"Saya ulangi ya, Kak. Pesanan nya satu crufle topping cokelat, kentang goreng reguler satu, dan satu matcha latte. Ada lagi yang mau ditambah?" tanya Sraya.
"Engga, Kak. Cukup itu aja."
"Semuanya jadi delapan puluh delapan ribu ya, Kak. Mau pembayaran cash atau dengan kartu?"
"Saya bayar pake debit ya, kak."
Sraya menerima sebuah kartu debit dari pelanggan nya lalu menggesek kartu debit ke mesin EDC dan memasukan nominal sesuai jumlah pesanan.
"Silahkan masukkan pin nya ya, Kak," pinta Sraya.
Dreeeeett.... Keluar struk pembayaran setelah pelanggan menyelesaikan pembayaran.
"Terima kasih, Kak. Untuk pesanan nya bisa ditunggu sekitar sepulu menit ya, Kak. Nanti kita antarkan ke meja."
Tringggg.
"Selamat datang di cordy caffe" sapa Sraya ramah setelah mendengar lonceng pintu yang terdengar kalau ada pelanggan masuk.
Perempuan itu tersenyum saat Sraya menyambutnya dari meja kasir. Namun gadis itu terlihat pucat.
"Siang, Mba. Tumben di kasir," sapa Nastiti.
"Iya, Nas. aku gantiin Sulis, dia lagi solat kebetulan aku lagi dapet, oh ya kamu mau makan apa?" tanya Sraya.
"Aku pesen chicken wings aja, Mba. Sama hot tea."
"Kamu makan siang sendiri, Nas? Najwa sama Fani mana tumben ga bareng?"
"Mereka masih di kantor, Mba. Ada kerjaan yang belum selesai katanya."
"Yaudah kamu duduk dulu, Nas. Nanti pesenan kamu aku anter."
"Berapa semuanya, Mba?"
"Enam puluh lima ribu, Nas."
Nastiti menyerahkan selembar uang seratus ribu rupiah pada Sraya. Sraya adalah seorang koki yang bekerja di Cordy Coffe, pemiliknya adalah bule asal Perancis yang menikah dengan warga Indonesia.
Nastiti sudah menjadi pelanggan setia selama tiga bulan semenjak dia magang di salah satu perusahan besar di kota Jakarta. Kantor nya tidak jauh dari Cordy Coffe tempat Sraya bekerja.
"Ini kembalian nya, Nas. kamu sakit Nas? kok kamu pucet banget sih."
"Enggak, Mba. Kayaknya aku masuk angin aja karena telat makan. Tadi aku ga sarapan, Nas duduk di situ ya, Mba." Tunjuk Nastiti ke sebuah meja yang letaknya agak pojok.
"Oke kamu tunggu bentar ya."
"Ka Hendi chicken wings satu, french fries medium satu, crufle cokelat satu."
Sraya menyebutkan pesanan yang ia dapat ke Hendi yang bertugas sebagai backup.
"Oke siap meluncur sepuluh menit," sahut Hendi.
Sepuluh menit Sraya mengantarkan pesanan Nastiti, gadis itu duduk menatap kearah luar sambil memangku wajahnya dengan tangan kanan.
"Ini, Nas. Pesenan kamu, makan selagi anget kamu keliatan pucet banget."
Namun nastiti masih menatap ke arah luar dari dinding kaca Caffe tersebut. Nastiti tidak menyadari kehadiran Sraya yang sudah duduk di depan nya.
"Nas … Nastiti," tegur Sraya.
"Eh, Mba. Maaf aku ga denger tadi, pesanan aku udah siap nih. Makasi, Mba. Hehe."
"Kamu mikirin apa sih, Nas. sampe bengong gini?" tanya Sraya.
"Eeehhhm cuma masalah kerjaan aja, Mba."
"Yaudah kamu abisin makanan nya dulu, ini aku ada obat buat kamu. Nanti kamu minum setelah makan ya, aku mau ke kitchen dulu."
"Makasih, Mba Sraya." Nastiti tersenyum manis kepada Sraya dan menyendok makanan nya.
"Oeeeekkkkkkk."
Sraya menghentikan langkahnya dan menatap kearah Nastiti yang mual-mual.
"Nas, kamu beneran gak kenapa-kenapa?"
"Hmm ga, Mba. Kayaknya maag aku kambuh deh. Aku ke kamar mandi dulu."
"Mau aku antar? kamu itu jangan sampe telat makan, Nas. Sesibuk apapun kerjaan kamu, apalagi kamu ada maag."
