Priscila Alexsandra 17 tahun adalah seorang murid dari Shanghai High School yang saat ini duduk dikelas 11-F, gadis berparas cantik, yang memiliki senyum manis dengan rambut hitam panjang terurai, periang dan sedikit manja. Semua hal yang dimilikinya tampak mengagumkan.Namun tidak seperti anak remaja wanita lainnya, Priscila adalah gadis yang berbeda, dia lebih tertarik dengan hal-hal yang mungkin tidak disukai anak perempuan lainnya. Jika anak gadis seusianya sekarang lebih tertarik dengan benda-benda lucu megemaskan seperti boneka dan alat-alat make-up. Maka itu berbanding terbalik denganya, bahkan dia sama sekali tidak pernah mempermasalahkan penampilanya.
Dan semua orang selalu membicarakanya.
"Coba lihat dia yang ada disana."
"Oh . Ternyata dia orangnya."
"Bukankah dia kelas 11-f."
"Wajahnya cantik, tapi perilakunya sangat disayangkan!."
"Aku tidak percaya orang seperti itu diterima disini."
"Dia bisa diterima ditempat ini berkat keluarganya yang kaya raya."
"Siapa dia?."
"Orang itu adalah Priscila Alexsandra."
begitulah kira-kira mereka mengenal ku.
*****
Hari ini seperti biasa aku harus melewati hari-hariku yang melelahkan di sekolah, sejak pagi aku sudah meninggalkan tiga kelas. Tapi dari semua kelas, aku paling tidak menyukai mata pelajaran terakhir hari ini. Matematika, entah kenapa, aku sangat membenci pelajaran itu, rumus dan menghitung, itu adalah hal sulit bagiku. Makin diperparah lagi dengan Pak park, guru killer dan menyebalkan itu. Aku sangat tidak suka denganya dia selalu menjadikanku sasaran.
"Ren, hari ini gue gak masuk kelas pak Park lagi deh. Gue takut" Ucapku melas pada Rendy salah satu sahabat terbaikku.
"Jangan cari gara-gara lagi deh Pris" Ketusnya.
"Mmmh, tapi males banget Ren..."
"Ya sudah terserah lo deh Pris" Ucap Rendy memasang tampang cuek bebek.
"Iya-Iya, ya udah gue ikut kelas Ren, tapi nanti kalau ada soal bantuin ya" Pinta ku memasang senyum merekah padanya.
"Tenang aja Pris beres" Ucap Rendy menyetujui permintaanku. Aku sedikit lega sekarang, setidaknya saat Pak Park menjadikanku sasaranya lagi, Rendy akan membantuku.
"Eh... Cecil kemana kok ga keliatan, perasaan tadi ada." Mataku menatap setiap sudut kelas tapi tetap tidak menemukanya. Cecil itu selalu kebiasaan dijam istirahat pasti menghilang tiba-tiba.
Bel berbunyi...
Cecil datang dan berlari kecil menghampirikuku dan Rendy, saat Cecil seperti ini sudah bisa ditebak dia pasti membawa gosip terhangat yang didapatkan.
"Guys.. Barusan gue lewat ruang guru, disana ada cowok cakep banget. Kayaknya guru baru deh" Ucap Cecil begitu antusias.
"Halahh.. Guru baru aja rempong banget" Ucapku tidak tertarik dengan info yang diberikanya.
"Iya nih...." Sahut Rendy
"Eh dengar dulu. Guru cakep itu dengar-dengar akan gantiin pak Park loh, mungkin sebentar lagi dia akan datang kesini" Cecil kembali menjelaskan padaku dan Rendy.
Di tengah obrolan ke tiga sahabat itu dari kejauhan terdengar suara langkah yang mendekat ke arah kelas. Semua murid bergegas duduk di bangku mereka masing-masing dengan tertib.
Benar saja, setelah semua murid duduk dengan tertib, Kepala Sekolah masuk bersama seorang Pria disampingnya.
"Dia pasti Guru baru itu !" Pikirku dalam hati.
Semua perhatian wanita dikelas hanya berpusat padanya. Pria tampan dengan kemeja biru kotak-kotak, dengan tinggi kira-kira 185 cm, tak heran jika dia akan menjadi pusat perhatian para wanita disekolah, secara keseluruhan dia memang menarik.
"Wahh.. Siapa dia? apa dia jodoh yang dikirim Tuhan untuk ku " Celetuk Ana, murid tergenit dikelasku.
"Kan bener gurunya cakep banget Pris" bisik Cecil, berharap aku juga mengatkan hal yang sama sepertinya. Aku tidak menggubris ucapan Cecil, intinya aku tetap tidak akan menyukai Matematika, bagaimanapun rupa dan tampang guru itu.
Tanpa membuang waktu, Kepala sekolah langsung memperkenalkan guru baru tampan itu.
"Selamat siang anak-anak, perkenalkan ini Pak Andika Tan, kalian bisa memanggilnya Pak Dika ya, jadi mulai hari ini Pak Dika akan mengantikan Pak Park untuk mengajar dikelas 11-D,11-E dan 11-F" Tegas Kepala Sekolah.
Andika Tan. Seorang Pria tampan berusia 31 tahun ini, adalah seorang lulusan terbaik University of British Columbia, dia memiliki banyak pengalaman dalam mengajar siswa maupun mahasiswa. Kariernya bisa dikatakan cukup baik. Sehingga tak sulit baginya saat masuk ke Shanghai High School dengan segudang prestasi yang ia miliki. Namun nyatanya menjadi Guru bukanlah tujuan utamanya kembali ke kota ini, melainkan untuk memecahkan pertanyaanya tentang hatinya, pada seorang gadis yang pernah dicintainya dikota ini.
