Ku Terima Hinaan Kalian | 1
Seorang bocah perempuan berusia 10 tahun tengah menerima hukuman dari sang ayah tanpa mengeluh sedikit pun meski ia tidak melakukan kesalahan sama sekali.
Ia menggigit bibir nya, kedua tangannya mengepal menahan sakit akibat pukulan rotan yang diberikan pada betisnya. Ini bukan pertama kalinya ia mendapat hukuman tanpa melakukan kesalahan.
Ia sudah terbiasa akan rasa sakit itu. Tak ada air mata yang jatuh. Karena, bagianya air mata hanya akan membuat nya terlihat lemah dan tidak akan mengurangi rasa sakitnya.
Ia juga tidak memohon ampun untuk tidak mendapatkan hukuman, ia tetap diam. Untuk apa ia memohon tetapi tak ada yang mendengarkan, itu tentu saja percuma dan akan menghabiskan suaranya.
Pertama kali ia dihukum ketika ia berusia 5 tahun. Ketika itu ia dan adiknya yang hanya terpaut usia satu tahun sedang bermain di taman.
Sang Raja, ayah mereka menghampiri dan entah kenapa adiknya tiba-tiba menangis tiada henti. Ayah dan ibunya menyalahkannya karena berani melukai adik kecilnya.
Ia sudah mengatakan yang sebenarnya, tapi tetap sama. Tak ada yang mendengar nya. Setelah ada yang pertama pasti ada yang kedua, ketiga, dan seterusnya.
Ia juga heran mengapa orang tuanya membedakannya dan saudara saudara nya? Kakak putra mahkota yang begitu bijaksana pun memandang nya jijik.
Para ibu selir bahkan tidak ingin menyentuh nya yang merupakan putri dari Raja dan Ratu kerajaan tersebut.
Hingga ketika ia berusia 8 tahun. Dirinya mengetahui kenyataan pahit, bahwa dirinya adalah putri dari seorang tabib istana yang sengaja merangkak ke ranjang Raja, hingga melahirkan dirinya.
Dirinya yang sudah besar cukup paham dengan kata-kata itu. Ibunya dibun*h setelah melahirkan dirinya, dan ia berada di istana itu bagaikan lintah darat yang mengganggu kehidupan istana.
Tidak, ia tidak menyalahkan Ibu nya atas takdir pahit yang ia terima sejak lahir. Justru, ia membenci Ayahnya. Tidak bisakah pria itu bersikap adil sebagai seorang Raja dan Ayah?
Sejak mengetahui hal itu, kebenciannya terhadap orang-orang yang selalu merendahkan nya semakin mengakar, terutama Raja dan Ratu.
Ia pasti akan membalaskan semuanya.
Dua puluh pukulan telah ia Terima. Kakinya sudah dibasahi oleh dar*h.
Akan ku Terima semuanya, lihatlah aku tidak selemah yang kalian kira. Bocah perempuan itu mencoba berdiri, tapi ia tidak begitu kuat.
Ia hampir saja kehilangan pijakan nya, jika saja pelayan yang iba tidak segera menangkapnya maka ia pasti akan terjatuh.
Tidak ingin menerima bantuan orang lain, ia melepaskan tangan pelayan wanita itu. Ia mulai melangkah tertatih dengan wajah menahan sakit. Meskipun usianya baru 10 tahun, tapi ia tidak berpikir meminta bantuan orang lain.
"Kakak Aalis, Ada apa dengan dirimu?"
Suara cemas itu berasal dari Putri Allea, putri pertama Raja dan Ratu. Ia berjalan menghampiri sang kakak dengan wajah yang begitu sendu.
Ya, bocah perempuan itu adalah Aalis , mengabaikan kekhawatiran Allea. Ia tetap terus berjalan tanpa memperdulikan Allea yang menhampiri nya.
Ia tahu putri itu bermuka dua. Mungkin untuk orang yang belum mengenalnya ia adalah seorang yang begitu perhatian pada saudara nya, namun dimata Aalis. Allea sama buruknya seperti Ratu.
"Pelayan! Bantu kakak ku berjalan, mengapa kau hanya diam saja!"
