bapakmu ke rumah Pak Hasan disuruh benerin mesin cuci, katanya rusak. Mesin pengeringnya mati," jawab sang Ibu yang tengah memasak di dapur.

"Owh.... ," seru Atina singkat.

"Kamu mau makan siang sekarang Tin, apa mau nunggu Bapakmu pulang, biar bisa makan sama-sama?" tanya sang ibu.

"Mmm ... sekarang aja deh Bu. Perutku udah demo nih dari tadi. Kalau nungguin bapak, keburu pingsan aku he-he," timpal Atina cengengesan.

"Ya sudah, kebetulan nih,ayam kecap kesukaan Kamu udah matang." Sang ibu menyodorkan piring yang berisi beberapa potong ayam kecap. Atina bergegas mengambil piring dari ibunya dengan mata berbinar.

"Wiiih ... asik!! pas banget, lagi kelaparan gini, disuguhi makanan favorit. Bisa habis 2 piring nih, kayaknya ha-ha-ha," celetuk Atina dengan tawa sumringah. Sang Ibu hanya geleng-geleng kepala menyaksikan tingkah kocak anaknya.

"Lah ... Ibu mau kemana? nggak

sekalian makan Bu?" tanya Atina ketika melihat Ibunya hendak berlalu dari sampingnya duduk.

"Kamu makan duluan saja Tin. Ibu makannya nanti nunggu bapak kamu pulang saja. Lagi pula, Ibu mau nonton sinetron kesukaan Ibu. Bisa gawat kalo ketinggalan ceritanya," jawab sang Ibu dengan senyum sambil berlalu menuju ruang tv. Tanpa komando, Atina langsung menyerbu semua makanan yang sudah terhidang di meja makan. Hanya butuh beberapa menit, beberapa makanan itu, sudah mendarat cantik di lambungnya.

Keesokan harinya....

"Tin, nanti anter Ibu ke Pasar buat belanja stok kulkas. Kamu nggak ada rencana kemana-mana 'kan, hari ini?" tanya ibu atina.

"Okee Bu, hari ini free kok, nggak ada acara," sahut Atina penuh semangat. Kebetulan memang hari ini Atina libur mengajar.

Mereka berangkat ke Pasar yang letaknya tak begitu jauh dari rumah. Hanya membutuhkan waktu seperempat jam, mereka sudah sampai di tempat tujuan.

"Ibu mau belanja apa saja?"

"Nanti lihat-lihat saja dululah Tin. Ibu juga belum tau pasti mau beli apa saja."

Begitu mereka mulai masuk ke dalam Pasar, agak kaget juga karena di dalam lumayan penuh pengunjung yang sama-sama hendak belanja kebutuhan dapur.

"Wiiih ... rame bener Bu. waduh desak-desakan pula gitu. Mentang-mentang week end pada semangat belanja!" seru atina.

"Ah kamu tuh Tin, kayak nggak pernah ke Pasar saja, liat gituan, pakai heran segala. Namanya juga pasar, ya jelas thoo rame. Yang sepi kuburan noh, sepi!" sahut sang Ibu agak penuh penekanan.

"He-he ... slow aja kali Bu. Nggak usah ngegas gitu napa?"

"Sudah ah, ayo buruan masuk. Ibu mau ke penjual ikan dulu. Habis itu, mau beli daging sapi dan daging ayam di tempatnya Bu Lela." timpal Ibu nyelonong pergi tanpa menunggu jawaban Atina.

Atina jalan mengikuti langkah kaki ibunya, karena lumayan rame, terpaksa harus rela berdesak-desakan. Langkah kaki harus pelan, tidak bisa grasak grusuk. Ditambah, harus stok sabar yang lumayan banyak. Karena jika kesabaran habis, yang ada malah emosian jadinya.

"Uuh !! kenapa harus penuh gini sih pengunjungnya. Terpaksa deh,harus desak-desakan gini. 'Kan jadi panas hawanya." gerutu Atina sembari terus melangkah mengikuti sang Ibu.

Satu per satu barang yang dibutuhkan sudah terbeli. Lumayan banyak belanjaan yang mereka tenteng di tangan.

"Bu ... Tina mau beli jajan pasar dulu ya. Ibu mau ikut, apa tunggu disini saja?"

