Bug
"Lebih keras lagi."
Bug
"Yang Kuat Rachel".
"Ini udah kuat, Farel!"
Rachel menganyunkan sarung tinju sekuat tenaga menonjok punching pad yang di pegang Farel. Sekitar setengah jam, sejak jam tujuh pagi tadi, gadis berusia 20 tahun itu terus melatih kekuatan otot - otot tubuh ya di gym apartemen mereka.
Sungguh Rachel sangat malas berolahraga, tapi farel memaksanya ke gym, biar sehat katanya. padahal Rebahan di hari wekeend setelah hari senin sampai jumat sibuk dengan kegiatan kuliah, sudah termasuk menjaga kesehatan punggung ka?
Sejak tadi Farel terus memarahinya karena pukulan nya kurang keras. Padahal Rachel sudah berusaha sekuat tenaga.
"Rachel!"
"Ini Udah kuat Farel.. ih lama-lama lo yang gue tonjok"
Farel terkekeh "Ya udah Istirahat dulu"
Rachel pun melepas sarung tinjunya dan melemparkan nya pada Farel. lalu duduk ke pinggiran dekat tembok sambil mensolonjorkan kaki. Sementara Farel diam-diam tersenyum simpul mendengar gerutuan Rachel. Kekesalan Rachel seolah menjadi sumber kebahagiaan untuknya
Farel mengambil sarung tinju dan menyimpannya ke tempat semula. Lalu membukakan tutup botol air mineral dan menyerahkan pada sahabat nya itu.
"Nih"
Masih dengan wajah jutek ia mengambil botol mineral itu.
"Lima menit"
"Sepuluh menit" Rachel bernego untuk menambah waktu istirahatnya.
"Oke cuma sepuluh menit, Udah itu lanjut"
"Ih Farel nyebelin banget sih"
Farel tiba-tiba berjongkok di hadapan Rachel dan mencapit pipi gadis itu hingga wajahnya terdongak.
"Gue lakuin itu agar lo sehat, Olahraga tuh baik buat kesehatan biar lo ga gampang sakit. Ngerti?"
"Ngerti! Master... PUAS?!"
Farel berdecih, tapi pada akhirnya tersenyum juga, melepas capitan di pipi Rachel. Farel lanjut mencoba alat-alat gym lain nya. Sementara Rachel memperhatikan Farel yang sedang pull up.
Kedua tangan Farel memegang besi, lalu mengangkat tubuhnya
naik turun, kaos coklat longgar tanpa lengan itu membuat otot-otot Farel tak tertutup, tampak kokoh dan kuat.
Ototnya tidak sebesar binaragawan, tapi tidak kecil juga. pas untuk postur tubuhnya. Di tambah badan nya yang tinggi ideal untuk ukuran laki-laki berusia 20 tahun.
Seperti inilah yang dilakukan Rachel, menganggumi nya dalam diam tanpa berani mengungkapkan perasaan nya.
"Udah selesai istirahatnya. Sini Pull up!!"
"Ngga mau ah cape"
"Pull up lima belas kali, gue traktir apapun yang lo mau"
Saat itu juga mata aurel berbinar. "Apapun?"
"kecuali coklat"
"Ishh aku mau nya coklat"
"Mau gigi lo sakit trus dalam dua puluh empat jam ujung-ujung nya gue yang kena omelan lo"
Rachel tertawa, teringat beberapa hari lalu dirinya sakit gigi dan Farel yang jadi pelampiasannya.
Rachell pun menutup botol mineralnya. lalu berdiri dan menghampiri Farel. Meskipun Farel tinggi tapi Rachel tidak jemplang saat berdiri di samping Farel. Ia cukup tinggi. Saat berdiri seperti inilah dahi Rachel tepat di bibir Farel.
"Janji yah traktir??"
"Iyah Janji beres. Ayo cepat pull up"
Rachel pun mengulurkan tangan nya pada badan pull up, karena tidak sampai seperti biasa Farel memegang pinggang ramping Rachel , mengangkat hingga tangan Rachel menyentuh badan pull up.
"Dua puluh kali"
Rachel melotot, "Tadi kan lo bilang lima belas kali"
"Benarkah? Gue bilang lima belas kali, perasaan dua puluh kali deh" Farel menyeringai.