Dengan marah, Allea memarahi pelayan setia kakaknya. Ia bertindak bagaikan seseorang yang begitu khawatir.
"Maaf, Putri Allea. Tetapi, Putri Aalis tidak membiarkan hamba membantunya"
Tak menghiraukan perkataan pelayan. Allea meraih lengan kakaknya, berniat membantu berjalan.
Brukkk!
Aalis menepis lengan Allea hingga bocah itu terjatuh.
"Putri!"
Para pelayan setia Allea membantu majikan mereka berdiri. Mereka yang bersama Allea, begitu membenc* Aalis. Bahkan, mereka berani menatap tajam Aalis.
"Pergilah, Allea. Aku sedang tidak ingin di ganggu"
Kembali menyeret kakinya, ia meninggalkan kerumunan orang-orang itu dan disusul satu pelayan setianya.
Setelah Aalis menjauh. Allea, menatap tajam Aalis. Tangannya mengepal, giginya bergemeletuk serta wajahnya yang memerah menahan amarah. Bahkan urat leher nya pun sampai terlihat.
Ia begitu jij*k dengan Aalis yang menolak pertolongannya secara mentah-mentah. Keinginan nya untuk menyingkirkan Aalis semakin kuat, tapi ia akan pelan-pelan. Karena, Aalis adalah bonekanya.
Delapan tahun berlalu, Putri Aalis telah tumbuh menjadi wanita yang memiliki kekuatan di tangannya. Kehidupan nya yang sulit sejak kecil telah ia lewati.
Rasa sakit yang ia Terima telah menempa nya menjadi wanita luar biasa yang hampir di segani oleh seluruh pejabat istana.
Putri Aalis Callie Menzel, namanya lebih dikenal daripada Putri dan Pangeran lain. Ia adalah wakil Jendral perang, yang paling ditakuti. Meskipun wanita, dirinya tetap bisa mengangkat pedang untuk berperang.
Walaupun hanya wakil, dirinya lebih disegani daripada jendral itu sendiri. Tidak hanya itu, Aalis juga memiliki fitur wajah yang sangat halus.
Iris matanya biru seperti lautan yang tenang namun menenggelamkan. Ia memiliki hidung mancung kecil, serta bibir tipis mungil berwarna merah muda.
Keseluruhan wajah Aalis sangat sempurna. Mungkin wanita ini bisa dinobatkan sebagai wanita tercantik di seluruh benua.
Namun, meski ia memiliki kekuatan yang besar. Ia belum bisa melakukan pemberontakan yang sudah lama ia rencanakan. Pelan-pelan saja, Aalis lebih suka menikmatinya.
Terhitung sudah satu bulan Aalis tidak ikut ke medan perang. Sang Raja, sudah mengambil token militer miliknya, entah apa yang ada dipikiran nya. Mungkin, ia takut Aalis memberontak.
"Yang Mulia, Pengawal setia Raja mengatakan anda di undang ke jamuan makan malam"
"Katakan, aku akan datang"
"Baik, Yang Mulia"
Pelayan tersebut undur diri setelah mendapatkan jawaban dari sang majikan. Ya, hanya wanita itu yang benar-benar tulus pada Aalis.
Pelayan setianya, yang hanya berbeda usia dua tahun lebih tua dari nya. Ia di beli dari perdagangan budak untuk membantu kebutuhan Aalis.
Aalis kembali menyesap teh di cawan kecilnya. Teh hijau yang masih hangat, begitu menenangkan dan rasa pahitnya yang Aalis suka. Sama seperti kehidupannya yang pahit.
Ia kembali meletakkan cawan itu di meja. Jari telunjuk nya yang cantik berputar di bibir cawan itu. Bibir tipis nya mengukir senyuman indah.
Raja mengundang nya ke jamuan makan malam? Sungguh hal yang menggelikan. Apa lagi yang ingin mereka lakukan? Mencoba membun*h nya dengan racun?
Senyum yang awalnya indah itu berubah menjadi mengerikan. Mungkin jika ada pelayan yang bersamanya, mereka sudah mengigil ketakutan.
Mari kita lihat, Apa yang akan mereka lakukan?!
