...-Bagi orang lain mungkin ini akan menjadi berkah karena di masa depan bisa menikah dengan sosok lelaki 'sempurna' seperti Julian, tapi bagi Elise ini hanyalah mimpi buruk yang tidak ingin dia alami-...
...————...
"Ellie. Untuk mempersiapkan pernikahan mu di masa depan, kamu akan bertunangan dengan Julian Eldegar"
Perempuan berusia pertengahan dua puluh itu terdiam begitu mendengar suara ayahnya yang tegas. Saat ini mereka sedang duduk di ruang tamu, membicarakan hal serius yang jarang mereka lakukan.
"Apa? Apa yang terjadi ayah? Mengapa aku harus menikah dengan orang itu!?"
Suaranya naik beberapa oktaf saat dia membalas ucapan ayahnya. Elise Anderson, putri semata wayang Gio Anderson mengenal sosok calon tunangannya dengan baik. Salahkan rumor dan media sosial yang selalu menampilkan wajahnya di layar gawai, Elise jadi tahu tentang calon tunangannya meskipun belum pernah bertemu.
Julian Eldegar, lelaki mempesona bak Casanova yang selalu jadi buah bibir para kaum hawa. Selain tampan dan kaya, dia juga dikenal dengan sifatnya yang sering mematahkan hati perempuan, karena itu Elise tidak pernah menyukainya.
Bagi Elise pria macam Julian itu adalah tipe yang paling dia hindari.
'Dan sekarang ayah malah mengatakan aku harus bertunangan dengan dia!?'
Mimpi apa Elise semalam sampai-sampai ia menerima kabar buruk begini? Elise tidak mau bertunangan dengan Julian dan dia yakin Julian juga tidak mau bertunangan dengan dirinya.
"Ayah, jika ini masalah utang aku akan mencari jalan lain. Please, jangan berbicara tentang pertunangan atau pernikahan seperti ini"
Elise berusaha menahan amarahnya agar tidak membentak sang ayah, dia ingin se-sedikit mungkin berdebat dengan ayahnya dan segera mengakhiri percakapan ini.
Gio menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. Setelah itu ia menatap lurus netra hijau sang putri yang persis dengan mendiang istrinya.
"Kita tidak bisa melakukan itu karena ayah menjadikan kamu sebagai jaminan saat perusahaan kita bangkrut, kamu akan tetap melakukan pertunangan ini kecuali pihak berkuasa di keluarga Eldegar yang membatalkannya"
Mata Elise membulat secara sempurna setelah mendengar jawaban dari Gio.
"Jaminan!? Ayah menjual ku pada keluarga Eldegar!?"
Seolah meragukan pendengarannya Elise kembali mengulang apa yang Gio ucapkan, berharap sang ayah hanya salah bicara tapi dia menjawabnya dengan anggukan tegas membuat Elise menatapnya tak percaya.
"Ini demi kebaikanmu"
"Apanya yang kebaikan ku ayah!? Ayah menjual ku pada mereka karena perusahaan kita bangkrut! Ayah MENJUAL KU!"
"ELISE ANDERSON! JAGA UCAPAN MU!"
Terdiam, Elise merasakan panas diwajahnya saat mendengar Gio membentak dengan raut wajah marah. Biarpun mereka jarang mengobrol, tapi Elise tahu Gio sangat mencintainya. Sekali pun dia tak pernah membentaknya seperti sekarang.
Sadar dengan apa yang dia lakukan. Gio menghela nafas panjang, menenangkan dirinya sendiri agar tidak menyakiti hati putrinya lagi.
"Haa...ayah tidak bermaksud melakukan itu, sungguh"
Meskipun nada bicara Gio kembali selembut kapas tapi Elise masih tidak bisa menahan air matanya. IA menangis sambil memalingkan pandangan memilih untuk menatap vas bunga di atas meja daripada menatap wajah sang ayah.
"Aku tidak bisa membatalkan pertunangan ini?"
Sekali lagi Elise bertanya. Memastikan hal yang sudah jelas dia ketahui.
Gio mengangguk singkat. Raut wajahnya terlihat sangat lelah dan keriput miliknya pun nampaknya bertambah. Elise tahu ayahnya sedang dalam kesulitan, jika dia bertindak egois dan memilih untuk memberontak maka beban sang ayah akan kian bertambah.
