"Ye... Aku menang! Aku menang! Ye..."
"Akhirnya Aku berangkat ke Qatar!"
Rachel Olivia berteriak kegirangan, pada saat mendapatkan pesan dari pihak penyelenggara kuis yang diikutinya.
Untung keadaan di sekitarnya sedang sepi, dan hanya ada satu temannya, yaitu Dahlia.
Rachel memenangkan sebuah kuis, yang pemenangnya akan mendapatkan tiket gratis untuk bisa berangkat ke Qatar. Menyaksikan pertandingan piala dunia tahun ini.
Perhelatan piala dunia yang di gadang-gadang sebagai pertandingan luar biasa. Yang untuk pertama kalinya diadakan di negara timur tengah. Sebuah negara yang sangat maju, dan kaya raya.
Qatar, resminya bernama Negara Qatar, adalah negara-keamiran di Timur Tengah. Yang terletak di sebuah semenanjung kecil di Jazirah Arab di Asia Barat. Satu-satunya batas daratnya adalah Arab Saudi di selatan, dan sisanya berbatasan dengan Teluk Persia. Teluk ini juga yang memisahkan Qatar dari negara pulau Bahrain.
"Kamu menang kuis dan akan pergi ke Qatar?" tanya Dahlia, temannya Rachel. Sesama SPG di Mall ini.
Rachel Olivia, gadis berumur 20 tahun yang bekerja menjadi pegawai SPG di salah satu Mall besar di kota Jakarta.
Penampilannya yang sedikit tomboi, dengan didukung tubuhnya yang sedikit mungil dan potongan rambutnya juga cepak. Dia lebih suka menggunakan sepatu boot, meskipun dengan hak yang sedikit lebih tinggi. Membuatnya terlihat lebih segar dan lebih muda, dibandingkan dengan umur yang sebenarnya.
Bahkan kadang-kadang ada pengunjung yang bertanya, tentang umur Rachel yang sebenarnya. Sebab mereka mengira jika Rachel masih anak-anak sekolah, dan bekerja sebagai SPG di mall hanya untuk mengisi waktunya saja, atau bekerja part time.
"Iya nih. Aku menang dan akan berangkat ke Qatar. Kira-kira bisa ambil cuti nggak ya?"
Rachel kebingungan sendiri, karena dia belum bertanya pada Supervisor toko yang bertanggung jawab atas devisi-nya.
"Coba saja!" sahut temannya itu.
"Iya deh. Aku akan coba bicara dengan Supervisor nanti, waktu mau pulang kerja."
Rachel akhirnya memutuskan untuk membicarakan hal ini pada Supervisor, sebab dia juga tidak mau pergi ke Qatar dan meninggalkan pekerjaannya begitu saja. Dia masih membutuhkan pekerjaan ini untuk kehidupannya sendiri kedepannya nanti.
Rachel memang hidup sendiri, dengan mengontrak sebuah rumah kecil, yang sudah dia tempati selama hampir satu tahun ini.
Dia datang dari kota lain, karena sudah tidak memiliki orang tua dan tidak memiliki sanak saudara juga.
Itulah sebabnya, Rachel tidak mau kehilangan pekerjaan, hanya gara-gara harus memenuhi keinginannya untuk pergi ke Qatar. Menyaksikan piala dunia yang diimpikannya selama ini.
"Udah, semoga bisa! siapa tahu di sana Kamu ketemu pangeran Qatar hehehe..." canda temannya, memberikan semangat kepada Rachel supaya tidak pesimis dengan niatannya untuk minta cuti.
"Hehehe... jadi upik abu dong Aku!"
Mereka berdua akhirnya bercanda dan saling mengolok-olok. Membicarakan tentang impian dan cerita soal pangeran Qatar, yang katanya kaya raya dan tidak ada tandingan untuk sebuah ketampanan dan kesempurnaan laki-laki.
"Ck! menurutku semua laki-laki itu tampan, yang membedakan adalah perilaku mereka. Tapi, Aku belum menemukan yang tampan dan cocok di hati. Hehehe..."
"Yahhh... sama dong Rachel. Aku juga belum menemukan yang cocok nih! Kira-kira, Kamu mau nggak ngantongin satu Pangeran dari Qatar untukku?" canda Dahlia, dengan membayangkan, seandainya dia mendapatkan seorang pangeran.
