NovelToon NovelToon

Lukaku Dibayar Nyawamu

Teringat

Angin berhembus, membawa udara sejuk yang selalu membuatku rindu. Sudah dua bulan aku tinggal ditempat kotor ini.

Entah mengapa, suamiku begitu tega mengusirku dan anaknya dirahimku.

Bulir bening menetes, ketika teringat kejadian saat itu. Tanpa berdosa, kakakku dan Mas Fahmi, tega berselingkuh dirumah impian kami.

"La, kenapa melamun?" ucap lembut seorang wanita, membuatku sedikit terkejut.

"Gak papa Sri, cuman lagi inget ibu sama bapa saja" jawabku seraya mulai mengusap air mata yang tak hentinya berjatuhan.

Wanita cantik disampingku ini adalah Sri. Sudah 2 bulan, sejak pertama aku dibuang Mas Fahmi, ia selalu menamaniku dikala suka maupun duka. Kami adalah wanita yang memiliki nasib yang sama. Suaminya sama-sama berselingkuh dengan wanita panggilan, sedangkan ia dan anak balitanya dibiarkan hidup ditempat kotor seperti ini.

Namun naas, Allah lebih sayang anaknya dan membiarkan, darah dagingnya berada di tempat terbaik. Sedangkan ia, harus tinggal ditempat ini bersamaku yang juga memiliki nasib yang tak kalah buruk.

Perutku semakin membesar, mungkin ini adalah bulannya aku untuk melahirkan. Ku ajak Sri untuk datang kerumahku hanya sekedar memberi tahu pada Mas Fahmi bahwa anaknya akan segera lahir.

Sepi...

Kuketuk pintu rumah ini beberapa kali, namun tak ada jawaban, hanya suara menjijikan saja yang kudengar. Akhirnya dengan berani ku hampiri Mas Fahmi yang sedang menikmati malamnya bersama kakak tiriku. Dengan rasa acuh, mereka tetap melakukan hal menjijikan di hadapanku dan Sri.

Entah bagaimana harus ku katakan betapa hancurnya hati ini. Kulangkahkan kaki keluar dari rumah ini. Dengan jurus seribu, kuterbang menuju atas pohon dan mulai menangis sejadi-jadinya. Teringat kembali malam jahanam, ketika Mas Fahmi dan Mbak Nindi ketahuan sedang selingkuh. Harusnya aku yang marah, tapi mereka malah membenturkan kepalaku dan menginjak-injak perut besarku. Bahkan tanpa rasa iba mereka menguburku di bawah pohon ini, padahal aku masih bernafas.

Malam berganti pagi, kini mentari mulai menampakan sinarnya. Detik berlalu menjadi menit. Tangis ku mulai reda, seiringan dengan datangnya temanku Sri.

"La, ini aku bawain makan untuk kamu" dengan suara khas lembutnya, ia menyodorkan segenggam ayam mentah yang mungkin ia curi dari rumah Pak Kasim.

Sebenarnya aku enggan memakan makanan ini. Namun seiring berjalannya waktu, ku rasa makanan ini menjadi favoritku.

"Makasih Sri. Kita makan bareng-bareng ya." Ajak ku padanya.

"Enggak La, tadi aku udah makan satu ekor ditempat Pak Kasim. Maaf ya, walaupun itu sisa yang ku makan, tapi masih bersih ko La" Kini ia melukis senyum manisnya.

Sejak kami bertemu, ia satu-satunya temanku di alam ini. Walaupun harusnya aku bisa beristirahat dengan tenang, namun dendam ku masih menjadi pengganjal perjalananku.

Sri adalah orang yang cantik, dulunya ia rajin sekali pergi mengaji dan tak lupa banyak pria yang menantikan dirinya menjadi janda. Sayangnya, suami tak tahu di untung itu, telah merusak kepercayaan Sri. Membuatnya depresi hingga mulai merencanakan pembunuhan terhadap suami dan pela**r itu.

Malang menimpanya, suami yang ia cintai mengetahui rencana itu. Hingga terjadilah peristiwa dimana Sri dijadikan pemuas nafsu, oleh orang suruhan suaminya. Anak hasil pernikahannya pun menjadi korban dari kejahatan tersebut. Ia tewas bersama anak balitanya, dan disemen di jembatan dekat pohonku.

