NovelToon NovelToon

Alana Story

Chapter 1

Aku pergi berjalan ke kamar mandi karena aku tidak kuat lagi untuk menahan perut aku yang mual-mual dan mau muntah. Ya Tuhan, aku kenapa ya. Kenapa kau mau muntah terus, maunya muntah terus, seperti orang hamil saja.

Sebelumnya..

Aku akan beritahu peristiwa sebelumnya, di mana aku telah di bawa keluar oleh empat orang laki-laki sekaligus. Mereka adalah Adera, Alfi, Arya, dan Dimas. Aku di ajak jalan bareng mereka karena aku telah berteman dengan mereka selama satu tahun lamanya di SMA Gajahmada. Aku naik motor bareng mereka sambil bonceng di belakang sepeda motor.

"Yuk, kita mampir ke kafe dulu." kata Adera ke teman-temannya.

Adera adalah anak paling kaya dari tiga anak tersebut. Adera bisa di bilang anak yang ber uang. Aku, Alfi, Arya, dan Dimas berjalan di belakang, Adera di depan. Adera duduk lebih dulu ketimbang aku dan tiga orang teman aku.

Aku memilih duduk di samping Dimas dan Arya. Arya adalah laki-laki paling nakal setelah Adera, dia banyak melakukan aksinya padaku seperti mencubit, memukul paha dan lain sebagainya. Beda dengan Dimas yang kalem dan paling alim sendiri. Kalau sama Adera mah, dia adalah pacar aku. Aku tidak tanggung-tanggung pilih pacar. Selain ganteng, Adera adalah anak orang kaya.

Adera memanggil pelayan dan memesan makanan dan minuman. Adera ijin permisi dulu ke aku dan teman-teman yang lain, aku tidak tahu dia pergi ke mana. Yang lain santai saja. Pesanan pun datang, aku dan tiga teman yang lain siap-siap untuk makan sate, nasi goreng, bakso, soto ayam dan pizza. Minumannya adalah fanta dan sprite.

Setelah aku makan dan minum, kepala aku pusing. Aku seperti mau tidak sadarkan diri. Aku langsung ambruk di depan Dimas. "Alana, kamu kenapa..?" Alfi bertanya panik.

"Sudah, biar aku bawa saja Alana ke hotel." kata Adera pada teman-teman nya itu.

"Buat apa di bawa ke hotel segala, mau macam-macam kamu sama Alana..?" kata Alfi tidak terima. Aku sedikit banyak masih setengah sadar tapi aku tidak kuat untuk bangun dan bersikap kuat di depan mereka, kepala aku terasa pusing.

"Sudah, kamu tidak usah ikut campur, ini urusan aku, Alana adalah pacar aku, aku yang berhak menjaga dia." kata Adera ke teman-temannya.

Setelah itu Adera membawa aku ke hotel bersama tiga orang temannya itu yaitu Alfi, Arya dan Dimas. Dimas adalah laki-laki yang paling takut di antara teman yang lain. Aku di gotong ke dalam kamar itu, oleh tiga orang itu. Sebelumnya penjaga hotel sempat tanya,

"Temannya kenapa mas, kenapa tidak di bawa ke rumah sakit saja?"

"Tidak, dia mabuk."

"Oh ya sudah." kata pelayan hotel.

Hitung boleh di hitung, itu adalah omset bagi karyawan perhotelan. Aku di bawa masuk oleh tiga laki-laki itu, Adera membayar uang hotel selama satu malam. Sekitar lima ratus ribu rupiah biayanya. Tidak mahal. Aku masih saja lemas dan ingin tidur, ngantuk sekali. Arya membuka kamar itu dengan nomor kamar 103. Aku di baringkan di atas kasur oleh dua teman aku itu.

"Aku di bawa ke mana, aku mau pulang, aku tidak mau di sini!" kataku. Seseorang membekap aku lalu aku di bius sampai pingsan. Aku tidak tahu lagi apa yang terjadi saat itu juga.

Setelah bangun, aku sudah dalam keadaan kotor, tubuh aku telanjang dengan penutup selimut. Kedua paha aku terasa licin dan belepotan oleh lendir-lendir yang berbau amis. Aku telah di perkosa oleh mereka! Jahat sekali mereka!

Aku bangun dan mencoba untuk menguatkan diri aku. Di situ masih ada Adera, Arya dan Alfi. Aku tidak melihat Dimas.

"Heh, kalian ngapain aku! Kalian ngapain aku, sampai aku telanjang seperti ini!?" aku terisak sendiri. Mereka kejam, mereka telah berbuat jahat padaku. Aku telah di perkosa oleh mereka.

Adera menoleh, dia menghampiri aku dengan penuh kasih sayang. "Maafkan aku Alana, aku terpaksa melakukan ini semua. Kamu ikhlaskan saja, aku dan teman-teman aku yang lain tidak akan bicarakan soal ini pada siapa pun. Termasuk keluarga kamu." aku menggeleng tidak terima, aku langsung menampar Adera dengan tangan kanan aku. Aku emosi waktu itu. Selimut masih aku pakai dalam posisi aku yang tanpa baju atau rok.

"Kamu tega ngerjain aku Adera, kamu tega! Sampai kapan pun aku tidak mau memaafkan kamu! Kamu jahat, kamu licik!" aku menangis sejadi-jadinya. Sambil lalu aku mengambil pakaian aku, rok aku, dan dalaman aku. Aku malu di depan mereka. Aku pakai baju seragam aku dan aku pergi ke kamar mandi sambil menangis. Setelah terasa bersih, aku langsung menemui mereka.

"Jangan harap aku akan memaafkan kalian! Ingat itu!" ucapku ke Adera dan yang lain.

"Aku minta ongkos pulang!" aku minta ke Adera sebagai rasa terima kasih atau sebagai imbalan karena telah berani meniduri aku. Jujur aku ikhlas di perkosa oleh Adera tapi tidak untuk yang lain. Adera memberikan aku uang. Dua ratus lima puluh ribu. Sambil lalu bilang padaku,

"Kamu tidak perlu pulang sendiri, biar aku saja yang antar." kata Adera padaku. Aku lalu di antar pakai mobil sedan putihnya. Aku lega akhirnya tapi aku masih trauma dengan itu. Di dalam mobil aku sempatkan untuk bertanya pada Adera.