Nastiti bangun dari duduk nya baru beberapa langkah ia berjalan dibantu Sraya. Nastiti jatuh dan tidak sadarkan diri.
"Nastiti..... ya Allah, Nas. kak Ferdi tolongin aku angkat Nastiti."
Sraya dan teman nya Ferdi yang bertugas sebagai dining, mereka berdua dibantu Sulis memindahkan Nastiti ke ruang istirahat karyawan.
"Sraya ada apa?" tanya Mr Willem boss mereka setelah melihat cctv area dining.
"Nastiti pingsan, Boss. Dia pucet banget badan nya dingin."
"Dia pelanggan yang tiap hari makan di Caffe kita kan?" tanya willem.
"Iya, Boss."
"Ferdi, Hendi. Kamu bantu Nastiti ke mobil saya, Sraya. Kamu ikut bawa Nastiti kerumah sakit."
Willem dan Sraya membawa Nastiti kerumah sakit. Sraya bertugas menunggu Nastiti sedangkan Willem kembali ke Caffe. Satu jam Nastiti berada di UGD tapi belum sadar juga.
"Apa, Mba. saudara dari pasien yang bernama Nastiti?" tanya perawat yang menjaga UGD.
"Bukan sus tadi Nastiti pingsan di Caffe tempat saya kerja, jadi saya bawa dia kesini," jawab Sraya.
"Mba Nastiti sudah sadar dan udah bisa ditemui."
Sraya menghampiri Nastiti yang terbaring lemah di bangkar rumah sakit, tangan nya sudah di pasang infus. Nastiti tersenyum melihat Sraya.
"Mba, makasih ya, Mba. Udah nolongin aku." Nastiti memegang tangan Sraya.
"Kamu udah kaya sama siapa aja, Nas. Kamu tuh kalo sakit jangan maksain kerja. Gini nih kalo ada maag telat makan." Sraya membalas genggaman tangan Nastiti di tangan nya dan berdiri di sisi bangkar.
"Pasien atas nama Nastiti," sapa seorang dokter wanita yang sudah terlihat setengah baya.
"Saya Dokter," sahut Nastiti.
"Gimana keadaan Nastiti, Dokter?" tanya Sraya.
"Ibu, Nastiti. Saya sarankan untuk badrest ya. Jangan sampe kecapean atau banyak pikiran, apalagi saat kondisi kandungan ibu yang baru tiga minggu. Sangat rentan, jadi ibu harus menjaga kondisi ibu dan bayinya, ini sudah saya resepkan vitamin dan obat pereda mual. Ibu mungkin harus di rawat selama satu malam."
DEG ! Sraya membatu mendengar penjelasan dokter wanita itu, lalu menatap Nastiti yang memalingkan muda dan menitikan air mata.
"Nas," tegur Sraya dengan pandangan sayu, dia tau Nastiti adalah mahasiswi yang mendapat kesempatan magang selama tiga bulan di Sedayu Buana Group.
"Mbak … hisk-hisk." Nastiti terisak.
Nastiti memeluk Sraya dan menangis setelah dokter meninggalkan UGD. Sraya tidak tau apa yang terjadi dengan Nastiti, dia hanya membalas pelukan Nastiti dan mengusap punggung gadis itu untuk menenangkan.
"Gak apa apa, Nas. Kamu inget pesen Dokter tadi? kamu ga boleh sedih. Cerita kalo kamu siap cerita." Sraya menenangkan.
"Maaf karena udah ngerepotin, Mba."
Setelah Nastiti tenang dan Sraya mengurus kamar rawat untuk Nastiti, Sraya kembali ke Caffe. Nastiti mendapatkan kamar kelas satu di lantai sepuluh rumah sakit swasta di Jakarta.
Nastiti mengingat malam itu. malam dimana kesucian nya direnggut, dia magang sebagai sekretaris dari Maxwell Sedayu Buana anak pemilik Sedayu Buana Group. Perusahaan besar yang bergerak di bidang Real Estate dan Export Furniture handmade berkelas asal Indonesia.
FLASHBACK ON.
Malam itu Nastiti lembur sampai jam delapan malam. Maxwell kembali ke kantor setelah sebelum nya menghadiri rapat penting dengan perusahaan Andalas Husada.
(Tinggg) pintu lift terbuka.