"lima belas kali Farel!!"
"Iya Iyah Ayo Mulai"
Rachel mulai mengangkat tubuhnya ke atas menggunakan kekuatan tangan sehingga tubuhnya sejajar dengan bar pull up. Menahan beberapa detik lalu menurunkan kembali tubuhnya. Begitu terus mengulang beberapa kali.
"lima" ucap Farel
"Udah tujuh Farel" protes Rachel
"Masa sih? baru lima"
"Tujuh"
Farel terkekeh "Iyah tujuh"
"Delapan" Farel terus Berhitung.
Tiba-tiba dua orang laki-laki seumuran nya masuk ke dalam ruangan gym, sepertinya penghuni apartemen ini juga. Karena apartemen ini dekat kampus jadi rata-rata yang menyewa nya pasti anak-anak kampus seumuran nya juga.
Farel bisa melihat mereka melirik ke arah Rachel. Sekali saja Farel bisa diam. tapi ini sudah ketiga kalinya.
Saat ini Rachel memakai legging panjang dan crop top longgar sampai menutup perut tapi saat Rachel mengangkat tubuhnya, crop top itu juga ikut terangkat, sehingga memperlihatkan pinggang rampingnya. Belum lagi pantat Rachel yang padat dan berisi membuat siapa yang melihat nya pasti tergoda.
"Shiit" farel mengumpat kesal.
"Udahan aja yuk" Farel berdiri di depan Rachel lalu memeluk pinggangnya. Lalu menarik ke bawah.
"Eh" Rachel terkejut dan reflek melingkarkan tangan nya di leher Farel agar tidak terjatuh.
"Farel apaan sih, bikin kaget aja"
"Gue tiba-tiba lapar dan pengen sarapan".
"Tapi baru dua belas kali gue pull up tinggal tiga kali lagi. Lo sengaja berhentiin gue dan lo ngga jadi traktir gue kan? Lo emang pelit Farel!" Rachel melotot kesal.
Farel tersenyum samar, lucu sekali melihat wajah kesal Rachel. lalu menurunkan gadis cantik itu dalam gendongannya.
"Kita langsung sarapan, gue yang traktir"
"Beneran?"
"Beneran"
"Oke... Letts Go"
Rachel baru saja melangkah tapi Farel menahan lengannya.
"Kenapa?"
Farel tidak menjawab, Justru mengambil jaketnya yang dia pakai saat menuju gym tadi. Namun Ia lepas saat sudah berada di dalam.
Farel membentangkan jaket nya ke belakang tubuh Rachel lalu menarik lengan jaket itu ke depan dan mengikat di perut Rachel.
Rachel terkejut sampai beberapa menit diam. Dadanya berdesir dan jantungnya berdebar kencang. Pandangan matanya tertuju pada Farel yang terlihat fokus menunduk memperhatikan ikatan jaket di perut Rachel.
"Badan lo jelek, bikin sepet orang-orang yang liat. Jadi lo jangan sok sok an pake baju ketat kayak gini. Ngga ada yang suka. Jelek banget"
"Kayaknya cuman lo doang deh yang bilang gitu. Temen-temen gue bilang badan gue bodo goals. Besok gue pakai bikini ke kampus ah".
"Kenapa ga sekalian lo telanjang aja ?" gemas Farel.
"Oke saran bagus"
Pletak
"Arrght" Rachel memekik kesakitan saat dahinya di sentil keras. "Sakit"
"Lo boleh telanjang kalau di depan gue"
"Lo harus jadi suami gue dulu"
"Oke"
Rachel tersentak kaget,
" Kenapa Kaget gitu?, lo Beneran berharap gue jadi suami lo?" Farel tertawa.
"Eh... Eng - engga koq. Siapa yang mau punya suami nyebelin kayak lo"
"Oh ya, Kalo jodoh gimana ?"
'Aamiin' Batin Rachel.
"Ngga mungkin lah lo jodoh gue," bohong Rachel, lalu berlari ke luar ruangan menyembunyikan pipinya yang merah merona.
...****************...