Ku Terima Hinaan Kalian | 2
Malam tiba. Aalis bersiap untuk pergi ke jamuan makan malam itu. Dirinya mengenakan gaun berwarna lilac dengan bordiran perak yang membuat nya tampak anggun dan cantik.
Rambutnya tergerai bebas dengan sedikit hiasan rambut yang semakin membuatnya menawan. Ditambah Polesan make up tipis yang menambah kesan indah padanya.
Siapa pun yang melihatnya pasti akan terpikat oleh kecantikan itu. Dirinya melangkah keluar dari kediamannya menuju aula.
Aula dihias sedemikian rupa. Berbagai hidangan sudah tersaji dengan kursi yang tertata rapi , semua orang sudah berada disana kecuali Raja dan Ratu.
Canda dan tawa mengisi ruangan tersebut menjadi hangat. Aalis melangkah masuk menuju tempat dimana para saudaranya dan para selir berada. Ini Jamuan khusus Putra, putri Raja dan para istrinya.
Ketika Aalis masuk. Suasana yang tadinya hangat berubah dingin. Tak ada yang mengumumkan kedatangan putri kedua raja tersebut.
Semua mata terpaku padanya, tersihir akan pesona yang Aalis miliki. Namun, sepersekian detik kemudian tatap kagum itu berubah menjadi tatapan jij*k, da benc*.
Aalis tidak peduli. Ia duduk di kursi yang sudah lama tak ia duduki. Biasanya jika ada jamuan makan malam ia tidak akan datang, karena baginya hal tersebut membosankan.
Ia duduk tanpa memikirkan tatapan orang-orang yang menganggap nya hina. Semua kembali pada kegiatan masing-masing.
Tak lama setelah Aalis duduk. Kedatangan Raja dan Ratu diumumkan.
"Raja Dan Ratu Memasuki Aula!"
Semua orang yang duduk berdiri menyambut kedatangan Raja Carlos dan Ratu Beatrix yang memasuki aula.
Pria setengah baya itu masih tampak gagah dengan pakaian yang dikenakannya, serta mahkota yang selalu ada dikepala nya.
Disamping nya, Ratu Beatrix yang masih terlihat begitu cantik meski dirinya sudah berusia hampir menduduki kepala empat.
Raja Carlos duduk di kursi yang telah disediakan. Begitu pun dengan Sang Ratu. Setelah dipersilahkan mereka kembali duduk.
Makan malam dimulai, suara musik yang merdu mengiringi acara itu.
"Sebuah kejutan akhirnya Putri Aalis mau bergabung di Jamuan makan malam"
Ratu Beatrix menatap Aalis disertai dengan senyuman.
Aalis membalas ucapan Ratu Beatrix dengan nada acuh tak acuh." Saat ini aku sedang memiliki banyak waktu, jadi mungkin Ratu akan sering melihat ku mulai sekarang "
"Itu sesuatu yang baik, Putri Aalis" Perkataan nya tentu saja sangat berbanding terbalik dengan hatinya. Ia bahkan enggan melihat wajah Aalis lebih lama.
Aalis hanya mengingatkan nya pada sebuah perasaan sakit hati yang tidak pernah terobati. Ibu Aalis adalah tabib kepercayaan Ratu terdahulu, ia begitu dihormati dan disegani melebihi tabib pada umumnya.
Dia lebih lama mengenal Raja daripada dirinya. Jauh sebelum dirinya ada Raja telah jatuh hati pada tabib tersebut.
Namun, Raja telah terikat pertunangan dengannya. Saat memasuki istana, Ratu terdahulu lebih akrab dengan tabib tersebut yang merupakan Ibu Aalis. Dibandingkan dirinya yang merupakan Istri dari putra mahkota.
Dua bulan pernikahan dirinya sudah mengandung putra pertama. Dan saat itu, Putra Mahkota Carlos dinobatkan sebagai Raja Kerajaan Menzel dan dirinya pun menjadi Ratu.
Setelah menjadi Raja. Raja Carlos berniat menikahi tabib tersebut yang tentu saja disetujui oleh orangtuanya. Ratu Beatrix merasa posisinya terancam.
Sebelum semua itu terjadi, ia merencanakan sebuah rencana licik untuk menyingkirkan sang tabib.