"Hilihhh... ngehalu saja!"
Rachel justru menonyor kepala temannya itu, Dahlia, yang sedang berandai-andai.
"Mau bagaimana lagi, kita ini kan cuma bisa mimpi! Tapi siapa tahu, dari mimpi bisa menjadi kenyataannya. Meskipun itu tetap saja sebuah mimpi. Hahaha..."
"Dasar... Tapi gak ada salahnya juga untuk bermimpi. Karena nyatanya, mimpiku untuk bisa pergi ke Qatar akhirnya menjadi kenyataan," ujar Rachel, menanggapi impian temannya.
"Nah itu! Tapi Aku tetap harus bangun pagi hari, dan menerima kenyataan, sehingga tidak harus bermimpi selamanya!" terang Dahlia, mengingat bahwa kadangkala mimpi bisa menjadi kenyataan. Tapi jika tidak bisa, harus tetap menyadarinya, sehingga tidak selamanya terbuai dengan mimpi.
Tak lama kemudian, mereka berdua kembali melayani pelanggan yang datang, karena tugas mereka sebagai SPG memang memberikan pelayanan kepada para pembeli.
***
Lima menit sebelum jam kerja selesai, Rachel mendekat ke tempat duduk Supervisor. Dia ingin membicarakan tentang keinginannya untuk mengambil cuti.
"Kamu mau ambil cuti? kenapa mendadak Rachel?" tanya Supervisor tersebut, yang cukup kaget, sebab seharusnya cuti dibicarakan dan diajukan dua minggu sebelum hari H.
"Maaf Kak. Ini juga keperluannya mendadak," sahut Rachel cepat.
Dia mencoba untuk memberikan alasan yang tepat, karena Rachel tidak mau jika sampai gagal mendapatkan cuti, sehingga dia tidak bisa pergi ke Qatar.
"Apa keperluan yang mendadak itu? biasanya justru Kamu yang menggantikan teman-teman Kamu, jika mereka ada keperluan mendadak." Supervisor tersebut, meminta penjelasan tentang alasan yang dikemukakan oleh Rachel.
"Emhhh... itu Kak, Saya, Saya menang kuis. Dan akan pergi ke Qatar lima hari lagi."
Akhirnya Rachel memberikan penjelasan pada supervisor tersebut, tentang alasan yang dia miliki.
"Kamu pergi ke Qatar? Gratis itu?" tanya supervisor itu lagi, dengan tidak yakin.
Dengan cepat Rachel mengangguk mengiyakan, sebab di keterangan kuis, dia memang mendapatkan tiket gratis.
"Tiketnya aja yang gratis atau gratis semuanya?"
Mendapati pertanyaan tersebut, Rachel melihat supervisor tersebut dengan ragu. Dia membenarkan juga pertanyaannya yang diajukan kepadanya, karena bisa jadi, yang gratis hanya tiketnya saja.
"Emhhh... Saya kurang tahu Kak," terang Rachel jujur.
Dia memang gadis yang jujur, meskipun penampilannya tomboi.
"Kamu tanya yang jelas dulu pada pihak penyelenggara. Jika semuanya gratis, okelah berangkat Aku kasih cuti. Tapi jika tidak, Kamu harus pastikan, bahwa Kamu punya uang yang lebih untuk bisa berangkat ke sana."
Mendengar pernyataan dan penjelasan yang diberikan oleh atasannya itu, Rachel akhirnya sadar, jika dia tidak mempunyai banyak uang untuk bisa dibawa sebagai bekal ke Qatar.
"Kamu jangan sedih dulu Rachel! Ini Aku cuma tanya untuk kejelasan. Biar Kamu mempersiapkan semuanya juga," terang Supervisor tersebut, dengan melihat wajah Rachel yang tampak sedih.
"Ya kak, terima kasih sudah diingatkan. Saya akan coba bertanya pada pihak penyelenggara, agar bisa memutuskan untuk bisa berangkat atau tidak."
Supervisor tersebut mengangguk setuju, dengan apa yang dikatakan oleh Rachel.
"Jika Kamu pasti bisa berangkat, segera ajukan permohonan cuti ya! biar Aku juga bisa segera ACC."
"Siap kak!"
Rachel menyahut cepat, bersikap tegak, dengan tangan yang seolah-olah sedang melakukan gerakan hormat.