"Halo semuanya" Sapa Andika, pada murid-muridnya.
"Halo pak" Hampir siswi wanita membalas sapaan Andika kecuali Priscil, menurutnya suaranya terlalu berharga untuk membalas sapaan basa-basi dari guru baru itu.
"Baiklah mari kita mulai saja pelajaran kita hari ini ya" Ucapnya lagi.
"Kenapa tidak santai-santai saja sih. Lagipula dia kan masih guru baru, orang ini sangat menyebalkan sekali" Priscil terus mengomel dalam hati.
"Baiklah Pak Dika, selamat bekerja dan bergabung di sini" Ucap kepala Sekolah, Menepuk pudaknya dan segera meninggalkan kelas.
"Pak, kenalan dong Pak, kenalan Pak" Sahut Rendy.
"Baiklah" Ucap Andika, menerima permintaan muridnya itu.
"Bapak umurnya berapa pak."
"Nomor telponya berapa."
"Sudah berkeluarga? dan blablablablaaa...." Kira-kira begitulah semua murid bertanya pada Andika.
"Baiklah, Bapak jawab satu-satu ya, umur saya 31 tahun, dan saya belum bekeluarga. Saya rasa itu cukup" Tutup Andika. Untuk memulai menyampaikan materi perdananya di SHS.
Semua siswa keliatan sangat fokus ketika Dika menyampaikan materi, Dika sedikit berbangga karena hari pertamanya mengajar sudah disambut baik oleh siswa siswinya.
Namun mata Andika tertuju pada satu murid wanitanya yang terlihat sedang tertidur pulas di meja belakang. Tak ingin berlama-lama meperhatikannya, Andika segera mendekati meja muridnya itu, dan mengetuknya.
Tuk, tuk (suara ketukan, lumayan keras)
Cecil pun menyengol tubuhku yang sedang terlelap.
"Apaan Cil" Ketus Priscil, dan reflek saja mendongakan wajahnya. Bukan Cecil tapi malah wajah Andika lah yang muncul dihadapanya.
"Eh pak Andika" Ucapnya lembut, seakan tahu bahwa telah tertangkap basah sedang tidur dikelas.
"Keluar dan cuci muka kamu" Titah Andika. Menunjuk kearah pintu keluar, kurasa dia sedang mengusirku. Priscil segera berdiri dan meniggalkan kelas begitu saja di hadapan Andika.
Beberapa jam kemudian
Kelas telah berakhir, semua siswa berhambur meninggalkan kelas.
"Gila hari ini sial banget rasanya" Keluh Priscil.
"Sudah-sudah lupai aja, kalian ingatkan rencana kita malam ini kemana? Partty " Ajak Rendy dan mengandeng kedua lengan sahabatnya itu.
"Ingat dong, tapi kalian harus membuat alasan agar bunda ijinin gue keluar" Mohon Priscil.
"Katakan saja kalau kita ingin mengerjakan PR, dan terpaksa harus menginap dirumahku" Jawab Cecil memberi ide.
Sebenarnya menurut Priscil ide itu sangat payah, bunda tidak mungkin akan percaya, tetapi apa salahnya untuk dicoba.
Merekapun datang dan bertemu dengan bunda Diana.
Kediaman Diana (Bunda Priscil)
"Sore tante Diana" Sapa Cecil dan Rendy hampir bersamaan.
"Eh ada kalian, lama ya ga main kesini, apa kabar? Ucap Diana.
"Baik tante" Ucap Rendy dan Cecil.
"Syukurlah. Oh iya, Pris hari ini bunda akan kerumah oma, malam ini kamu nginap dirumah kakak ya nak! "Seru bunda. Ini adalah berita bagus, jadi dia tidak perlu harus repot-repot membuat alasan lagi untuk Partty.
"Oke bunda" Ucap Priscil dengan senyum manis kearah bundanya.
Laowai Jie Club
Suara dentuman musikpun mulai memenuhi telinga ketiga sahabat itu. Ditempat inilah mereka akan meyalurkan kepenatan hidup mereka.
"Pris seksi banget tuh baju" Ucap Rendy menggodanya.
"Iya sih, tumben banget penampilan lu kayak gini amet" Ucap Cecil membenarkan ucapan Rendy.
"Kali aja ada om-om kaya raya yang naksir", Ucapku bercanda dan tertawa bersama kedua sahabatku itu.
" Ayo mari kita bersulang" Kami mengangkat segelas vodka itu "Cheers".
Sekarang tubuh kami bisa bergerak mengikuti dentuman musik yang dimainkan.
Priscil yang merasa kelelahan mulai menjauhkan diri dari kerumunan orang-orang di sekelilingnya. Tanpa sengaja tubuhnya menabrak dada bidang seorang pria dan itu hampir saja membuatnya terjatuh. Namun dengan sigap orang itu menahan tubuhnya. Tentu saja Priscil terkejut kala, mendapatkan sentuhan seperti itu dari orang asing.
Priscil mendongakan wajahnya, segera ingin memaki. Tapi keinginan itu tidak terlaksana, saat menyadari itu adalah Andika.
"Kamu" Ucap mereka bersamaan
Andika dan Priscil. Mereka sama-sama begitu terkejut bertemu di tempat seperti ini.
Priscil yang menyadari itu adalah Andika Guru barunya, berusaha menghindar, namun Dika sudah lebih dulu menahan Priscil.
