Di tepi sebuah jurang, berkumpul ratusan orang yang sedang menghadang seorang pria yang terlihat seperti pria berumur 20-an tahun, Kondisi pria tersebut begitu buruk, tangan kirinya tidak di tempat dan begitu banyak lubang di bagian tubuhnya serta darah yang hampir menyelimuti seluruh bagian tubuhnya.
“Giok Emas Permata, kau sudah tidak bisa kabur lagi, sekarang lebih baik kau menyerahkan Kitab bela diri tingkat tinggi yang kau sembunyikan.”
“Itu benar, dengan kondisimu yang sekarang mustahil untuk kabur dari ratusan kultivator tingkat tinggi yang ada di sini ... dan juga mustahil bagimu untuk terus menerus menekan rasa sakit dari luka milikmu menggunakan Qi yang kau miliki, karena jumlah Qi milikmu akan terus berkurang.”
“Lebih baik kau menyerahkan Kitab bela diri itu segera, karena kesabaran kami juga ada batasnya.”
Mendengar banyak perkataan dari orang-orang yang mengepungnya, pria tersebut tersenyum pahit, memang benar bahwa sudah tidak ada lagi cara untuk melarikan diri dari orang-orang yang mengepungnya, terlebih kondisinya sedang terluka parah. Melompat ke jurang di belakangnya pun juga tidak berguna.
Jurang di belakangnya bernama Jurang Kematian, jurang tersebut di namakan jurang kematian bukan tanpa alasan, di namakan seperti itu karena siapa pun yang jatuh ke jurang tersebut mustahil untuk tetap hidup, bahkan kultivator tingkat tinggi sekali pun tidak akan pernah kembali bila jatuh ke dalam Jurang Kematian.
“Tidak pernah kusangka akan ada hari dimana aku akan di kepung oleh berbagai sekte dari aliran putih, hitam, dan juga netral,” batin pria tersebut.
“Memang benar bahwa sudah tidak ada lagi jalan kabur bagi ku dengan kondisi ku yang sekarang, hanya keajaibanlah yang bisa menyelamatkan ku sekarang. Akan tetapi, aku Li Yuwen si Giok Emas Permata, aku tidak akan menyerahkan nyawaku secara cuma-cuma, akan aku bawa juga sebanyak mungkin dari kalian untuk mati bersamaku di sini.” Li Yuwen kemudian menghunuskan pedang miliknya dan berlari menuju arah rombongan orang-orang yang mengepungnya, dan pertarungan pun terjadi.
Seperti yang di beritahukan, pria yang terlihat berusia 20-an tahun tersebut bernama Li Yuwen, ia merupakan kultivator tingkat tinggi di dunia persilatan Kekaisaran Tang****. Tidak tanggung-tanggung, Li Yuwen termasuk salah satu dari 20 kultivator terkuat di Kekaisaran Tang, dan mempunyai julukan Giok Emas Permata.
“Bahkan dengan kondisi tubuhnya yang terluka parah, dia masih bisa mengambil banyak nyawa kultivator tingkat tinggi, sudah berapa banyak dia mengalami pertarungan? Keahlian miliknya benar benar tinggi.”
Hal yang di lakukan oleh Li Yuwen memang tidak mudah untuk di lakukan oleh orang lain, hanya orang yang sudah melalui banyak pertarungan yang bisa melakukan hal serupa.
“Li Yuwen, kau telah menghancurkan banyak sekte aliran hitam dan aliran netral, bahkan kau juga menghancurkan sekte aliran putih ... jika kau ingin tetap hidup dan menebus dosa-dosa mu, maka serahkanlah Kitab bela diri yang kau sembunyikan.”
“Giok Emas Permata, untuk apa kau melindungi kitab bela diri itu, dengan umur mu yang sudah genap 200 tahun, kau pasti sudah mempelajari seluruh isi kitab bela diri itu. Setidaknya berikanlah kitab bela diri itu ke pada kultivator yang lebih muda
, itu akan meningkatkan banyak tingkat praktik kultivator muda di Kekaisaran Tang, dengan itu mungkin kau akan di kenang sebagai orang yang berjasa atas dunia kultivator di Kekaisaran Tang sebagai penyumbang ilmu bela diri.”