"Udah sono beres-beres! sebentar lagi pulang. Semoga, mimpimu untuk pergi ke Qatar akan segera terwujud."
"Aamiin... terima kasih Kak!"
Rachel kembali ke tempatnya, ikut beres-beres dan bersiap untuk pulang.
Sebelum tidur Rachel mencoba untuk membaca ulang, tentang kriteria dan syarat-syarat yang harus dilakukan oleh para peserta pemenang lomba kuis.
"Yahhh... kok harus sedia uang saku sendiri! Aku jadi nggak bisa berangkat kalau seperti ini ceritanya." Rachel mengeluh, disaat dia tahu apa yang akan terjadi, seandainya dia nekat untuk pergi ke Qatar.
Ternyata pihak penyelenggara tidak menyediakan uang saku untuk para pemenang. Jadi, mereka hanya menyediakan tiket pesawat pulang pergi, dan administrasi untuk mengurus paspor bersama dengan visa-nya saja.
Dengan demikian, Rachel memutuskan untuk tidak ikut dan menerima kemenangannya kali ini.
Dia tidak mungkin bisa mendapatkan uang yang banyak untuk uang sakunya, jika harus berangkat ke Qatar. Tempat perhelatan piala dunia dilaksanakan.
"Aku tidak mungkin bisa ikut. Jika hanya satu juta atau dua juta sih mungkin Aku bisa cari. Tapi uang saku ke sana kan harus banyak. Dapat dari mana Aku uang sebanyak itu?" keluh Rachel dengan rasa kecewa pada dirinya sendiri.
Padahal dia sudah berusaha kera untuk bisa mendapatkan kemenangan yang dia raih saat ini.
Sayangnya, kondisi dan keadaannya tidak memungkinkan, sehingga dengan berat hati dia harus menghubungi pihak penyelenggara. Mengabarkan bahwa dia mengundurkan diri.
"Aku akan mengirim email pengunduran diri pada mereka. Biar tiket itu diberikan pada orang lain saja."
Akhirnya Rachel memutuskan untuk mengirimkan surat pengunduran dirinya secara resmi, melalui email, pada pihak penyelenggara kuis.
Dan setelahnya, dia bisa tidur juga. Meskipun dalam keadaan yang gelisah.
***
Pihak penyelenggara kuis, memang mengadakan secara online, sehingga tidak ada kantor resmi yang bisa didatangi. Karena semua pertemuan dan tanya jawab, melalui tatap muka secara virtual.
Dan ternyata, di saat Rachel menghubungi pihak penyelenggara yang memberikan tiket gratis, bahwa dia mengundurkan diri, ada salah satu orang yang membaca email tersebut.
"Wah sayang sekali, jika dia mengundurkan diri. Coba Aku cek profilnya dulu."
Akhirnya orang tersebut mencari profil lengkap Rachel, yang kemarin keluar sebagai pemenang kuis.
Orang yang melakukan pengecekan tersebut adalah Erlik. Salah satu orang yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan kuis ini.
"Dia... dia seperti tidak asing untukku, dan ciri-cirinya juga sama. Jika bener dia orangnya, Aku tidak akan melepaskannya begitu saja!"
Senyum penuh misteri muncul di bibir Erlik.
Dengan segera, dia membalas pesan email dari Rachel. Meminta pada gadis tersebut untuk segera mengirimkan biodata lengkapnya, supaya bisa dibuatkan paspor dan visa.
Erlik juga berjanji untuk mentransfer sejumlah uang pada Rachel, yang bisa digunakan sebagai bekal untuk uang saku ke Qatar 5 hari lagi.
***
Pagi harinya, pesan balasan dari Rachel diterima Erlik. Dia tersenyum misterius, kemudian segera mengirim sejumlah uang pada Rachel, sama seperti sejumlah uang yang dijanjikannya semalam.
Hal ini membuat Rachel merasa sangat senang, sehingga segera menghubungi Erlik melalui panggilan telpon. Sebab di dalam balasan email semalam, memang dicantumkan nomor teleponnya Erlik.
..."Halo, selamat pagi Tuan Erlik. Ini dengan Rachel Olivia, pemenang kuis yang semalam Anda hubungi melalui balasan email."...
..."Ya, terima kasih Rachel. Kamu sudah menghubungiku. Aku juga sudah mentransfer sejumlah uang ya! jadi Kamu tidak alasan untuk tidak ikut."...