"Aduh Pak lepasin tangan saya pak sakit" Ringis Priscil.
"Ini bukan tempat untuk anak seumuran kamu" Tegas Dika.
"Bukan urusan bapak lah, ini bukan sekolah Pak, lagian bapak sendiri ngapain kesini? Apa bapak sedang mencari kesenangan disini?kalau itu alasanya saya juga sama" Ucap Priscil menaikan nada bicarnya.
"Baik kalau begitu mari bersenang-senang bersama" Tantang Andika. Entah setan apa yang sedang merasuki Andika. dia malah mengucapkan kata-kata yang tidak seharusnya dikatakan oleh seorang Guru pada muridnya.
Dika menarik Priscil menjauh dari kerumunan.
Sementara itu Rendy dan Cecil yang menyadari bahwa Priscil tidak ada mulai mencari tahu dimana sahabatnya itu.
"Apa udah pulang ya?" Kata Rendy."
"Mungkin aja sih, lagian ini kan, bukan kali pertama priscil ninggalin kita" Sahut Cecil.
"Bener juga sih. yaudah balik aja yuk, gak seru, gak ada Priscil."
Keduanya pun memutuskan untuk pulang.
Andika masih menarik Priscil menjauh dari kerumunan, dan perlahan-lahan pergi ke arah parkiran.
"Kamu mau bersenang senang disini" Ucap Andika menarik Priscil masuk mobil miliknya
"Lepaskan...." Priscil berusaha menolak.
Belum sempat Priscil menyelesaikan ucapanya, bibir Dika sudah lebih dulu membungkam mulutnya dengan ciuman mesra..
"Aku akan mengajarimu cara bersenang-senang yang seru! " Bisik Dika begitu lembut di telinga Priscil.
Priscil hanya bisa menangis tanpa berkata-kata. Seketika Dika tersadar dengan perbuatan bodoh yang dilakukanya.
"Maaf, maafkan saya" Ucapan Dika formal.
"Aku mau pulang, bundaaa tolong Priscil", Tangis Priscil semakin kencang.
Dika mulai kebingunag bagaimana cara menghadapi gadis yang sedang menangis didepanya ini.
"Saya akan mengantarkanmu pulang dan menjelaskan pada ibumu apa yang terjadi. Saya tidak bermaksud melakukan itu" Bujuk Dika padanya.
Seketika Priscil pun terdiam ketika mendengar kata bunda. Ahhh tidak bunda gak boleh tau kalau Priscil main ketempat ginian, bisa-bisa bunda ga bakal ijinin priscil kemana-mana lagi, ucap Priscil dalam hatinya.
Seketika Priscil pun mengeringkan air matanya denga tisu yang ada dimobil Dika.
"Pak Dika saya sudah memaafkan bapak, tolong jangan ceritain apa-apa ke bunda saya tentang yang terjadi hari ini" Pintanya.
"Baiklah kita lupakan malam ini" Jawab Dika lega.
"Tapi pak...saya mau pulang, bisakan bapak mengantar saya.
Saya takut pulang sendirian menggunakan baju seperti ini" Melas Priscil sambil menunjuk baju kurang bahanya yang dikenakanya.
Andika sangat ingin tertawa mendengar permintaan Priscil yang polos itu, namun ia berusaha untuk tetap terlihat menyesal dengan perbuatannya yang barusan terjadi antara mereka.
Andika POV
Hanya karena nama wanita itu terdengar kembali, aku seperti kehilangan akal lagi .
Sebenarnya apa yang kuharapkan kembali ke kota ini?
Apa benar alasan satu-satunya alasan hanya karena cinta yang belum benar-benarku tuntaskan ?
Dan bodohnya , mengapa aku malah bertemu muridku ditempat seperti ini. Astaga Sebenarnya apa yang ada di pikiranku ini, menyentuh gadis kecil ini.
Aku merasa benar-benar tidak waras malam ini.
Flashback on
"Ini nih yang di tunggu-tunggu dateng juga." Sambut Zidan saat Dika datang, sembari memberi jabatan tangan kedua kawannya itu.
"Hei brother ! Gila berubah banget ya lo sekarang...” Melihat penampilan Andika yang seperti sekarang, siapapun tidak akan menyangka dia adalah Andika yang dulu.
Andika pun duduk dan membuka obrolan bersama teman-temannya itu. Mereka tampak menikmati obrolan-obrolan ringan, sampai ke pembahasan yang membuat Andika diam seribu bahasa.
"Eh dik, udah lama banget ya. Sudah 5 tahun kita gak ketemu, btw kaliam tau nggak, berita tentang Renata sekarang?."
Andika termenung sesaat memikirkan jawaban apa yang akan diutarakanya. Ditambah seorang teman wanita yang juga berada disana, menyambar dan memotong obrolan itu lagi, dengan sebuah pertanyaan lainya.
“Jangan bilang. Lo balik kesini untuk Renata? Aku dengar Renata putus dengan tunangan brengseknya itu. Kalau dipikir-pikir Renata emang tega banget sih sama lo dulu.” Sadar dengan ucapanya yang mengulik kembali masa lalu Andika. Sisca langsung mengalihkannya dengan menuangkan minuman ke gelas teman-temanya.
"Sudah-sudah ayo minum." Ajak Sisca, menengahi suasana yang semakin canggung itu.
Sampai akhirnya Andika tanpa sengaja menabarak seorang gadis kecil yang tak lain adalah muridnya Priscila.
Flashback off .