Saat malam tiba, Ratu Beatrix menghampiri kediaman tabib tersebut. Dengan alibi, ingin memeriksa kandungnya. Ia bahkan benc*, mengapa kediaman tabib sama mewahnya dengan kediamannya.
Bahkan kediaman itu terletak tak jauh dari kediaman Raja. Tetapi, Untuk saat itu dirinya senang karena ia bisa melancarkan aksinya.
Seperginya Ratu Beatrix, tiba-tiba tabib itu merasakan tubuhnya yang panas. Tak jauh dari dirinya berdiri, Raja berjalan menghampiri ke arahnya.
Ia memang berniat menemui tabib karena ingin meminta obat. Namun siapa sangka saat berhadapan tabib itu memeluk Raja.
Hingga Raja membawanya kekediamannya yang bahkan Ratu pun tak pernah menginjakkan kakinya disana.
Semua terjadi begitu cepat. Keesokan paginya kabar menggemparkan itu memenuhi seluruh sudut istana.
Dimana sang tabib yang tidak tahu diri tidur bersama Raja. Raja yang tidak mau disalahkan padahal dirinya yang membawa kekediamannya tetap menyalahkan tabib itu.
Tatapan kebenc*an dan cemoohan dilemparkan padanya. Semua yang membenci nya merasa senang. Sedangkan Raja dan Ratu terdahulu tidak percaya akan apa yang dilakukan orang kepercayaan mereka.
Hukuman mati dijatuhkan padanya. Namun, ketika ia akan di eksekusi. Dirinya mengatakan kalau dirinya sedang mengandung.
Pada akhirnya ia tinggal di penjaga hingga waktu melahirkan tiba. Setelah putra mahkota berusia Empat bulan, tabib itu melahirkan.
Dan saat itu juga, dirinya langsung dibun*h tanpa melihat bayinya sekalipun. Mereka yang menyaksikan menatap dengan berbagai tatapan.
Tanpa mereka tahu sebenarnya orang yang paling harus mereka hindari adalah wanita nomor satu di Menzel. Yang tak lain adalah Ratu sendiri.
Tiga bulan berlalu, Kematian Raja dan Ratu terdahulu diumumkan. Semua berduka cita dan menitikan air mata.
Kembali di masa sekarang. Tatapan Raja Carlos jatuh pada Aalis. Ia memandangi putri yang begitu semua orang benci namun bisa berdiri dengan kekuatan nya.
Dari lubuk hati yang terdalam. Ia selalu merasa bersalah ketika melihat wajah Aalis. Ia teringat akan wanita pertama yang sudah membuat nya jatuh hati.
Jika saja sifat dan sikap Aalis sama dengan wanita pertama yang dicintainya mungkin ia akan menyamakan putrinya itu dengan saudaranya yang lain.
Namun, melihat sifat membangkang dan tidak tahu diri Aalis ia menjadi membenci putrinya itu.
Tidak ingin larut dalam kenangan kelamnya. Sang Raja kembali pada makanan yang sedang dinikmatinya.
Begitupun dengan yang lain. Tetapi, Aalis menyadari sesuatu dengan makanannya ini. Apakah ada yang kembali ingin melenyapkan nya di jamuan makan malam ini?
Aalis merasakan tubuhnya yang tiba-tiba terasa pegal. Mata nya mulai rabun, kepalanya berdenyut tiada henti.
Dalam satu jam ia akan kehilangan nyawanya. Orang-orang menyadari Aalis yang mulai menunjukkan reaksi. Tetapi , mereka tetap acuh dan tak peduli.
Tak ingin berlama-lama disana. Aalis memutuskan pergi sebelum acara itu selesai.
Ku Terima Hinaan Kalian | 3
"Ada apa, Putri Aalis?"
Suara Ratu Beatrix yang lembut menghentikan gerakan semua orang. Mereka menatap Sang Ratu dan Aalis.
Ah, Aalis paham. Ternyata wanita yang sama yang ingin kembali menyingkirkan nya. Tidak, belum saatnya dirinya pergi.
"Aku merasa tidak enak badan, Ratu. Bisakah aku pergi tanpa menyelesaikan jamuan ini?"
Aalis menanggapi ucapan Sang Ratu dengan tak kalah lembutnya. Ia masih bisa menahan sesak dan panas di dadanya.
