Jason memasuki kantor merangkap ruang mobil ayahnya dengan langkah tegap. Badannya tinggi besar berbalut jas warna hitam membuat penampilannya meyakinkan. Setiap orang pasti akan memuji ketampanan serta kejantanan yang terpancar dari lelaki macho itu.
"Selamat pagi Pak Jason!" sapa Sinta bagian marketing.
"Pagi.. bagaimana dengan pembeli yang kemarin itu?" tanya Jason datar.
"Sedang bicara dengan Pak Teo. Itu anaknya. Ganteng ya?" mulut usil Sinta bergema.
Jason memandangi tempat yang ditunjuk oleh Sinta. Seorang anak kecil berbadan sehat sedang makan popcorn duduk di sofa untuk tamu. Anak itu memang tampan dengan kulit bersih sekali. Hidungnya mancung dengan pandangan mata bersinar tajam.
"Ada mirip bapak ya!" ujar Sinta tanpa sadar apa yang sedang dia katakan.
Tanpa sadar Jason mengangguk, "Iya."
"Ibunya juga cantik kok! Masih muda dan menarik. Anak itu punya lesung pipi kayak bapak. Kalau dibilang anak bapak orang pasti percaya."
Jason melontarkan tatapan kurang senang pada omongan cewek ini. Di sini semua orang tahu kalau Jason masih single belum berkeluarga. Sinta menunduk malu kelepasan omong. Tapi apa yang diomongkan Sinta mengandung kebenaran, anak itu memang mirip dengan Jason. Dari mata sampai ke dagu semua mirip Jason kecuali kulitnya yang putih bersih terawat.
Jason merasa tertarik pada anak itu sehingga ringankan langkah dekati anak itu. Tiba-tiba dada Jason berdegup kencang tanpa sebab jelas.
"Hai...lagi nunggu siapa?" sapa Jason lembut.
Anak itu menatap Jason terus mengunyah cemilan kesayangan. Mata bening itu menyelidiki siapa yang sedang bicara dengannya.
"Lagi nunggu mami beli mobil." sahut si gempal dengan suara khas anak kecil.
Pancaran sinar mata anak itu tajam seolah ingin melihat isi hati Jason. Kecerdasan jelas terpancar dari wajah anak itu.
"Namanya siapa?"
"Om siapa?" anak itu balik bertanya tanpa menjawab pertanyaan Jason.
"Saya? saya pemilik toko ini."
"Wah om ini kaya dong! punya mobil sebanyak ini. Kami satu pun tak punya. Mami pergi kerja naik bis."
"Bukankah mami kamu sedang membeli mobil? Di mana papi kamu?"
"Kata mami papi aku sudah meninggal. Om punya papi?"
Jason mengangguk membuat anak itu menunduk sedih. Mungkin teringat pada nasibnya tidak memiliki seorang ayah.
"Ayo kita kenalan! Siapa namanya?"
"Jason Junior.." sahut anak itu gagah seorang bangga dengan namanya.
Jason merasa lehernya tercekik. Bagaimana mungkin di dunia ini banyak hal kebetulan terjadi. Sudah wajahnya mirip namanya pun sama pula.
"Siapa nama mami kamu?"
"Lia.. lengkapnya Camelia. Mami aku sangat cantik dan baik. Om pasti akan suka jumpa dengannya."
Jason melongo. Seraut wajah manis cantik terkilas di kelopak matanya. Apa betul anak ini anak Camelia, mantan istrinya dulu. Apa setelah bercerai dengannya, Camelia kawin lagi dan melahirkan seorang anak cantik.
"Om.." Jason junior membuyarkan lamunan Jason.
"Eh ya?"
"Junior senang warna mobilnya hitam tetapi mami senang yang warna merah. Om bujuk dong mami ambil yang warna hitam." anak itu menunjuk ke mobil SUV warna hitam yang terpajang di depan showroom.
Lagi-lagi Jason kaget mendengar selera anak itu. Jason sendiri suka warna hitam dalam kehidupan sehari-hari. Apa mungkin bocah di depannya adalah darah dagingnya. Tapi waktu bercerai dulu Camelia tidak menyinggung soal kehamilannya. Jason harus cari tahu tentang anak ini dan Camelia.
"Junior...ayok kita pulang!" terdengar suara lembut memanggil Jason junior.
Jason angkat kepala. wanita itu terkejut melihat siapa kawan bicara anaknya. Keduanya sama-sama terpaku saling menatap. Jason junior bingung melihat maminya dan pemilik showroom saling memandang tanpa bersuara.
"Hai...apa kabar?" Camelia cepat menguasai diri dan mengulurkan tangan. Sikapnya agak grogi namun memaksa diri untuk bersikap tenang.
"Baik dan kau?"
Camelia berusaha tersenyum, "Sangat baik. Kami permisi dulu! Yuk Junior kita pulang!" Camelia menarik tangan Jason Junior berlalu dari showroom nya Jason.
"Lia kenapa terburu-buru? Tidak jadi ambil mobilnya?"
"Uangnya kurang sedikit lagi. Biarlah aku kumpul lagi baru datang lagi. Oya mas datang beli mobil juga?"
"Ini tempat kerja aku! Ayok kita bicara di ruang kantor aku." ajak Jason masih bisa move on dari wajah manis Camelia.
"Terima kasih mas! Permisi..." Camelia menarik tangan Junior berlalu dari hadapan Jason. Camelia merasa tampak bodoh berada di tempat salah. Tak seharusnya dia datang ke showroom ini. Tempat yang paling ingin dia hindari.
Jason tak hilang akal segera pancing Junior.
"Junior...sini! Om kasih mobil itu mau nggak?" Jason tak kehabisan akal mengarah kepada Junior.
Junior langsung merontak melepaskan diri dari pegangan Camelia. Jason tertawa senang merangkul Junior penuh persahabatan.
"Betul om? Dikasih begitu saja? Mami tak usah bayar?"
"Betul asal Junior mau berkawan dengan dengan om. Sekarang Junior katakan di mana rumahnya."