Dan Elise tidak mau itu terjadi.
"Baik, aku akan melakukan apa yang ayah mau"
Jawaban akhir dari Elise sukses membuat Gio tersenyum. Dia merasa senang karena Elise mau menuruti permintaannya.
"Tapi jangan salahkan aku bila perusahaan keluarga Eldegar hancur begitu aku masuk ke dalam keluarga mereka"
"ELISE!-"
Berdiri dari duduknya. Elise berjalan cepat meninggalkan sang ayah, mengabaikan panggilan dengan nada marah dari Gio kemudian menutup pintu ruang tamu dengan kasar.
Brak!
Gio memijat pelipisnya yang terasa pening, tubuhnya merosot ke sofa sambil menatap tempat Elise duduk beberapa menit yang lalu.
"Haa—setidaknya dia tidak menolak pertunangan ini."
Bergumam singkat, tatapan Gio beralih menatap bingkai foto yang menempel di dinding ruang tamu. Ia berdiri, berjalan pelan ke depan foto yang menampilkan sosok tiga orang di dalamnya.
Tangannya terulur. Meraba foto sang istri yang tersenyum tipis. Begitu cantik ia lihat sosok itu, wanita yang berhasil mencuri hatinya di masa lalu maupun saat ini dan sosok perempuan itu begitu mirip dengan putri semata wayangnya.
"Maafkan aku Lily, putri kita harus menikah dengan pria yang tidak mencintainya"
Tatapan sendu menghiasi wajah keriput Gio kala mengingat kembali mendiang istrinya yang menginginkan pernikahan bahagia Elise dengan pria pilihannya sendiri. Tapi sepertinya harapan sang istri tak bisa terjadi, Elise akan menikah dengan pria yang bahkan belum pernah dia lihat dan Gio tidak yakin Julian akan mencintai putrinya dengan baik.
'Julian Eldegar'
Dalam kamarnya, Elise mencari informasi tentang nama calon tunangannya di internet. Tak perlu waktu lama baginya untuk menemukan informasi yang berhubungan dengan Julian, karena begitu ia mencari berbagai macam informasi dan gosip tentangnya langsung banyak bermunculan.
Maklum, Julian itu sudah seperti selebritis yang menarik perhatian beberapa media karena itu ia cukup terkenal. Usahawan mudah, tampan, berbakat dan memiliki latar belakang keluarga yang bagus. Begitulah pandangan publik tentang dirinya.
Elise membaca setiap artikel yang membahas Julian. Kebanyakan artikel itu menyinggung tentang keberhasilannya dalam mengurus perusahaan dan merintis karier keluarga, sedangkan artikel lainnya hanya membahas gosip murahan yang menyinggung tentang hubungan asmara Julian dengan sekretarisnya sendiri.
Merasa tidak terlalu berguna, Elise mengakhiri penyelidikannya tentang Julian. Dia berbaring, mengistirahatkan tubuh dan pikirannya yang lelah.
Ayahnya memaksakan pertunangan ini karena Elise menjadi jaminan utang perusahaan. Sebenarnya Elise sudah memikirkan cara untuk melunasi utang itu, dia ingin membantu ayahnya supaya terbebas dari utang dan kembali ke keadaan seperti dulu.
Meskipun sulit namun Elise yakin ia bisa membantu. Namun rupanya ayah Elise tak berpikir begitu.
Kesal, marah dan kecewa adalah perasaan yang Elise rasakan saat ini. Bercampur aduk menjadi satu, mau menangis pun dia tak bisa.
"Serius? Pria macam dia akan menjadi tunangan ku?"
Elise bergumam kesal. Rasanya dia menyesali keputusannya kali ini. Bagi orang lain mungkin ini akan menjadi berkah karena di masa depan bisa menikah dengan sosok lelaki 'sempurna' seperti Julian, tapi bagi Elise ini hanyalah mimpi buruk yang tidak ingin dia alami.
...Halooo ...
...ini adalah novel full romantis pertama yang saya buat hehe, jadi kalau ada yang kurang mohon maaf sebab saya juga baru belajar. ...