Ratu memegang tangan Aalis dan menggenggam jemarinya. Tangan Aalis berkeringat dingin, ia menarik sudut bibirnya dan tersenyum.
"Ini hadiah dariku untukmu, Putri. Tadinya aku akan memberikannya setelah jamuan selesai. Namun, bila kau merasa ingin kembali maka aku memberikan ini lebih cepat"
Ratu memberikan sebuah kalung yang sangat indah dengan liontin hijau yang bersinar.
"Aku menerima hadiahnya. Terimakasih, Yang Mulia Ratu"
"Sama-sama"
Tanpa menunggu lagi, Aalis segera pergi meninggalkan tempat tersebut. Semua kembali melanjutkan makan mereka, seolah Aalis hanya angin lalu.
Di perjalanan menuju kediamannya, Aalis memegang kalung dari Ratu. Ia kemudian menyadarinya, Kalung itu telah di beri racun pelumpuh.
Siapapun yang memegangnya dengan keadaan Aalis yang sudah memakan racun, menjadi pemicunya. Jari-jari nya berdar*h seperti ia mengiris jarinya menggunakan pisau.
"Yang Mulia, Jari-jari anda berd*rah!"
Pelayan setianya, Sadie. Terkejut melihat lengan majikannya. Aalis tidak menjawab ia hanya menggelengkan kepala. Sadie paham, ia menuntun majikannya agar tidak jatuh.
Sesampainya dikamar. Aalis berbaring di atas ranjangnya, dibantu oleh Sadie.
"Keluarlah, Axela!"
Sadie, yang berada di sisi ranjang majikannya tiba-tiba merasakan semilir angin dingin menerpa kulitnya. Tak lama tiba-tiba muncul seorang wanita disamping Sadie.
Rambut panjang segelap malam, kulit seputih salju, dengan iris mata berwarna hijau yang bagaikan hutan tropis. Serta bibir mungil berwarna merah muda.
Wanita itu tak kalah cantik dari majikannya. Ia adalah Axela. Seseorang yang Aalis selamatkan saat peperangan nya melawan salah satu kerajaan di benua Westland ini.
Axela tidak membenc* Aalis yang sudah menghancurkan kerajaannya. Karena ia hanya putri dari selir yang tak dianggap keberadaannya.
"Axela menghadap, Yang Mulia"
"Cepat periksa racun di tubuhku!"
Axela langsung menurut. Ia terkejut saat melihat Jari-jari Aalis yang berdar*h. Sebagai orang yang ahli dalam racun dan obat-obatan, Axela paham racun apa yang digunakan.
"Cepat ambilkan aku air minum dan larutkan sedikit garam"
Sadie mengangguk, menuruti perintah Axela. Ia tahu kondisi majikannya sedang dalam bahaya.
Tak lama ia kembali dengan air minum yang diminta.
"Minumlah, aku akan menggunakan akupuntur. Racun menyebar melalui pembuluh darah dan akan segera mengenai jantung"
Aalis menurut tanpa banyak bertanya. Ia terduduk lalu menegak air itu. Air garam berguna untuk menghentikan jalan racun sementara.
Axela memnyibak gaun yang dikenakan Aalis. Ia mulai menggunakan keahliannya dalam akupuntur, menggunakan beberapa jarum perak untuk mengeluarkan racun ditubuh Aalis.
"Ueekkk!"
Sepersekian detik kemudian, Aalis memuntahkan seteguk dar*h. Axela kembali memeriksa, tidak. Racunnya belum keluar dari tubuh Aalis.
Ia kembali melakukan hal yang sebelumnya, jika jarum perak tak ampuh makan ia harus menggunakan Jarum Emas.
"Ueeekk!"
Aalis kembali memuntahkan seteguk dar*h yang lebih banyak. Darah merah yang bercampur racun hitam pekat.
Tubuh Aalis begitu lemah. Ia kembali membaringkan tubuhnya dibantu Axela.
Axela beralih pada Jari-jari Aalis. Ia membersihkan Jari-jari itu.
"Kalung nya terjatuh, Axela"
Dengan mata terpejam. Aalis bersuara pelan, lalu Axela beralih menatap Sadie.