..."Siap-siap Tuan! terima kasih."...
..."Hahaha... tidak perlu formal. Panggil saja dengan sebutan Kak atau Mas juga nggak apa-apa."...
..."Hehehe... terima kasih Mas!"...
..."Jadi Kamu bisa menerima paspor dan visa dalam waktu 3 hari. Dan 2 hari kemudian kita akan berangkat."...
..."Siap Mas. Terima kasih banyak!"...
..."Oh ya, Kamu juga ada dua teman. Mereka berdua sama-sama dari Jakarta. Namanya Aditya dan Calista. Jadi Kamu jangan takut karena tidak sendirian kok dari Jakarta. Tetap ada teman, dan Aku juga ikut ke sana besok."...
..."Wahhhh... asyik rame-rame!"...
..."Ya sudah, sampai ketemu lima hari lagi di bandara. Jangan sampai telat!"...
..."Ok Mas, siap!"...
Klik!
***
Lima hari kemudian, Rachel berangkat ke bandara internasional Soekarno Hatta. Sebab kesepakatan untuk penerbangan dilakukan di sana, sehingga pertemuan dengan orang-orang yang berangkat ke Qatar juga ada di bandara.
Dan bener saja, ada dua peserta lain yang ikut bersama Rachel, di tambah dengan satu orang dari pihak penyelenggara, yaitu Erlik sendiri.
Setelah sesi perkenalan sebentar, mereka semua segera menuju ke pesawat yang akan segera berangkat.
Rombongan dari Jakarta, tiba dua hari sebelum acara dimulai. Dan tiga orang yang mendapatkan tiket gratis itu menginap di sebuah hotel mewah, dekat dengan stadion utama piala dunia diselenggarakan.
"Wahhh.... Akhirnya..."
Rachel berputar-putar sambil merentangkan kedua tangannya, begitu dia masuk ke dalam kamar, yang akan menjadi tempat dia menginap selama berada di Qatar.
Untungnya setiap orang mendapatkan satu kamar, sehingga dia bisa bebas melakukan apa saja, tanpa harus merasa risih dengan adanya orang lain.
Baru saja Rachel selesai membereskan barang bawaan, dan merebahkan tubuhnya sebentar, Erlik menelponnya.
..."Rachel, ayo kita makan siang dulu!"...
..."Eh iya Mas. Di mana?"...
..."Pergi ke lantai 5 ya! Nanti ada papan petunjuk, dan Kamu ambil yang arah Indonesia. Di situ nanti akan diarahkan oleh pegawai hotel."...
..."Oke-oke, siap Mas!"...
Klik!
Panggilan telpon dari Erlik ditutup, kemudian Rachel pergi ke kamar mandi sebentar untuk mencuci muka.
Dengan menggunakan lift, Rachel turun dari kamarnya yang berada di lantai 11.
Dia mengikuti arahan yang diberikan oleh Erlik, yang memintanya untuk mencari papan petunjuk, dengan nama Indonesia.
"Ah, itu dia!"
Akhirnya dia bisa menemukan apa yang dicari, kemudian salah satu pegawai hotel membawanya ke ruangan khusus, di mana dia akan bertemu dengan rekan-rekannya yang lain.
"Itu mereka," gumam Rachel senang, disaat melihat keberadaan Erlik dan dua temannya, yang sama-sama menjadi pemenang kuis.
Tak lama kemudian, mereka menikmati makan siang bersama, setelah perjalanan dari Jakarta ke Qatar, yang memerlukan waktu cukup lama.
Setelah selesai, mereka kembali ke kamar masing-masing.
"Nanti malam kita melihat-lihat sekitar stadion ya!" ajak Erlik, pada ketiga orang yang menjadi asuhannya.
"Ok Kak!"
Tapi disaat Rachel mau berbelok ke arah lift, dia melihat seseorang yang seperti sedang kebingungan. Sedangkan pegawai hotel tidak bisa memberikan penjelasan, dengan bahasa yang tidak dimengerti oleh orang tersebut.
Akhirnya Rachel mendekat, mencoba untuk menawarkan pertolongan.
Ternyata orang tersebut mau mencari toilet, tapi tidak menemukan di sekitar tempat ini.
Rachel akhirnya bertanya kepada pegawai hotel, di mana letak toilet terdekat dari tempat mereka saat ini, supaya orang tersebut bisa segera menyelesaikan urusannya.