Walaupun terlihat berusia 20-an tahun, nyatanya Li Yuwen berumur genap 200 tahun, ini merupakan hal yang lumrah bagi seorang kultivator yang memiliki umur yang panjang dan memiliki paras lebih muda dari umur aslinya.
Mendengar kata-kata tersebut Li Yuwen tersenyum mengejek, “Aku sudah hidup selama 200 tahun, kalian pikir aku tidak mengetahui niat kalian yang sebenarnya dengan Kitab Dewa Semesta yang kumiliki? Jangan membuatku tertawa.” Li Yuwen kembali menyerang kultivator yang berada di dekatnya.
Kitab bela diri tingkat tinggi yang di miliki oleh Li Yuwen adalah Kitab Dewa Semesta, kitab ini di temukan secara tidak sengaja oleh Li Yuwen di dalam reruntuhan kuno yang di temukan olehnya, reruntuhan kuno tersebut di temukan oleh Li Yuwen di dalam danau setelah dia menyelam akibat kejaran binatang buas di Hutan Seribu Monster.
Setelah bertarung selama 2 jam nafas Li Yuwen menjadi tidak beraturan, rasa sakit dari luka miliknya kembali di rasakan Li Yuwen, hal ini di karenakan Qi miliknya yang hampir habis.
“Sepertinya aku sudah mencapai batasku, jangankan mengangkat pedang, menggerakkan jari saja aku tidak bisa, tidak kusangka aku akan mati di saat umurku tepat mencapai 200 tahun, angka yang tidak begitu buruk,” batin Li Yuwen sembari memuntahkan darah segar dari mulutnya.
“Giok Emas Permata, sepertinya kau sudah mencapai batasmu, jika saja kau menyerahkan Kitab Dewa Semesta milikmu dari awal, kau tidak akan seperti ini,” kata seorang pria paruh baya sambil tersenyum mengejek.
“Li Yuwen, bahkan tanpa menyerangmu sekalipun, sekarang kau seperti lalat yang terjebak di sarang laba-laba, tinggal menunggu kematian,” kata seorang sepuh dengan tawa yang mengejek.
“Sepertinya tidak ada cara lain,” batin Li Yuwen sembari tersenyum pahit.
“Sekarang sudah terlambat, seharusnya kalian membunuhku saat ada kesempatan, tidak ada yang boleh memiliki Kitab Dewa Semesta bahkan jika aku harus mati sekalipun.”
Setelah mengatakan hal tersebut, Li Yuwen mengalirkan seluruh Qi miliknya yang tersisa menuju jantungnya, dan dengan seketika tubuh Li Yuwen mengembang seperti balon yang di isi angin.
“Dia akan meledakkan diri! ... semuanya mundur!”
“Apa yang kau katakan? Kitab Dewa Semesta masih berada di dirinya ... kita tidak mungkin pergi meninggalkan kitab tersebut hancur bersama tubuhnya.”
Setelah melihat Li Yuwen akan meledakkan diri, cukup banyak yang bergegas pergi sejauh mungkin dari Li Yuwen, karena memang meledakkan diri dengan Qi tidak bisa di anggap remeh. Selain kekuatan ledakannya yang besar, area ledakannya juga luas.
Orang seperti Li Yuwen yang memiliki tingkat praktik yang tinggi, jika meledakkan diri maka cangkupan area ledakannya bisa mencapai 10 km di sertai kekuatan ledakan yang lebih besar karena pengaruh tingkat praktik miliknya.
Walaupun begitu, tidak sedikit juga orang yang bergerak ke arah Li Yuwen untuk mengambil Kitab Dewa Semesta miliknya.
“Ayah ... Ibu ... Guru ... teman-temanku, aku datang.”
Seketika tubuh Li Yuwen meledak dan merenggut nyawa orang-orang yang berada di radius 10 km. Namun sebelum ledakan terjadi, Kitab Dewa Semesta mengeluarkan cahaya terang berwarna biru permata yang nantinya akan mengubah nasib yang dimiliki Li Yuwen.