Farel turun dari mobil sambil bersenandung riang Puas sekali hari ini menjahili Rachel dari pagi sampai siang. Farel tidak sabar ingin cepat besok dan bertemu Rachel lagi. Farel sudah banyak menyiapkan kejahilan untuk sahabat tersayangnya itu.
Farel baru saja masuk ke dalam rumah dan pandangan nya dikejutkan oleh sosok yang sangat Farel kenal.
"Heh... Heh mau ngapain?"
Farel langsung menaruh belakang jaket Bastian.
"Eh. Halo calon kaka ipar. Lama tak jumpa. kangen kan lo sama gue. Sini peluk dulu." Bastian benar-benar memeluk Farel. Selama seminggu ini, Bastian ikut padanya keluar negeri dalam perjalanan bisnis.
"Kangen? Iya kangen pengen jitak pala lo"
Farel memotong leher Bastian dan menjitak kepalanya berulang kali.
"Udah berapa kali gue bilangin sampai mulut gue berbusa! jangan panggil gue kaka ipar. Sampai kapanpun gue ga akan merestue lo jadi pacar adik gue. Sadar diri dong Bas. Umur lo udah 20 tahun, Rana baru aja 12 tahun. Mau jadi pedofil lo?"
Bastian tertawa mendorong Farel menjauh.
"Pedofil apaan sih. Gue juga ngga akan nikahin adik lo sekarang. Nunggu Baby Rana dewasa dulu. Minimal lulus SMA Terus gue nikahin."
"Ya Tuhan tolong angkat nyawa hamba-Mu ini yang bernama Bastian. Saya lelah menghadapinya."
Bastian semakin tergerak mendengar doa Farel.
"Jangan gitu dong, nanti kalo gue mati, siapa jodoh adik lo. Kan gue jodohnya."
"Sumpah rasanya gue pengen mutilasi lo, Bas."
"KABUR TAKUT ADA KAKA IPAR JAHAT BIN JULID"
Bastian lari masuk ke dalam rumah, hingga dia mendengar suara tawa dari samping rumah.
"Gila, denger suaranya aja, gue udah deg-degan. Rana, Abang datang."
"Bastian , woy! Pulang ngga lo!" Farel masih mengejar Bastian.
Bastian bergegas menuju samping rumah menuju ke lapangan basket. Benar saja, di sana Rana, Rani dan Reza sedang bermain basket.
"Ketangkep lo!" Farel berhasil menangkap bastian.
Ketiga bocah manis yang sedang rebutan bola yang menyadari kedatangan Farel, lalu menoleh serempak.
"ABANG"
Fokus Farel dan Bastian langsung beralih pada ketiga adiknya. Sontak Farel langsung melepas rangkulan leher Bastian dan menghampiri adik-adiknya.
"Sini," Farel merentangkan tangan dan mereka langsung berlari ke arahnya dengan senyuman ceria.
"Abang" Rana juga ikut berlari, tapi tiba-tiba
Hupp
"Kena kamu"
"ARG" Rana memekik saat bastian tiba-tiba mengangkat tubuh kecilnya dalam gendongan. Tangan mungilya berusaha menabok-nabok pipi Bastian. Sementara si kang jail itu justru tertawa gemas melihat calon istri kecilnya itu.
"Eh eh kamu apain anak saya?"
Bastian menoleh ke arah pintu, lalu menurunkan Rana dan Rana langsung memeluk Farel. Sementara Farel melepas kangen dengan ketiga adiknya. Sementara Bastian meringis menatap Angga dan Sarah.
...----------------...
"
Bastian menoleh ke arah pintu, lalu menurunkan Rana dan Rana langsung memeluk Farel. Sementara Farel melepas kangen dengan ketiga adiknya. Sementara Bastian meringis menatap Angga dan Sarah.
"Hehee, Halo Om Angga, Halo Tante Sarah yang cantik jelita. Om sama tante kangen ngga seminggu ngga ketemu saya?"
Sarah hanya tersenyum geli, teringat seminggu lalu Bastian Pamitan dengan drama menangis tersedu-sedu seolah dia ingin pergi bertahun-tahun padahal hanya seminggu berada di LA.