Maxwell terlihat keluar dari lift dengan penampilan yang seperti tidak biasanya. Jas nya entah dimana, dasi nya sudah ia longgarkan, dua kemeja baju terbuka, dengan sebagian kemeja terlihat keluar dari celana, ditambah rambutnya sudah tidak tertata rapi.
Braaaaak.
Maxwell menabrak pot bunga, Nastiti yang sedang duduk di balik meja kerja langsung bangun dan membantu Maxwell berjalan. Ia membawa Maxwell masuk dan membaringkan nya di sofa yang ada di ruang kerja Maxwell.
"Tuan muda apa yang terjadi? kenapa Tuan datang dengan kondisi seperti ini?" tanya Nastiti bingung.
"Air, saya butuh air, panaaaas badan saya panas."
"Tuan haus? biar saya ambilkan air." Nastiti hendak keluar tapi Maxwell menahan nya.
"Saya butuh berendam, panas. Bantu saya, Nas."
"Berendam? tapi dimana, Tuan. Disini tidak ada kolam?" tanya Nastiti bingung.
"Saya akan telepon asisten Tuan."
"Gak perlu di balik meja kerja saya ada ruang pribadi. Bantu saya kesana, didalam nya ada kamar mandi dan bathup. Saya butuh berendam, badan saya terasa panas."
Maxwell merancau tidak jelas dan Nastiti hanya mengikuti langkah Maxwell yang seperti orang mabuk kedalam ruang yang disebutkan nya tadi. Dan benar saja ada kamar pribadi di dalam ruang kerja Maxwell.
Sepertinya kamar ini digunakan Maxwell saat dia lembur atau saat dia gila kerja. Terdapat kasur ukuran besar, beberapa botol alkohol mahal yang tersusun di lemari, tv led 50 inch, kulkas, lemari baju dan kamar mandi yang didalam nya ada shower dan bathup.
"Ka-kalau gitu saya keluar dulu, Tuan." Nastiti tergagap setelah mengantar Maxwell keruang pribadi nya.
"Badan saya panas, Nastiti. Saya sudah tidak tahan."
"I-iya, Tuan. Silahkan Tuan berendam, sa-saya tidak mungkin ada di sini."
"Bukan panas karena cuaca, Nas. Tapi panas karena nafsu. Kamu harus melayani saya!"
"A-apa yang tuan katakan?"
Nastiti tidak bisa berkata kata lagi karena Maxwell telah menariknya kedalam pelukannya yang sangat erat, dia mencium bibir Nanstiti dengan paksa. Maxwell mencengkram rahang Nastiti begitu kuat sampai Nastiti membuka mulutnya, kemudian lidah nya menerobos masuk kedalam mulut Nastiti.
Nastiti melawan dan membrontak, ia gigit bibir Maxwell sampai berdarah sehingga Maxwell melepaskan ciuman nya.
"Berani berani nya kamu melukai saya!" bentak Maxwell.
"Tuan, keterlaluan tidak seharusnya, Tuan. Melakukan ini pada saya," teriak Nastiti tidak terima diperlakukan seperti itu.
"Seharus nya kamu bersyukur aku mau memilih dan menyentuhmu, Nastiti! Diluar sana banyak ****** yang mengantri untuk memuaskanku." Maxwell menatap Nastiti dengan angkuh.
"Saya Nastiti, Tuan. Bukan ****** yang dengan mudah Tuan sentuh!"
"Kau gadis sombong rupanya." Ia kembali menarik Nastiti kembali kedalam pelukan nya.
"Andaikan saya tidak dalam pengaruh obat perangsang, saya ga akan sudi menyentuh gadis sombong seperti mu."
Maxwell membuka paksa pakaian Nastiti. Nastiti melawan namun kalah tenaga dengan maxwell yang berbadan tinggi dan tegap.
"Saya gak nerima persetujuan mu, Nastiti. Malam ini bantu saya memuaskan rasa yang tersiksa ini, dan kau akan mendapatkan uang ku berapapun yang kamu mau!"
"Lepaskan saya, Tuaaaaan! Saya bukan wanita murahan yang bisa Tuan bayar dan pakai seenaknya."
Nastiti terus meraung dan melawan Maxwell namun sia-sia. Maxwell melakukan nya, merebut kesucian Nastiti. Dua minggu setelah kejadian itu, tepatnya hari ini Nastiti mengundurkan diri dan tidak pernah datang lagi ke Sedayu Buana Group.
FLASHBACK OF
"Lapor, Tuan. Nastiti menolak uang pemberian Tuan dan pagi ini dia mengundurkan diri."