"Ya sudah, kamu beli saja dulu sana. Ibu tunggu disini. Lumayan capek juga, dari tadi muter-muter!"

"Ok deh Bu ... Atina pergi dulu, nggak lama kok!"

Buru-buru atina melangkahkan kaki menuju penjual jajan pasar. Selang 10 menit, Atina menghampiri ibunya.

"Bu...ayok pulang, Atina sudah selesai beli jajan pasarnya nih!"

"Tolong, bawakan belanjaan ibu Tin, itu yang kresek putih," pinta ibu menunjuk kantong plastik di bawah tempatnya duduk tadi.

"Iya bu...."

Mereka siap-siap untuk pulang. Karena masih ramai orang, mereka berjalan agak lambat dan harus sedikit berdesakan. Atina berjalan di depan ibunya,merasa ingin cepat-cepat keluar dari pasar, Atina langsung menggandeng tangan orang yang ada di belakangnya.

"Yuk Bu, buruan jalannya, udah pengab banget nih, pengen cepat-cepat keluar!" seru Atina sambil terus menggandeng seseorang yang tepat di belakangnya tanpa sedikit pun ia menoleh.

Orang yang digandengnya tampak kebingungan.

Karena Atina berlalu begitu cepat, orang itu tidak sempat bersuara. Atina masih belum menyadari bahwa yang ia gandeng bukanlah ibunya.

Tanpa atina ketahui, Ibunya sempat berhenti ditempat penjual tempe karena hendak membeli 2 papan tempe yang sempat lupa belum masuk daftar belanjaan. Sebenarnya, tadi sang Ibu sudah memanggil atina untuk berhenti sejenak, tapi atina tidak mendengar.

Sesampainya di parkiran depan Pasar.

"Akhirnya ... Bisa keluar juga, mana panas banget di dalam, huuft!" seru atina merasa lega, nampak keringat bercucuran membasahi kening.

"Bu..!" panggil atina kepada ibu sembari menoleh ke orang yang sejak tadi ia gandeng.

Deg ... Atina kaget bukan main ketika netranya menangkap sosok wajah yang asing di belakang tempatnya berdiri.

"Astaghfirullah ... hah ...I-Ibu siapa?!" tanya Atina dengan terbata-bata.

Bab 2 Ternyata....

"I-Ibu siapa? tadi Saya tuh gandeng ibu saya, eh lah kok ... he-he," ucap Atina sambil cengengesan menahan malu, wajahnya memerah saking malu luar biasa. Ia tidak menyangka telah salah gandeng orang. Ibu paruh baya dihadapannya hanya senyum sembari geleng-geleng kepala.

"Pye thoo Nduk ... Nduk. Nek arep gandeng kui delokk'en sek tho sopo seng mok gandeng, lah kui mau main tarik-tarik tok, mlakune yo nusu-nusu, iki lho sikilku pegel kabeh koyo ngene dadine(gimana sih Nak ... Nak. Kalau mau gandeng tuh lihat dulu siapa yang di gandeng, nah tadi main tarik saja, jalannya juga terburu-buru, ini loh jadinya kakiku pegal semua)," seru si ibu sambil nunjuk ke arah kakinya. Meskipun begitu, tak nampak raut wajah kesal si ibu, yang ada justru beliau malah senyum terus, mungkin merasa lucu dengan kejadian yang barusan di alami.

Terlihat Atina merasa tidak enak sekaligus malu sendiri, dari tadi cuma bisa garuk-garuk kepala merasa bingung mau berbuat apa.

"Bu, maaf ya Bu tadi saya benar-benar nggak tahu kalau yang saya tarik itu bukan ibu saya, beneran ... Saya nggak sadar tadi kalau saya salah orang Bu, sekali lagi saya minta maaf, duh malu banget saya bu," ucap Atina mengatupkan kedua telapak tangannya didepan si ibu. Rasa malu masih mendominasi terlihat dari wajahnya yang tampak semakin memerah.

"Iyo Nduk ora opo-opo, ora usah njaluk maaf ngono, wong ra sengojo nopo kan? wes nyante wae(iya Nak tidak apa-apa, tidak usah minta maaf segala, namanya juga enggak di sengaja kan)?" sahut si ibu ramah

"Tin ... Atina, oalah ... dari tadi Ibu cariin kok ternyata di sini, kenapa ibu ditinggal sih Tin, Ibu tuh bingung tau nggak nyariin Kamu tiba-tiba ngilang gitu saja!" teriak Bu Yeni dengan tergesa menghampiri Atina.