"Ngga, Saya ngga kangen"
"Udah lah Om jujur aja"1
Angga menatap jengkel Bastian, "Seminggu ini ngga ada kamu tekanan darah saya normal, tapi sekarang baru seketika melihat kamu rasanya tekanan darah saya naik".
"Aduh om, Om harus jaga kesehatan yah. Jangan terlalu stresss biar tekanan darah om ga tinggi. Aku berharap om panjang umur biar nanti bisa menikahkan aku dengan Rana"
"SAYANG SAPU MANA SAPU, BIAR AKU GEBUKIN NIH BOCAH KURANG AJAR".
"Ampun Om, ampun Bercanda" Bastian terkekeh.
Angga melempar tatapan tajam pada Bastian lalu masuk membawa Rana, Rani mengikuti ke dalam rumah. Sementara Reza di lapangan basket bermain bersama Farel.
...----------------...
Setelah menghabiskan wekeend bersama keluarga, Farel kembali ke rutinitasnya sebagai mahasiswa bisnis. Hari Senin ini cukup padat, selain kuliah Farel juga bertemu dengan beberapa komunitas bisnisnya dan seminar.
Selain itu Angga juga meminta Farel agar tahun ini mulai menjalankan salah satu cabang perusahaan.
Farel dilema, dia ingin membangun bisnis nya sendiri tapi Angga ingin Farel meneruskan perusahaan nya.
Sekarang di sinilah Farel, di apartemen Rachel dan meminta saran sahabat tersayangnya. Sejak dulu jika ada apa-apa Farel pasti curhat pada Rachel. Rachel selalu menjadi pendengar dan pemberi saran yang paling baik untuk Farel.
"Gue bingung"
Rachel mengambil gunting kuku di dalam kamar, lalu duduk di sofa tepat di samping Farel. Kemudian meraih tangan Farel dan memotong kuku nya. Sementara Farel menyadarkan punggung di sofa sambil menatap langit-langit apartemen Rachel.
Di gedung apartemen ini, setiap lantai terdiri dari dua unit apartemen. Letak apartemen mereka ada 10 lantai dan saling berhadapan. Apartemen pun hanya tempat singgah sementara saat aktivitas di kampus terlalu padat dan mereka sudah lelah untuk pulang.
"Menurut gue sih lo lanjutin aja perusahaan keluarga lo"
"Tapi gue pengen punya usaha sendiri tanpa bantuan orang tua. Gue mau merintis dari nol."
"Mau membuat bisnis sendiri atau melanjutkan bisnis keluarga menurut gue sama-sama membutuhkan skill yang mumpuni. Meskipun melanjutkan perusahaan keluarga tapi tidak punya kemampuan yang baik, Perusahaan tidak akan maju, bisa jadi malah bangkrut."
Farel menoleh pada Rachel yang masih mengguntingi tangan nya sambil berbicara. Tanpa sadar Farel menatap wajah rachel begitu lama lalu memalingkan wajah ke arah lain.
"Jadi kalau lo minta saran sama gue, gue akan menyarankan tetap meneruskan perusahaan keluarga. Om Angga berharap banyak sama lo, anak laki-laki pertamanya. Om Angga pasti ingin menjadi lebih sukses daripada beliau. Kalau ga salah Om Angga juga meneruskan perusahaan keluarga lo kan? terus beliau mengembangkan sehingga memiliki banyak anak perusahaan dan bisa menampung lebih banyak karyawan."
"Lo galau kayak gini pasti gara-gara mikirin omongan orang yang ngapain lo 'Pantas sukses di usia muda nemuin bisnis orang tua ternyata, gue juga bisa kalau orang tua gue kaya' Iya kan?"
"Udah ga usah dimengerti. Fokus aja sama diri lo sendiri. Tetap teruskan perusahaan papa lo, bangun lebih banyak anak perusahaan dan buka lapangan kerja selebar-lebarnya untuk semua orang. Farel lo tau, orang yang paling baik adalah orang yang bermanfaat untuk orang lain."
Rachel tersenyum, mengangkat kepala hingga matanya bertemu Farel
"Gimana? Setuju?"
Farel mengangguk, "Tapi lo tetep di sisi gue yah, jangan kemana-mana".