"Siapa saja yang telah meniduri aku Adera, bukan kamu saja kan yang telah memperkosa aku?" tanyaku ke Adera yang masih menyetir. Bau alkoholnya masih tercium oleh hidung aku. Malam itu sekitar pukul sembilan malam. Aku tertidur sekitar pukul empat sore sampai waktu Isyak. Aku menangis tapi tidak jadi.

"Bagaimana kalau sampai aku hamil, Siapa yang mau tanggung jawab nanti?" tanyaku kedua kalinya.

"Tidak mungkin, kamu tidak boleh hamil. Kamu harus gugurkan kandungan kamu itu. Kamu tidak boleh hamil, aku tidak mau itu terjadi. Aku tidak bisa terima kamu dalam keadaan seperti itu. Kamu tidak boleh hamil, kamu harus terus ada di sekolah."

"Tapi apa yang kamu lakukan, kamu telah memperkosa aku, lalu salah siapa kalau aku hamil di luar nikah?"

"Aku akan bawa kamu ke mana saja asal kamu tidak hamil." kara Adera sambil nyetir.

"Semoga aku tidak hamil nantinya, nanti sesampainya aku di rumah, aku akan beli testpack dan aku akan cek kehamilan aku." kataku lanjut.

"Tidak mungkin secepat itu Alana, semuanya masih butuh proses, kamu pasti mual-mual dulu lalu muntah-muntah." kata Adera padaku. Aku tersenyum geli melihat betapa bodohnya aku di depan Adera.

"Tapi, kalau aku beneran hamil bagaimana..?"

"Kita pergi ke dokter, lalu kita gugurkan kandungan kamu itu!"

"Tapi, itu anak kamu Adera, dan anak yang lain juga." kataku penuh penekanan.

"Bukan anak aku, bukan aku yang menghamili kamu. Itu adalah anak mereka, aku hanya meniduri kamu sebentar!" kata Adera padaku setengah memaksa dan berteriak di depan aku.

"Kamu masih saja bersikap munafik di depan aku. Aku masih ingat Adera, ketika kamu meniduri aku tadi di atas kasur hotel itu. Bau tubuh kamu masih aku ingat dan masih tercium di hidung aku. Rasa nikmat itu bersama kamu, masih aku ingat. Posisi kamu adalah posisi yang paling enak aku rasakan. Kamulah yang aku harapkan dari pertama kali aku pingsan." kataku jujur di depan Adera yang lagi menyetir mobil sedan putihnya.

"Jadi tadi kamu pura-pura pingsan, hah..!?" Adera tahu rahasia aku. Aku diam saja sambil menahan malu sebentar.

"Iya, aku pura-pura pingsan. Aku tidak mungkin pingsan hanya karena minum alkohol dengan kadar seperti itu, itu terlalu sedikit buat aku." lanjut aku ke Adera.

"Jadi, kamulah orangnya yang telah buat aku punya ide seperti itu, andai kamu tidak pura-pura pingsan, aku tidak akan bawa kamu ke hotel tadi." kata Adera menyesal.

"Semuanya sudah terlambat Adera, semuanya telah terjadi. Aku sudah kamu tiduri, dan aku sudah tidak perawan lagi sekarang. Kamu adalah orang pertama kali yang telah berani merusak keperawanan aku, Adera. Coba kamu pikirkan lagi." Adera menghentikan roda mobilnya. Dia lalu melihat aku lebih dekat lalu mencium bibir aku dalam sekali dan lembut.

"Aku tidak akan biarkan kamu menderita Alana, kamu adalah kekasih aku yang paling baik. Kamu adalah wanita terbaik buat aku, buat semuanya."

"Iya Adera, kamu adalah laki-laki terbaik dalam hidup aku, kamulah laki-laki yang aku berikan segalanya tanpa penutup. Kamu yang telah buat aku berani, karena cuma kamu kekasih yang paling aku cintai di dunia ini, bukan yang lain. Cuma kamu Adera, cuma kamu." Adera langsung memeluk aku. Aku tidak mau sesuatu terjadi pada aku dan Adera nantinya. Aku tidak mau terjadi sesuatu pada hubungan aku dan Adera. Terima kasih Tuhan, engkau teah pertemukan Adera dengan aku.

Akhirnya aku sampai di rumah juga. Adera meninggalkan aku di mobilnya, dia harus menjemput temannya di hotel. "Bye sayang..!" ucap Adera padaku. Aku ikhlas melepas kepergiannya.

"Jangan lupa nanti telepon." kataku ke Adera.

"Pasti." jawabnya padaku.

Aku melihat mobil itu pergi ke arah jalan.

Empat bulan setelah itu, di sekolah.

Dan sekarang aku masih di dalam kamar mandi dengan testpack aku yang menyala merah. Aku hamil, aku hamil. Hal yang Adera tidak inginkan. Apa yang harus aku lakukan sekarang. Aku langsung pergi ke kelas dan ijin pulang. Adera melihat aku, dia pergi menghentikan langkah aku.

"Alana.. tunggu, ada apa Alana, kamu hamil..!?" Adera panik, dia curiga kalau aku telah hamil.

Aku melihat wajah Alana sebelum aku menjawab pertanyaan dia itu. Aku bernapas dengan paru-paru yang tersedak, aku kehilangan napas aku.

"Iya Adera, aku hamil. Apa yang akan kamu perbuat padaku?" ucapku ke Adera. Seperti halilintar saja Adera mengetahui hal itu. Aku telah hamil, aku hamil di luar nikah dan pelakunya adalah Adera.

Bersambung.

Sampai di sini dulu ceritanya, jangan lupa vote dan komen. Semoga kalian suka cerita ini.

Up : 13 Nopember 2021

Sulastri Eris.

Chapter 2

Susah banget ngurusin cewek seperti Alana. Mana lagi ribet, mau bawa inilah, bawa itulah ke mana-mana. Aku saja yang jadi cowok dia, kelabakan kalau pas dia datang ke sekolah. Yang mau di pijit lah, mau di kipas lah, mau di perhatikan super perhatian lah, dan lain sebagainya.