Pandangan Li Yuwen menjadi gelap, rasa sakit yang ia rasakan dalam pertarungan sebelumnya hilang seperti tidak pernah ada, begitu juga dengan Qi yang di milikinya.
“Rasa sakit dari lukaku sebelumnya sudah tidak terasa, Qi milikku pun juga tidak ada, dan tempat ini kelihatannya tidak ada Qi sama sekali, sepertinya aku benar benar sudah mati. Apakah ini alam setelah kematian seperti buku-buku yang telah ku baca?” ujar Li Yuwen sambil memegang dagunya.
Setelah Li Yuwen meyakinkan diri bahwa dia benar-benar sudah mati, Li Yuwen mulai berkeliling menelusuri tempat gelap itu dengan tujuan menemukan hal lain selain kegelapan yang tak berujung.
Tanpa terasa Li Yuwen sudah berkeliling selama kurang lebih 2 jam, tetapi dia belum menemukan satu hal pun selain kegelapan yang begitu pekat.
“Aku sudah berkeliling cukup lama, tapi aku belum menemukan hal lain selain kegelapan yang tiada akhir ini. Menurut buku yang ku baca, bukankah harusnya ada sebuah pintu yang akan membawaku ke alam baka? Apakah informasi di dalam buku tentang pintu tersebut bohong?” gumam Li Yuwen.
Karena merasa sudah terlalu lama berkeliling tapi belum menemukan apapun, Li Yuwen memutuskan untuk duduk bermeditasi dan mencoba mengingat banyak hal saat dia masih hidup, ekspresi di wajahnya terus berubah sembari mengingat banyak hal dalam kehidupannya. Senang, sedih, juga marah.
Li Yuwen tidak tanpa alasan mengeluarkan berbagai ekspresi seperti itu, jika di ingat kembali, awal dari semua kekacuan terjadi oleh beberapa sebab, dari munculnya 5 Makhluk Suci di sertai serangan dari banyak Monster Iblis dan Monster Spiritual, munculnya pusaka tingkat tinggi serta kitab-kitab bela diri tingkat tinggi.
Mengingat hal-hal tersebut, Li Yuwen menjadi sedih, karena kekacauan itu juga lah yang merenggut nyawa gurunya serta teman-teman seperjuangannya.
“Cukup banyak penyesalan yang tidak bisa ku selesaikan saat masih hidup ... jika saja ada kesempatan kedua, walau itu harus menentang langit sekali pun aku tidak akan melewatkan kesempatan tersebut."
Setelah mengatakan hal itu, tiba-tiba terdengar suara keras seperti petir yang menyambar. Li Yuwen dengan sekejap bangkit dari meditasinya dan menjadi waspada dengan pandangan yang mengarah ke atas.
Tidak berselang lama setelah suara keras itu terdengar, muncul sebuah cahaya sebesar pria dewasa dan turun secara perlahan.
Cahaya tersebut mendarat sejauh 2 meter di depan Li Yuwen, Li Yuwen mundur beberapa langkah tanpa menurunkan kewaspadaannya.
Cahaya di depan Li Yuwen mulai memudar, Li Yuwen dengan sigap menaikkan tingkat kewaspadaannya saat ia mendapati seseorang yang terlihat sepuh dengan rambut dan janggut yang berwarna putih serta panjang muncul dari cahaya yang memudar.
Tidak hanya rambut dan janggut. Bulu mata, alis, dan juga pakaian jubah yang di kenakan oleh pria sepuh tersebut juga berwarna putih.
Akan tetapi Li Yuwen tidak melirik hal-hal serba putih yang ada di tubuh pria sepuh tersebut, mata Li Yuwen terpaku pada warna mata milik pria sepuh di depannya, mata tersebut berwarna hitam pekat bagai jurang yang tiada ujung.
Tubuh Li Yuwen mulai gemetar hebat sekaligus mencucurkan keringat dingin di seluruh tubuhnya dengan deras saat pandangannya bertemu dengan mata pria sepuh di depannya.
Li Yuwen juga merasa badannya tertimpa sebuah benda yang berat, sungguh ini adalah pertama kalinya bagi Li Yuwen mengalami hal seperti ini. Bahkan saat dirinya hampir mati berkali kali sekali pun, Li Yuwen tidak pernah merasakan seperti yang di alaminya saat ini.