Ibu Yeni belum tahu apa yang baru saja menimpa putrinya itu. Sementara itu, Atina masih diam karena kaget tiba-tiba Ibunya muncul dengan suara yang keras.

"Hey ... ni anak ditanya kok malah diem saja!" seru Bu Yeni tangannya refleks menimpuk bahu Atina.

"Aduh Bu ... sakit tau, kenceng banget mukulnya. Iya Bu, maaf tadi ada insiden memalukan," sahut Atina meringis tangannya mengusap bahu bekas ditimpuk Ibunya.

"Memangnya kamu kenapa Tin, insiden memalukan apa maksudnya, ayo coba bilang sama Ibu," tanya Bu Yeni penasaran, ekor matanya mengarah ke arah wanita paruh baya yang sedari tadi berdiri di samping Atina.

"Oh ya, Ibu ini siapa, kok dari tadi berdiri deket anak saya, Ibu kenal dengan anak saya?" tanya Ibu atina sambil menatap heran ke arah wanita paruh baya itu.

"Bu, biar Atina yang jelasin!" seru Atina.

"Ya sudah, cepetan jelasin,vbikin orang tua khawatir saja dari tadi," sela Bu Yeni.

"Jadi gini, tadi tuh Atina 'kan buru-buru mau keluar dari pasar karena pengap banget di dalam desak-desakan, karena Atina pikir yang di belakang itu Ibu, yaudah, langsung Tina tarik aja keluar, sampai di luar pas Atina nengok kaget dong, kok bukan ibu sih, tapi malah ibu ini yang tina tarik, jad...."

"Whahahaha ... Haha...."

Belum sempet Atina melanjutkan ceritanya, Bu Yeni tertawa terbahak-bahak mendengar cerita anaknya.

"Ih, Ibu apaan sih, malah ngetawain anak sendiri, kebangetan deh?" sahut atina cemberut, mulutnya mengerucut beberapa senti.

"Hahahaha ... maaf, maaf Tin, habisnya lucu banget tau nggak kamu tuh, malu-maluin saja kelakuan kamu ini. Oh ya Bu, maafin anak saya yang ceroboh ini ya Bu, emang ni anak kadang tingkahnya suka diluar nalar, he-he."

"Iya Bu ora opo-opo ... malah asik punya anak yang unik macam anak Ibu ini he-he," balas si Ibu tampak sumringah meledek Atina.

Sementara Atina hanya bengong nggak jelas saking malunya.

"Oh ya, kalo boleh tahu nama Ibu siapa, kita kenalan dulu. saya Yeni dan ini anak saya namanya Atina." Bu yeni mengulurkan tangan memperkenalkan diri.

"Nama saya Rumana, panggil saja Bu Rum. Salam kenal juga Bu Yeni."

Setelah perkenalan itu, Bu Yeni mengajak bu rum untuk makan soto di warung deket pasar, awalnya Bu Rum menolak. Tapi karena Bu Yeni terus memaksa dengan alasan sebagai ungkapan maaf karena kesalahan anaknya, akhirnya Bu Rum mau menerima ajakan Bu Yeni. Ketiganya berjalan bersama menuju penjual soto yang lumayan terkenal karena cita rasa yang khas yang tidak dimiliki warung soto lain. Tak butuh waktu lama, mereka selesai juga.Karena sudah semakin siang, Bu Yeni hendak pamit duluan.

"Bu Rum, sudah semakin siang, saya pamit pulang duluan ya. Nanti Bu Rum pulangnya biar dianter Atina saja. Saya tadi juga sudah pesan ojek via aplikasi. Jadi, nanti biar Atina antar Ibu saja dulu," ujar Bu Yeni.