Aku kecewa sama dia, tapi peristiwa malam itu cukup berkesan. "Kamu licik, aku tidak akan memaafkan kamu sampai kapan pun!" Alana mengumpat aku. Memang bagus ya bilang seperti itu, tapi awas balasan aku nanti ke kamu, aku bisa berbuat apa saja semau aku ke kamu. Aku tidak akan biarkan kamu lolos dari genggaman aku. Alana. Oh iya, aku lupa. Pertama kali aku tidur bareng Alana, aku terkesan pada kedua *********** yang putih dan berisi. Alana adalah perempuan tercantik yang aku kenal. Aku tidak akan melupakan dia waktu itu. Alana adalah kekasih aku.

Saat dia pergi ke kamar mandi, aku bawa rokok saja sambil duduk. Arya melihat aku tidak nyaman.

"Gimana Adera, kalau Alana pas hamil di luar nikah, apa tidak kita yang jadi sasaran polisi nantinya?" Arya berkata ketakutan di depan aku.

"Tidak usah pikir sejauh itu Arya, kita pakai tenaga kita bareng-bareng, kota pakai otak kita. Alana tidak akan berbuat macam-macam kok, dia alim lihat saja. Alana sangat sayang sama aku, dia mencintai aku sepenuhnya, percaya sama aku.

"Kalau ada sesuatu nanti pad akhirnya, kita habisi Alana. Begitu lebih mudah." Arya ketakutan memandang aku saat itu. Aku memang tidak akan segan-segan membunuh seseorang yang jahat sama aku, sama teman-teman aku juga.

"Tapi, kamu tidak niat mempermainkan Alana bukan..?" Arya menambah.

"Tidak, aku serius sama Alana. Tapi aku kecewa, kenapa Alana mau di tiduri laki-laki seperti kamu dan yang lain. Yang lain ikut merasakan tubuh Alana semuanya malam ini. Terus, aku yang tanggung jawab, begitu maksud kamu?"

"Tidak tahu, aku bingung." Arya jawab.

"Biar Alana saja yang pilih siapa bapaknya." kataku tegas. Aku pergi meninggalkan Arya dan balik menemui Ana yang masih mandi di dalam kamar mandi.

Di mobil Alana banyak bicara sama aku, tentang kecelakaan itu dan yang lainnya. Aku mau sih di perlakukan seperti itu oleh Alana tapi jangan harap aku mau jadi bapak buat anak itu nantinya kalau sewaktu-waktu Alana hamil.

"Adera, kalau bapak ibuku tahu bagaimana..?" Alana berkata padaku, buat aku takut.

"Jangan sampai mereka tahu, awas kamu kalau pas ketahuan. Bisa apes aku nanti. Aku tidak mau keluarga kamu atau pun keluarga aku tahu." ucapku terbata. Aku juga kasihan melihat Alana yang sudah aku perkosa, aku tidak tega.

"Aku bukan cewek murahan Adera, aku masih punya harga diri." kata Alana lanjut.

"Aku juga, kamu pikir, aku akan melakukannya kalau kamu tidak pura-pura pingsan waktu itu!? Kamu penyebab semuanya Alana. Aku tertipu oleh kecantikan kamu, itu saja." aku berkata apa adanya. Mobil terus berjalan. Aku sempat berpikir, uang yang aku kasih ke Alana cukup apa tidak, soalnya sedikit amat jumlahnya. Apalagi tiga teman aku itu sama sekali tidak ngasih apa-apa sama aku. Mereka cuma kasih aku lima puluh ribu, itu pun ada yang ngutang. Dimas yang ngutang, katanya tidak bawa uang.

Aku tetap menyetir sambil sesekali berpikir. "Alana, uang itu cukup buat kamu nanti, buat periksa juga. Takutnya ****** kamu terkena penyakit atau apa. Kamu bisa periksa pakai uang itu, kalau kamu mau. Aku tidak mau kamu jatuh sakit lalu kamu drop." kataku ngarang. Aku tahu Alana orangnya sedikit labil, dia biasa berkumpul sama teman laki-laki khususnya aku dan Dimas.

"Bagaimana rasanya tadi, enak enggak..?" Aku tanya, Alana tersenyum.

"Malu ah." katanya sambil malu di depan aku. "Kalau boleh tanya, mana enak punya aku sama punya Arya?" tanyaku ingin tahu.

"Kalau tanya yang itu, aku lebih suka permainan kamu. Kamu laki-laki paling ampuh diantara mereka." kata Alana padaku. "Aku tidak percaya." kataku sambil berbelok arah. Aku terus mengemudikan mobil sedan putih Pajero aku. Tiba-tiba ada kucing yang lewat di depan mobil aku, kucing putih dengan langkah cepat. Aku tersenyum melihat pemandangan itu.

"Kalau sama Dimas bagaimana..?" tanyaku lanjut tentang permainan itu tadi.

"Dimas tidak begitu kerasa, malah lebih kerasa Alfi. Alfi pintar di suruh bermain. Aku rasakan dia mengecup leherku dengan mesra, aksinya tidak seperti kamu yang suka cium bibir aku. Dia cukup romantis meski masih terbilang muda. Alfi lumayan menurut aku." Alana berkata jujur di depan aku. Aku jadi curiga, jangan-jangan Alana tadi cuma pura-pura pingsan atau di cuma mengada-ada saja di depan aku. Tapi ucapan Alana tadi masuk akal, aku sempat melihat Alfi yang mengecup leher Alana dengan lembut.

Ada yang aneh dengan Alana, kenapa dia harus pura-pura pingsan di depan aku dan teman-teman aku, padahal aku berharap dia sadar. Kenapa Alana harus bertingkah seperti itu, bukan malah bangun dan berusaha untuk sadar. Mungkin Alana punya alasan tersendiri.

"Omong omong kenapa tadi kamu pingsan di depan aku dan kawan-kawan, kenapa,..?" aku bertanya lagi ke Alana karena aku ingin kejelasan dari dia, kami masih duduk berdua di dalam mobil sedan putih Pajero. "Maaf, aku tidak bisa jawab. Itu pengaruh obat-obatan yang kamu taruh di gelas minuman aku, bukan begitu Adera. Kamu tidak harus bohong padaku. Kamu yang mainkan itu semuanya di depan anak-anak. Kamu duluan kan yang berani buka baju, kancing dan rok aku waktu di hotel..?"