Sean memberikan laporan nya sore ini kepada Maxwell yang baru tiba dari Perancis, setelah melakukan perjalanan bisnis selama sepuluh hari di negara tersebut.
"Gadis itu terlalu sombong, dia menolak pemberian yang aku beri. Biarkan saja dia, kita lihat sebatas mana kesombongan nya akan bertahan."
"Tapi, Tuan. Ada satu berita lagi yang baru saya dapatkan mengenai Nastiti hari ini," tambah Sean yang merupakan asisten Maxwell.
"Katakan!" perintah Maxwell tanpa mengangkat wajah nya dari berkas yang sedang ia baca.
"Siang tadi setelah resign, Nastiti pergi ke salah satu Caffe langganan nya yang tidak jauh dari kantor ini. Beberapa saat kemudian dia pingsan di Caffe itu," jelas Sean.
"kau memberikan laporan tidak penting seperti ini, Sean?" Maxwell memandang Sean dengan tatapan tajam.
"Nastiti dibawa oleh pegawai Caffe tersebut kerumah sakit. Dan hasilnya Nastiti hamil Tuan."
"Bawa dia kemari," perintah Maxwell.
Tanpa Sean dan Maxwell sadari seorang wanita mendengarkan percakapan mereka dibalik pintu. Wanita itu adalah Nattasya Indri Husada, anak pemilik Andalas Husada yang dijodohkan dengan Maxwell.
Natt jugalah yang memberi obat perangsang di minuman Maxwell saat rapat waktu itu, Natt tidak menyangka Maxwell berhasil lolos dari jerat yang ia berikan dan berakhir tidur dengan Nastiti.
Sore ini setelah Sraya pulang bekerja, ia memutuskan untuk menengok Nastiti kerumah sakit. Sraya sampai di ruang Lily kamar nomor empat dilantai sepuluh. Tempat Nastiti di rawat, Saat Sraya membuka pintu ia terkejut menemukan Nastiti tergeletak jatuh dari bankar.
Setengah jam sebelum Sraya tiba di rumah sakit Natt datang setelah mengetahui dimana Nastiti dirawat. Gadis angkuh yang menjadi tunangan Maxwell itu memandang wajah Nastiti yang terbaring lemah di bankar rumah sakit.
Meskipun terlihat pucat tidak bisa di tutupi kalau Nastiti adalah seorang wanita yang cantik. Kecantikan seorang gadis jawa.
Rambut hitam panjang dengan berkulit sawo matang, matanya bulat dengan alis tebal dan bulu mata yang lentik, hidung mancung serta bibir terlihat penuh.
Meskipun tanpa obat perangsang pun dengan kecantikan seperti ini pasti Maxwell ada sedikit rasa tergoda.
Natt yang kala itu sudah terlihat marah langsung membekap Nastiti dengan bantal, membuat gadis itu sadar dan memberontak sampai Nastiti jatuh dari bankar dengan selang infus yang terlepas.
Seketika darah keluar dari bekas jarum infus, Nastiti yang sudah bisa mengendalikan diri mulai meghirup udara sebanyak yang ia bisa.
Pandangan nya menatap pada Natt yang berdiri di hadapan nya. Gadis angkuh itu berjongkok dan mencengkram dagu Nastiti dengan kuat, Natt menyeringai membuat Nastiti bergidik ngeri.
"Dengarkan aku baik baik ******, kalau mau nyawa mu selamat, aku tak peduli bayi yang ada di dalam rahim mu itu selamat atau mati. Aku tahu itu anak Maxwell, aku hanya meminta mu untuk menjauhi Maxwell. Jangan berpikir sedikitpun kalau Maxwell mau bertanggung jawab, Kau tau? Sudah banyak gadis yang bernasib sama denganmu dan tidak ada seorang pun diantara mereka yang berhasil melahirkan anaknya. Kau tau kenapa? Karena Maxwell tidak menginginkan anak dari gadis murahan seperti kalian. Kau cukup pintar tentu nya dengan perkataan ku ini!"
Mata Nastiti memanas, bukan ini yang ia inginkan. Dia juga bukan seorang ****** seperti yang sudah di tuduhkan Natt. Ia menatap gadis angkuh itu dengan mata yang memerah menahan sakit dan hati yang terluka.
"Bukan aku," ucap nastiti.
"Aku tidak menginginkan nya, aku tidak pernah merayu atau dengan sengaja mengantarkan diriku ke pangkuan lelaki bajingan itu, diaaaa. Dia yang memaksaku."