"Aduuh ... Bu Yeni, nggak usah repot-repot nanti biar saya telepon anak buat jemput. Biasanya juga saya dijemput bu pulang dari Pasar,"

"Ah, nggak repot kok Bu, ya 'kan Tin?" sela Bu Yeni meminta jawaban dari Atina

"Iya gak apa-apa Bu Rum, nanti biar Atina anter sampai rumah," jawab atina meyakinkan Bu Rum. Bu rum tampak berpikir sejenak sebelum akhirnya menerima tawaran dari Bu Yeni dan Atina. Ojek yang Bu Yeni pesan sudah datang, Ia bergegas pamit pada Bu Rum dan Atina. Setelah kepergian Bu Yeni, Atina berlalu sembari kedua tangannya menenteng belanjaan Bu Rum menuju tempat parkiran motor.

"Bu Rum, ngak apa-apa 'kan kalau saya nganternya pakai motor?"

"Iya nggak masalah Tin, yang penting sampai tujuan dengan selamat."

"Baiklah, sekarang Ibu naik, pegangan yang kuat ya biar ngak jatuh, nanti Ibu tunjukkin saja arah rumah Ibu," pinta Atina.

"Iya beres Tin, alon-alon wae yo Tin, ora usah ngebut," pesan Bu Rum.

"Baik Bu."

Gegas Atina mulai menyalakan motornya, mengikuti arah yang ditunjukkan Bu Rum. Hanya membutuhkan waktu kurang lebih 30 menit, motor yang dinaiki Atina sampai didepan sebuah rumah yang lumayan besar.Atina dan Bu Rum gegas turun dari motor.

"Ini bener rumah Bu Rum?" tanya Atina memastikan.

Yang ditanya hanya mengangukkan kepala.

"Ayok masuk dulu Tin," jak Bu Rum.

"Emm ... nggak usah Bu, makasih. Saya langsung pamit pulang saja Bu, nggak apa-apa," tolak Atina.

"Udah, masuk dulu saja, mampir dulu sambil minum di dalam, jangan langsung pulang, ayok masuk. Ora ilok nolak rezeki(gak baik nolak rezeki)," ajak Bu Rum menarik tangan Atina masuk kedalam.

Mau nggak mau Atina mengikuti langkah si tuan rumah.

Sesampainya di ruang tamu, Atina nampak takjub dengan interior rumah Bu Rum yang sangat indah dan mewah. Ia tidak menyangka kalau ternyata Bu Rum adalah orang kaya. Karena penampilan Bu Rum terlalu sederhana. Bahkan, orang yang melihat saja pasti akan berpikiran seperti yang Atina pikirkan saat ini. Tiba-tiba, dari dalam terdengar teriakan anak kecil.

"Nenek ... !" seru seorang anak perempuan dari dalam berlari menghampiri Bu Rum dan Atina.

"Chessy ....!" ucap Atina spontan begitu melihat anak perempuan tadi.

Seketika si anak menoleh,

"Loh, Bu Guru, kok ada disini? Kok bisa bareng sama Nenek Chessy sih Bu?" tanya chessy seketika kaget melihat gurunya ada disitu.

"Chessy kenal sama Mbak Atina?" tanya nenek penasaran.

"Jelas kenal dong Nek, ini tuh Bu Guru Chessy di sekolah nek," jelas sang cucu.

Belum sempat Bu Rum berbicara lagi, dari luar terdengar suara deru mobil memasuki pekarangan rumah. Tak lama, terdengar derap kaki melangkah dengan disertai suara salam.

"Assalam'alaikum...." ucap seseorang dari luar.

Atina yang berdiri membelakangi pintu masuk sontak memutar badannya untuk melihat siapa yang datang.Ketika ia sudah menghadap ke pintu, Atina kaget.

Deg....

"*Alamaak, mimpi apa aku harus ketemu sama ni pria kutub, ternyata B*u Rum ibunya ni orang, tau gitu tadi aku langsung pamit pulang saja." Batin Atina.

Bab 3 Bertemu Untuk Kedua Kali

"Assalamu'alaikum," ucap seseorang dari luar.

"Waalaikumsalam salam, loh Vin, kamu darimana"? tanya Bu Rum kepada laki-laki yang ternyata adalah anaknya yang bernama Melvin.

Sementara itu, Atina nampak terkejut dan tidak menyangka akan bertemu lagi dengan Papanya Chessy, orang yang tempo hari dijumpai ketika di sekolah tempatnya mengajar. Waktu itu Atina menyaksikan Chessy yang sedang dimarahi hanya karena jajan di depan sekolah. Dan itu, membuat Atina agak kesal dengan perilaku Papanya Chessy itu. Memarahi anak ditempat umum menurutnya bukanlah sikap yang baik. Apalagi hanya karena masalah makanan.