"Tapi aku pergi setelah itu, aku biarkan kamu di kasur. Kamu ingat kan betapa aku membebaskan kamu untuk kembali memasang baju kamu kembali." aku beralasan di depan Alana, meski hal itu tidak sebenarnya.

"Cukup, cukup sudah kamu berbohong padaku, kamu memang kurang ajar Adera. Berani-beraninya kamu bersembunyi tangan di depan aku dan teman-teman kamu. Kamu tolol Adera, kamu tolol! Harusnya kamu tidak membiarkan aku seperti itu. Hampir saja Arya yang melakukannya pertama kali, dan aku tidak Sudi, aku rela kamu saja yang melakukannya di depan aku."

"Tetapi kenapa kamu mau tidur bareng Arya, Dimas, dan Alfi di depan aku. Apa kamu tidak tahu atau pura-pura tidak mengerti kalau aku juga merasakan kesakitan yang sama. Aku sakit Alana, aku sakit melihat kamu yang di tiduri oleh teman-teman aku waktu itu!" aku menangis di depan Alana. Bangsat memang anak-anak!

"Tapi kenapa kamu diam saja, sewaktu mereka melangkah naik ke atas ranjang untuk mendekati aku, kenapa kamu diam saja di depan mereka, kenapa kamu tidak pukul mereka atau menghajar mereka waktu itu, kenapa kamu malah diam Adera, kenapa, kenapa kamu biarkan aku di rusak oleh mereka, kenapa, Adera, kenapa..!!??" Alana menjerit padaku di dalam mobil.

"Rumah kamu hampir sampai, aku peringatkan sekali lagi, jangan sampai orang tua kamu tahu peristiwa tadi, ingat itu." ucapku ke Alana.

"Moga saja." jawab Alana enteng.

Aku melihat Alana dari balik kaca mobil sedan aku, aku pergi dari Alana, sambil membunyikan klakson. Tin tin. Alana tersenyum dan melambaikan tangannya padaku. Nahas memang nasib aku. Aku harus berbalik dan menghadap ketiga teman-teman aku yang bego itu. Mereka telah merasakan manisnya tubuh Alana kekasih aku. Aku harus tahu, nanti bagaimana rasa tubuh pacar mereka nantinya.

Aku memasukkan mobil ke lokasi hotel sekitar pukul sebelas malam, masih banyak waktu aku untuk bermalam di hotel. Aku ingat Alana, kenapa dia harus pergi dari kami berempat, padahal pestanya masih belum usai. Kasihan Alana, dia pulang kelaparan. Aku ambil setumpuk makanan yang aku beli tadi sewaktu Alana pingsan. Aku pikir Alana ikhlas dan mau menghabiskan malam itu bersama kami berempat, ternyata tidak. Aku tidak dapat berbuat apa-apa selain mengantarkan Alana pulang. Perempuan yang malang.

Aku berjalan melangkah naik ke atas lantai hotel tingkat dua, sambil membawa belanjaan malam itu. Tiga orang teman aku sudah menunggu dari tadi, aku tahu mereka dalam kondisi kelaparan. Aku meletakkan belanjaan itu di atas meja, pintu kamar terbuka. "Kemana Alana, dia pulang..?" Arya bertanya padaku. Aku melihat dia sekilas lalu menjawab, "Iya, Alana pulang, tadi habis aku antar dia ke rumahnya. Kasihan dia, dia masih belum mandi. Baunya amis." kataku ke Arya.

"Hehehe, kenapa kamu tidak suruh Alana mandi tadi," kata Arya padaku lalu di susul oleh Dimas,

"tapi bukannya Alana tadi sudah dari kamat mandi..?"

"Iya, sudah tapi dia tidak mandi. Sudahlah tidak usah bahas Alana lagi, dia sudah pergi. Sekarang aku butuh wanita lagi sepertinya." kataku berharap ada pengganti Alana malam ini. Tubuh aku masih terasa tegang dan ingin meluncur kembali seperti tadi bersama perempuan bayaran.

"Cukup sekali saja, tidak perlu banyak ngeluarin kayak gituan. Capai nanti. Baiknya kita makan saja apa yang ada di dalam kresek itu, iya nggak!" tanya Dimas ke Arya dan Alfi.

"Yoi, aku lapar banget nih. Boleh aku ambil Adera..?" Alfi minta ijin padaku untuk membuka belanjaan itu.

"Silahkan dengan senang hati. Sisakan satu buat Alana." kataku dalam, tanpa terasa air mataku berlinang. Aku juga lupa kalau Alana masih ada, dia masih bisa aku hubungi di telepon. Aku langsung ambil handphone aku lalu aku hubungi Alana. Siapa tahu dia mau balik lagi sambil aku jemput.

"Halo Alana, kamu di mana sekarang. Bisa kamu datang ke sini, sekarang..!?" ucapku ke Alana.

"Halo, ini ibunya Alana. Alana sudah tidur, mungkin ada pesan yang ingin di sampaikan..?"

"Tidak Ibu, terimakasih." Tut. Telepon aku langsung tutup. Aku berpikir lain sekarang, Tuhan tidak mau aku bisa bertemu dengan Alana malam ini, mungkin lain waktu. Aku perhatikan tiga orang teman aku mulai makan makanan belanjaan itu yang terdiri dari wafer, kacang oven, mari Roma, crispy, dua botol sprite, roti susu dan kedelai, mie goreng instan dan rokok Surya kretek. Semuanya aku yang beli, mereka tinggal nikmatin saja.

"Pelan-pelan makannya jangan sampai habis, waktu kita masih panjang. Aku mau makan di luar dulu, aku mau beli bakso di luar. Kalau ada yang mau boleh ikut aku tapi bayar sendiri." kataku berpesan kepada mereka.

"Aku ikut!" Arya usul. Aku tunggu dia sambil lalu merokok. Aku berjalan bareng Arya sekarang. Berjalan keluar pintu hotel utama, pergi keluar sambil menghirup udara segar.

"Kenapa kamu ikut aku, tidak merasa capai jalan keluar kayak begini?" tanyaku ke Arya mengada ada.