Li Yuwen tidak berani bergerak ataupun membuka suara, bernafas pun ia sangat berhati-hati, hingga akhirnya pria sepuh di hadapannya tertawa dengan lantang.
“Jangan ketakutan seperti itu, aku hanya sedang bercanda dengan menakuti dirimu.”
Bersamaan mengatakan hal tersebut, Li Yuwen yang sedang gemetar tiba-tiba berhenti merasakan perasaan takut serta ancaman yang dia rasakan sebelumnya.
Bahkan tubuhnya sudah berhenti gemetar dan berkeringat, karena tidak merasakan perasaan sebelumnya Li Yuwen mulai bertanya kepada pria sepuh di hadapannya.
“Hormat kepada senior, apa maksud dari yang senior ucapkan dengan menakuti diriku?” ucap Li Yuwen sambil mengangkat kedua tangannya dan badan yang sedikit membungkuk.
Pria sepuh di hadapan Li Yuwen kembali tertawa sebelum menjelaskan, “Maafkan aku atas perlakuanku sebelumnya, aku terlalu bersemangat karena sudah tidak pernah menemui orang lain selama 10.000 tahun, hingga mengeluarkan 1% aura milikku kepadamu,” ucap pria sepuh itu sambil mengelus janggutnya.
Li Yuwen menjadi sedikit bingung atas perkataan pria sepuh di hadapannya sebelum kembali bertanya, “Apakah aura yang senior maksud adalah Aura Qi?”
“Benar,” jawab singkat pria sepuh itu.
Mendengar jawaban singkat itu Li Yuwen merasa kesal sekaligus merinding, Aura Qi adalah Qi yang di ubah menjadi aura khusus yang menyelimuti tubuh seorang kultivaor.
Namun untuk mengubah Qi menjadi Aura bukanlah hal yang mudah. Selain Aura Qi ada juga Aura Pembunuh, berbeda dengan Aura Qi, Aura Pembunuh bisa di dapatkan dengan cara membunuh makhluk hidup.
Aura Pembunuh juga bisa di ubah menjadi Aura Qi, tetapi prosesnya lebih merepotkan di banding merubah Qi menjadi Aura Qi.
Sebab itulah banyak kultivator dari aliran hitam membiarkan Aura Pembunuh miliknya bertumpuk.
Memikirkan bahwa itu hanya 1% dari Aura Qi yang di milikinya sudah membuat Li Yuwen bergetar hebat serta berkeringat dingin.
Li Yuwen tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi padanya jika pria sepuh yang ada di hadapannya mengeluarkan seluruh Aura Qi miliknya ke arah dirinya.
‘Jika di lihat kembali, Aura Qi miliknya saja sudah begitu besar walau hanya 1%, bagaimana dengan tingkat praktik miliknya? Setinggi apakah tingkat praktik senior yang ada di hadapanku ini?’ tanya Li Yuwen dalam hati.
“Tingkat praktik milikku berada jauh di atas semua kultivator yang ada di dunia mu,” ucap pria sepuh di hadapannya.
Mendengar kata-kata yang baru saja di lontarkan, Li Yuwen menjadi kaget sekaligus merinding.
Li Yuwen kaget karena pria sepuh yang ada di hadapannya bisa membaca pikirannya. Li Yuwen juga merasa beruntung karena dia tidak mengumpati pria sepuh di hadapannya dalam hati setelah pria tersebut bilang jika ia sedang menjahili dirinya menggunakan Aura Qi yang begitu besar.
Li Yuwen kembali menenangkan dirinya sebelum bertanya kembali.
“Jika boleh tahu, siapakah senior ini?"
“Kau tidak perlu tahu siapa aku, bila saatnya tiba, aku akan memberitahukanmu.”
Li Yuwen masih belum puas dengan jawaban yang di lontarkan, Li Yuwen pun kembali bertanya
“Senior, jika aku boleh bertanya lagi ... apa tujuan senior datang ke sini? Dan juga tempat apa ini?”
"Tujuanku adalah untuk menemui mu, dan untuk tempat ini ... ini adalah alam setelah kematian,” jawab pria sepuh singkat.