Nastiti sudah tidak dapat membendung air matanya saat mengingat kejadian dirinya dipaksa oleh Maxwell.
"Ya. Aku tau, untuk itu aku berbaik hati memperingatkan mu untuk jauh dari Maxwell. Kau tau sendiri bagaimana kejam nya Maxwell bukan?"
"Kau sama kejam nya dengan tunangan mu itu, Nona. Kalau niat mu hanya ingin memperingati ku saja, tidak seharusnya kau mencoba membekap saat aku tertidur."
"Itu karena aku sangat membenci mu. Aku marah kalau ternyata kau yang akhirnya tidur dengan Maxwell sampai kau mengandung anaknya bukan aku!" pekik Natt.
"Kasihan sekali kau, Nona. Aku yakin bahwa kamu adalah orang yang membuat lelaki bajingan itu sampai seperti itu. Namun sayang, bukan nya tidur dengan kau lelaki itu malah tidur denganku."
Nastiti tersenyum mengejek kegagalan rencana Natt. Senyum yang membuat Natt hilang kendali sehingga membenturkan kepala Nastiti ke besi bankar dengan keras.
Diakhir kesadaran Nastiti masih mendengarkan kata-kata yang di ucapkan gadis angkuh itu.
"Kau jangan sombong gadis miskin, dengarkan aku baik baik. Pergilah sejauh mungkin sampai Maxwell tidak bisa menemukan mu. Kalau sampai kau terlihat di mata ku, aku tidak akan segan untuk membuat mu menderita!" ancam Natt.
Nastiti pingsan, Natt meninggalkan nya begitu saja, ia sempat berpapasan dengan Sraya saat di lift.
KLEKKKK.
Pintu kamar terbuka Sraya menjatuhkan makanan yang ia bawa ketika melihat Nastiti tergeletak di lantai. Ia berlari untuk menggapai tubuh Nastiti.
Dengan sigap ia menekan tombol merah yang menghubungkan dengan ruang perawat. Saat terdengar suara seorang perawat menyapa ia langsung meminta bantuan.
"Astaga Nastiti apa yang terjadi dengan kamu?"
Sraya semakin panik saat melihat darah yang keluar dari lengan dan dahi Nastiti. selang beberapa menit datang beberapa suster untuk membantu dan memeriksa keadaan Nastiti.
"Bagaimana keadaan Nastiti?" tanya Sraya.
"Pasien harus ada yang menjaga, kemungkinan ia terjatuh saat hendak bangun dari bankar. Ingat keadaan nya sedang lemah, ia butuh ditemani dan saat ini kita biarkan dia istirahat satu jam lagi dokter Sarah akan mengecek lebih lanjut keadaan pasien," jelas salah satu perawat.
"Terima kasih suster, untuk saat ini biar saya yang menjaga, nanti saya akan menghubungi keluarganya."
Saat malam Nastiti siuman setelah tidak sadarkan diri selama tiga jam. Sraya membantu nya untuk menyandarkan Nastiti yang hendak duduk.
"Alhamdulillah Nas kamu udah sadar, Mba. Khawatir banget sama kamu. Sekarang apa yang kamu rasa?" tanya Sraya.
"Haus, Mba. Aku mau minum," jawab Nastiti lemah.
"Bentar aku ambilkan, sekalian kamu makan ya ini udah aku buatkan sup sama perkedel dari Caffe. Untung aja wadah nya bagus, jadi ga tumpah saat tadi ga sengaja jatuh."
Sraya menyiapkan makanan dan minuman untuk Nastiti, dengan telaten gadis itu meyuapi Nastiti sampai habis. Nastiti memeluk tubuh Sraya yang duduk disisi bankar setelah menyuapi dirinya. Ia menangis dalam pelukan Sraya.
"Jangan nangis, aku yakin kamu kuat."
"Mbaaaak Nastiti takut, Nastiti …" ucapnya lirih.
Nastiti mulai menceritakan semuanya kepada Sraya. Tidak ada bagian yang ia lewati, sampai kejadian tadi sore saat Natt melukai dan mengancam nya.
Kedua gadis itu berpelukan. Sengaja Sraya hanya mendengarkan, dan sesekali memberikan gadis itu usapan lembut di punggung nya. Sampai Nastiti akhirnya tertidur.