"Tidak." Jawabnya sambil terus berjalan mengikuti langkah aku terus berjalan ke depan sambil mengikuti jalan yang panjang malam itu. Aku tetap mengunci mulut aku tanpa berbicara apapun tentang Alana yang tadi terjadi di kamar hotel. Aku tidak jadi ke warung bakso karena warung baksonya tidak ada, aku memutuskan untuk mampir di kafe. Nama kafe itu kafe malam. Kafe yang berada di tempat yang strategis dan nyaman, di temani oleh lampu-lampu malam kafe malam itu. Aku dan Arya memilih tempat duduk bersamaan.

"Kamu pesan apa?" kata Arya padaku. Aku melihat Arya sebentar meski aku dengan Arya tidak begitu akur sebelumnya. Dulu aku dan arya rebutan perempuan. Perempuan itu bernama Laila, Arya lebih mengutamakan cinta ketimbang nafsu, Laila juga lebih memilih Arya ketimbang aku, jadinya aku serba salah. Aku yang lalu memilih Alana untuk jadi pacar aku yang buat Arya jadi bosan sama Laila tapi sampai sekarang hubungannya tidak aku ketahui.

"Eh, bagaimana kabar hubungan kamu dengan Laila..?" tanyaku ke Arya setelah peristiwa tadi, kami pun bersantai kecuali dua orang teman kami yang masih tinggal di hotel.

"Alhamdulilah baik. Hubungan baik-baik saja sama Alana, oh sorry Laila maksudnya."

"Jangan keliru lagi." ucapku kasih nasehat ke Arya. Sepertinya wajah Alana masih bergentayangan di dalam bayangan kedua mata Arya Saloka. Dia adalah teman baik aku mestinya. "Baru sekarang kamu ingat Tuhan, tadinya tidak." Celetuk aku di depan Arya.

"Maksud kamu, perbuatan yang tadi, itu dosa. Begitu maksud kamu. Hah, sudahlah tidak perlu sok suci di depan aku, buktinya tadi kamu masih pengin nambah lagi, kan?"

Aku tertawa. Arya memang tahu siapa aku sebenarnya.

"Kamu bilang saja, kalau kamu mau. Kita cari tempat ilegal di sini, siapa tahu ada..?" Arya menggertak aku tapi aku sudah tidak nafsu lagi. Pesanan datang, aku tidak terlalu lapar, aku malah pengin makanan cemilan yang aku beli tadi.

"Aku tahu kamu sedang ingin apa, bentar lagi kita cari tempat yang nyaman untuk kita, kita harus beruntung malam ini." kata Arya padaku sambil makan.

"Terserah kamu sajalah, yang penting halal."

"Yoi. Hahaha." Hari begini ngomong halal, ketinggalan jaman. Aku dan Arya masih ngopi dulu sebelum berangkat mencari pekerjaan malam.

"Kamu yakin mau nyariin aku perempuan malam ini?"

"Ya aku yakin. Dan aku harus berhasil." kata Arya padaku. Entahlah, perempuan mana lagi yang mau di perlihatkan Arya kepadaku. Aku kehabisan mikir.

"Yuk cabut!" kataku ke Arya.

Aku dan Arya pergi dari kafe itu setelah bayar, uang aku tinggal sedikit sekarang. Aku masih mau pinjam ke Arya kalau dia punya uang simpanan di dompetnya.

"Mau cari ke mana kita, di sini kayaknya tidak ada perempuan liar seperti yang kamu harapkan. Mending kita balik saja ke hotel. Kita buat drama seperti itu lagi nanti tapi perempuannya aku mau Laila, pacar kamu." kataku memperjelas. Arya menoleh aku seperti keberatan.

"Kenapa, kamu keberatan?"

"Sedikit, tapi bagaimana caranya?"

"Sudah, serahkan semuanya padaku yang penting kamu ajak Laila jalan, kita bertemu di pinggir jalan, aku tunggu di mobil. Kita bekap Laila di mobil, bagaimana oke bukan!?" ucapku bangga ke Arya. Laki-laki itu berpikir sebentar, aku tahu kalau dia masih cemas dengan rencana yang akan kami lakukan selanjutnya.

"Yuk!" aku balik mengajak Arya untuk balik ke hotel. Aku melihat Dimas tertidur kecapaian, Alfi masih menonton televisi. Dia kaget melihat aku datang. "Eh sudah datang rupanya. Lama amat, Dimas sampai ketiduran." kata Alfi padaku.

Bersambung.

Chapter 3

AlANA POV 🐾

Aku sama sekali tidak mengerti kenapa Adera berlaku tidak adil padaku seperti itu. Adera seperti orang bodoh dan tolol, tidak mau bersikap jentel seperti Arya tadi yang hampir saja memukul Dimas karena rebutan posisi.

Adera menggertak setir mobilnya, aku sedikit kaget. Aku diam dan menunduk, semua adalah salah aku, salah aku, bukan Adera. Aku tahu Adera tidak sebodoh itu, aku tahu Tuhan itu adil pada hambanya yang di rusak dan di aniaya. Aku tidak tahu bagaimana cara aku nanti menghadap Tuhan.

Sekarang aku sedang di rumah istirahat, tiduran di kasur, capai tahu enggak, tadi di genjot sama empat orang sekaligus. Besok, aku tidak mungkin masuk sekolah. Aku capai. Aku ijin langsung ke Ibu guru. Besok seharian aku full di rumah. Setelah satu hari kemudian aku masuk seperti biasa, seperti tidak ada masalah apa-apa diantara aku dan mereka berempat.

Skip - sekolah

"Alana!" Adera memanggil aku saat aku berjalan ingin masuk ke kelas.

"Ke kantin yuk!" ajak Adera padaku, aku mau. Aku sedikit berat langkah karena aku habis di pake sama mereka. Di situ sudah ada Arya, Dimas dan Alfi, musuh bebuyutan aku tapi aku berteman sama mereka. Sebelum duduk aku bilang ke mereka,

"gara-gara kalian aku jadi tepar begini." kataku kesal. Aku merasa capai banget dan serasa seperti tidak punya tenaga untuk bangun, kepala pening, mata berat seperti habis minum.

"Kalian kok enggak sih..?" tanyaku ke mereka. Arya melihat ke arah Adera.

"Alana, kami ini cowok bukan cewek kayak kamu. Jadi pantas saja kalau kami lebih sehat di banding kamu. Iya kan bro!" kata Dimas.