Junior tidak segera menjawab melainkan memandangi Camelia dengan takut. Camelia melotot tajam membuat Junior melepaskan diri dari pegangan Jason. Junior tidak berani melawan maminya.
"Lia mengapa kamu lakukan ini kepada seorang anak kecil. Kamu telah melukai hati anak kecil ini."
"Kami masih punya harga diri untuk tidak mengemis. Permisi.." kata Camelia dengan ketus.
"Lia...Junior ini..??"
"Junior anak aku. Bukan anak siapapun ayahnya telah lama meninggal sebelum dia dilahirkan. Jadi tidak usah berpikir macam-macam." ujar Camelia dengan tajam.
Jason tidak menyerah mendekati Junior membelai kepala anak itu sambil tersenyum pahit. Camelia segera melangkah pergi sedangkan Junior mengikut dari belakang sambil melambai pada Jason. Jason membalas lambaian anak itu dengan hati sedih. Lelaki ini yakin Camelia menyimpan rahasia pada dirinya.
"Pak Jason.." panggil panggil Sinta membuyarkan tatapan Jason pada bayangan anak ibu itu.
"Eh ya.."
"Ada telepon dari nona Dewi. Katanya penting."
"Katakan aku sedang sibuk dan telepon satu jam lagi. Oh ya panggil Pak Teo ke kamar kerja aku!"
"Siap pak!"
Jason meninggalkan Sinta menuju ke kantornya di lantai atas. Pertemuan dengan Camelia cukup menggoyang perasaan Jason. sudah cukup lama Jason berusaha melupakan nama itu apalagi sosok gadis itu yang telah membuat hidup Jason begitu bahagia.
Kilas balik cerita lama. Jason yang baru selesai kuliah menikahi Camelia yang baru tamat SMA. Anak itu anak ibu kos Jason. pernikahan ini ditentang keras oleh keluarga Jason yang sangat kaya, mereka menuduh Camelia dan ibunya telah menjebak Jason dalam pernikahan karena tahu Jason anak orang kaya. Camelia berusaha meyakinkan keluarga Jason bahwa cintanya pada Jason adalah tulus, sayang tak ada sambutan baik dari keluarga Jason malah menuntut perceraian. Pernikahan itu cuma bertahan setahun karena Jason dikirim ke Amerika oleh keluarganya bahkan terdengar berita Jason telah menikah dengan perempuan pilihan keluarganya. Begitulah sekelumit cerita antara Camelia dan Jason yang sangat tidak manis.
"Pak Jason..anda memanggil aku?"
Jason tersadar dari lamunannya Pak. Pak Teo bagian dari penjualan menanti dengan sabar perintah dari Jason.
"Wanita muda tadi membatalkan mobilnya?"
"Oh nyonya Camelia ya? Dia mau beli mobil secara cash tapi uangnya kurang sekitar 5 juta. Sudah ku tawarkan agar yang kurang itu dikreditkan saja tapi dia menolak. Dia akan kembali bila uangnya sudah cukup. Kulihat dia sangat kecewa tapi tak berdaya."
"Apa harganya sudah netto?"
"Sudah pak! Bahkan sudah ku korting sampai habis."
"Sudahlah! Kirimkan saja mobil itu kepadanya dan bikin tanda lunas. Uang yang kurang itu akan kulunasi! Pak Teo tahu alamatnya?"
"Tentu saja tahu karena ada fotokopi KTPnya."
"Antar ke sini aku mau lihat!"
"Baik pak!" pak Teo mengundurkan diri.
Bertahun hidup bersama Camelia rasanya sangat bahagia. Gadis itu penyabar serta rajin bahkan sangat sholeh. Semula Jason ingin membeli surprise kepada keluarganya bahwa dia mendapat gadis pilihan, tetapi semua itu hanyalah angan Jason semata. Bukannya menerima Camelia dengan baik malah menuduh yang bukan bukan kepada Camelia. Jason tak dapat menentang ibunya karena perempuan itu mengancam akan bunuh diri kalau Jason masih tak mau menikahi gadis pilihannya.
Pernikahan keduanya cuma bertahan 3 tahun karena Sophia tahu Jason tak mencintainya. Di hati Jason masih tersimpan rapi nama Camelia. Disamping itu Ibu Jason terus-terusan menanyakan cucu dari Jason dan Sofia. Sofia dinyatakan mandul dan langsung minta cerai karena tak tahan diejek oleh ibu mertua yang kelewatan itu.
Jason menyambut baik perceraian ini karena memang tak menyukai Sophia. Selanjutnya Ibu Jason menyodorkan Dewi anak sahabatnya agar Jason mau menikahi wanita itu. tetapi Jason tak mau cepat terikat tali pernikahan lagi mengingat kejadian-kejadian terdahulu. Jason ingin mencari jati dirinya tanpa harus mematuhi tuntutan sang ibu biarlah waktu yang menentukan masa depannya.
"Pak ini KTP nyonya Camelia.!" Pak Teo muncul menyodorkan KTP Camelia.
Jason menerima KTP itu dari tangan Pak Teo sambil melirik tulisan dalam KTP itu. Di situ tercantum jelas status Camelia tidak kawin artinya dia masih menjanda.
"Ya sudah Pak Teo antarkan mobilnya. Katakan perusahaan yang menurunkan harga mobil. Apa pekerjaannya Camelia?"
"Katanya Florist."
"Baiklah! Tinggalkan aku!"
Keluarga Camelia memang pencinta bunga. Abangnya mempunyai kebun bunga yang sangat luas maka tak heran kalau Camelia berkecimpung di dunia bunga. Camelia sangat senang pada bunga melati hampir tak pernah lupa menyimpan sekuntum bunga mungil itu di sela-sela rambut maupun baju. Jason tidak akan pernah melupakan kesukaan wanita yang sangat dicintainya itu.