Mendengar tujuan pria sepuh tersebut adalah untuk menemui dirinya, Li Yuwen menjadi bingung dengan tujuan pria sepuh itu.
Tetapi ia mengurungkan niat untuk bertanya tujuan pria sepuh di hadapannya lebih lanjut.
“Bila ini adalah alam setelah kematian, lalu mengapa hanya ada aku sendiri yang berada di sini? Bukankah tidak satu atau dua orang saja yang mati setiap harinya?”
“Setiap orang memiliki alam kematiannya masing-masing, dan tempat ini adalah alam kematianmu sendiri.”
Mendengar perkataan tersebut membuat Li Yuwen sedikit memahami situasi yang sedang terjadi, dia pun mulai memikirkan pertanyaan lain.
Karena memang pria sepuh di hadapannya hanya terlihat seperti akan menjawab pertanyaan saja dan tidak terlihat memiliki keinginan untuk balik bertanya.
“Aura Qi yang tadi senior keluarkan terasa sedikit berbeda, aku memang tahu bahwa Aura Qi atau Aura Pembunuh bisa menyerang mental orang lain ... dan itu cukup berguna dalam pertarungan.
Aku bahkan mengumpulkan cukup banyak Aura Pembunuh dari kultivator dan Monster Iblis juga Monster Spiritual yang kubunuh. Akan tetapi selama 200 tahun aku hidup ... aku tidak pernah mendengar atau melihat aura yang dapat menekan tubuh orang lain.”
“Aku menggunakan teknik khusus dalam mengubah Qi milikku menjadi Aura Qi, kau bisa menemukan teknik yang serupa di dalam Kitab Dewa Semesta yang kau miliki.”
Mendengar hal itu, Li Yuwen memang mengingat sebuah teknik aura di dalam Kitab Dewa Semesta.
Tetapi dia tidak mempraktikkan teknik tersebut karena lebih memilih menggunakan Aura Pembunuh yang lebih mudah di peroleh , Li Yuwen pun kembali bertanya.
“Tadi senior mengucapkan bahwa tingkat praktik senior berada jauh di atas para kultivator yang ada di duniaku, apakah itu artinya masih ada tingkatan yang lebih tinggi juga adanya dunia yang lain?”
“Kau harus mencari jawaban itu sendiri ... aku tidak memiliki kewajiban atas pertanyaan tersebut.”
“Mencari jawaban itu sendiri? Senior bukankah aku sudah mati? Lalu bagaimana caraku untuk mengetahui jawabannya?”
Belum sempat Li Yuwen menyelesaikan kata-katanya, pria sepuh yang awalnya berada kurang lebih 5 meter di depannya dengan sekejap sudah sampai kurang dari 1 meter di hadapan Li Yuwen dengan telunjuk tangan kanan pria sepuh tersebut menyentuh bagian tengah kening Li Yuwen.
Belum sempat Li Yuwen bereaksi, keluar cahaya dari ujung telunjuk tangan kanan pria sepuh di hadapannya sembari mengatakan.
“Inilah tujuanku menemuimu, untuk memberikan takdirmu yang sesungguhnya.”
Usai mengatakan hal tersebut tubuh Li Yuwen mendadak bercahaya terang, pandangannya juga menjadi buram di ikuti dengan suaranya yang tidak bisa keluar.
Tetapi dia masih bisa mendengar apa yang katakan oleh pria sepuh itu.
“Semoga beruntung.”
Setelah mendengar hal itu, tubuh Li Yuwen menghilang bersamaan dengan memudarnya cahaya yang menyelimuti tubuhnya.
***
Di sebuah kota kecil bernama Kota Jiang, terlihat sebuah asap hitam di seluruh penjuru kota, terdapat banyak mayat-mayat yang tergeletak di sepanjang jalan dari gerbang kota hingga ke pusat kota.
Terdengar juga bunyi suara di berbagai tempat, suara tersebut seperti bunyi dari besi yang sedang beradu.
Mendengar suara itu sudah bisa di simpulkan bahwa sedang terjadi sebuah pertempuran di kota kecil bernama Jiang ini.