"Hm, gue akan selalu dukung lo, Semoga kita bisa sukses kedepannya nanti"
Farel menegakkan badan. Lalu tiba-tiba Farel menarik Rachel dalam pelukan. Rachel tersentak dan membeku di tempat. Kedua tangannya mereka sisi baju untuk menyalurkan rasa gugup.
"Terima kasih, terima kasih lo mau jadi temen gue. Terima kasih lo ngga bosen sama gue. Padahal kita udah temenan dari kecil dan kadang-kadang gue nyebelin," Farel tersenyum, menyembunyikan wajah di ceruk leher Rachel dan menghirup aroma tubuh sahabat kecil nya ini. Farel selalu menyukai aroma wangi Rachel.
"I-Iya."
Hanya kata itu yang keluar dari bibir Rachel, karena sekarang dia benar-benar gugup dan bingung harus mengatakan apa.
"Kenapa lo ngga bales pelukan gue?" heran Farel dan sekarang justru mengeratkan pelukan.
Jangankan membalas pelukan, untuk bernafas saja Rachel kesulitan. Farel benar-benar tidak peka. Apa dua tidak bisa merasakan tubuh Rachel yang gemetar dalam pelukannya?...
Ring...Ring....
Mereka tersentak mendengar suara dering ponsel Farel. Farel melepas pelukan dan mengambil ponsel.
"LUNA" mata Farel berbinar melihat nama Luna yang muncul di layar ponselnya.
Farel baru saja ingin menjawab tapi tiba-tiba panggilan sudah berakhir. Lalu tak lama ada pesan masuk dari luna.
Luna : Farel gue udah pulang. Gue di rumah, lo ngga mau ketemu sama gue ? Lo ngga kangen sama gue?
Farel : Kangen banget. Gue ke sana sekarang.
Luna : Jangan sekarang. Gue lagi di luar. Nanti malem aja. Gue tunggu di rumah.
"Luna ya?"
"Iya, lo tau kan seminggu ini dia ke Bangkok ikut touring merk tas yang menjadikan dia brand ambassador"
Rachel mengangguk.
Sejak kecil Luna memang suka menyanyi dan suaranya juga sangat bagus. Luna terus mengasah kemampuan bernyanyi ya sehingga sekarang luna menjadi salah satu penyanyi muda berbakat di negeri ini. Kemampuan bernyanyinya di dukung dengan wajah cantiknya sehingga membuat Luna semakin terkenal. Sekarang dia menjadi selebram tak kalah dengan arti-artis senior . Belakangan ini Rachel dengar Luna ingin melebarkan sayap ke dunia perfilman.
Dan semua keunggulan Luna membuat Farel semakin mencintainya.
Meski begitu Rachel tidak insecure. Rachel menyadarai value-nya sendiri. Rachel selalu menanamkan dirinya sendiri untuk mencintai dirinya sendiri. Rachel juga tidak perlu meniru Luna agar Farel menyukainya.
Rachel selalu menerapkan pola pikir jika dia menyukai Farel dan Farel tidak menyukai nya bukan berarti ada yang salah pada dirinya. Tapi karena memang cinta tidak bisa di paksakan.
Pola pikir seperti itulah yang membuat Rachel tidak pernah iri pada siapapun karena setiap orang mempunyai value-nya sendiri.
"Liat cantik kan?" Farel menunjukkan feed ig luna yang baru saja upload.
"Hm, cantik banget. Sejak kecil kulit Luna memang bagus sekali"
Farel mengangguk, "Gue berharap bisa menikah dengan Luna dan kehidupan gue bahagia seperti Ayah dan Mamah. Gue menemukan sosok Bunda pada diri Luna."
Farel tersenyum, " Sekarang umur gue udah 20 tahun. Sesuai janji gue sama Mamah kalau gue udah 20 tahun boleh pacaran. Apa sekalian gue lamar Luna dan nikah muda?"
"Kalau lo mampu yakin bisa membahagiakan Luna, kenapa tidak?" ucap santai meskipun dalam hati sesak sekali.