Sayangnya, orang tersebut meminta pada rachel untuk menemaninya. Dan setelah selesai dengan urusannya, orang tersebut memperkenalkan diri pada Rachel.
"Saya Castel White."
"Rachel Olivia."
Castel tersenyum, mendengar suara Rachel yang sedang memperkenalkan dirinya sendiri.
"Nama yang cantik," gumam Castel mengagumi Rachel.
"What are you talking about Mr?" tanya Rachel, yang tidak mendengar dengan jelas perkataan Castel yang sedang bergumam.
"Oh no, no. I didn't say anything. Aku tidak bicara apa-apa."
Rachel tersenyum canggung, mendengar jawaban yang dibuat oleh Castel. Laki-laki yang dia kenal, karena sedang kesulitan mendapatkan toilet.
Akhirnya mereka berbincang-bincang sebentar, sebelum akhirnya mereka masuk ke dalam lift.
Pada saat Rachel berjalan bersama dengan Castel, banyak pasang mata yang melihatnya dengan tatapan bingung, iri dan ada yang penuh kekaguman.
Bahkan ada juga yang membidikkan kamera mereka ke arahnya, yang berjalan di sampingnya Castel.
"What happened, do you know them sir? Or are you someone important?"
"Apa yang terjadi, apa Anda mengenal mereka Tuan? Atau Anda adalah orang penting di acara ini?" tanya Rachel, yang merasa aneh dengan tatapan mata orang-orang yang melihatnya bersama dengan Castel saat ini.
Sayangnya, Castel hanya memberikan sebuah senyuman, dan tidak bermaksud untuk memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh Rachel tadi.
"Apa Aku boleh meminta nomor kamarmu?" tanya Castel, setelah mereka berada di dalam lift, yang naik menuju ke lantai 11.
"Sorry. Aku, Aku tidak terbiasa dengan seorang laki-laki. Meskipun penampilanku seperti ini, tapi Aku tidak terbiasa. Apalagi jika menerima tamu seorang laki-laki di dalam kamar hotel."
Rachel justru salah paham dan memberikan jawaban yang membuat Castel tersenyum, hingga Castel harus memberikan penjelasan kepada Rachel.
"No. Aku tidak bermaksud datang ke kamarmu. Tapi setidaknya Aku bisa mengirimkan sesuatu, atau membuat pesan dengan jelas, supaya tidak salah orang."
Mendengar penjelasan yang diberikan oleh Castel, Rachel tersipu malu. Karena secara tidak langsung sudah menilai yang bukan-bukan terhadap laki-laki tersebut.
"Saya sudah sampai. Terima kasih sudah mengantar," ucap Rachel, pada saat mereka berdua sudah sampai di depan kamar Rachel menginap.
"Isn't that the goalkeeper of Castel?"
"What are you doing here?"
"Wow, together with a girl!"
"Itu kan kiper Castel?"
"Apa yang dikerjakannya di sini?"
"Wahhh... ternyata dia bersama dengan seorang gadis!"
"Ini bisa berita viral ini! Skandal gak sih ini?"
Rachel mendengar beberapa orang yang kebetulan lewat, membicarakan tentang sesuatu yang tidak diketahuinya.
Tapi arah pandang mereka, tertuju ke tempatnya berada, yang saat ini memang ada Castel di sampingnya.
"Apa yang mereka bicarakan?" tanya Rachel bingung, yang berpikir bahwa apa yang mereka bicarakan berhubungan dengan Castel.
Dengan demikian, dia bisa membuat kesimpulan bahwa, Castel White ini bukankah orang sembarangan atau hanya sekedar menjadi penonton seperti dirinya.
"Oh ya, bisakah kita bertemu besok pada saat sarapan pagi? kita bertemu di lantai 5 yang tadi juga."
Rachel mengangguk setuju, karena dia juga merasa senang mendapatkan teman baru di tempat baru ini, sehingga dia berpikir jika bisa mendapatkan pengalaman yang lebih menyenangkan lagi.
***
Pagi telah datang. Rachel pergi ke lantai 5, sesuai dengan janjinya bersama dengan Castel kemarin siang.
Dia sudah meminta izin kepada Erlik dan dua temannya yang lain untuk pergi sarapan sendiri.