...biasanya saya suka bikin yang ada bumbu fantasi, tapi kali ini enggak begitu. ...
...Terima kasih untuk kalian yang mau baca, jangan lupa Like dan komen nya Yaa(. ❛ ᴗ ❛.)...
...-Pasti sulit menghindari pertemuan dengan Julian di masa depan. Berhubung mereka akan menjadi tunangan nanti, karena itu Elise pasti sering bertemu dengan Julian-...
...————...
'Dia terlambat'
Kesal, Elise hanya bisa mengetuk-ngetuk meja restoran sambil menunggu Julian selama dua jam dengan ekspresi yang sudah berantakan. Make-up cantik dan dress indah yang dia pakai mulai membuatnya tidak nyaman, ia ingin segera menyelesaikan pertemuan ini dan pulang ke rumah.
Mengapa Elise datang sangat awal? Penyebabnya adalah Gio. Sang ayah memintanya untuk datang lebih awal, katanya biar tidak membuat Julian menunggu lama nanti.
Namun lihatlah sekarang. Bukan Julian yang menunggu, melainkan dirinyalah yang menunggu. Elise sangat kesal dengan Julian, bisa-bisanya dia membuat seseorang menunggu lama saat pertemuan pertama mereka.
'Kalau dalam waktu lima menit dia belum datang aku mau pergi saja'
Karena bosan Elise mulai memainkan gawai miliknya. Tidak banyak yang bisa dilihat, hanya beberapa kabar burung dan gosip yang berseliweran di media sosial serta pesan dari teman dan rekan kerjanya dulu.
Saat dia sudah asyik berselancar di dunia maya, suara bariton seorang pria terdengar di depannya membuat atensi Elise teralihkan pada sang tuan.
"Elise Anderson?"
Elise mendongak, menatap sang empu yang menyebut namanya tadi. Lelaki itu menatapnya lurus, tak tersenyum dan hanya diam saja.
Tertegun sejenak. Elise terpesona pada ketampanan lelaki di depannya. Sosok yang membuatnya menunggu lama, Julian Eldegar. Dia memang sering melihat wajah Julian di dunia maya, tapi melihatnya secara langsung begini terasa sangat berbeda.
Apalagi ternyata dia lebih tampan daripada di foto.
'Dia juga lebih tinggi'
Balutan jas hitam membuatnya terlihat gagah dengan rahang tegas dan mata bak langit cerah disiang hari, kulitnya putih tidak terlalu pucat ditambah rambut pirang kecokelatan yang klimis ditata rapi kebelakang. Elise membatin. Sudah berapa banyak wanita yang jatuh dalam pesona pria ini?
"Aku akan diam di sini beberapa menit setelah itu mari kita akhiri pertemuan ini. Masih ada hal yang harus aku lakukan di kantor, tidak seperti dirimu yang sepertinya sangat santai aku ini orang sibuk"
Suaranya dipenuhi dengan sindiran dan sarkasme yang dihaluskan. Elise tersenyum secara terpaksa. Siapa disini yang seharusnya marah!? Meskipun tidak sebesar perusahaan Eldi Group yang Julian urus, Elise juga sibuk dengan perusahaanya sendiri! Dia juga masih harus membantu pekerjaan ayahnya. Lagipula yang membuat pertemuan ini lama adalah Julian, siapa suruh dia terlambat datang?
Untungnya tali kesabaran Elise masih panjang sehingga ia tidak terbakar hanya karena percikan kecil dari Julian. Elise mengangguk singkat, dia pun ingin segera pulang dari restoran itu.
'Mana tuan muda yang selalu dielu-elukan oleh para fans itu? Sifatnya nyebelin gini, aku yakin para fans nya tidak tahu sifat aslinya'
Melihat persetujuan dari Elise membuat Julian mengangguk puas. Ia duduk di meja restoran, tak lama kemudian seorang pelayan menghampiri mereka berdua.
Julian hanya memesan minuman sederhana begitu pula dengan Elise. Sambil menunggu pesanan mereka Julian kembali sibuk dengan ponselnya, mengabaikan entitas Elise yang menatapnya dengan tatapan jengkel.