Kini pertanyaan Jason adalah Jason Junior itu anak Camelia dengan siapa. segalanya mirip Jason bahkan sampai nama. apakah itu anaknya yang tertinggal di perut Camelia setelah perceraian mereka. Jason menjadi bingung memikirkan siapa adanya Jason Junior itu, tapi Jason merasa ada sesuatu dalam Junior yang menggugah hatinya. Jason harus mencari tahu tentang Camelia dan Junior.
Sore hari Jason pulang ke rumah mendapatkan ibunya telah berdiri di depan pintu dengan wajah sangat tak bersahabat.
"Jason.. apa yang telah kamu lakukan kepada Dewi?" seru Ibu Jason dengan galak begitu Jason masuk ke dalam rumah.
Jason menghela nafas. Ibu Jason menarik tangan putra tunggalnya untuk menuruti keinginannya duduk di sofa lembut. Pak kusno menurunkan kacamatanya melirik ratu rumah tangga yang paling cerewet sedunia.
"Ada apalagi Bu?" tanya Jason dengan ogahan.
"Tadi maminya Dewi telepon mengatakan kamu menolak telepon Dewi. Kamu harus bertanggung jawab terhadap calon istrimu itu. Dia wanita baik-baik Jason! Bukan setelah kamu cicipi manisnya lantas kau buang. Dia keturunan keluarga subur. Anak kalian pasti banyak."
"Bu... Dewi tidak ku apa-apakan. apa yang sudah ku cicipi?" Jason berbalik tanya dengan kesal.
"Astaga ni anak... Dewi mengaku dia sudah tidak perawan lagi karena oleh ulah kamu! Maka itu kamu harus bertanggung jawab."
"Tanggung jawab apa Bu? Bagus kalau dia mengaku tidak perawan lagi tetapi aku tidak pernah menyentuhnya selain menggandeng tangannya. Ibu ingat itu!"
"Jadi?"
"Jadi apa Bu? Sudahlah Bu Dewi itu tidak cocok dengan aku karena dia anak manja! Aku bukan anak remaja yang menginginkan gadis-gadis manja. Aku ini sudah duda dua kali."
"Jason Dewi itu anak terpelajar. Ibu harap kamu mau menerimanya dengan baik. Menikahlah dengannya nak! Ibu sudah pingin mendengar jeritan anak kecil di dalam rumah kita. Pernikahan kamu dengan Sophia sudah mengecewakan Ibu maka kamu harus segera menikahi Dewi."
"Ibu ini lucu. Ada gadis mengaku tidak perawan minta tanggung jawab aku padahal aku tidak pernah menyentuhnya. Dari awal dia sudah menunjukkan bahwa dia bukan gadis baik-baik. Kalau dia gadis baik-baik pasti akan menjaga diri. Apa pantas wanita begini masuk ke dalam keluarga kita?"
"Tapi..."
"Tapi apa Bu? Sudahlah! Aku capek Bu! Aku ingin istirahat." Jason tidak mau perpanjang perdebatan dengan ibunya memilih masuk ke dalam kamar.
Pak kusno menggeleng kepala tidak habis pikir dengan sikap istrinya yang mau menerima gadis asal-asalan.
"Ibu ini aneh. Dewi sudah mengaku pernah berhubungan dengan lelaki lain tetapi Ibu masih memaksa Jason menikahi wanita model begitu. Apa di dunia ini tidak ada wanita lain selain Dewi? Biarkan Jason memilih wanita yang dia inginkan. Ibu jangan memaksa dia lagi!" ujar Pak kusno tanpa meninggalkan tempat duduknya
"Tak bisa. Jason kan sudah dua kali menikah jadi apa salahnya mengalah sedikit. Ibu sudah berjanji pada Siti akan bermenantu si Dewi. Ibu kan gak malu kalau menjilat ludah sendiri."
"Lebih malu lagi bila kita membawa sampah ke dalam rumah kita." kata pak Kusno gerah pada sikap egois isterinya. di dunia ini mungkin cuma istrinya yang egois menyodorkan wanita tak bermoral kepada anak sendiri.
Jason menuju ke ruang kerja merangkap perpustakaan keluarga. Pak Kusno biarkan Jason meninggalkan ibunya yang gila ber menantu.
Kenangan bersama Camelia mengusik pikiran Jason. Camelia betul-betul profil wanita terdidik menerima kodrat sebagai seorang istri. Wanita itu tak pernah menuntut apa-apa selama menjadi istrinya bahkan tak bersuara kendatipun Jason pernah sebulan tidak pulang ke rumah.
7 tahun berpisah dengan Camelia cukup menyakitkan hati Jason cuma Jason tak mampu bertindak mengingat kesehatan ibunya. Jason memilih mengalah demi ketenangan di dalam keluarga. Siapa sangka setelah tujuh tahun mereka jumpa lagi dalam keadaan berbeda. Camelia tetap cantik tapi dia sudah punya anak.
"Mas Jason dipanggil ibu!" suara Tini menyadarkan Jason dari lamunan.
Jason memandangi Tini dengan pandangan sayu membuat pembantu itu tersipu malu.
"Tini... bagaimana perasaannya menjadi seorang janda muda?" tanya Jason menatap ke wajah pembantu keluarga.
"Ya ndak enak mas! Selalu dituduh yang bukan bukan. Ngomong dengan lelaki saja dibilang menjual diri! Maka itu saya tinggalkan kota kelahiran merantau jauh." ujar Tini dengan berapi-api.
Jason membayangkan keadaan Camelia yang masih muda sudah menjanda. Bagaimana tanggapan masyarakat terhadapnya. Apa mungkin Camelia kawin lagi setelah bercerai sehingga lahir Jason Junior yang cantik itu.
"Mas...ibu masih menunggu!"
"Bilang saja saya sudah istirahat. Pergilah!" usir Jason secara halus.
"Baik mas!"
Tini tak tahu mengapa Jason menolak jumpa ibunya. Biasa Jason paling patuh pada ibunya. Hari ini kok beda?
Tini menutup pintu dengan hati-hati seolah tahu kegalauan hati tuan mudanya. Herannya bagaimana mungkin tiba-tiba Jason menanyakan keadaan seorang janda muda. Apa mungkin Jason pernah meninggalkan seorang wanita di kampung?