"Jadi kalian melecehkan aku, begitu ya?"

"Enggak lah Alana, maksud Dimas itu kamu itu banyak olahraga bareng kami aja, gampang dan mudah, sehat kok, iya kan..! Hahaha." Dasar Alfi, bisanya suka bilang mesum.

Adera masih memijit aku dari belakang tapi dia tidak ngomong. "Dih setia banget sama pasangan." kata Arya ke Adera. "Ya iyalah, masak di tinggal begitu saja, kan kasihan. Lain kali aku tidak mau ngajak main bareng kalian, biar aku saja yang ngerasain rasanya bareng Alana, betul enggak Alana?"

"Betul-betul, kalian tuh Mah kayak semut aja, nempel gitu kalau ada gula di depan mata. Moga aja aku nggak ketemu kalian seumur hidup aku!" kata aku menyumpahi diri. Tapi bagaimana tidak, kalau Adera tetap saja berteman sama mereka. Seseorang lewat dan itu adalah Laila pacar Arya. Laki-laki itu langsung pergi ke Laila dan langsung mengobrol di depan perempuan itu. Aku sama yang lain sambil memperhatikan dari jauh.

"Udah ah, cukup, udah nggak capai lagi." kataku ke Adera. Kita ke kelas yuk!" ajak aku ke Adera.

"Ngapain, enakan di sini sayang!" kata Adera padaku. Aku masih lihat pemandangan sekitar.

"Kalau ingat di hotel, aku suka banget di situ, tapi aku tidak sadar." Celetuk aku ke Adera.

"Sudahlah tidak usah bicara kan yang itu, nanti kamu ikut aku jalan barengan teman-teman." kata Arya memberitahu. "Lagi, bareng mereka lagi?" aku jawab kesal.

"Bareng siapa lagi sayang, bensinnya mereka yang bayarin, untuk kamu aku ajak, kalau enggak kan bisa rugi mereka!" Iya juga kalau di pikir,

"tapi kan aku cewek, aku kan bisa menghibur mereka, kamu juga." Kilahku lalu ke Adera.

"Iya aku ngerti, tapi kan butuh duit juga buat jalan, tidak segampang itu. Aku udah di pesan sama Arya untuk tidak ngajak kamu lagi. Percaya enggak?" kata Adera padaku.

Aku kaget sebentar. Kok bisa Arya segitu bencinya sama aku sampai tidak mau ngajak jalan aku. Aku jadi tahu siapa yang paling benci diantara mereka. Awas kamu Arya, kapan-kapan aku tampar kamu di depan teman-teman.

"Enggak!" Aku langsung mengelak. Enak saja, aku mau di singkirkan begitu saja.

"Percaya nggak percaya itu buktinya, untung masih ada aku yang mau belain kamu." kata Arya mencoba melindungi aku.

"Iya, aku ngerti, tapi kan nggak harus gitu. Ya udah, aku akan bayar uang bensin berapa pun itu. Biar Arya tahu kalau aku juga bisa bayar uang bensin." ucapku ke Adera, mencoba untuk membela diri aku.

"Tidak perlu, kamu pacar aku, cewek aku, kamu tidak perlu usaha apa-apa, cukup buat aku tenang saja, itu sudah cukup buat aku. Kamu ada sekarang itu suatu keberuntungan buat aku, lagian mereka kan pakai mobil aku juga, jadi aku masih bisa berkuasa di depan mereka." jelas Adera padaku.

"Terus aku, jadi apa di situ?" aku tanya posisi aku.

"Jadi perempuan penghibur aku aja dan teman-teman. Gimana kalau mereka ngajak gituan lagi sama kamu, kamu mau nggak..?" aku langsung kuatir dan takut setelah mendengar pernyataan itu. Pernyataan yang keluar dari mulut Adera sendiri.

"Kok bisa begitu, sih. Emang mereka Mandang aku apaan, wanita penghibur atau mereka buta kalau aku ini pacar kamu, atau jangan-jangan kamu ingin mempermainkan aku di depan mereka ya, najis kamu Adera! Ih, ih, ih..!!" aku memukuli pundak Adera beberapa kali karena kesal dan sayang ke dia. Aku sayang banget sama Adera, kenapa tidak, kalau Adera sebegitu sayangnya sama aku. Rada itu muncul dengan sendirinya pada orang yang kita sayang, termasuk Adera pacar aku.

"Eh, aku cabut dulu ya, Laila ngajak aku ketemuan." Arya pamit pergi ke Adera dan yang lain. "Ada mapel bahasa Inggris bro!" kata Alfi memberitahu Arya. Dia berdiri menunggu di depan kami, aku, Adera, Alfi dan Dimas.

"Udah, kamu aja yang ngerjain, aku nyontek aja nanti." kata Arya sambil berlalu. Emang nggak pada serius sekolah tuh anak, mereka sukanya pacaran. Perasaan perut aku enggak enak, seakan mau muntah. Tapi aku redam rasa itu, aku malu pada Adera dan yang lain.

"Yuk, kita ke kelas, udah masuk tuh!" kata Dimas ke kita. Aku, Adera dan Alfi langsung bangun dati tempat duduk di kantin. Adera menaruh uang minuman di meja. Kami menghambur melangkah masuk ke kelas kami. Usai pelajaran, aku kehilangan Adera. "Kemana tuh anak, kok tidak kelihatan?" aku lalu tanya Alfi. "Alfi, Adera mana..?"

"Keluar kayaknya tadi pakai mobil. Kamu nggak di ajak..?"

"Nggak, kemana ya?"

"Nggak tahu!" Alfi jawab. Aku beneran tidak tahu ke mana perginya Adera, aku langsung pencet hp.

"Halo Adera, kamu di mana, kenapa kamu tidak bilang ke aku ke mana perginya..?"

"Ada urusan kecil, kamu di situ dulu. Nanti kalau udah pulang dari sekolah kita jalan bareng, bareng teman-teman." kata Adera menjawab di telepon.

"Kamu sama siapa di situ, sama Alfi..?" Adera lanjut bicara.

"Nggak, aku sendiri." jawabku ke Adera.

"Udah dulu ya, aku lagi nyetir nih!"