"Ini, Nona"
Setelah membersihkan Jari-jari Aalis. Axela meraih kalung itu. Tidak berpengaruh apapun jika orang itu tidak mengkonsumsi pemicu nya.
"Baiklah, Jaga Yang Mulia. Aku akan kembali untuk memberiksa keadaan nya"
"Baik, Nona"
Sadie mengangguk. Lalu Axela kembali pergi bagaikan angin. Dirinya memang adalah bayangan Aalis. Dia akan muncul jika Aalis memanggilnya, Sadie pun mengetahuinya. Hanya Sadie, tak ada yang lain lagi.
Kehidupan di Istana berjalan seperti biasanya. Aalis sudah kembali pulih, dan pagi ini dia sedang berjalan menuju kediaman Ratu.
Ia ingin membalas kebaikan Ratu karena telah memberinya hadiah dengan hal yang sama. Ia pun akan memberi wanita itu hadiah.
Sampai didepan kediaman Ratu. Pengawal memberitahukan kedatangan Aalis, setelah mendapatkan persetujuan. Aalis bersama Sadie di belakangnya masuk.
"Memberi salam pada, Yang Mulia Ratu"
Sembari menekuk lututnya, Kali ini Aalis bersikap sangat sopan. Didepannya Ratu tersenyum hambar.
"Silahkan duduk, Putri Aalis"
Ratu masih menjawab dengan tenang. Walaupun hatinya kesal, mengapa Aalis masih ada di depannya.
Dan tentunya Sang Ratu paham maksud kedatangan Aalis. Yaitu, Untuk mengejeknya bahwa dirinya masih hidup. Ini sebuah penghinaan untuknya, harga dirinya bagai di injak-injak.
"Maksud kedatangan ku kemari ingin memberikan ini pada Yang Mulia. Ini hanya hadiah kecil dari ku"
"Oh ya, aku juga sangat berterimakasih pada Yang Mulia. Lihat, kalung nya sangat indah. Aku sangat suka"
Seolah-olah dirinya akrab dengan sang Ratu. Aalis berceloteh dengan senyuman yang terus menghiasi wajahnya.
"Senang mendengarnya, Putri Aalis. Ku pikir kau akan membuang pemberianku"
"Tentu saja tidak, Yang Mulia. Pemberian mu sangat berharga"
"Baiklah, aku menerima hadiah dari mu"
"Terimakasih, Karena Yang Mulia bersedia menerimanya"
Tak ada tanggapan dari Ratu Beatrix. Ia kembali menyesap teh melati kesukaan nya. Pelayan Ratu Beatrix menuangkan teh itu untuk Aalis. Dengan senang hati Aalis meminumnya.
"Tidak ada yang tahu sedalam apakah kolam itu, bukan?"
Aalis berseru sembari menyesap teh melati yang dihidangkan pelayan Ratu Beatrix. Begitu tenang keduanya dalam mengucapkan kata-kata.
"Benar, Putri Aalis. Apa kau takut tenggelam di kolam itu?"
Ratu Beatrix menyahut sambil mengikuti arah pandang Aalis pada kolam yang berada di kediamannya.
"Ah, tentu saja tidak, Yang Mulia"
Aalis menyimpan cawan kecilnya kembali diatas tatakan yang ada. Ia kemudian bangkit dari duduknya, kunjungan nya sudah selesai dan dia akan pergi.
"Terimakasih atas teh nya, Yang Mulia"
Hanya anggukan dan senyuman manis yang Ratu Beatrix tunjukan. Aalis melangkah untuk pergi. Namun, ketika berada di sebelah Ratu Beatrix ia sedikit membungkukkan badannya.
"Kau yang akan tenggelam di kolam itu, Yang Mulia!"
Sedikit berbisik. Setelah nya ia langsung pergi dengan wajah tegasnya.
Ratu Beatrix mengepalkan lengan tangannya kuat-kuat. Hingga kuku-kukunya yang terawat dan tajam itu menusuk dagingnya.
Ekspresi yang tadinya tenang berubah seketika dipenuhi amarah. Kita lihat, siapa yang akan tenggelam di kolam itu, Aalis. Batinnya begitu kuat.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!