Jason benar-benar hanyut dalam kenangan lama. Kemulusan gadis Sunda itu mampu menggoncang hati lelaki manapun. Pancaran kecantikan Camelia sangat alami menarik perhatian setiap kumbang jantan.
Camelia selalu malu berhadapan dengan Jason walaupun Jason itu sah suaminya. Di malam pengantin saja Jason tak berhasil merenggut mahkota Camelia karena gadis itu selalu ketakutan dan gemetaran kalau melihat Jason masuk kamar. Di hari ketiga barulah Jason berhasil melaksanakan ritual malam pengantin dibarengi segala rayuan indah-indah. Camelia indah sekali untuk dilewatkan semalam pun. Setahun bersama Camelia serasa hidup di surga. Sayang surga itu harus terenggut oleh keegoisan ibunya Jason.
Jason mengeluarkan cincin pernikahannya dengan Camelia dari laci dengan wajah sedih. Jason ingat air mata Camelia meleleh tatkala Jason akan meninggalkannya. Tak sepatah kata pun keluar dari bibir mungil itu selain memeluk Jason dengan erat-erat. Camelia terlalu tabah menerima semua tuduhan tak benar dari ibunya. Camelia benar-benar seorang wanita yang sangat baik dan berbudi luhur.
"Camelia.." desis Jason penuh kerinduan.
Pak Teo berdiri di depan Jason dengan wajah takut. Pak tua ini merasa kurang enak hati melihat kemurungan Jason setelah Camelia menolak menerima mobil dari perusahaan Jason. Pak Teo menduga kalau Camelia itu pasti orang yang sangat berarti dalam hidup Jason karena lelaki ini jarang beramah tamah dengan perempuan. Baru kali ini Pak Teo melihat Jason perhatian pada seorang wanita.
"Apa katanya?"
"Dia tetap akan menunggu uangnya sampai cukup baru kembali membeli mobil kita."
"Benar-benar wanita tabah." desis Jason.
"Anaknya menangis memaksa ingin memiliki mobil itu tetapi ibunya memarahinya. Kasihan juga pak!"
Jason termenung mengingat anak manis macam Jason Junior harus menanggung beban kecewa akibat keangkuhan sang ibu. Camelia pasti sangat mendendam padanya sampai tega menyakiti perasaan anaknya sendiri.
"Pak Teo bisa bantu saya mencari alamat sekolah anak itu?"
"Apa ini penting buat bapak?"
"Laksanakan saja!"
"Baik pak!" Pak Teo tak berani banyak mulut lagi karena Jason tidak mengaku apapun kepada Pak Teo.
Entah kenapa Jason merasa dekat dengan Jason Junior. Apa karena Jason mirip dengan anak itu atau karena Jason Junior adalah anak Camelia.
Semangat kerja Jason agak menurun setelah tahu Camelia berada satu kota dengannya bahkan telah memiliki seorang anak cerdas.
Pintu ruang kerja Jason diketok dari luar.
"Masuk!" kata Jason tanpa gairah. Asli separuh hidup Jason telah terbawa pergi oleh bayangan Camelia.
"Pak Jason...ada telepon dari nona Dewi!" lapor Sinta.
"Bilang saja saya sedang sibuk melayani pelanggan. Oya Sinta! Aku mau keluar sebentar. Kalau ada apa-apa langsung hubungi aku. Jangan beri nomor ponsel aku kepada Dewi! Aku tak mau dipusingkan oleh wanita stress itu."
"Baik pak!"
Jason meraih jas yang tergantung di belakang kursi. Jason tak sabar ingin jumpa dengan Junior untuk korek lebih banyak keterangan dari anak itu. Jason telah berjanji akan menyenangkan Junior sebagai ganti menembus kesalahannya di masa lalu. Tak peduli Junior itu anak kandungnya atau anak siapapun. Yang penting Junior itu anaknya Camelia.
Camelia florist terletak di daerah strategis, lokasinya menyenangkan di tambah dengan penataan menyenangkan. Bunga-bunga segar tersusun rapi di tempat semestinya.
Jantung Desember debar-debar melangkah masuk ke toko bunga Camelia. Terlihat beberapa pegawai wanita sedang merangkai bunga dalam keranjang. Sebagian lagi sedang memotong tangkai-tangkai bunga untuk dirangkai menjadi bunga orderan untuk pacar maupun untuk kepentingan bisnis.
"Selamat datang pak! Ada yang bisa kami bantu?" sapa salah satu pegawai di toko bunga Camelia dengan sopannya.
"Saya ingin pesan bunga melati." mata Jason mencari sosok ringkih yang pernah warnai hidupnya dengan pelangi cinta. Sayang sosok itu tak tampak di sekitar toko.
"Wah pas waktunya! bunga melatinya baru tiba subuh tadi. Masih segar... memangnya mau diantar ke mana Pak?"
"Ini alamatnya! Berapa harganya?"
Pegawai toko terbelalak melihat alamat yang tertera di kertas mungil yang diberikan oleh Jason. mulutnya sampai ternganga lebar saking kagetnya.
"Ini alamatnya? Aduh pak! Gimana ini?"
"Kenapa? Tak bisa dikirimkan?"
"Oh bisa pak! Akan segera dikirim. Bu Camelia sedang pergi."
"Junior mana?"
"Masih sekolah pak! Siang nanti baru pulang."
"Sekolahnya di mana?"
"Di SD 007. Ya ampun kelepasan! Bapak ini siapa?"
"Aku ini teman bu Camelia. Oya ini uang bayarannya! Sisanya simpan saja!" Jason mengeluarkan beberapa lembar uang warna merah.