"Dari pasar Bu, tadi mau jemput Ibu seperti biasa, sampai di Pasar, pas Melvin buka ponsel ternyata ada pesan dari Ibu kalau Ibu sudah pulang duluan. Ya sudah, Melvin langsung balik pulang," ungkap Melvin tanpa menoleh sedikitpun ke arah Atina yang tengah berdiri tidak jauh dari tempatnya berada.

"Oalah, baru cek ponsel, pantesan kamu nggak tahu kalau Ibu sudah pulang duluan," seru Bu Rum tepok jidat.

Tanpa berkata apapun, Melvin langsung nyelonong masuk begitu saja tanpa permisi.

"Eh-eh, ni anak nggak sopan main nyelonong saja, nggak lihat apa, kalau lagi ada tamu!" seru Bu Rum heran dengan tingkah anak laki-lakinya.

"Tau nih papa, nggak sopan banget sama Bu Guru Chessy. Maafin sikap Papa Chessy ya Bu Tina," ucap chessy kikuk.

"Nggak apa-apa kok Chessy, mungkin Papanya lagi capek, Bu Guru maklum kok hehe," timpal Atina sembari mengacak pelan rambut Chessy dengan disertai senyum.

"Tin, silahkan duduk dulu, Ibu ambilkan minum ya, kamu mau minum apa Tin?" tanya Bu Rum.

"Nggak usah repot-repot Bu."

"Ah, nggak repot kok. Udah, bilang saja mau minum apa nanti Ibu buatin."

"Emm ... kalau gitu, air putih saja Bu." jawab Atina.

"Y sudah, Ibu buatin dulu. Kamu biar ditemenin Cucu Nenek yang cantik ini ya," seru Bu Rum sembari menjawil dagu sang cucu. Chessy hanya senyam senyum mendapat perlakuan dari Neneknya.

"Bu Guru kok bisa kenal dengan Nenek Chessy sih, kapan kenalannya, kok Chessy sampai nggak tau ya?" tanya Chessy memulai obrolan.

Mendapat pertanyaan dari anak muridnya, membuat Atina diam sejenak. Ia bingung mau menjawab seperti apa. Lantas ia membelai lembut rambut Chessy.

"Bu Guru baru tadi kok kenal dengan Nenek chessy, kebetulan Bu Guru tadi lagi di pasar, nggak sengaja ketemu Nenek Chessy, terus pas mau pulang, Bu Guru nawarin Nenek Chessy untuk pulang bareng," jawab Atina asal. Dia tidak mau menceritakan secara detail tentang bagaimana pertemuan dengan Bu Rum tadi. Bisa malu dong kalau ketahuan anak didiknya, mau ditaruh dimana muka ini. Begitulah yang Atina pikirkan. Tak terasa, sudah hampir 1 jam Atina berada di kediaman Bu Rumana, hingga akhirnya ia memutuskan untuk segera pamit pulang.

Pasti Ibunya dirumah khawatir karena sudah 1 jam tidak juga pulang ke rumah.

"Bu Rum, saya pamit pulang dulu ya. Sudah hampir 1 jam saya disini. Takutnya di rumah ibu saya khawatir," pamit Atina

"Duuh ... nggak terasa ya, ternyata sudah 1 jam kita ngobrol. Habis, Nak Tina orangnya asik diajak ngobrol. Jadi lupa waktu deh!" seru Bu Rum.

"He-he ... Ibu bisa aja, saya juga seneng bisa ngobrol panjang lebar dengan Ibu, kalau begitu saya pamit ya Bu."

"Eh, bentar Tin, saya panggilkan Melvin dulu, biar kamu bisa pamitan sekalian sama Papanya Chessy. Ches ... panggilkan Papa gih ke dalambilang kalau tamu Nenek yang tadi nganterin pulang mau pamitan." Pinta Bu Rum kepada Cucunya.

"Eh, nggak usah Bu, Papanya Chessy mungkin lagi istirahat di dalam, takutnya nanti malah ganggu," cegah Atina.

"Nggak apa-apa, paling cuma sebentar ini kok."