“Tuan, mereka sudah hampir menerobos ke pertahanan terkhir kita, apa yang akan kita lakukan sekarang tuan?” kata seorang pria dengan pakaian prajurit.
“Apakah bala bantuan belum tiba?” jawab seorang pria yang terlihat berusia 30-an tahun.
“Belum tuan, sepertinya mereka akan tiba dalam waktu 3 jam,” balas orang dengan pakaian prajurit.
“Kenapa bala bantuan datang lebih lama dari yang seharusnya? Jangankan menunggu 3 jam, dalam waktu 1 jam saja kita mungkin sudah binasa,” ujar pria 30-an tahun tersebut sambil mendengus kesal.
“kita tidak bisa menunggu lebih lama lagi, beritahukan bagi mereka yang sudah tidak bisa bertarung lagi untuk segera mengungsi keluar dari kota. Dan bagi yang masih bisa bertarung ... kita akan menyerang habis-habisan, aku pun juga akan ikut menyerang. Juga panggilkan 5 prajurit untuk datang kesini,” perintah dari pria 30-an tahun itu.
“Baik tuan,”jawab prajurit sebelum meninggalkan ruangan.
Pria tersebut menghela napas panjang setelah prajurit tersebut keluar dari ruangan, di sebelahnya berdiri seorang wanita yang sedang menggenggam tangan anaknya yang terlihat berusia 12 tahun.
“Istriku, saat 5 prajurit yang kuminta sudah datang ... aku ingin kau dan Yuwen pergi dari kota sejauh mungkin, jangan menetap di sini terlalu lama. Karena akan berbahaya bagimu dan Yuwen untuk berlama-lama disini, aku akan berusaha selama mungkin untuk menahan serangan dari sekte aliran hitam yang menyerang,” ucap ayah Li Yuwen.
“Tapi suamiku ... jika kau melawan mereka semua kau tidak akan selamat. Aku tidak ingin kau mati seperti itu,” balas ibu Li Yuwen dengan air mata yang mengalir deras.
Tidak hanya ibunya, air mata Li Yuwen pun juga ikut mengalir walau sedikit karena ia berusaha menahan tangisnya sekuat yang ia bisa.
Melihat istri dan anaknya dalam keadaan seperti itu, ayah Li Yuwen merangkul keduanya sambil menenangkan mereka.
Bukannya menjadi tenang, tangisan istrinya semakin menjadi, bahkan Li Yuwen yang berusaha menahan tangisnya pun menjadi tak terbendung lagi dan air matanya mengalir deras di sertai isak tangis yang cukup keras.
Setelah beberapa menit, 5 prajurit datang mengetuk pintu dan memasuki ruangan. Ke 5 prajurit sedikit terkejut setelah mendengar isak tangis saat mereka memasuki ruangan.
“Prajurit ... bawalah istri dan anakku pergi keluar kota , kawal dan pastikanlah keselamatan mereka."
“BAIK!” jawab 5 prajurit itu serentak.
setalah memfokuskan dirinya kepada prajurit yang tiba, pria itu kembali memfokuskan diri kepada istrinya dan Li Yuwen.
“Istriku sudah saatnya kalian pergi, setidaknya jadikanlah ini sebagai permintaan terakhirku kepadamu,” kata pria itu sambil mengecup kening istrinya.
Pria itu kemudian beralih ke arah Li Yuwen. “Yuwen jangan menangis, ingatlah apa yang sudah ku ajarkan padamu tentang menjadi seorang pria, Pergilah bersama ibumu dan lindungi dia.”
Li Yuwen mengangguk lalu menghentikan tangisannya menuruti keinginan ayahnya, karena dia yakin ini adalah permintaan terakhir dari ayahnya, Li Yuwen juga berusaha menghentikan isak tangis ibunya.
Pria 30-an tahun itu kemudian memerintahkan ke 5 prajurit tadi untuk segera membawa istrinya serta Li Yuwen, dan tanpa basa basi 5 prajurit itu segera membawa istri serta anaknya keluar dari tempat tersebut menuju gerbang kota meninggalkan dirinya sendiri di ruangan mereka berkumpul.