Pegawai toko Camelia terpaku melihat banyaknya uang di tangannya. Uang itu terlalu berlebihan untuk membayar sebuket bunga melati yang tidak seberapa harganya. Jason tidak menunggu jawaban pegawai itu melainkan bergegas menuju ke sekolah Jason Junior. Jason tidak sabar ingin segera berjumpa dengan Jason Junior setelah mendapat informasi dari pegawai toko. Jason sendiri heran mengapa dirinya demikian terobsesi pada Jason Junior yang memiliki pandangan mata setajam mata elang.
Hampir 2 jam Jason menunggu barulah terlihat satu sosok gempal bermandi keringat berjalan terseok-seok menuju keluar pagar sekolah tanpa semangat. Pipinya memerah mengundang orang ingin menyentuh pipi ranum itu. Jason tidak membuang waktu segera mendekati yang tampak kelelahan itu.
"Hai .." sapa Jason setelah dekat dengan Jason Junior.
Junior memandangi Jason sesaat lantas tersenyum, "Om mobil."
"Panas ya?"
Junior mengangguk. tubuh gempalnya mandi mandi keringat membasahi seragam sekolahnya.
"Gimana kalau Om traktir makan es krim?"
"Tak usah Om! Nanti dimarahi mami. Semalam saja Junior dipukulin mami gara-gara nanyain Om!"
Jason merasa bersalah telah membuat Junior mendapat hukuman dari maminya Jason berjongkok menyentuh pipi Junior merasa iba. Ada apa dengan Camelia sampai tega menyakiti hati anak kecil yang tak tahu apa-apa. Jason dapat merasakan ada sesuatu disembunyikan oleh Camelia. Kalau tidak ada apa-apanya mengapa dia sampai marah kepada Junior hanya bertanya tentang Jason. setahu Jason sifat Camelia sangat lembut jarang mengumbar amarah.
"Kenapa mami marah?"
"Junior pernah melihat foto om bersama mami maka bertanya apa Om ini papinya Junior? Eh mami marah besar."
Jason menelan ludah merasa ada sesuatu disembunyikan oleh Camelia. dia harus mengorek keterangan dari mulut Junior.
"Junior lahir tahun berapa?"
"Kenapa Om tanya ulang tahun Junior? Om mau ngasih kado ulang tahun ya? Dua bulan lagi Junio berusia 6 tahun."
Tanpa sadar Jason memeluk Junior yang memang darah dagingnya. Jason menduga Camelia baru mulai hamil sewaktu bercerai dengan dirinya. Pantas saja Junior mirip sekali dengan dirinya bahkan nyaris tak ada bedanya.
Junior membalas pelukan Jason seolah menemukan sandaran hidup. Hubungan batin ayah anak memang tak dapat dibohongi oleh siapapun. Junior merasa memang menyukai Jason yang mampu memberi dorongan naluri kejantanan seorang anak lelaki. Hubungan darah lebih kental daripada air.
"Junior kamu anak baik! Pulang lah! Siapa yang akan menjemput kamu?"
"Kadang bi Iyem kadang teh Murni ya kadang mami! Junior kadang merasa sedih melihat kawan punya papi bahkan mereka sering mengejekku sebagai anak keluaran batang pisang."
"Kamu punya papi kok. Om tahu itu cuma mamimu lagi berantem sama papi. Nanti juga baikan lagi! Junior Jangan bilang ke mami kalau kita jumpa di sini! Nanti Junior dipukulin lagi."
Junior mengangguk pasti ya memang sangat takut kepada Camelia. Jason menepuk pipi Junior yang memerah saat itu.
"Om pergi dulu ya! Di rumah tak boleh nakal melawan mami. Jadi anak baik ya! Hati-hati di jalan." Jason harus segera pergi sebelum orang yang menjemput Junior melihat kehadirannya di sekolah. Jason mengecup kepala Junior barulah melangkah pergi dengan hati plong.
Jason meninggalkan Jason Junior sebelum anak itu terkena masalah lagi. Jason tak mau Junior digebukin maminya gara-gara dirinya. Junior melambai dibarengi senyum penuh kedamaian.
Seperti biasa Ibu Jason mengamuk-ngamuk kepada putra tunggalnya yang tak mau menerima telepon Dewi. Jason santai saja menghadapi ibunya kali ini. Lelaki ini merasa hidupnya lebih berarti setelah bertemu dengan Junior. Gaya bicara Junior persis orang telah dewasa membuat Jason tersenyum sendiri. Pipi yang merah dan senyum yang kocak masih terbayang di pelupuk mata Jason.
"Jason.. kau dengar omongan ibu?" tentang ibu Jason dengan jengkel.
Jason yang masih terbawa suasana bahagia tidak terlalu peduli dengan omelan sang ibu. Ibunya mau bernyanyi dari pagi hingga malam tak akan pengaruh kebahagiaan Jason saat ini.
"Ibu omong apa?" tanya Jason tanpa dosa.
"Dari tadi ibu bicara kamu tidak mendengar? Ibu mau tanya mengapa kamu tolak telepon Dewi lagi Calon suami macam apa kamu ini?"
"Bu saya banyak kerja! sebaiknya Ibu saja ngawani Dewi bergosip. Saya bukan tipe lelaki yang kerjanya hanya mengawal wanita dari butik ke butik. Gaya hidup kami berbeda Bu! Dia bukan wanita impianku dan juga bukan menantu yang baik buat ibu." kata Jason dengan tegas menolak kehadiran Dewi di dalam hidupnya.
"Apa kata kamu? Kakeknya Dewi itu masih termasuk kerabat kita. Ibu menjodohkan kalian untuk menyambung tali silaturahmi antara keluarga kita."
"Tali silaturahmi apa? Kenapa ibu selalu memaksa aku menikahi Dewi yang jelas-jelas tidak menghargai arti moral. Gampang saja dia mengatakan tidak perawan lagi karena aku padahal aku tidak pernah menyentuhnya sehelai rambut pun. Aku ini lelaki tetapi tidak sebejat Dewi yang ibu anggap bidadari itu."
Ibu Jason terdiam mendengar perkataan Jason yang agak keras. Kalau Jason tidak pernah menyentuh Dewi artinya Dewi memang bukan wanita baik-baik. Gampang saja dia menyerahkan diri kepada lelaki yang bukan muhrim tanpa ikatan pernikahan.