"Kamu terlambat"
Mendelik, Julian mengerutkan keningnya mendengar ucapan singkat dari Elise. Meskipun tidak kelihatan, tapi Julian tahu Elise sedang kesal. Sebenarnya sangat terlihat dari raut wajah Elise, namun Julian tidak mempedulikan itu.
"Sudah aku bilang aku ini sibuk," Kata Julian singkat.
Jawaban datar itu sukses membuat Elise geram. Ternyata Julian lebih menyebalkan dari yang ia duga. Oke, dia akan menjadi hatersnya Julian mulai sekarang.
"Kamu pikir hanya kamu yang sibuk? Aku juga sibuk!"
Pftt-
Suara tawa meremehkan terdengar dari Julian. Tatapannya beralih ke arah Elise yang kini menatapnya heran. Memangnya apa yang dia ucapkan itu lucu? pikir Elise.
"Apa yang kamu sibukkan? Perusahaan kalian bahkan hampir bangkrut kan? Karena itulah pertunangan ini terjadi"
Elise melotot. Ucapan Julian semakin keterlaluan. Dia heran, mengapa para wanita itu menyukai sosok pria seperti ini yang hanya bagus di wajahnya saja.
'Mulut jahat yang enggak difilter, cocok untuk dijahit rapat-rapat'
"Tidak ku sangka tuan sempurna yang dicintai para wanita itu bersifat menyebalkan macam dirimu. Aku kasihan sama fans kamu, mereka tertipu dengan topeng yang kau gunakan"
Kini Julian yang melotot ke arah Elise. Ia tidak terima menerima penghinaan seperti ini, apalagi yang berbicara adalah Elise. Perempuan yang tidak akan pernah masuk ke dalam daftar standar miliknya.
"Jaga bicaramu Elise Anderson, jika kau berbicara kurang ajar lagi maka aku akan membatalkan pertunangan ini" Kata Julian. Ia mengancam dengan wajah serius.
Elise mengangkat bahu. Bersikap tak acuh dengan ancaman Julian yang tidak mengusiknya sama sekali. Baginya itu bukan sebuah ancaman melainkan tawaran bagus.
"Terserah, batalkan saja pertunangannya. Toh aku juga tidak menginginkan ini," Dia to the poin. Tidak mau menutupi ketidaksukaannya dengan pertunangan ini.
"Kau!-"
Elise mendengus. Dia tahu Julian tidak bisa membatalkan pertunangannya, karena itu ia pun berbicara dengan nada mengejek.
"Apa? Kamu tidak bisa melakukan itu bukan? Harus ada persetujuan dari kepala keluarga Eldegar untuk membatalkan pertunangan ini dan kau bukan kepala keluarganya"
Belum sempat Julian membalas ucapan Elise, pelayan datang membawa pesanan mereka. Julian itu memiliki harga diri yang tinggi, dia tidak mau berdebat dengan Elise di restoran ini apalagi banyak saksi yang melihat mereka.
Gosip miring yang akan muncul bisa membuat reputasinya goyah. Ia kembali duduk, menstabilkan ekspresi wajahnya dengan tenang.
"Bersyukurlah karena aku mau bertunangan denganmu, dengan sifat mu yang buruk begini pantas saja tidak ada yang mau mendekatimu"
Rasanya Elise ingin menumpahkan minumannya ke arah wajah arogan itu.
Julian dan mulutnya yang sarkas. Elise tersenyum miring mendengar ucapan Julian, tidak merasa sepemikiran dengan otak sang lelaki menyebalkan.
"Bagiku bertunangan denganmu ini adalah kesialan tau"
"Sama, aku juga menganggap kau itu pembawa sial kok"
Elise berusaha sabar. Dia menahan dirinya sendiri untuk tidak melempar gelas berisi jus strawberry miliknya ke wajah tampan Julian seperti yang dia pikirkan tadi. Jika saja kesabaran Elise setipis tisu, mungkin cairan merah manis itu sudah membasahi baju bagus Julian atau wajahnya.
'Pria menyebalkan. Aku membencimu'
Pertemuan pertama yang buruk diakhiri dengan kesunyian diantara mereka berdua. Tidak ada yang mau berbicara, sampai akhirnya mereka pun memutuskan untuk pergi tanpa mengucapkan apapun.