Li Yuwen dan ibunya pergi meninggalkan ayahnya sendirian di ruangan yang baru saja mereka tinggalkan, mereka berjalan cepat tanpa menoleh kebelakang menuju gerbang kota dengan tujuan pergi meninggalkan Kota Jiang.
Setelah berjalan selama setengah jam, mereka akhirnya sampai di pinggiran Kota Jiang, dan jarak antara mereka dengan gerbang kota hanya berkisar kurang lebih 1 km.
Namun selalu ada kerikil di jalan, mereka di hadang oleh 5 kultivator aliran hitam yang menyerang Kota Jiang.
5 Prajurit yang bersama Li Yuwen segera mengambil posisi siaga dan meminta Li Yuwen dan ibunya pergi lebih dulu.
Menuruti perkataan prajurit yang mengawal mereka, Li Yuwen dengan sigap meraih tangan kanan ibunya dan mulai berlari ke arah gerbang kota.
Sedangkan ke 5 prajurit yang mengawal mereka mencoba menghadang 5 kultivator aliran hitam yang sedang menargetkan mereka berdua.
Beberapa saat setelah mereka berlari, mereka akhirnya tiba di gerbang kota. Suasana di gerbang kota sangat hening dan sepi, Li Yuwen mencoba melihat ke sekitar mencari apakah ada jebakan musuh atau tidak.
Saat selesai melihat situasi sekitar, Li Yuwen tidak melihat kejanggalan apapun, namun ia masih curiga dengan penampakan gerbang kota yang begitu sepi.
Karena bisa saja para kultivator yang menyerang Kota Jiang sudah menyiapkan beberapa kultivator untuk menjaga gerbang kota, andai-andai bila ada yang mencoba kabur.
Lamunan Li Yuwen terpecah saat ibunya mulai membuka suara. “Yuwen, bisakah kau mengecek situasi di luar gerbang kota? Mungkin mereka sedang berada di luar ... jika begitu maka kita harus memutar ke gerbang kota yang lain.”
Mendengar perkataan ibunya, Li Yuwen melakukan apa yang di minta, karena dia juga ingin memastikan apakah di luar gerbang ada sekelompok kultivaor aliran hitam yang sedang menunggu.
“Baik ibu.” jawab Li Yuwen singkat.
Li Yuwen berjalan perlahan ke luar gerbang kota, namun sesuatu terjadi saat dia berada di tengah-tengah gerbang, seseorang mendorongnya dengan kuat dari belakangnya membuat Li Yuwen terdorong ke luar gerbang kota hingga terjatuh.
Orang yang mendorong Li Yuwen tidak lain adalah ibunya sendiri, Li Yuwen keheranan kenapa ibunya mendorongnya.
Namun belum dia bangkit dari jatuhnya, ibu Li Yuwen menarik pisau dari balik jubah miliknya dan dengan cepat bergerak ke arah tali penghubung antara gerbang kota dengan tuas untuk membuka dan menutup gerbang.
Saat mencapai tali penghubung, tanpa basa-basi ia langsung memotong tali yang ada di depannya, dan jeruji besi besar yang tersangkut di atas turun dengan cepat, memblokir jalur antara bagian dalam gerbang dengan luar.
Li Yuwen yang sudah bangkit dari jatuhnya terkejut mendengar suara keras di belakangnya, dan dengan cepat menoleh ke belakang.
Dia terkejut mendapati gerbang kota yang sudah tertutup jeruji besar, Li Yuwen mencoba melihat ke arah tuas gerbang dan melihat ibunya berdiri di sana dengan tangan yang memegang pisau.
Melihat apa yang telah di lakukan ibunya, Li Yuwen bereaksi. “Ibu apa yang kau lakukan? Kenapa ibu memotong talinya?”
Ibu Li Yuwen tidak menjawab , ia berbalik dan berjalan ke arah Li Yuwen berada. Saat sudah mencapai jeruji besi yang menghalangi jalan, tiba-tiba muncul seorang pria dengan topeng dan jubah hitam di belakangnya sambil menodongkan pisau di lehernya.