Pak Kusno yang mendengar suara ribut-ribut antara anak dan istrinya segera keluar untuk menengahi masalah perjodohan ini. Pak Kusno juga tidak setuju Dewi dijodohkan dengan Jason. Sekaya apapun keluarga Dewi tidak akan menggoda hati Pak Kusno untuk mengambilnya sebagai menantu. Dari awal moralnya sudah rusak bagaimana kalau dimasukkan ke dalam keluarganya. Bukankah hanya menambah beban di hati Jason.
"Bu... biarkan Jason memilih jodohnya! Masih banyak calon lain yang lebih baik daripada Dewi. Ya kan anakku?" kata Pak Kusno menengahi debatan antara ibu dan anak itu.
"Ayah benar Bu! Saya tidak mau menjadi tukang kawin cerai. Maka itu untuk mendapat istri ke depan haruslah betul-betul seorang wanita Sholeh yang bisa membuat hidupku tentram."
Ibu Jason melongo karena selesai berkata Jason segera melangkah pergi. Pak Kusno juga ikut menghindar agar jangan menjadi sasaran amarah ratu cerewet itu.
Tinggallah Ibu Jason kebingungan sendiri. Pak Kusno menyusul Jason ke ruang kerjanya tanpa setahu anak muda itu. Jason merebahkan diri di kursi malas sambil membayangkan kelucuan Junior kalau lagi bicara. Matanya bersinar-sinar memancarkan kejujuran. Jason makin jatuh cinta kepada Junior.
"Jason... kenapa kamu nak?" tanya Pak Kusno mengetahui anaknya sedang memikirkan sesuatu.
"Eh ayah! Duduklah!"
Pak Kusno menarik bangku dekat Jason agar bisa ngobrol lebih dekat dengan anaknya.
"Ayah lihat kamu sudah 2 hari asik melamun. Ada masalah apa?"
Jason menghela nafas merasa tak ada guna membohongi lelaki tua itu. Pandangan mata Pak Kusno sangat jeli tahu kalau anaknya sedang ada masalah.
"Aku jumpa Camelia."
Kusno terdiam sesaat lantas memandang Jason lekat-lekat. Pak Kusno tahu kalau anak semata wayangnya masih mencintai Camelia. Kalaupun Jason memilih Camelia untuk menjadi istri tak menjadi masalah bagi Pak Kusno. Punya menantu siapa saja tak masalah asal Jason bahagia. Hanya itu saja harapan Pak Kusno. Ini sangat bertentangan dengan ibu Jason yang gila menjadi hubungan dengan saudara.
"Bagaimana tanggapan dia?"
"Ntahlah! Dia nampaknya sangat membenci aku dan dia mempunyai seorang anak kecil berumur sekitar 6 tahun. Perasaanku mengatakan anak itu anak aku. Dia sangat mirip dengan aku." kata Jason sambil melayangkan ingatan kepada Junior.
"Ayah ingin melihatnya."
"Anak itu bernama Jason Junior. Camelia mengarang cerita bahwa ayahnya sudah meninggal sebelum dia lahir. Kulihat wajahnya sangat tertekan diejek oleh kawan-kawannya."
"Diejek bagaimana?" Pak Kusno mengerutkan kening.
"Ya semacam anak haram gitu. Cuma mungkin Junior masih kecil tak tahu arti anak haram, dia hanya menyebut anak batang pisang. Siapa yang harus disalahkan dalam hal ini? Ibu masih terus mendorong aku mendekati Dewi padahal saya lagi berpikir bagaimana caranya mengambil Junior."
"Sekalian dengan ibunya?" gurau Pak Kusno mengolok Jason.
"Ach ayah... Camelia setengah mati membenci aku. Pandangan matanya mengandung dendam tak terhingga. Bagaimana mungkin dia mau menerima aku lagi. Saya yang jelas-jelas masih hidup dikatakan sudah mati. Bukankah dia ingin menyingkirkan aku sebagai ayah dari Junior?" kata Jason dengan putus asa.
Pak Kusno menepuk bahu Jason memberi semangat. Jason hanya bisa tersenyum hambar. Kenyataan ini sangat menyakitkan hati Jason.
"Sebaiknya ibumu jangan tahu hal ini dulu karena akan menimbulkan efek mengerikan. Dia bisa saja melabrak Camelia dengan segala tuduhan sesuka hatinya."
"Saya tahu ayah. Besok kita pergi menjenguk Junior sebelum ke kantor. Kita datang lebih awal sebelum dia masuk kelas. Ayah setuju bukan?"
Pak Kusno mangut setuju. Lelaki tua ini pun penasaran ingin tahu sampai di mana kebenaran cerita Jason. Hati tuanya tergelitik untuk melihat cucu yang dinantinya siang malam sebelum masuk liang lahat. Harta setinggi gunung rasanya tak berarti tanpa adanya keturunan.
Sesuai dengan janji kemarin Pak Kusno dan Jason datang ke sekolah Junior sebelum berangkat ke kantor. Kedua lelaki beda usia itu menanti di dalam mobil menunggu kehadiran Junior. Mereka menanti dengan sabar menunggu anak kecil yang dimaksud oleh Jason.
Mata Jason menangkap bayangan 1 sosok anak kecil dan seorang gadis muda turun dari bajaj. Gadis muda itu langsung pergi setelah mengantar Junior sampai ke pintu gerbang sekolah.
"Ayah itu dia!" Jason menunjuk satu sosok bertubuh gempal hendak masuk ke dalam halaman sekolah.
Tanpa buang waktu Jason turun dari mobil mengejar anak sehat itu sebelum masuk jauh ke halaman sekolah. Pak Kusno ikutan turun penasaran pada anak kecil berkulit bersih itu.
"Junior.." panggil Jason sebelum anak itu melangkah lebih jauh.
Junior hentikan langkah begitu mendengar ada orang sebut namanya. Di saat Junior menoleh hati pak Kusno bagai tersiram air surga.