"Lo ngga sedih kalau gue tinggal nikah?" tersenyum jail, melingkarkan tangan di pundak Rachel dan mendusel-duselkan dahi di sisi rambut Rachel.
"Kenapa sedih? gue masih punya Bastian, Dipta dan Rendy, mereka temen-temen gue juga"
"Iya mereka temen lo, tapi diantara kita berempat gue yang paling deket sama lo"
"Perasaan lo doang kali. Gue paling deket sama Dipta"
Saat itu juga ekspresi ceria Farel berubah masam. Di dalam mulut Farel menggesekkan gigi dan sorot matanya menajam. Farel sendiri juga tidak mengerti kenapa dia selalu kesal saat Rachel dekat dengan laki-laki manapun. Apalagi laki-laki itu Dipta. Farel tahu Dipta menyukai Rachel.
"Lo jadi nembak Luna malam ini" tanya Rachel memastikan
"Iya, Temenin gue yah?"
"Gue ngga bisa-"
"Please," Farel menggenggam tangan Rachel dan menatapnya penuh permohonan.
Rachel dilema. Di satu sisi dia ingin menemani Farel tapi di sisi lain dia tidak sanggup melihat Farel menyatakan cinta pada perempuan lain. Tapi melihat sorot mata memohon Farel, Rachel juga tidak tega.
"Rachel, ya please temenin gue. Lo ngga perlu masuk ke rumah Luna, lo tunggu di mobil aja"
Dan pada akhirnya sisi tak tegaan Rachel yang selalu mendominasi. Rachel menganggukkan kepala.
"Serius?"
"Iya Farel"
Farel langsung menghamburkan diri memeluk Rachel lagi.
"Terima kasih. Lo emang sahabat terbaik"
Rachel hanya bisa memendam perih. Rasanya Rachel tidak sanggup terus memendam sakit begini. Rachel ingin menjauh sejauh mungkin. Tapi Rachel pernah berjanji pada mamah Farel, akan terus menemani Farel setidaknya sampai Farel lulus kuliah dan menemukan impiannya
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Pukul 19.00 mobil Farel tiba di rumah Luna. Sesuai janji Rachel menemaninya.
"Gue gugup banget," Farel *******-***** tangannya sendiri untuk mengurangi rasa gugup. "Gue takut Luna nolak gue",
Rachel tersenyum dan mengusap lengan Farel. Malam ini Farel terlihat tampan dengan kemeja abu-abu senada dengan celana nya. Rambutnya agak berantakan, tapi justru menambah kesan hot. Gelang jam yang melingkar di pergelangan tangan menambah kesan manis. Aroma parfum juga begitu candu. Untuk ukuran manusia seperti Farel nyaris mendekati sempurna, hanya satu kekurangan Farel, tidak bisa Rachel miliki.
"Farel denger, jangan gugup. kalau lo gugup semua kata-kata yang udah lo susun buat nembak Luna nanti jadi buyar. Lo harus tetap tenang. Ayo pelan-pelan, tarik napas keluarkan"
Farel mengikuti arahan Rachel untuk menarik nafas dalam-dalam dan mengeluarkan perlahan. Sekarang perasaannya lebih lega.
"Gimana? udah berkurang gugupnya?"
"Udah" Farel menoleh dan menatap Rachel. "Menurut lo Luna bakal terima gue?"
"Pasti diterima" Rachel tersenyum meskipun dalam hati perih yang teramat sakit.
"Sejak kecil, lo dan Luna selalu bersama-sama. Gue yakin Luna pasti memiliki perasaan yang sama seperti yang lo rasain sekarang. Katakan pada Luna, lo tulus mencintainya. Jangan lupa bilang juga, Lo serius menjalin hubungan ini dan ingin membawa Luna jenjang pernikahan. Karena lo tau Farel, perempuan itu suka diberi kepastian." Rachel tersenyum.
Farel juga ikut tersenyum,
"Sekarang masuklah, Gue akan menunggu disini. Dan semoga Luna menerima perasaan lo"
"Iya. Janji ya jangan pulang sebelum gue keluar."
Rachel mengangguk.
Setelah Farel keluar dari mobil dan pintu tertutup saat itu juga air mata Rachel menetes. Ternyata rasanya sesakit ini mengantar laki-laki yang di cintai menemui perempuan lain.