Kini ia tengah mencari, dimana letak semua lelaki biadab itu. Membalaskan dendam adalah satu-satunya jalan agar ia bisa beristirahat dengan tenang. Seringkali kulihat ia duduk ditepi sungai, hanya untuk menangis dan bersenandung pilu. Sehingga siapapun yang mendengar nyanyiannya akan merasa iba dan merasakan sedih yang amat sangat.

"Tunggu ibu nak, ibu pasti pulang" ucap Sri lirih.

Dia wanita yang kuat, mungkin jasadnya belum dimakamkan dengan layak. Tapi ia rela, mendatangi mimpi seorang ustad hanya untuk memberi tahu jenasah anaknya disebuah rawa.

****"""""

...Tetaplah tenang wahai angin. Badai akan tetap sembunyi, kala hari mulai bersinar. Banyak bunga yang mekar dibalik tawa seorang ibu....

"Sri, kamu udah temukan semua pria biad*ab itu?" tanyaku pada Sri.

Sejak kemarin ia begitu terlihat aneh, tak seperti biasanya yang selalu menghiburku dengan leluconnya. Bahkan sekarang ia tak sering memberikan komentar, mengenai rambut lusuh ku.

"Belum La" ucapnya singkat.

Kini ia mulai terlihat murung, dan wajahnya pun terlihat lebih pucat dari sebelumnya.

"Kamu kenapa?" tanyaku, membuat Sri seketika menangis. Pelukan dingin darinya membuatku sedikit nyaman. Banyak orang yang mengira bahwa kami hanya bisa menakuti saja. Nyatanya kami juga bisa saling melindungi satu sama lain. Walaupun dulu, saat aku masih jadi manusia seutuhnya, terkadang merasa takut akan semua tentang hal mistis.

"La, aku sudah membunuh semua pria bej** itu." ucapannya sedikit gemetar, mungkin ini yang membuatnya menjadi murung.

"Dendam ku sebentar lagi usai. Saat ini, tinggal menyelesaikan satu tugas saja. Akan kucari wanita jal**g dan suamiku tercinta. Dengan ini aku bisa pergi dengan tenang."

Ada sedikit rasa takut menjalar di hatiku. Ini adalah sifat asli dari Sri yang sudah mati. Sejak kami bertemu, belum pernah kulihat wajah seram dan nada tinggi bicaranya. Dengan kepercayaan, ku tetap bersikap tenang agar ia tak merasa tersinggung dengan perilakuku.

"Ma...maaf ya La. Maaf karena aku telah membuatmu takut. Itu semua spontan saja, hatiku merasa hancur mengingat semua kejadian itu. Kenangan ku hanya pada Anakku. Rasanya baru kemarin, kupeluk dan kucium ia. Menggendongnya dengan erat, mengajarkan ia menulis dan mengaji. Tapi aku telah terhempas, jiwaku hilang. Semua ini ulah baj**gan dan selingkuhannya. Akan ku tuntaskan semua sakit ini dengan mengajaknya ke neraka!" Penekanan di setiap ucapanya membuatku kembali tersulut api.

Aku benar benar sangat membenci mereka yang telah tega membunuhku serta anak ku. Dendam di hati ini takan pernah usai walaupun mereka menangis darah dan bersujud di atas kakiku. Mengingat semua tindakan keji mereka sungguh membuatnya lebih mengerikan dibandingkan ibli*.

Sri adalah temanku dan hanya dia yang mengerti setiap masalahku dan rasa sedihku. Ia mampu meredam amarahku dan ia adalah sosok yang kini menjadi tumpuanku untuk tetap teguh pada keinginanku balas dendam. Peristiwa yang menimpa Sri benar benar keji. Bahkan set*n pun pasti tertawa puas ketika melihat kebiad*n suaminya yang begitu tega membunuh Sri beserta anaknya. Aku pun yang mendengar cerita Sri ikut tersulut api dan ingin sekali ikut serta menghancurkan serta memusnahkan mereka. Namun, aku sadar dengan posisiku. Aku pun memiliki tujuan yang sama dan dendam yang sama dengan Sri. Kuharap Sri bisa kembali dengan tenang ketika dendamnya sudah selesai.