Anak itu mirip Jason sepenuhnya. Segalanya mirip Jason.
Jason mencapai Junior dengan nafas terengah-engah. Jason harus akui telah kalah dari umur. Umurnya sudah tidak muda.
"Om mobil?" seru Jason riang begitu lihat Jason. Dua dekik kecil hasil warisan Jason terbiasa di pipi penuh daging itu.
Jason merasa sangat gemas pada Junior. Dalam hati berdoa semoga anak ini memang keturunan dia.
"Sudah mau masuk kelas?" tanya Jason lembut sambil membelai kepala bundar itu.
"Setengah jam lagi. Pagi sekali om sudah datang. Ada apa om?"
"Om hanya rindu kepada Junior. Oh iya.. kenalan dulu sama papanya Om. ayo panggil Opa!" Jason menunjuk pak Kusno yang sudah tiba di depan Junior.
Mata tua pak Kusno tak bisa pindah dari raut wajah lucu menggemaskan itu.
"Selamat pagi opa!" sapa Junior dengan sopan.
Mata Pak Kusno berkaca-kaca dipanggil dengan hangat oleh Junior. Tangan berkeriput itu membelai rambut Junior penuh kerinduan. Saat beginilah yang diidamkan oleh Pak tua berusia menjelang senja.
"Anak baik...kamu ganteng sekali."
"Iya dong!" sahut Junior polos bangga pada modal dari Tuhan itu.
"Apa kabar mami kamu? Masih suka marah-marah?"
Junior menggaruk kepalanya yang tak gatal sambil tertawa," Semalam mami ngamuk-ngamuk sama orang yang ngasih bunga satu kantong padanya. Mami mencak-mencak."
"Lha kok Junior merasa lucu?"
"Gimana tidak merasa lucu. Mami cerewet seperti nenek-nenek ngomel tidak ada henti."
"Memangnya apa kata mami?"
"Mami merepet katanya memangnya mami pot bunga dikirimi sekantong melati. Memangnya Om yang kirim ya?" tanya Junior seperti orang dewasa.
Jason mengangguk mengakui kalau itu dia yang kirim, "Dari mana Jason tahu kalau itu kiriman Om?"
"Soalnya Junior mendengar mami bilang jangan mentang-mentang punya banyak mobil bisa seenak perut. Dia bakalan tak mau baikan sama Om. Memangnya Om bertengkar dengan mami?"
"Hanya salah paham. Mami tidak marah pada Junior bukan?"
Junior menggeleng yakin bikin hati Jason tenang. Jason takut Camelia lampiaskan amarah pada anak kecil ini.
"Tidak marah kok sama Junior. Om mau pergi kerja ke kantor ya? Opa juga?"
"Iya...Junior belajar yang rajin biar bisa jadi orang hebat. Kapan Junior main ke rumah Om ya. Di sana ada kolam ikan mas, ada piara burung dan iguana. Junior mau ke sana bukan?"
"Mau sekali Om tapi..." Junior mendadak murung.
"Kenapa sayang?"
"Mami pasti tidak izinkan Junior main ke tempat Om apalagi mami tidak kenal om dan Opa. Nanti dikirain mau culik Junior."
"Betul juga ya! Sebenarnya kita ini masih keluarga cuma.."
"Cuma apa om?" tanya Junior tak sabar mau tahu hubungan keluarga apa.
Jason penghela nafas tak tahu harus ngomong apa pada anak sekecil Junior. Salah ngomong malah membawa bencana besar.
Pak Kusno cepat tanggap situasi tak menyenangkan ini. Anak sekecil Junior tak boleh dicekoki cerita tak bahagia dari masa lalu.
"Junior senang nggak sama opa dan om?" pancing Pak Kusno.
Mata Junior berputar-putar memandangi wajah ramah Pak Kusno. Anak ini seperti ingin menyelami isi hati lelaki tua itu.
"Senang opa."
"Junior mau nggak punya papi seperti Om?" tanya Pak Kusno lagi.
"Mau sekali... biar Junior tidak diejek lagi oleh kawan. Om ini papi Junior kan?" tanya Junior polos.
Jason dan pak Kusno saling berpandangan tak tahu harus jawab apa. Jason merasa lidahnya kelu tak tahu harus menjawab apa. Pertanyaan Junior memang mengena di hati Jason sebagai seorang ayah.
"Junior masuk kelas dulu. Besok Om akan mengunjungi Junior lagi. Sekarang masuklah ke kelas untuk belajar yang rajin. Junior mau dibawakan apa sama Om?"
"Tak ada. Junior cuma mau papi." sahut anak kecil lirih mengiris hati Jason.
"Baiklah! Sekarang masuk kelas dulu. Belajar yang rajin ya!" Jason menepuk pantat Junior agar segera masuk kelas.
Junior angguk lalu seret langkah kecilnya meninggalkan Jason dan pak Kusno.
"Assalamualaikum.." lirih mulut kecil itu sambil melangkah.
"Waalaikumsalam.."
Perlahan tubuh subur itu menjauhi Jason dan pak Kusno. Jason merasa kehilangan sesuatu yang paling berharga dalam hidupnya. Hatinya mendadak kosong.
"Apa pendapat Ayah tentang Junior?"
"Ayah yakin dia anak kamu Jason. Dia sendiri bisa merasakan bahwa kaulah papinya. Dekati ibunya agar kamu bisa memiliki keduanya. Ayah dukung kamu sepenuhnya. kamu tidak usah memikirkan ibu kamu."
"Akan kuusahakan."
"Kurasa ibumu harus melihat Jason agar tidak memaksa kamu menerima Dewi lagi. Dia pasti akan terkesan melihat Junior tanpa perlu kita cerita anak siapa."
"Ibu sangat keras hati ayah!"
"Nanti kita pikirkan. Sekarang kita ke kantor dulu. Biarlah Junior sendiri yang meluluhkan hati ibumu. Kamu tidak perlu berdebat dengan ibumu dulu. Yang penting bagimu adalah Camelia."