"Kau cukup katakan saja dimana aku harus mengantarmu" Ucap Dika, tak ingin terlalu banyak berkata-kata.
"Ke apartemen Town House pak." Sahut Priscil.
"Apartemen mu berada di sana juga." Ucap Dika, entah itu sebuah pertanyaan atau sebuah pemberitahuan untuk Priscil.
"Maksud bapak? Bapak juga tinggal disana?." Tanya Priscil menunjukan wajah terkejut.
"Hemm." Ucap Dika singkat.
Sesampainya di Town House.
Mereka diberi kejutan lain malam itu, tidak disangka jika unit milik mereka bersebelahan
"Astaga, apa kita tetangga pak Dika." Ucap Priscil makin terkejut.
Tanpa menjawab Andika langsung meninggalkan Priscil, dan masuk ke unit miliknya. Priscil juga tidak terlalu menghiraukanya dan segera membuka pintu apartemen miliknya juga.
Priscil masuk dengan mengendap-ngendap, diruangan gelap itu, agar tidak membangunkan kakaknya.
Ctek, suara lampu dihidupkan.
"Hey bocah sialan dari mana saja kau?." Ucap Bastian membentak, gadis kecil yang masuk seperti pencuri itu.
"Kakak, kumohon maafkan aku kak.” Tahu bahwa keadaan akan semakin memburuk, Priscil cepat-cepat meminta maaf pada Bastian, dan bersujud dihadapan kakaknya itu.
Bastian memperhatikan adiknya itu dari atas hingga ke bawah dengan mata melotot, sudah dapat dipastikan bahwa Bastian sangat marah melihat penampilan Priscil yang seperti itu.
"Hey baju apa yang kau gunakan itu, apa kau gila?." Bentak Bastian dan menarik kasar tangan Priscil.
"Sudah ku katakan berkali-kali sebelum melakukan sesuatu otak itu dipake dulu, kau pikir aku menyekolahkan mu untuk jadi berandalan seperti ini?." Ucap Bastian dengan nada yang semakin tinggi.
Kemarahan Bastian pun terpecah ketika adik kesayanganya itu menangis teseduh-seduh didepannya. Tidak melanjutkan ucapanya, Bastian langsung memeluk adik kecilnya yang beranjak dewasa itu.
"Sudah jangan menangis, masuk kekamarmu dan segeralah tidur." Titah Bastian menyudahi keributan malam itu.
Bastian pov
Ku rasa apa yang kumiliki saat ini sudah cukup membanggakan untuk semuanya, menjadi dokter bedah plastik nomor satu di kota ini, bukankah itu sebuah prestasi besar? Namun nyatanya aku gagal menjadi seorang kakak jika adikku satu-satunya melakukan hal bodoh seperti ini.
Keluargaku dan pekerjaanku, keduanya begitu berharga buatku.
Priscil hidup tanpa sosok ayah.
Ayah meninggalkan kami begitu cepat karena penyakit jantung yang dideritanya sejak lama, tepat saat usiaku 13 tahun dan 11 hari setelah priscil lahir. Jika kuingat keadaan saat itu, semua terasa berat, kami harus kehilangan ayah sekaligus tulang punggung keluarga kami. Dan adikku dia tidak mengerti apapun saat itu. Aku berusaha bangkit untuk mereka berdua, bunda dan adik ku. Saat itu aku berjanji pada diriku sendiri apapun yang kulakukan semata-mata hanya untuk kebahagian mereka.
Berlarut-larut dalam pikiran hingga membuat bastian terlelap.
*****
Priscil POV
Pagi ini sepertinya cuaca sangat tidak bersahabat, hujan turun begitu deras. Sedangkan kakak sudah meninggalkan ku sejak pagi buta tadi. Keluh Priscil dalam hati"
Priscil beranjak dari tempat tidurnya yang berukuran king size itu, menuju meja makan.
Mata Priscil langsung tertuju pada satu hidangan dimeja, itu adalah pasta kesukaan Priscil, buatan tangan Bastian. Priscil segera mengambil ponsel nya dan mengirimkan pesan untuk kakaknya.
To.my brother ❤
Kakak, terima kasih pastanya. Aku akan menghabiskanya. Kau tidak perlu merasa bersalah aku sudah memaafkanmu.
To Priscil.
Merasa bersalah? Seharusnya saat ini kau sudah menyadari kesalahan mu semalam dan meminta maaf padaku bocah kecil.
Priscil yang sedang asik makan sembari menonton televis, kembali terpaku pada layar Ponselnya yang menyala, satu pesan masuk. Priscl segera membalas...
To My brother ❤.
Baiklah kakak, aku menyesal untuk kejadian semalam.
Tiba-tiba ingatannya kembali pada kejadian semalam dan segera mengirimkan pesan grup pada Rendy dan Cecil.
Priscil. Guys!
Cecil. Apaan?
Priscil. Cil semalam gue ketemu pak Dika.
Cecil. Serius?
Rendy. Apaaa? Bisa gawat kalau sampai pak Dika ngadu ke sekolah.
Priscil. Semalam gue setengah mabok.
Cecil. Mampuss, makin gawat.
Priscil. Tapii...
Rendy.Tapi apaan priscila alxesandra?
Priscil. Pokoknya kalian tenang aja Pak Dika ga bakal ngomong apa-apa ke sekolah.
Rendy. Yakin lo? Demi apa dia gak bakal ngomong?
Cecil. Sebaiknya kita temuin Pak Dika deh, minta maaf aja. Gue takut.
Priscil. Percaya, gue jamin kita bertiga aman.