Berhenti

[Anakku sayang, maafkan ibu yang tak bisa melihat wajah manismu, yang tak bisa memeluk erat tubuhmu, yang tak bisa menenangkanmu disaat kau menangis.

Ibu sayang padamu nak, tunggu ibu disana. Beritahu tuhan bahwa ibu melakukan ini karna terpaksa]

Setiap detik, kunikmati setiap pergerakan didalam perutku. Ayahnya yang telah merenggut kasih sayang ibu pada anaknya. Merenggut seorang anak dari ibunya.

Biad** itulah kata yang pantas untuk Mas Fahmi. Dan kata apa yang pantas ku sematkan untuk kakak tercinta.

"La, tadi ku dengar suamiku dan si ja**ng itu akan pindah dari luar kota ke tempat tinggalku dulu" ucap Sri dengan girang.

Kulihat kini ia mulai terlihat riang kembali. Sesekali terdengar senandung ria dari mulut manisnya.

"Balaskan dendammu, dan ajaklah suamimu ke neraka. Hingga suatu saat kau akan bisa bertemu dengan anakmu Sri" jawabku dengan lantang.

"La, ku ajarkan semua keburukan ini padamu. Jangan kau ikuti cara salahku. Kau layak mendapatkan kebahagiaan disurga sana. Aku yang terlalu sakit, hingga ingin membuat mereka merasakan sakit yang pedih daripada sebuah kematian. Ku tahu caraku ini salah. Tapi dengan ini aku dapat melihat setiap penyesalan yang telah mereka lakukan pada putraku" tangis Sri tak terbendung. Kini dengan emosinya kurasa ia akan menunggu saat 2 manusia berakhlak hewan itu pindah kerumah impiannya dulu.

Malam telah datang, saat dimana aku bisa keluar dengan bebas. Sering sekali, Sri mengajakku untuk nongkrong dipinggir aliran sungai, hanya untuk mengganggu pemancing yang tak lain adalah fans berat Sri saat jadi manusia.

Kutiup leher pria bertopi yang sedang mengaitkan umpan pada pancingannya, hingga saat bulu kuduknya telah berdiri. Saatnya Sri menatap mata pria itu dari jarak dekat. Sering sekali mereka pingsan dengan ulah kami dan tentunya kami hanya tertawa saja.

Cahaya dari sebuah motor, menyilaukan pandanganku hingga mataku sedikit kabur oleh sinarnya, dan membuat hatiku seketika bergemuruh.

Hatiku semakin hancur dan lukaku semakin dalam. Entah sampai kapan dua manusia kotor ini, akan terus melakukan dosanya.

Motor yang melintas ini, tak lain adalah motorku. Dulu saat aku bekerja jadi TKI, sengaja ku belikan Mas Fahmi motor agar bisa bekerja. Namun saat ini ku tahu bahwa motorku hanya dipakai untuk berjalan-jalan dengan Mbak Nindi.

Aku hanya seorang ibu yang kehilangan anaknya. Betapa sakit hati ini kala tahu bahwa selingkuhan suamiku adalah kakak kandung sendiri. Ku tahan motor yang Mas Fahmi tumpangi agar tak jalan, dengan sekuat tenaga ku tetap tahan motor ini agar 2manusia biad** ini tak pergi kemana-mana.

"Mas..." ku bisikan dengan lembut suara ini.

Nampak Mas Fahmi seketika menjadi lelaki pengecut.

"Nindi, ada apa panggil mas?" dengan terbata ia mengucapkan kalimatnya.

"Aku gak panggil Mas dari tadi. Mas ngigo ya?" Saat ini mungkin Mbak Nindi tengah heran, dengan sikap kekasihnya.

"Ini motor kok gak jalan ya. Mana ini jalannya sepi, masih jauh pula rumah kita"

Ingin sekali ku cabik muka jelek sibreng** Fahmi. Dengan enteng ia berucap bahwa rumahku adalah rumahnya dan Mbakku yang berhati ibl**

"Jangan takut mas, kan ada Nindi disini. Lagi pula ini tempat sepi paling enak dipake tempat romantis. Mas gak pengen gitu sesekali mencoba suasana baru" goda Nindi pada Fahmi.