"Cepat balik, anak-anak lagi ngumpul di kantin." ucapku lagi. Aku menutup ponsel aku dan menghembuskan napas lesu. Adera memang suka jalan keluar, ngabisin bensin pula. Aku jadi kesepian sendiri tidak ada adera di dekat aku, adanya Alfi dan Dimas. Mereka memang tidak suka pacaran, sukanya temenan. Peristiwa kemarin adalah pengalaman pertama buat mereka.

"Eh, Kak Adera mana..?" Seorang perempuan datang. Dia adalah Ratih, adik dari Adera.

"Keluar barusan." Alfi jawab. Perempuan itu lalu telepon Kakaknya.

"Cepat balik kak, aku butuh uang buat jajan. Jangan di habisin uang jajan aku!" kata Ratih ke Adera di telepon. Aku lalu coba memanggil Ratih. "Ratih, ke sini deh."

"Ada apa..?" Ratih jawab.

"Kamu tahu kakaknya jalan ke mana..?" tanyaku lanjut ke Ratih, perempuan paling cantik sekelas sepuluh. Adera juga laki-laki paling tampan di kelas kami, kelas sebelas.

"Nggak tahu, biasanya Kak Adera jalannya ke kota, beli sesuatu, atau belanja di supermarket. Beli jajanan, biasanya kan buat kalian, temannya kakak." jelas Ratih ke aku.

"Kenapa..?" Ratih balik nanya ke aku.

"Enggak, takutnya Adera kenapa-kenapa di jalan. Dia tidak mengkonsumsi obat-obatan, kan..?" tanyaku mengada-ada. Takutnya Adera pakai obat atau semacam pil ekstasi.

"Nggak tahu lah, tanya sendiri sama orangnya! Dah..!" Ratih langsung pergi ke temannya.

"Eh dari mana aja kamu..?" Itu adalah suara Yumna, teman baiknya Ratih.

"Dari Kak Alana, aku nyariin Kak Adera." jelas Ratih ke Yumna.

"Ada kak Adera..?" Yumna balik tanya ke Ratih. "Nggak ada, di pergi keluar." jawab Ratih ke Yumna.

"Yah, nggak jadi traktirannya dong! Kesal amat." kata Yuma ke Ratih. Aku tersenyum melihat mereka dan satu temannya lagi bernama Yusi.

"Nanti Kakak juga datang kok, tenang aja, kalau kak Adera pas belanja, aku akan minta makanannya buat kalian, tenang saja. Semuanya pasti berhasil." kata Ratih ke dua temannya itu, Yumna dan Yusi. Tiba-tiba perempuan itu lari dari seseorang yang tak lain adalah Arya, perempuan itu adalah Laila. Kenapa juga mereka.

"Laila, tunggu dulu bentar, aku belum selesai bicara! Masalah itu bukan aku yang ngelakuin, teman-teman aku. Aku cuma diam saja di hotel!" Arya bicara sambil mengejar Laila untuk ngejelasin perkara itu ke Laila.

Perempuan itu berhenti lalu menampar pipi Arya. Plak! Duh, kasihan si Arya kena tampar. Aku jadi ingat ketika pertama kali aku menampar pipi Adera pas pertama kali kenalan.

"Kenalin, nama aku Adera. Kamu cewek cantik yang pernah aku lihat." kata Adera padaku. Seketika aku langsung tampar dia, plak! Rasakan tamparan itu. Alasannya kenapa kau menampar Adera, buat kasih dia pelajaran akibat dari perbuatannya itu. Udah gampang rayu dan kenalan sama cewek nakal seperti aku. Tapi setelah peristiwa itu, aku langsung minta maaf ke Adera.

"Maafin aku ya Adera, aku telah nampar kamu waktu itu. Maafin aku yah!" kataku ke Adera. Aku benar-benar minta maaf ke dia. Dia langsung peluk aku. Ya tuhan.

"Udahlah tidak usah begitu, aku maafin kok kesalahan kamu." kata Adera sambil coba peluk aku.

"Tapi lepasin dulu pelukannya, baru kenal saja, sudah berani peluk aku kayak gitu, gimana nanti kalau udah kenal beneran!" kataku ke Adera. Dan ternyata omongan aku itu benar, aku telah di perkosa oleh Adera di hotel. Itu adalah peristiwa paling fenomenal yang tidak mungkin bisa aku lupa. Peristiwa selanjutnya adalah,

Tin tin! Dih, Adera datang. Aku langsung pergi menghambur ke dia. Dih akhirnya Adera datang juga, Ratih tidak kelihatan merapat ke Adera.

"Dari mana saja sayang..?" aku mencoba merayu Adera.

"Biasa, belanja." ucap Adera sambil buka kaca mobil. Dia lalu turun dari mobil, pengen banget peluk dia saat baru datang dari luar, tapi aku tidak berani. Aku masih perhatikan geliat tubuhnya pas dia keluar dari mobil. Adera ganteng banget orangnya.

"Hai beb, kok berdiri di situ sih, kan panas." kata Adera mesra padaku. "Di situ panas loh!" kata Adera mesra padaku.

"Ambil tangan aku dong!" Aku menyuruh Adera buta narik tangan aku, biar tidak kepanasan. Aku mau sekali di rayu dan di belai sama Adera meski di depan anak-anak sekolah. Adera langsung mengambil tangan aku dan menggandeng aku ke kantin sekolah. Sambil jalan aku mengobrol dengan Adera.

"Dari mana saja, habis belanja..?" tanyaku ke dia. Aku melihat wajah dia dulu sebelum dia menjawab takutnya tidak suka.

"Iya." jawabnya simpel. "Tadi kamu di cariin sama Ratih adik kamu."

"Iya, ke Ratih yuk!" Adera lanjut.

"Katanya mau ke kantin..?"

"Ke Ratih dulu." katanya lanjut sambil berjalan. Jadi bingung. Aku harus ikuti langkah Adera sekarang sambil gandengan tangan. Di kelas Ratih aku sudah lihat Ratih sedang mengobrol bareng temannya.

"Eh Kakak, udah datang, mana belanjaannya, bagi dong. Katanya habis belanja?"

"Ada di mobil. Nih kuncinya kamu ambil tapi jangan di ambil semua!" kata Adera ke Ratih. Aku tersenyum saja, ternyata belanjaan itu bukan di tujukan ke saya.