Akan sulit menghindari pertemuan dengan Julian di masa depan, berhubung mereka akan menjadi tunangan karena itu Elise pasti akan bertemu lagi dengan Julian.
Hal yang dipikirkannya benar-benar terjadi. Dua hari setelah pertemuan di restoran itu Elise diundang untuk tinggal di kediaman keluarga Eldegar, sebagai tunangan Julian dan membantunya di perusahaan.
'Ini sangat buruk, aku muak bertemu dengan dia'
...-Sepertinya Elise akan menganggap Julian sebagai tunangan pembawa sial. Belum jauh ia melangkah dari Julian dia harus bertabrakan dengan punggung seseorang sampai membuatnya terjatuh ke lantai, beruntung tidak ada ciuman manis antara lantai dengan dirinya, kalau iya harus ditaruh di mana wajah Elise?-...
...————...
Tak pernah terbayangkan oleh Elise kalau dirinya akan masuk ke dalam rumah keluarga Eldegar yang luar biasa mewah itu. Elise tidak beranggapan berlebihan, rumah keluarga Eldegar memang sangat mewah sampai-sampai dia harus naik mobil alih-alih berjalan kaki untuk ke depan halaman rumah mereka. Sepertinya kata 'rumah' pun tidak cocok mendeskripsikan bangunan itu, rasanya akan sangat cocok jika disebut sebagai mansion.
'kalau rumah bangsawan zaman dulu masih ada, mungkin mansion ini setara dengan tempat tinggal bangsawan tinggi'
Elise membatin. Memuji kemegahan mansion keluarga Eldegar. Dia juga cukup kaya, tapi rumahnya jelas tidak semewah mansion di depannya. Ditambah keluarga Elise tidak terlalu menyukai kemewahan, karena itulah rumah mereka itu terlihat sederhana.
"Apa yang kau lakukan mematung di sana? Cepat ikuti aku bodoh" Kata Julian. Dirinya berlahan mendahului Elise.
Mengakhiri acara kagumnya Elise menatap Julian yang lagi-lagi berbicara menyebalkan, bahkan ia sempat menghina Elise dengan wajah tak acuh miliknya membuat Elise semakin ingin menonjok sosok rupawan itu.
"Iya," Jawab Elise singkat. Dia malas untuk menjawab ucapan Julian, tapi kalau dia diam saja mungkin mulut pedasnya itu akan semakin menjadi.
Julian berdecak sebal. Merasa kesal karena mendapatkan tugas dari sang ayah untuk mengantarkan Elise secara langsung. Dia bahkan menjemput Elise waktu keluar dari kereta tadi, dan itu cukup membuatnya lelah.
Padahal kan Elise sudah dewasa, dia bisa ke mansion dengan pelayan tapi kenapa sang ayah meminta untuk mengantarkannya langsung? Oh iya, dia kan calon tunangannya.
Dan mengapa Elise datang ke sana? Tentu saja, sebelum resmi menjadi tunangan Julian ia harus menghadiri acara makan malam yang dihadiri oleh seluruh keluarga Eldegar, bisa dibilang ini semacam perkenalan resmi Elise dengan keluarga Julian.
Acara makan malam akan diselenggarakan esok hari dan Elise harus mulai tinggal di sana mulai hari ini untuk beradaptasi dengan lingkungan keluarga Eldegar.
Pintu besar itu terbuka, menampilkan ruang tengah yang sama mewahnya dengan diluar tadi. Elise tak henti-henti mencuri pandang, mengagumi setiap interior mansion yang menurutnya sangat berkelas dan indah, lalu yah, sudah pasti mahal.
"Kalau jalan itu lihat pake mata, *cheesy" *(Norak banget)
Elise terdiam dengan ekspresi kikuk di wajahnya. Tertangkap basah saat mengagumi interior mansion sampai disebut udik, dia merasa malu sekaligus kesal pada Julian.
'Kalau jalan kan pake kaki, bodoh.'
Apa dia enggak bisa menghaluskan ucapannya sekali saja? Setiap ucapan yang Julian lontarkan pada Elise begitu menyakitkan dan kasar. Hampir saja Elise benar-benar menonjok wajah rupawan itu, dia harus bersyukur karena Elise pandai menahan emosinya.