"Iya ayah!"
Kedua naik ke mobil meninggalkan sekolah Junior menuju ke tempat kerja masing-masing.
Di lain pihak Camelia termenung sejak pertemuan dengan Jason. Ada rasa rindu dan dendam menyelimuti hatinya. Jason memang lelaki baik namun terlalu lemah untuk menentukan jalan hidup sendiri. Seluruh hidup laki itu dikuasai oleh sang ibu yang seperti seorang ratu tirani.
Camelia tahu Jason sangat terluka oleh ibunya namun tak kuasa menentang keputusan sang ibu untuk meninggalkannya. Ibu Jason menginginkan seorang menantu berlatar belakang hebat tidak seperti dirinya hanya seorang anak janda tua.
"Mami..." Junior memeluk Camelia dari belakang.
"Ada apa sayang mami? Ada pr yang sulit?"
"Tidak ada cuma..." lirih Junior.
"Cuma apa lagi nak? Diganggu oleh Bona lagi?"
Junior mengangguk seraya melepaskan pelukannya. Wajah anak itu sangat muram membuat Camelia menghela nafas.
"Junior dibilang anak haram. Junior bilang Junior juga punya papi. Bona tidak percaya pada perkataan Junior."
"Junior bukan anak haram sayang! Junior anak mami yang tercinta."
"Juga anak papi kan?"
Camelia terdiam tak mampu menjawab. Junio tahu kalau ibunya tak mampu mengarang cerita kosong tentang papinya lagi. Selama ini Camelia selalu menceritakan bahwa papinya sudah meninggal sebelum dia lahir. Junior yang malang percaya saja. Tapi setelah bertemu dengan Jason anak ini menemukan bahwa ibunya sedang berbohong.
"Hari Minggu nanti kita berlibur ke pantai ya?" pucuk Camelia mengalihkan pembicaraan dengan Junior.
"Malas ah! Bona enak punya papi keren, bawa Bona pergi memancing ikan, mendaki gunung dan pergi ke luar negeri terpenting mempunyai mobil. Junior tak memiliki semua itu." wajah gempal itu muram durja.
"Mami juga bisa! Liburan nanti mami ajak Junior ke Singapura atau Junior mau ke Disneyland."
"Tak usah mami. Junior mau pergi belajar saja."
Junior melengos pergi meninggalkan Camelia. Camelia menggigit bibir menahan sedih. perempuan ini sadar kalau Junior makin besar dan makin paham akan kebenaran. Suatu hari Junior pasti akan menuntut kebenaran apalagi Junior anak cerdas dan bijak.
Camelia merasa tak enak hati menyusul anaknya ke dalam kamar. Junior memang buka buku pelajaran untuk mengulang pelajaran yang telah diterangkan oleh guru.
"Junior..." Camelia menanggapi anak semata wayangnya dengan hati-hati, "Gimana kalau kita pergi berlibur dengan Om Jay?"
"Dia bukan papi Junior! Junior mau belajar. Mami jangan ganggu Junior belajar." tolak Junior secara halus tak mau bahas soal liburan dengan orang tak dia harapkan.
"Kalau Junior mau Om Jay bisa menjadi papi Junior."
"Junior tak suka padanya. Di depan mami dia pura-pura sayang pada Junior tetapi kalau mami pergi dia marah-marah. Dia pernah tanya pada Junior mengapa tidak tinggal sama Oma di Bandung saja. Junior di sini hanya bikin susah dia saja."
Camelia memandang tak percaya mendengar omongan polos Junior. Beberapa waktu terakhir ini Wijaya yang menjadi orang terdekat dengan Camelia. Di mata Camelia Wijaya adalah pria yang baik dapat dicalonkan menjadi pengganti Jason dalam hatinya. Selama ini Wijaya memperlihatkan rasa sayang pada Junior bahkan berlebihan maka itu Camelia merasa Wijaya cocok untuk menjadi suaminya kelak.
Tapi Camelia tak pernah menyangka kalau Junior akan mengatakan hal sebaliknya tentang Wijaya.
"Junior berbohong kan?"
"Untuk apa Junior berbohong? Bukankah mami selalu bilang kita tidak boleh berbohong? Berbohong itu dosa. Junior terlalu sayang pada mami sehingga tidak tega bercerita. Om Jay pernah menjewer kuping Junior hanya karena ingin ikut nonton bersama mami. Junior kan takut ditinggal sendirian di rumah." Junior mengungkap kekesalannya kepada Wijaya dengan mulusnya.
"Kenapa Junior tidak cerita dari dulu?"
"Junior takut mami bersedih maka diam saja!"
"Junior adalah segalanya buat mami. Besok mami akan menegur Om Jay agar jangan mengganggu kamu lagi. Kalau sudah selesai belajar langsung tidur ya!"
"Ya mami!"
Camelia mengecup pipi Junior kiri kanan meninggalkan anak lajang itu sendirian di dalam kamar. Kepala Camelia terasa berdenyut-denyut memikirkan omongan Junior. Siapa tidak sedih anaknya diperlakukan semena-mena oleh orang yang diharapkan bisa menjaga mereka. Camelia tidak menyangka Junior mampu bertindak seperti orang dewasa hanya untuk melindungi perasaan orang yang disayanginya.
Camelia masuk ke kamarnya untuk menelepon nih Wijaya agar tidak berbuat kasar kepada Junior. Junior anak baik yang lugu tidak mengetahui apa yang sedang terjadi kepada maminya.
"Halo.. assalamualaikum... ada Jay?" sapa Camelia karena yang mengangkat bukan Wijaya melainkan seorang perempuan.
"Oh ada..tunggu ya!"
Camelia tidak memikirkan siapa wanita yang angkat telepon Wijaya. Pikiran Camelia dipenuhi rasa kesal pada Wijaya yang tega bully anaknya.
"Halo...Lia ya? Ada apa sayang?"
"Jay...mengapa kamu menyakiti Junior? Apa salah Junior kepada kamu?"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!