Dan di sinilah mereka berdua sekarang, karena setelah selesai menikmati sarapan pagi, Castel mengajaknya berkeliling.
Mereka berdua berkeliling ke bazar-bazar yang ada disekitar hotel, yang letaknya memang berdekatan dengan stadion sepak bola, tempat pertandingan piala dunia akan dilaksanakan.
Tapi kejadian kemarin siang terulang lagi. Bahkan sekarang ini, ada beberapa awak media yang sengaja meminta Castel untuk berfoto bersama dengan Rachel, yang mereka anggap sebagai gadisnya Castel.
Rachel yang tidak tahu apa-apa, awalnya menolak permintaan tersebut. Dia merasa risih, sebab yang membawa kamera itu bukanlah orang-orang biasa seperti dirinya, tapi awak media. Dengan kalung sebagai identitas diri, dari media yang mempekerjakan mereka.
"Maaf, sorry. I can't. Aku tidak bisa."
Rachel tentu merasa tidak nyaman, apalagi saat dia juga mendengar beberapa orang, sedang membicarakan mereka berdua.
Tapi nyatanya Castel tidak menolak.
Castel justru memintanya lebih mendekat ke tempatnya berada, supaya mereka bisa membuat foto yang terbaik.
Rachel tidak tahu, jika Castel White adalah kiper dari salah satu tim yang akan bermain di pertandingan piala dunia besok.
Pada saat beberapa awak media yang memotret dan membidikkan kamera ke arah mereka, serta bisik-bisik orang-orang yang melewati dan melihat kedekatan mereka berdua, Castel hanya diam saja, dan tidak memberikan penjelasan apapun.
Setelah kegiatan mereka selesai, akhirnya Castel kembali mengantarkan Rachel ke kamar.
"Sampai jumpa besok!" pamit Castel, sebelum Rachel menutup pintu kamarnya.
***
Iseng-iseng Rachel membuka sosial media, yang memberitakan tentang berita Qatar.
Dan dia sangat terkejut, disaat melihat beberapa foto dirinya yang sedang bersama dengan Castel. Dengan judul-judul yang tidak pernah dia sangka-sangka sebelumnya.
"What? Dia seorang kiper terbaik? Dan aku tidak tahu. Kemana saja Aku selama ini?"
Akhirnya Rachel membaca semua berita tersebut, yang ternyata langsung viral, dengan memberitakan dirinya sebagai gadisnya Castel.
Sekarang panggilan telpon dan pesan dari ponselnya tidak berhenti, karena ada banyak orang yang menghubunginya untuk meminta konfirmasi dan jelaskan, terkait dengan berita viral tersebut.
***
Pembukaan acara perhelatan piala dunia telah selesai dilakukan. Sekarang saatnya para pemain bertanding untuk memperebutkan piala dan penghargaan sebagai tim terbaik.
Di sinilah akhirnya Rachel mengetahui identitas diri Castel yang sebenarnya, setelah semalaman dia mendapatkan informasi dari media sosial, dan juga dari orang-orang yang menghubunginya.
Di lapangan sepak bola, Castel berada di tengah-tengah gawang, sesuai dengan tugasnya sebagai seorang kiper.
Dia juga melihat keberadaan Rachel, duduk diantara 3 orang, yang sama-sama datang dari indonesia, karena mereka memang temannya Rachel sendiri.
Tapi konsentrasi Castel yang sedang bermain di lapangan terganggu, dengan kilatan mata iblis yang dia kenali. Dan kilatan itu tidak jauh dari tempat duduknya Rachel.
"Apa ini? kenapa kilatan ini datang dari sana?" Castel bergumam seorang diri, memperhatikan Rachel yang duduk dengan tenang bersama dengan Erlik, Aditya dan Calista.
"Aku tidak mungkin salah mengenali kilatan mata iblis. Tapi jika benar, siapa yang menjadi targetnya?"
Castel kembali bergumam, dengan mengedarkan pandangannya ke seluruh penonton yang ada di stadion ini.
Tapi dia tidak menemukan apapun yang sedang dia cari, dan hanya menemukan tiga pasang mata, dengan kilatan yang sama.
"Aku akan mengenali mata iblis dari kejauhan, seandainya iblis itu bersama dan sedang berada tak jauh dari gadis suci."
"Apakah itu artinya Rachel Olivia adalah..."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!