Rendy. Mantap.
Rendy. Emg kok lo Bisa seyakin itu sih pris?
Cecil. Iyaa?
Priscil kembali mengingat kejadian semalam ucapan Dika masih terngiang-ngiang di kepalanya, "Mari bersenang-senang, mari bersenang-senang." Argh jerit Priscil. Lamunannya kembali terpecah, dan segera membalas pesan grupnya
Priscil. Panjang ceritanya, yang penting kalian tenang aja.
Cecil. Oke deh.
Rendy. Benaran ya aman, awas aja kita sampai kena masalah, semua gara-gara lo ya Pris !
Obroalpun berakhir...
Priscil meletakan jari dibibirnya, menyentuh bibirnya, kembali memikirkan kejadian semalam, astaga apa itu ciuman pertamaku. Pak Dika kau harus menerima balasan karena melakukan hal itu padaku, batin Priscil, berapi-api.
📍Shanghai High School
Beberapa hari kemudian dikelas 11-F.
"Astaga hari apa ini" Tanya Priscil
"Sudah pasti hari kamis " Ucap Cecil dengan senyum sumringah.
Berarti hari ini, setelah kejadian malam itu, aku akan bertemu dengan pak Dika lagi" Ucap Priscil dalam hati.
"Woy bengong aja lo" Ujar Rendy, membuat Priscil sadar dari lamunan sesaatnya.
"Akhirnya bisa liat wajah cakep Pak Dika lagi, kalau gini mah gue rela deh ikut kelasnya tiap hari" Ucap Cecil.
Priscil hanya bengong entah memikirkan apa, namun lamunannya segera berakhir saat suara seseorang menyapa dari balik pintu kelas.
"Selamat siang anak-anak."
Dug.
Dug.
Dug.
Rasanya Priscil akan mendapat serangan jantung mendadak. Pak dika masuk sembari tersenyum hangat. Dia tampak santai, tidak seperti Priscil yang malu setengah mati, karena belum benar-benar melupakan kejadian malam itu.
Priscil berusaha mengalihkan pandanganya agar tidak melihat Dika, matanya menelusuri segala penjuru kelas, namun yang ditemukanya hanya mata berbinar-binar dari semua kaum hawa di kelasnya.
“Mereka tidak tau saja orang seperti apa pria yang mereka kagumi ini cih.” Decak Priscil dalam hati.
Pelajaran dimulai dan berlangsung dengan tertib
Tanpa sengaja mata Priscil bertemu dengan mata Dika, beberapa detik kedua insan itu saling terpaku saling menatap satu sama lain.
Kring, kring, kring... Bel tanda pelajaran usai.
Tatapan itu sontak terpecah dalam sekejap. Priscil kembali menunduk, dan Dika menutup pelajaran dan segera meninggalkan kelas.
"Pris gue balik duluan ya." Ucap Rendy sembari berlari meninggalkan Priscil dan Cecil.
"Buru-buru amet tuh orang." Keluh Cecil.
Dret..Dret..Dret...
Ponsel Cecil berdering, panggilan dari cemceman Cecil yaitu Christian.
"Halo." Seru Cecil.
"Cil lu dimana, temenin gue cari buku yuk?." Pintah Christian.
"Sekarang banget nih?." Tanya Cecil lagi, sambil melirik kearah Priscil yang berada disebelahnya.
"Iyalah masa taon depan, buruan gue tunggu di parkiran ya." Pinta Christian, kemudian memutuskan telpon mereka begitu saja.
"Pris gue harus temenin tian sekarang, gue juga balik ya. Gpp kan?." Pamit Cecil, merasa tidak enak meninggalkan Priscil.
"Yaudah santai aja kali Cil, buruan sana pergi." Usir Priscil.
Priscil menghela nafas panjang setelah Cecil meninggalkanya...
"Hei Priscil." Sapa sesorang dari arah pintu kelas.
"Eh kamu." Ucap Priscil. Ketika menyadari bahwa itu adalah Martin
"Sendirian aja?." Tanyanya.
"Iya nih Cecil dan Rendy ada kegiatan lain." Ucap Priscil sambil menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal.
"Yaudh balik sama gue aja." Ajak Martin.
"Gak usah Tin, kakak gue maju jemput kok." Tolak Priscil.
"Yaudh ayok kedepan bareng." Ajak Martin lagi.
Priscil dan Martin melangkahkan Kali meninggalkan kelas, yang memang sudah ditingalkan kosong itu.
Sesampainya di koridor depan, Priscil yang merasa risih karena Martin terus menemaninya, akhirnya memberanikan diri menyuruh Martin meninggalkanya dengan halus.
"Tin loh balik aja, gue nunggu disini sendiri gpp kok." Titah Priscil.
"Beneran nih." Ucap Martin, yang sebenarnya masih ingin menemani Priscil.
"Serius, sana balik-balik." Usir Priscil.
"Yaudh bye My Love" Ucap Martin bercanda.
Priscil hanya membalas dengan senyuman.
Sebenarnya Priscil tau tentang perasaan Martin padanya. Meskipun Martin adalah pria berandalan namun didepan Priscil, Martin bisa menjadi pria yang baik dan manis. Namun sayangnya Priscil tidak dapat membalas perasaan Martin padanya, tentu saja alasanya karena dia tidak memiliki perasaan apapun untuk Martin.
Ponsel priscil kembali bedering, dia meraih dan melihat layar ponselnya, disana nampak
My brother ❤, panggilan dari Bastian.