"Sebenarnya ogah aku ketemu pria judes kayak papanya chessy, orangnya judes , datar pula ekspresinya. Bikin nggak mood saja, ganteng sih ganteng. Tapi kalau kaku gitu bikin malas. Ups.. apaan sih, kok bisa-bisanya aku bilang laki-laki kayak dia ganteng. diih.." batin Atina.

Selang 5 menit, Chessy keluar dengan menggandeng tangan Papanya. Karena chessy yang minta, Melvin sebagai papanya, nurut saja ketika ia digandeng menuju ke ruang tamu.

"Pah, ini kenalin Bu Guru Chessy di sekolah, namanya Bu Atina. Tadi, bu guru yang sudah nganterin Nenek pulang dari Pasar," ungkap Chessy memperkenalkan Atina dengan Papanya.

"Melvin, Papanya chessy," sembari mengulurkan tangan.

"Atina Pak, eh Mas ... aduuh!" sahut Atina gugup.

"Ehm-ehm ... panggil Mas boleh, panggil sayang juga boleh," kedek Bu Rum sambil matanya kedip-kedip.

Chessy yang mendengar ucapan Neneknya seketika tertawa dengan di sertai ledekan untuk Papa dan Gurunya.

"Ciee ... dari tadi salaman terusnggak dilepas lepas tuh tangannya," goda Chessy.

Sontak Atina langsung melepaskan tangannya begitu saja. Wajahnya tampak memerah menahan malu. Sementara, Papanya Chessy nampak datar tanpa ekspresi apapun.

"Vin, Atina tadi pamit mau pulang, tolong kamu anterin sampai depan ya, Ibu mau ke belakang dulu dah kebelet, yuk Chessy, anterin Nenek. Tin, Ibu ke dalam duluan ya." Tanpa menunggu jawaban Atina, Bu Rum bergegas melangkah ke belakang dengan mengajak Cucunya . Entah ini hanya akal-akalan Bu Rum saja, atau memang beliau sudah kebelet mau ke toilet. Tapi, dari gelagatnya itu, kayaknya ada udang di balik batu nih.

"Ayo, saya antar ke depan," ucap Melvin seketika dengan muka tanpa ekspresi.

"Mmm ... nggak usah Mas, biar saya sendiri saja."

"Udah, nggak usah ada bantahan. Kamu mau, saya di ceramahi Ibu saya hanya karena nggak nganterin kamu ke depan," sewot Melvin.

"Ish ... keluar deh galaknya," batin atina.

"Malah bengong, ayo ... katanya mau pulang," seru Melvin mengagetkan Atina.

"Iya-iya, nggak usah keras-keras ngomongnya, saya gak budek!" ketus Atina langsung melangkahkan kakinya ke teras.

Tanpa menoleh ia buru-buru menghampiri motor yang terparkir, bergegas menaiki motor, siap meluncur. Namun, tiba-tiba Atina merasa ada yang memegang lengannya, sontak ia menoleh ke belakang.

"Maaf...." seru Melvin seketika.

Atina hanya menoleh sambil menepis tangan Melvin.

"Nggak usah pegang lengan saya bisa nggak, saya pamit, Assalamu'alaikum!"

Tanpa menunggu jawaban salam dari Melvin, atina bergegas memacu sepeda motor menjauh dari pekarangan rumah Bu Rum.

"Dasar wanita aneh, kok bisa wanita aneh seperti dia jadi Guru di sekolahan Chessy, nggak habis pikir!" gerutu Melvin.

Melvin kembali ke dalam rumah, tak lupa menutup pintu terlebih dahulu. Lantas bergegas menuju ke ruang kerjanya guna melanjutkan sisa pekerjaan yang belum sempat ia selesaikan. Tapi, belum sempat masuk ke ruang kerjanya, Ibunya tiba-tiba muncul.

"Pye Vin, Atina sudah pulang?"

"Sudah!" jawabnya singkat.

"Looh,vkenapa muka kamu ditekuk gitu, asem banget wajahmu Vin?" Tanya Bu Rum heran melihat raut wajah anaknya.

Bukannya menjawab pertanyaan sang ibu, Melvin malah langsung masuk ke ruang kerjanya.

"Aneh banget kamu Vin, ditanya orang tua kok dicuekin,dm dasar gemblung!" gumam bu menatap kepergian anaknya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!