Tanpa basa basi, akhirnya nafsu Mas Fahmi muncul juga. Kulihat ia kini bejalan seraya berpelukan, menuju gubuk kecil tempat para pemancing beristirahat.

Apa lagi yang akan dilakukan manusia-manusia kotor ini lakukan. Ku ikuti langkah mereka menuju tempat itu. Akhirnya merekapun masuk dan mengunci rapat gubuk ini. Emosiku sudah dipuncak, tak peduli apapun, kini kurasa wajahku telah berubah. Terasa darah segar membasahi seluruh keningku dan terasa sekali banyak hewan kecil yang menggeliat diarea pipiku.

"brakkkk"

Ku banting pintu ini dengan sekali dorongan. Entah darimana kekuatan ini muncul, kulihat 2manusia kotor ini masih lengkap menggunakan bajunya.

"Ka.....kau" tatapan makhluk menjijikan yang tak lain adalah Mas Fahmi membuatku ingin sekali merobek kulit wajahnya.

"Manusia biad**, sudah lama kita tak bertemu" ucapku seraya tersenyum lebar.

Kini wajahku kurasa telah menjadi semakin berlubang oleh ulat yang terus menggerogot. Sensasi geli membuatku ingin sekali tertawa, namun disisi lain hatiku yang hancur membuatku ingin meluapkan semua amarah dan dendam ku pada kepa*** ini.

"Mbak Nindi, sudah lama Mbak tak menyapaku. Bahkan saat aku dikubur hidup-hidup, mbak nampak sangat bahagia bisa memiliki Mas Fahmi seutuhnya, sampai lupa bahwa keponakan mbak juga ikut terkubur bersama jasadku" raut wajah sedihku cukup nampak membuat kedua manusia ini pucat pasi.

"Kau sudah mati Naisila! pergi kau!" bentak Mas Fahmi padaku.

"Kenapa mas bentak sila? bukannya mas ingin lihat bayi kita lahirkan? sudah 2 bulan bayi ini terus bergerak di perutku mas, tapi sampai saat ini dia belum lahir juga" tangis ku pecah kala mengingat semua kejadian mengerikan itu.

"Mbak mohon ampun La, mbak gak salah. Mas Fahmi yang telah menggoda mbak" kini wanita jal*** itu mulai bersuara.

Tak peduli ikatan apa yang kumiliki bersama mereka, saat ini aku hanya memiliki misi untuk membalaskan semua rasa sakit ku dan anak dalam perutku.

"Hihihihi...." tawaku menggelegar, membuat nyali mereka menjadi ciut.

"Bukannya kau akan melakukan hal yang membuat kalian sama sama lupa akan dunia? Silahkan lanjutkan adegan tadi. Buka semua pakaian kalian! oh ya aku lupa, tanpa membuka pakaian pun kau tetap terlihat seperti binatang!"

Ku hampiri Mas Fahmi dan Mbak Nindi yang tetap tak melepaskan pelukannya. Kurasa bahwa kini saatnya ku bunuh dua ibl** ini.

Kuambil sebuah linggis didekat pintu dan.....

"La jangan" suara lembut Sri membuatku berhenti.

Aku menatap sosok tak asing itu dengan heran. Mengapa ia menghentikanku disaat saat seperti ini? hatiku sudah sangat sakit dengan tingkah laku keduanya. lalu kenapa aku yak beh melakukan apapun yang aku mau. Aku sungguh ingin mengambil nyawa kedua manusia ini dengan sadis. Persis seperti saat mereka melenyapkanku dulu.

Namun Sri bahkan menghentikan tindakanku saat ini. Hingga membuatku sedikit muak dan kesal. Sosok itu perlahan mulai menghilang seiringan dengan tanda tanya besar di dalam hatiku.

"Aku akan membuat kalian menyesal dan menangis di kakiku. Kalian pantas menderita dan mati di tanganku!". Ku melayang kian jauh dari pandanagn kedua ib** tersebut.