"Halo kak" Jawab Priscil
"Pris, hari ini kau balik sendiri ya. Kakak ada klien penting yang akan konsul hari ini." Jelas Bastian, dengan sedikit terburu-buru.
"Baiklah, hari ini aku balik kerumah bunda aja, pasti bunda udah balik. Priscil bisa kok pulang sendiri" Jawabnya, meyakinkan Bastian.
"Eh. Jangan.. Kakak lupa ngabarin bunda belum balik, bunda masih dirumah oma" Bastian kembali menjelaskan.
"Kok bunda gak ngabarin Priscil." Keluhnya.
"Udah jangan banyak ngeluh sekarang kamu pulang ya. Ingat jangan kemana-mana, pokoknya...." Belum sempat Bastian meneruskan ucapanya Priscil langsung mengakhiri panggilan tersebut, karena tidak ingin mendengar ocehan Bastian terlalu lama.
Tanpa sengaja seseorang mendengar obrolan kedua kakak beradik itu.
“Astaga...Astaga..” Priscil dibuat terkejut dengan kehadiran Andika dari arah belakang. Dengan wajah tebal Priscil menyapa pria yang dihindarinya sejak tadi.
"Eh pak Dika." Sapa Priscil.
"Hemm.” Gumam Dika.
Dasar pria kurang ajar, bisa-bisanya dia memasang tampang secuek itu, omel priscil dalam hati. Dika menatap heran kearah Priscil, penuh tanda tanya. Sehingga membuat gadis itu, mau tidak mau harus membalasnya dengan senyuman abstrak.
"Ku rasa kau butuh tumpangan" Ucap Andika.
Terkejut dengan ucapan Dika Priscil kembali memalingkan wajah kearah Dika.
"Hah? ." Hanya itu kata yang keluar dari mulut Priscil.
"Ayo..." Ajak Andika, memberi arti ingin memberi tumpangan untuk gadis kecil itu.
“Aku tidak suka menunggu ! Kau mau ikut atau tidak...” Tanyanya lagi.
“Iya saya ikut pak...” Andika mengambil langkah menjauh dan Priscil mengikuti dari belakang.
“Priscil **** kenapa mau ikut-ikut aja sih ****-****.” pikir Priscil menyalakan dirinya sendiri, karena tidak dapat menolak ajakan Andika.
Dalam perjalan mereka hanya mematung, tidak ada obrolan apapun, dan itu membuat suasana serasa makin mencekam untuk Priscil. Ditambah dengan kejadian waktu itu.
Priscil kembali membayangkannya.
“Tidak, tidak, tidak jangan mengingatnya.” Priscil memukul-mukul ringan kepalanya. Dika yang menyadari kelakuan aneh muridnya ini sesekali melirik kearah Priscil.
"Ada apa denganmu?.” Tanya Andika yang merasa bahwa gadis kecil itu menunjukan tingkah yang aneh.
"Tidak pak" Ujar Priscil, menundukkan kepala.
"Soal kejadian kemarin. Kau tidak perlu memikirkannya. Itu sebuah kecelakaan. Kau tahu kan?" Tanya Dika, meyakinkan Priscil, bahwa apa yang diperbuat olehnya malam itu hanya insiden yang sama sekali tidak perlu dikhawatirkan.
Priscil hanya mengganguk sembari melihat kearah Andika yang sedang fokus menyetir.
“Jadi, bersikaplah biasa. Lupakan saja malam itu !!! " Ucap Dika begitu santai. Yang tanpa sengaja menyinggung hati Priscil, karena baginya kejadian itu adalah hal memalukan, sekaligus kesalahan besar, tidak seharusnya Dika menyepelekannya.
“Apa. Biasa saja katamu? Om-om sepertimu pasti sudah sangat biasa melakukannya cihh.” Tiba-tiba saja Priscil menunjukan reaksi yang tak diduga oleh Andika.
Hal yang akhirnya jadi memperanjang masalah antara Guru dan Murid itu.
“Kau pikir apa yang kau lakukan kemarin itu adalah sesuatu yang benar, yang bisa di maklumi?.” Celoteh Priscil lagi.
“Apa itu suatu kesalahan menurutmu? Kau datang dan mengatakan ingin bersenang-senang padaku? Lalu sekarang kau menyalahkan ku. Ingat itu bukan kesalahanku sepenuhnya, kau juga bersalah malam itu.” Bentak Andika, membenarkan dirinya.
"Ciuman pertamaku, kau telah mengambil ciuman pertamaku" Ucap Priscil polos.
“Hah.Gadis sepertimu ditempat seperti itu, dengan penampilan terbuka seperti malam itu. Apa pantas kau membicarakan ciuman pertamamu? Aku sangat meragukannya.” Ucap Andika merendahkan Priscil.
"Dan kau seorang Guru baru, datang ketempat seperti itu ! dan memperlakukan muridmu seperti itu ! Apa pantas? Aku benar-benar tidak habis pikir, kenapa SHS menerimamu. Guru Mesum.” Priscil terus membalas ucapan Andika.
"Cih. Berhenti mengatakan seolah-olah kau adalah korban" Ucap Dika.
"Tentu saja aku korban, dasar MESUM.” Maki Priscil.
*****
Sesampainya di basement, Priscil langsung turun dan membanting keras pintu mobil Andika, tentu saja pria itu tidak memperdulikannya. Sepanjang perjalanan menuju unit mereka masing-masing, keduanya hanya diam dan memendam amarah yang terus membara dihati mereka masing-masing.