"Aku jalan dengan benar kok"
Hening. Tidak ada jawaban dari Julian, dia terus berjalan tanpa menoleh kebelakang. Elise menghela nafas maklum, sepertinya dia mulai terbiasa dengan sifat Julian yang seperti ini padanya.
'Lebih tepatnya aku harus terbiasa,'
Mulai besok mansion ini akan menjadi tempat tinggalnya, jadi dia harus membiasakan diri dengan orang-orang yang tinggal satu atap dengannya dan salah satunya adalah Julian.
Elise segera memfokuskan dirinya. Ia berjalan pelan, mengekor Julian yang berjalan cepat di depannya, namun tanpa sebab Julian berhenti berjalan membuat Elise yang mengikutinya jadi ikut berhenti.
Dia berbalik. Tatapan tak acuh miliknya lurus menatap Elise.
"*Just so you know. Aku tidak akan pernah mencintaimu, camkan itu." *(Asal kamu tahu)
Seolah meragukan pendengarannya Elise melongo.
"Hah?"
*'WHO CARES!!? (EMANG GUE PIKIRIN!?)
Apa Julian mengatakan ini tiba-tiba karena takut Elise mencintainya? oh, itu adalah hal paling lucu yang Elise pikirkan karena dia tidak berniat untuk mencintai Julian.
"Kamu tuli? Meskipun kita bertunangan tapi aku tidak akan pernah mencintaimu, karena aku sudah memiliki kekasih yang seribu kali lebih baik dari kau,"
Ucapan tegas dari Julian membuat Elise terdiam. Bukan, dia bukan terkejut dengan pengakuan tunangannya yang terang-terangan mengakui dirinya memiliki kekasih, justru Elise malah ragu kalau Julian mengaku tidak memiliki kekasih saat ini. Lagipula, Elise tahu kok sosok yang dicurigainya sebagai kekasih Julian itu siapa.
Elise hanya merasa kesal karena Julian membandingkan dia dengan wanita lain yang bahkan belum pernah ia temui, apalagi Elise paling tidak suka dibandingkan dan dianggap rendah.
"Aku juga tidak akan pernah mencintai kamu tuh."
Jari tengah ia berikan pada Julian sambil tersenyum, membuat urat syaraf Julian terlihat di dahinya lantaran kesal menerima hal tidak sopan dari Elise.
"Kau!—"
"Good bye tuan muda! Aku bisa ke kamarku sendiri kok!"
Berlari kecil Elise meninggalkan Julian yang hampir mengamuk padanya. Elise tidak peduli dengan Julian, lagipula tujuannya ada di sana pun untuk menghancurkan mereka jadi apa salahnya tidak ada cinta diantara mereka? Itu justru menguntungkan Elise.
Brugh!
'Aduh'
Sepertinya Elise akan menganggap Julian sebagai tunangan pembawa sial. Belum jauh ia melangkah dari Julian dia harus bertabrakan dengan punggung seseorang sampai membuatnya terjatuh ke lantai, beruntung tidak ada ciuman manis antara lantai dengan dirinya, kalau iya harus ditaruh di mana wajah Elise?
Di belakangnya Julian menahan tawa. Melihat Elise yang jatuh seperti itu sangat lucu.
'*You pay the price' *(kau kena batunya)
Senang rasanya melihat orang yang berlaku tak sopan padanya terjatuh seperti itu.
"Maaf, kamu tidak apa-apa?"
Suara berat dan agak serak milik lelaki yang Elise tabrak mengacaukan pikirannya. Ia mendongak menatap wajah pria yang kini mengulurkan tangan padanya dengan senyuman simpul.
"Kak Lucas"
Julian mendekati Elise, lebih tepatnya ia mendekati lelaki yang membantu Elise. Dia tidak tertawa lagi saat melihat sosok sang kakak.
Lelaki itu menatap Julian. Wajah adik laki-laki yang sudah lama tak ia lihat, lelaki itu cukup merindukan sang adik. Senyuman tipis muncul di wajahnya, terlihat sangat ramah dan hangat.
"Halo adikku. Aku pikir membiarkan tunangan mu berjalan sendirian di rumah kita yang luas ini terlalu berlebihan, mengapa kamu tidak mengantarkan dia?"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!