Aku harus tahu alasan kenapa Sri menghentikan aktivitas menyenangkanku. Dia ingin aku membalaskan dendamku namun kenapa ia malah menghentikan kegilaanku. Sri benar benar sosok yang sangat misterius.

Sahabat

Gemuruh mulai bersahutan dari luar, hujan yang semakin deras membuat siapapun enggan keluar. Aku pergi menuju atas pohon tempat aku bernaung bersama Sri. Tampak jelas wanita itu kini tengah duduk seakan menungguku disini.

Aku pun duduk bersama dengan sosok itu dan tak bertanya apapun sebelum ia mengatakan semuanya terlebih dahulu padaku.

"Ingatlah, kematian mereka tak semudah ini La" bisik lembut itu terdengar pelan, nampak sosok Sri yang cantik di sampingku dengan suara lembutnya yang terdengar.

"Kalian manusia ibl** , akan kuberikan kalian sebuah luka sampai kalian lebih memilih kematian" teriakku menggelegar.

"Ma...maafkan mas Sila. Mas tak punya pilihan. Kakakmu yang telah menggoda mas sejak kita pacaran." Ucap Fahmi disertai air mata buayanya.

"Mas, kau tega ya fitnah aku. Mas yang duluan peluk aku waktu habis mandi" sanggah Nindi

Tanganku mengepal kala tahu kebenaran bahwa mereka dekat sejak kami pacaran. Air mata seketika membuatku lemah. Wujudku kembali berubah menjadi Sila yang mereka kenal. Rambut hitam panjang dan kulit pucat seketika tak berarti, kala wajahku menjadi cantik kembali.

"Hentikan semua perkataan kalian. Aku disini hanya ingin keadilan! aku yang kalian hancurkan hanya ingin meminta balas atas semua dosa yang kalian lakukan. Apakah Mas tak menginginkan aku dan anak kita? hingga tega membunuh kami dengan keji. Dan apakah mbak ingin memiliki suamiku agar mbak bisa membalas semua rasa iri yang mbak simpan selama ini?" tangisku pecah dan tubuhku bergetar kala mengucapkan kata kata yang membuatku mengingat semua kejadian itu.

Hening....

Hingga tiba tiba angin begitu kencang meniup gubuk ini. Membuat ku sedikit heran dan membuat kedua manusia menjijikan itu ketakutan.

"hihihihi" suara tawa diiringi gemuruh. Membuat suasana begitu mencekam.

Obor yang terpasang seketika padam, membuat seluruh ruangan menjadi gelap dan menakutkan. Kutahu bahwa ini adalah permainan Sri. Ia akan melakukan permainannya. Kupergi menuju suara asal, hingga kudapati Sri dengan wajah sama sepertiku.

"Mari ku bantu memulai semua balas dendam mu"

Kali ini wajahnya sama sepertiku namun penuh luka dan nanah di setiap jengkal kulit wajah. Tak lupa belatung yang bergeliat di seluruh lubang pipinya membuatku sedikit takut namun tetap senang, sebab tak lama lagi Mas Fahmi dan Mbak Nindi akan memilih kematiannya sendiri.

Kutunggu Sri di atas pohon dekat saluran air. Terdengar beberapa suara gaduh dan teriakan dari mulut wanita murah* itu dan Suami tercintaku. Hingga setelah beberapa menit suara gaduh dan teriakan itu tak terdengar lagi.

Kucoba bangkit dan hendak turun, tapi sebuah tangan dingin menggenggam tanganku. Seketika ku berbalik dan mendapati Sri yang tengah tersenyum manis.

"La, aku sudah melakukan permainan pertama. Sisanya tinggal 2 kali lagi, kau harus membalaskan semuanya. Dan ingat kau jangan membunuh mereka, biar mereka yang memilih kematiannya sendiri. Jangan kau kotori tanganmu" senyuman Sri penuh arti. Namun aku heran, mengapa ucapannya membuatku takut kehilangan teman baikku ini.

Perlahan sang surya menampakan diri. Angin berbisik lembut, seakan menyuruhku untuk menikmati indahnya hari ini.