Pria bertopeng itu berdecak kesal melihat gerbang kota yang sudah di tutup sebelum mulai berbicara dengan penuh amarah, “Kau wanita gila, beraninya kau memotong tali gerbang, sekarang apa yang harus ku lakukan padamu?”
“Jika aku membiarkan gerbang kota terbuka, kau akan menangkapku juga anakku, tidak mungkin aku mau kami berdua tertangkap. Anakku mungkin tidak merasakan hawa kehadiranmu, tapi berbeda denganku yang seorang kultivator ... aku bisa merasakan Aura Pembunuh yang keluar dari tubuhmu,” jawab ibu Li Yuwen.
Melihat leher ibunya yang sedang tertodong oleh pisau , Li Yuwen menjadi panik.
Pria bertopeng melihat reaksi Li Yuwen yang sedang panik karena pisau yang di arahkan ke leher wanita yang sedang dia sandera. Langsung saja muncul ide di kepala pria bertopeng itu.
“Hei anak kecil, jika kau tidak ingin ibumu mati, jangan pernah meninggalkan tempatmu,” kata pria bertopeng dengan nada yang mengancam.
“Jangan dengarkan dia Yuwen! Pergi saja dari sini ... ingat permintaan ayahmu untuk segera meninggalkan kota.”
Li Yuwen menjadi gundah, dia ingin menuruti perkataan ibunya juga mengikuti keinginan terakhir ayahnya.
Tetapi dia tidak bisa meninggalkan ibunya sendirian seperti itu , terlebih menjaga ibunya juga merupakan permintaan ayahnya.
Ibu Li Yuwen tidak memikirkan kegundahan yang di alami anaknya, dengan pisau yang ada di tangannya, ia dengan cepat menancapkan pisau itu ke paha pria yang sedang menodongnya.
Seketika pria di belakangnya mengerang kesakitan akibat pisau yang di tancapkannya.
“Kau wanita gila!” ucap pria bertopeng.
Di mata ibu Li Yuwen terlihat air mata yang mengalir, ia menolehkan pandangannya ke arah mata Li Yuwen yang sedang menatapnya seraya berkata dengan nada sedih.
“Yuwen pergilah , ibu mohon kepadamu ... ini adalah permintaan terakhirku padamu.”
Perasaan Li Yuwen semakin kacau setelah mendengar permintaan ibunya, namun semua kegundahan itu terpecah saat pria bertopeng yang sudah mencabut pisau di pahanya menarik sebilah pedang di pinggangnya dan dengan cepat menusukkannya ke arah jantung ibunya.
Menyadari sebuah pedang menembus dirinya serta keluarnya darah dari mulutnya, ibu Li Yuwen menatap dalam ke arah Li Yuwen dengan berusaha tersenyum selebar yang ia bisa.
Dan tak lama setelah ia tersenyum, tubuhnya mulai berhenti bergerak serta kilauan di matanya juga menghilang, menandakan itu adalah napas terakhirnya.
Li Yuwen sontak menangis melihat ibunya yang sudah tidak bernyawa dengan senyum menghiasi wajahnya, namun rasa sedih yang ia rasakan dengan cepat menghilang dan berubah menjadi amarah serta dendam, Li Yuwen menatap pria bertopeng yang membunuh ibunya dengan tajam.
Pria bertopeng itu menjadi sedikit merinding setelah menyadari mata yang menatapnya.
“Apa maksud tatapan matamu? Apakah kau marah? Dendam? Salahkanlah dirimu sendiri, jika saja kau lebih kuat mungkin ibu mu tidak akan berakhir seperti ini,” ujar pria bertopeng dengan nada mengejek.
“Aku Li Yuwen bersumpah, akan ku balas dendamku padamu berkali-kali lipat dari yang ibuku rasakan , dan membantai orang-orang jahat sepertimu di masa depan. Langit akan menjadi saksi atas sumpah yang ku ucapkan.”
Usai mengatakan sumpahnya, Li Yuwen kembali menatap ibunya dengan sedih sebelum berlari segenap kemampuannya ke arah hutan di belakangnya tanpa pernah melirik ke belakang.
“Ayah ... Ibu, akan aku balas perbuatan mereka saat aku menjadi lebih kuat,” batin Li Yuwen.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!