"Dengar Rachel, Farel dan Luna sahabat lo. Lo harus ikut bahagia melihat mereka bahagia. Jangan nangis. Jangan cengeng"
Rachel menampar pipi kirinya sendiri untuk mengurangi rasa sakit hatinya.
Plak...
Rachel kembali menampar pipi kanannya.
Namun air mata Rachel tetap tumpah saat melihat di sana di teras rumah Luna. Luna keluar dari rumah dan menghamburkan diri ke pelukan Farel. Rachel menyumpal mulutnya dengan punggung tangan agar tangisnya tidak di dengar oleh siapapun.
Di sisi lain, Luna langsung menarik Farel masuk ke dalam rumah.
"Mama, Farel datang" ucap Luna sambil memanggil mamanya.
Lalu tak lama seorang perempuan paruh baya yang masih terlihat cantik dan anggun muncul. Dia Dilara, Ibu kandung Luna.
"Tante Dilara," Farel menyapa Dilara.
"Farel lama tidak bertemu. Bagaimana kabar mu Nak?"
"Baik Tante"
"Syukurlah. Bunda dan Ayah kamu juga baik kan kabarnya?"
"Iya. Tante. Mereka baik-baik saja"
"Titip salam untuk mereka."
Farel mengangguk
"Ya sudah kalian ngobrol dulu. kalian sudah lama tidak bertemu kan. pasti kalian saling saling merindu satu sama lain"
"Iya Tante Aku sangat merindukan anak Tante." Luna memukul gemas lengan Farel.
"Farel, apaan sih"
Dilara hanya tersenyum melihat dua anak muda yang sedang kasmaran itu, lalu masuk ke dalam rumah dan membiarkan mereka berbicara.
"Aku bawa oleh-oleh buat kamu" Luna mengulurkan paper bag kepada Farel.
"Apa ini?"
"Buka aja"
Farel merogoh isi paperpag itu. Di dalam nya ternyata ada sebuah kotak. Begitu di buka nya ternyata itu gelang jam.
"Gimana suka?"
"Suka, suka banget"
Luna tersenyum senang Farel menyukai hadiahnya. Karena selama ini Farel yang selalu memberikan hadiah pada Luna. Hadiah ini tak seberapa dibanding hadiah mewah yang diberikan Farel.
"Aku juga punya sesuatu buat kamu"
"No, Farel kamu sudah sering memberikan ku hadiah"
"Tapi ini special"
"Special?"
Farel mengangguk, Di rogohnya kotak beludru dari belakang saku celana nya, lalu membuka kotak tersebut di depan Luna. Menarik napas dan mengeluarkannya perlahan menguatkan diri untuk menyatakan perasaannya di depan perempuan yang sejak kecil ia cintai.
"Cincin?, bagus sekali" ucap Luna dengan mata berbinar. Farel beberapa kali memberikan nya cincin, tapi yang ini berbeda benar-benar cantik dan sangat mewah.
"Sejak kecil kita selalu bersama. Aku rasa kamu juga sudah menyadari perasaanku. Aku selalu mengagumimu Luna, aku melihat diri mamah ada pada dirimu. Mandiri, hebat, cantik, lembut, penyayang. Dari kecil sampai sekarang perasaanku tidak berubah. Aku masih mencintaimu Luna. Aku mencintaimu sampai sekarang, esok dan nanti. Jika kamu mencintai aku, pakai cincin ini di jari manis kanan kamu, Jika kamu menolak, pakai di jari tengah."
Luna terdiam, lama sekitar sepuluh menit.
Dan diamnya luna seperti jawaban untuk farel, seperti ada keragu-raguan di mata luna.
"Kenapa? apa kamu tidak mencintai aku? atau kamu mencintai laki-laki lain?" tanya Farel
"Tidak, bukan begitu"
"Aku bingung"
"Bingung kenapa?"
Luna menggeleng, "Entahlah bingung saja, aku juga merasa nyaman bersama kamu Farel. Tapi .. em... em Bolehkah aku memikirkan jawabannya dulu?"
"Tentu saja boleh. Berapa lama yang kamu butuhkan.?"