Aku yang masih berada di atas pohon jembatan ini harus bersembunyi. Tak terlihat dan tak terdengar 2 manusia hina itu keluar dari gubuk. Hingga beberapa pemancing yang akan mengambil peralatan didalam gubuk pun masuk dan terkejut, sebab mereka diperlihatkan sepasang manusia tengah tertidur tanpa menggunakan baju sehelai pun.

"Woi, bangun!" teriak salah satu pemancing.

Dengan wajah terkejut, Mas Fahmi dan Mbak Nindi langsung menutupi semua badan yang sudah terlanjur dilihat para pemancing.

Banyak pemancing menghina dan meneriaki kata kata kasar pada mereka. Hingga di araklah keduanya mengelilingi desa, dengan hanya menggunakan kain tipis yang ditujukan untuk menutupi area sensitif kedua manusia kotor itu.

Kudekati Sri yang tengah melamun.

"Sri apakah mereka melakukan..?"

belum sempat kuteruskan ucapanku, namun Sri langsung menjawabnya.

"Tidak La, itu semua adalah ulahku. Aku hanya ingin mereka menanggung malu dengan apa yang mereka sering lakukan di rumahmu. Kenapa mereka tak malu? Kala tuhan melihat semua tindakan kotor mereka. Sedangkan saat ini mereka tertunduk dan menangis sebab malu, dilihat banyak orang dan tentunya dilihat tuhan. Apakah rasa malu mereka terhadap manusia lebih besar dibandingkan rasa malu terhadap Sang Pencipta?" ucap Sri dengan lembut.

Kini akupun tertunduk mendengarkan semua perkataan Sri yang sangat benar dan bijak.

"Tiga hari lagi aku akan pergi Naisila" lanjut Sri seraya menahan tangis.

"Aaa..apa yang kau katakan Sri?" keterkejutanku membuat mulut ini serasa kelu dan kaku. Setelah sekian lama kami bersama, kini misi Sri akan cepat selsai. Dan mungkin ia akan berada ditempatnya bersama suami yang telah mengkhianatinya.

"Telah kusingkirkan semua kepar** itu. Dan esok akan kuhabisi suamiku beserta jala** itu" ucap Sri dengan tangisnya.

"ku kira kau akan membantuku Sri" kutundukan kepala seraya mulai menangis

Pelukan dingin kini tengah mendekap ku. Membuat semua badan ini semakin dingin dan lebur dalam suasana haru. Teman yang ku anggap saudara sebangsa kesatuan setan. Kini harus pergi menuju alamnya sendiri.

Angin bertiup lembut, Mentari kini tak nampak lagi. Seakan menjadi pertanda perpisahan yang telah mendekat. Tak kuasa harus hidup sendiri ditempat sunyi. Bayi yang tak kunjung lahir dan pertemanan yang akan berakhir. Membuatku ingin mati untuk kedua kali. Jika sampai Sri hilang maka aku akan disini sendiri dengan sunyi dan sepi yang menemani.

"Kau jangan bersedih jika aku tiada La. Aku akan tetap setia menunggumu di tempat terakhir kita berada. kau jangan takut jika banyak penganggu menghampirimu. Aku akan selalu mengawasi setiap langkahmu dan akan mengirimkan sesosok penjaga untuk teman kau di dunia ini sebelum kembali. Ingat satu hal La. Kau tuntaskan semua keinginanmu dan kemarahanmu. Jangan sampai mereka lolos dari siksaannya di dunia. Ku tahu nasihatku yang satu ini salah. Tapi ku yakin dengan membalaskan dendammu pada mereka, setidaknya mereka akam merasakan hancur sama sepertimu"

Aku menatap sosok di hadapanku yang kian terlihat memudar. Sri sepertinya akan benar benar lenyap jika semua dendam dihatinya sudah terbalaskan pada suami serta selingkuhan suaminya. Aku senang jika ia sebentar lagi akan pergi bertemu putri kecilnya. Namun, aku pun juga akan sangat sedih karena akan kehilangan sosok paling setia dan penyabar sepertinya.

Bahkan perutku yang senantiasa lapar selalu saja di berikan makanan olehnya tanpa sekali pun aku meminta padanya. Dia benar benar sosok yang akan sagat aku rindukan jika sampai ia benar benar lenyap dari dunia ini.

"Kau sahabatku Sri" gumamku dengan pelan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!