"Makasih ya kak! Yuk!" kata Ratih ke temannya. Aku sedikit cemburu melihat keceriaan Ratih, tapi mau apalagi, aku sudah punya Adera di dekat aku.

"Yuk, ke kantin." ajak Adera padaku.

"Oke." kataku sedikit terpaksa, sebenarnya aku sudah bosan balik lagi ke kantin. Setelah sampai, Adera memilih tempat duduk bareng aku. "Kamu beli lah apa saja yang kamu mau, aku yang belikan." kata Adera padaku. "Beneran nih, baik amat, nanti uangnya habis loh! Tadi kan udah belanja, aku minta belanjaannya saja yang di mobil." kataku sok baik di depan Adera.

"Itu buat Ratih, kamu beli yang di kantin saja, lebih murah." kata Adera ke aku.

"Jadi aku beda nih belanjaannya, aku sekelas kantin berarti." kataku kesal. Tangan aku sambil mengambil cemilan yang di gantung di atas.

"Sudah ambil saja sebelum aku berubah pikiran." kata Adera padaku kasih tahu.

"Anak-anak pada ke mana ya?" aku mencari Alfi dan Dimas.

"Kemana mereka?" Adera tanya juga.

"Gak tahu, tadi sempat ngumpul bareng sama aku di sini, sekarang sudah pada menghilang semuanya. Gimana nanti pas mau jalan bareng sehabis Dzuhur..?" kataku ke Adera sambil pegang cemilan. Cemilan murahan.

"Kita cari saja nanti anak-anak." jawab Adera sambil memperhatikan sekitar. Adera lalu menelepon Alfi, "Ada di mana Elo..?"

"Di luar sekolah bang!" jawab Alfi.

"Ngapain..?"

"Ada saja kerjaan."

"Cepat balik ke sekolah, aku udah ada di sekolah bareng Alana. Aku masih di kantin."

"Bentar lagi bang, bentar lagi." Adera menutup bunyi telepon itu. Aku bernapas lega. Jujur posisi aku sedang tidak enak sekarang.

"Sebenarnya nanti kita mau ke mana..?" tanyaku ingin memperjelas.

"Cuma jalan-jalan saja sayang, tidak ke mana-mana kok. Katanya Alfi sama Dimas mau ke rumah temannya. Kamu ngikut saja, enak kok." jelas Alfi padaku.

"Sampai malam pulangnya?" kataku bertanya.

"Tidak tahu, aku juga malas mau jalan lagi, itu semua karena Alfi dan Dimas." jawab Adera. Sehabis Dzuhur akhirnya kami bersama-sama pergi ke luar dengan tujuan pergi ke rumah teman Alfi dan Dimas. Di dalam mobil aku sempat tanya ke Dimas,

"Nama teman kamu siapa..?" tanyaku ke Dimas.

"Ciko. Kenapa tanya?" Dimas balik nanya.

"Tanya saja, ingin tahu." jawabku ke Dimas. Posisi aku duduk di kursi depan bareng Adera, Dimas dan Alfi duduk di kursi belakang. Adera terus saja menyetir, Dimas sempat mengganggu aku dari belakang. Aku menoleh kesal ke dia.

"Jangan suka ganggu cewek orang lah kalau tidak mau cari gara-gara!" kata Adera ke Dimas. Aku jadi kuatir. Kami sampai di rumah Ciko dengan di sambut baik oleh dia. Dimas berbicara serius sekali. Aku, Adera dan Alfi mendengarkan percakapan itu. Setelah itu kami pulang. Adera mengantarkan aku sampai ke rumah.

"Aku pamit dulu ya?" Adera pamit bareng Dimas dan Alfi dalam mobil.

"Iya, dah sayang." kataku ke Adera sambil melambaikan tangan. Laki-laki itu pergi juga akhirnya, aku capai ingin rebahan dulu. Malamnya aku telepon Adera.

"Halo Adera, kamu sehat?" ucapku pertama kali ke Adera.

"Ada apa sayang?" Adera jawab.

"Aku mau tanya masalah Ciko tadi. Dimas itu di ajak jualan apa sama Ciko?" aku setengah curiga. Soalnya Ciko orangnya serem.

"Tidak tahu, tadi kamu dengarnya apa sayang?"

"Bukannya jual obat-obatan..?" tanyaku serius.

"Iya, tapi jangan bilang-bilang. Itu rahasia. Kamu tidak boleh bilang ke siapa-siapa. Janji!" kata Adera mengancam. Aku jadi tidak enak.

"Lain kali jangan ajak lagi aku ke situ. Aku tidak mau. Aku tidak mau terlibat." kataku ke Adera.

"Tidak sayang, kamu harus ikut, kamu kan pacar aku. Tidak enak sama Dimas kalau aku juga tidak ikut mendukung dia." ucap Adera senang.

"Kalau kamu tidak ikut, rasanya tidak asik." lanjut Adera padaku.

"Kalau asik memang asik, apalagi Ciko orangnya baik. Tapi aku takutnya kena polisi, aku takut makan barang haram juga. Itu ilegal bukan..?"

"Pintar kamu. Iya, barang itu masih ilegal dan masih rahasia. Kamu diam saja, tidak usah banyak omong, bisa bahaya nanti." kata Adera padaku.

"Iya." Setelah itu aku tutup teleponnya. Aku masih terperangkap sekarang. Sebelum tidur, aku masih suka buka-buka buku pelajaran. Sesekali perut aku mual dan ingin muntah.

Aku pergi ke kamar mandi, lalu cuci mulut. Aku masih kuatir terjadi apa-apa padaku. Aku takut hamil, bisa payah nanti. Malam sudah mulai larut, aku harus tidur.

Di depan Adera aku tidak pernah malu. Peristiwa itu adalah pengalaman kali pertama aku bersama Adera dan kawan-kawan. Apa aku terlihat nakal, jelas iya. Aku adalah perempuan nakal yang jadi pacar Adera. Aku juga heran, kenapa Adera mau padaku padahal aku bukan perempuan baik-baik yang takut untuk mau bergaul dengan manusia bernama laki-laki.

Salam.

Sampai di sini dulu ceritanya, nanti mungkin aku sambung lagi ke part selanjutnya. Jangan lupa vote dan komen.

Up : 15-11-2021

Sulastri.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!