"Tiga puluh hari, Engga terlalu lama,kan?"
Farel tersenyum dan menggeleng, "Aku sudah menunggu mu hampir dua belas tahun, tiga puluh hari bukan masalah besar untukku."
"Terima kasih. Terima kasih pengertiannya"
Farel mengangguk dan memberikan kotak cincin itu pada Luna.
Lalu hening, Farel bingung harus mengatakan apapun lagi.
Tidak di pungkiri Farel merasa kecewa dan sedih. Dan Farel tidak bisa memaksakan perasaan Luna. Tak apa ia akan menunggu selama tiga puluh hari".
"Oh ya, kamu jangan bilang-bilang siapa-siapa kalau kamu menyatakan cinta padaku. dan aku meminta kamu menunggu 30 hari lagi. Bukan apa-apa, menurutku itu privasi dan tidak perlu di ceritakan kepada orang lain.
"Iya"
Karena tidak tahu harus mengatakan apa lagi, Farel pun memutuskan untuk pamit pulang.
"Ya udah aku pulang dulu ya. Kamu juga baru pulang dari Bangkok, kamu pasti merasa lelah. Istirahat lah jangan sampai bergadang".
Luna hanya menganguk dan ingin mengantarkan Farel sampai ke teras rumah tapi Farel melarang.
"Ngga usah, aku bisa sendiri. Kamu di sini saja. Di luar dingin".
Farel tersenyum sekilas pada Luna dan bergegas keluar dari rumah. Setelah Farel keluar, Dilara datang membawa minuman dan cemilan.
"Loh koq Farel udah pulang, cepet banget."
Dilara meletakkan nampak di meja dan menatap penuh tanda tanya. Apalagi wajah Luna tampak sedih membuat Dilara penasaran.
"Ada Apa sayang? Tumben Farel ke sini main nya cuman sebentar, biasanya betah berlama-lama. Kenapa? Kalian bertengkar?"
"Ngga mah, tadi itu...." Luna menatap Dilara dengan sorot mata sendiri, "Farel bilang dia mencintaiku, mah"
"Oh yah? Congratulations, Sayang. akhirnya kalian jadian juga. Mamah sudah menebak cepat atau lamba Farel pasti mengungkapkan perasaannya. Sejak kecil, Farel memang terlihat menyukai kamu."
"Iya mah, Tapi aku menolaknya"
"Kamu Tolak? Kenapa" Dilara terkejut nyaris melorot.
"Karena aku ngga cinta sama Farel, Ma. Aku mencintai laki-laki lain. Aku juga tidak menolak Farel tapi memintanya menunggu tiga puluh hari lagi dan aku akan memberikannya jawaban."
"Siapa orangnya? Katakan pada mamah laki-laki seperti apa yang berhasil merebut hati putri cantik mamah". Dilara tersenyum dan mengusap pipi Luna.
"Ini soal kenyamanan hati. Aku lebih nyaman bersama dia daripada Farel. Namanya Dipta."
"Dipta ? Teman Farel?"
"Iya sejak kecil aku lebih tertarik dengan Dipta daripada Farel, Ma. dan sejujurnya tadi pagi aku menyatakan perasaanku pada Dipta"
"Ya ampun sayang, Harusnya kamu terima cinta nya Farel. Farel sangat mencintai kamu. Sedangkan Dipta mungkin dia merasa nyaman dengan kamu, tapi kita tidak tahu mungkin dia punya perempuan lain di hatinya. Karena itu dia tidak langsung memberikan jawaban"
"Tapi aku mau cinta sama Dipta mah"
"Sst Sst jangan nangis"
Dilara menarik putrinya dalam pelukan,"Mamah akan selalu mendukung pilihan kamu, Tapi yang kamu lakukan tidak benar sayang, harusnya kamu jujur kamu mencintai Dipta sehingga Farel tidak berharap kamu lagi. Kasihan Farel sudah berharap bertahun-tahun".
"Iya tapi aku juga ngga mau kehilangan Farel, ma. Aku juga nyaman sama Farel, tapi aku jauh lebih nyaman sama Dipta. Nanti kalau Dipta nolak, aku akan terima Farel".
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!