Sesampainya mereka didepan unit mereka masing-masing, Priscil yang masih menyimpan kedongkolan dengan guru barunya itu, kembali mengatainya.
“Hei.Dasar guru mesum uweek!.” Olok Priscil
“Aarghhh.... ” Jerit Priscil. Karena ia berhasil tertangkap oleh Andika sebelum dirinya masuk kedalam unit miliknya.
Sekarang giliran Andika yang akan membalas Priscil. Dia sengaja mengunci gadis itu bersamanya, di unit miliknya.
"Lepaskan aku." Pinta Priscil. Sementara Andika sudah mengunci pergelangan tangan Priscil, dengan kedua tangannya.
“Bukankah kau barusan mengatakan sesuatu tentang diriku. Apa kau tidak ingin mengatakannya lagi...” Gertak Andika.
“Aku mohon. maafkan aku pak, aku tidak akan berani melakukanya lagi.” Pinta Priscil yang kini merasa sangat gugup, apalagi Andika begitu dekat dengan wajahnya.
Sadar jika ia membuat takut wanita itu, sontak Andika pun melepaskan Priscil.
Dan kesempatan itu tidak disia-siakan oleh Priscil, dengan sigap ia mendorong kuat tubuh Andika kearah belakang.
Brugh... Kepala Andika membentur dinding yang berada dibelakangnya. Beruntung Dika masih sadar.
"Ayo pak saya bantu" Ucap Priscil mengulurkan tangannya, karena merasa sangat bersalah. Apalagi menurutnya itu adalah benturan yang cukup keras. Dengan ragu Andika meraih tangan Priscil dan mencoba bangkit dengan bantuan anak kecil itu.
“Awww.” Ringis Andika, memegang kepalanya.
Priscil berusaha menopang tubuh berat Dika dengan sekuat tenanganya, sembari memapah tubuh Andika ke sofa putih disamping mereka.
"Apa itu luka.” Tanya Priscil, setelah ia berhasil meletakan tubuh Andika perlahan disofa.
“Aku baik-baik saja, kembali lah ketempatmu.” Titah Dika, yang masih tampak kesakitan.
"Apa kau serius pak." Tanya Priscil meyakinkan ucapan Dika.
"Pergilah." Usir Dika.
Priscil pergi. Tapi tentu saja ia pergi dengan rasa besalah dihatinya.
Priscil Pov
Apa yang kau lakukan priscila? ku rasa kau hampir membunuh seseorang tanpa sengaja. Ku pikir itu benturan yang cukup kerasa. Bagaimana kalau terjadi sesuatu pada orang itu? Apa dia baik-baik saja.
Oh.Tuhan sungguh aku menyesal melakukanya, semoga orang itu baik-baik saja. Kumohon kabulkanlah permohonanku.
Priscil menjatuhkan tubuhnya diatas ranjangnya yang cukup besar untuk tubuh kecilnya, memejamkan mata mencerna setiap kejadian yang terjadi hari ini.
Ia masih terus merasa bersalah...
Tidak ini bukan salahku, kalau dia tidak menarikku, kejadian itu tidak akan terjadi...tenang priscil, itu hanya kecelakaan kecil, kau hanya terlalu khawatir berlebihan.
\*
Keesokan harinya, karena masih merasa bersalah. Setelah pulang sekolah Priscil pun memberanaikan diri untuk mampir ke apartemen Andika. Sebelum menekan bel tetangganya itu, Priscil menghela nafas panjang. Sampai akhirnya jarinya menekan bel apartemen Andika.
Ting...Tong...
Ting...Tong...
Beberapa menit Priscil masih menunggu, namun tidak ada yang membukan pintu untuknya.
“Apakah dia sedang tidak dirumah ya.”pikir Priscil, melangkah pergi. Baru beberapa langkah menjauh.
Cekrek,
Seseorang membuka pintu untuknya.
Priscil pun langsung membalikan badan dan menengok kebalik pintu yang telah terbuka.
"Halo." Sapa Priscil, melambaikan tangan pada seseorang di balik pintu.
"Ada apa? Apa sekarang kau ingin membunuhku? " Tanya Dika.
"Apa kau baik-baik saja, kepalamu" Tunjuk Priscil, ingin menyentuh kepala Andika, namaun pria itu menepis tanganya.
"Kalau kau ingin mengganguku, aku sedang tidak memiliki waktu meladenimu." Ucap Dika ketus, dan segera menutup pintu.
"Eh tunggu." Priscil berhasil menahan pintu agar Apartemen Andika agar tidak ditutup olehnya.
"Pak Guru aku hanya ingin mengantarkan ini padamu." Ucap Priscil memelas. Menunjukan sup yang ada ditanganya.
Hati Andika sedikit melunak ketika dia melihat ketulusan Priscil.
“Mungkin dia benar-benar merasa bersalah.” pikirnya.
"Masuk lah..." Titah Dika, dan melebarkan jalan Priscil untuk masuk. Priscil pun tersenyum puas dan segera masuk.
“Dimana aku harus meletakan ini pak Guru..?" Tanya Priscil mengangkat makanan yg dibawanya.
“Disini...” Andika pun menuntunnya menuju dapur, untuk meletakanya di sana. Tanpa bertanya Priscil mengambil sendok untuk Andika, agar segera mencicipi makanan yang dibawanya.
"Makanlah selagi hangat" Ucap Priscil, dengan lembut.
"Aku tidak mau" Tolak Andika.
"Kau harus mencobanya dulu" Pinta Priscil.
“Ayolah pak....sedikit saja...” Priscil berinisiatif menyuapi gurunya itu.
“Aaaa.....”
“Kau pikir aku ini anak kecil, sini, aku bisa makan sendiri...” Andika mengambi ahli sendok yang dipegang Priscil.
Satu sendok...
Dua sendok...
Tiga sendok...
Dan beberapa sendok lainnya.
“Lumayan ini tidak buruk, ini lezatt.” Gumam Andika dalam hati.
Priscil memandang Andika makan dengan begitu lahap, dan itu membuatnya sangat senang sekarang. Begitu juga dengan Andika sesekali mereka saling melirik dan melemparkan senyum kecil satu sama lain. Yang entah apa artinya.
Mata mereka saling terkunci.
Saling menatap seolah berbicara dari hati, sejak kapan tatapan itu menjadi berbeda dari biasanya?
Beberapa menit kemudian, mereka jadi saling bertanya-tanya sebenarnya untuk apa senyuman itu. Tak ingin berlarut-larut berada dalam kecangungan, Andika akhirnya membuka perbincangan.
"Terima kasih" Ucap Dika.
Priscil kembali menatap kearah Dika, namun tidak memberi respon apapun.
"Hey apa kau mendengarku" Tanya Andika lagi.
Priscil menggangukan kepalanya, sebagai jawaban atas pertanyaam Andika.
Dika segera berdiri tepat dihadapan Priscil duduk saat ini.
“Maaf...” Serunya.
Cup.
Satu kecupan mendarat tepat bibir ranum Priscil, tidak ada perlawanan sedikitpun dari gadis itu. Entah disedang menikmatinya atau terkejut dengan perlakuan pria yang ada dihadapanya.
Mata Priscil membulat...
Ia kembali tersadar dengan perbuatan sedang mereka lakukan.
“Mmmhhh....” Priscil mendorong tubuh Andika menjauh darinya.
Kemudian berlari keluar. Perasaan Priscil menjadi campur aduk sekarang.Priscil masuk kemar dan mengunci kan dirinya.
“Astaga, apa yang kulakukan? kenapa jantung berdetak seperti ini.” Tanya Priscil meletakan telapak tangan diatas dadanya yang berdebar-debar.
“Kenapa dia berbuat seperti itu lagi, apakah dia mabuk? Tapi dia tampak begitu sadar melakukanya. Lalu mengapa aku mengijinkanya melakukan itu. Ahhh aku malu sekali.”
Sementara Andika juga sedang memikirkan, perbuatanya barusan.
Gadis itu, apa yang dilakukanya padaku...
Terkadang dia terlihat begitu menjengkelkan, bahkan aku begitu tak ingin melihatnya.
Namun seketika dia juga bisa terlihat begitu manis. Dan Bibir itu mengapa ia terasa begitu manis. TIDAK!!! Pikiran kotor apa ini, Andika!?
\*
Berapa minggu sejak kejadian itu.
Priscil tak pernah lagi bertegur sapa dengan Dika. Bahkan saat disekolah, baik Dika maupun Priscil mereka sama-sama saling menghindar satu sama lain.
Saat priscil tertidur dijam pelajaran Dika, ia tak lagi menegur gadis itu, walau hanya sekedar membangunkan Dika enggan melakukanya.
Sebenarnya Rendy dan Cecil menyadari perubahan yang terjadi pada Priscil belakangan ini.
Priscil yang cerewet, pecicilan dan pemberontak sepertinya tidak ada lagi, bahkan sekarang dia tidak pernah lagi meninggalkan kelas.
"Pris, lu lagi ada masalah ya?." Tanya Cecil.
"Gpp kok." Jawab Priscil singkat.
"Kakak lo, marahin lu lagi? Atau apaa?."
"Nggak kok. Lagian gue udah balik kerumah bunda, gak diapartemen kak Bas lagi"
"Terus apa dong? Gue punya salah ya?.” Tanya Cecil.
"Bukan gitu tapi..." Ucapan Priscil hanya berhenti di situ.
"Tapi apa priss?." Tanya Cecil lagi.
"Cil, jantung gue sering deg-degan gitu sekarang, kepala gue pusing banget.”
"Lo sakit parah Pris?." Tanya cecil memotong pembicaraan Priscil.
"Bukan itu Cil, makanya dengarin dulu, tiap orang itu dekat gue.. Jantung gue rasanya berdetak gak karuan, dan saat jauh dari dia, yang ada di kepala gue cuma dia" Ucap Priscil dengan penghayatan yang begitu mendalam.
"Priss... Lu lagi jatuh cinta ya?" Tanya Cecil dengan wajah terkejut.
"Gue gak tau, emang jatuh cinta gitu ya ?.”
"Yaiya lah. Sekarang loh harus cerita siapa orangnya?" Tanya Cecil.
"Ogah ahh. Malu gue...." Tolak Priscil.
"Lo gak percaya lagi sama gue sekarang" Ancam Cecil.
"Bukan gitu, tapi lo janji ya, jangan ketawa dan jangan ember..."
Cecil hanya menganggukan kepala
"Orang yang gue suka itu adalah....pa... Pa....pak... Pak Dika. Cil " Bisik Priscil pelan.
"Demi apaa priss? Serius lo.... " Cecil tak bisa mengontrol suaranya yg meninggi, dan membuat seisi kelas memandang kearah dua orang sahabat itu.
"Shttttt. Iya Cil serius....puaskan lo.”
"Terus lo mau apa sekarang?" Tanya Cecil.
"Gue belum tau, tapi gue kayaknya bakal bilang ini ke pak Dika" Jawab Priscil.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!