Pagi hari keadaan Nastiti sedikit membaik, sudah dua botol infus yang ia habiskan dalam semalam. Sraya sendiri setelah meminta ijin pada ibunya, ia menginap untuk menjaga Nastiti. Kedua kelopak Nastiti terbuka pelan saat ia mendapati Sraya duduk di sofa kamar rawatnya.
"Mba Sraya," sapa Nastiti.
"Nas kamu sudah bangun?" Sraya mengampiri Nastiti dan tersenyum.
"Sudah, Mba. Maaf Nastiti banyak ngerepotin Mba Sraya." Ia mengambil tangan Sraya dan menggenggam nya.
"Aku ga masalah Nas, aku juga ga tega ninggalin kamu sendirian."
"Nas, apa kamu ga mau ngasih kabar ke keluarga kamu?" tanya Sraya hati hati.
Nastiti memandang kosong keluar jendela, ia menghembuskan nafas.
Nastiti Ishika Maheswari adalah gadis tercantik di desanya, ia adalah anak tunggal dari sepasang suami istri yang memiliki kebun cengkeh paling besar di desanya yang berada di Jawa Tengah. tujuh tahun menikah kedua orangtuanya belum juga mendapat momongan.
Sampai kedua orang tuanya yaitu pak Permana dan ibu Masayu mengambil Akram Jagadita Kemaswara sebagai anak mereka.
Akram ditemukan kedua orangtua Nastiti di villa kosong yang ada di desa mereka. Kehadiran Akram membawa berkah untuk keluarga Permana, kebun kopinya selalu panen dengan hasil berlimpah.
Sampai lima tahun kemudian lahirlah Nastiti. Setelah mereka dewasa Nastiti berkuliah di Jakarta, sedangkan Akram membantu perkebunan adik dari Permana di Jawa Timur semenjak tiga bulan yang lalu.
"Nas?" tegur Sraya yang melihat Nastiti melamun.
"Ee-- iya mba maaf"
"Apa kamu mau ngasih kabar ke keluarga kamu?" tanya Sraya.
"Aku masih berpikir, Mba. banyak hal yang harus aku pertimbangkan."
Jam sembilan pagi dokter Sarah visite memeriksa kondisi Nastiti. setelah dipastikan kondisinya dokter Sarah melarang Nastiti pulang hari ini.
Nastiti bisa pulang pada keesokan harinya. Sraya berjanji akan menemani Nastiti saat ia pulang kerja malam nanti karena ia mendapatkan shift siang.
Nastiti menghabiskan waktunya dengan istirahat total. Jam menunjukan pukul empat sore saat seorang laki laki masuk ke kamar rawat Nastiti.
Nastiti membatu saat mengetahui siapa lelaki yang saat ini berdiri di depan nya.
"K-kau … ?"
"Nona, Nastiti. Tuan Maxwell ingin bertemu dengan anda."
Nastiti memalingkan muka saat Sean asisten pribadi Maxwell itu menyebutkan namanya.
"Katakan pada tuanmu kalau aku tidak akan pernah mau bertemu dengan nya lagi!"
"Maaf tapi saya diperintahkan untuk membawa anda."
Kemudian datang dua orang pria yang penampilan nya sama dengan Sean, kedua lelaki itu membawa kursi roda. Sean dengan cepat mengeluarkan sapu tangan yang sudah diberi obat bius dan membekap Nastiti sampai tidak sadarkan diri.
Saat membuka mata Nastiti sudah berada di kamar mewah, ia terbaring di ranjang berukuran king size. Nastiti mengerjap bebera kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk.
"Kamu sudah sadar, Nona?" sapa seorang pria dengan snelli putih yang ia kenakan.
"Dimana aku?"
"Kamu di salah satu villa tuan Maxwell, kenalkan aku, Dokter Reihan." Lelaki itu mengenalkan nama nya pada Nastiti.
"Bagaimana aku bisa sampai disini?"
"Hmm … sebenarnya itu … aku sendiri tidak tau. Aku hanya mendapat telepon dari Maxwell untuk mengurus seseorang, begitu aku sampai sudah ada kamu disini."
"Aku ingin pergi tolong …" pinta Nastiti lirih.
"Aku tak punya kuasa, Nona. Sebaiknya tunggu Max saja."
"Aku gak mau berada disini atau ketemu dengan lelaki bajingan itu, bahkan dia berani menculik ku dari rumah sakit."
"Aku gak tau apa masalahmu, Nona? tapi melihat dari kondisi mu yang seperti ini kamu membutuhkan perawatan."
KLEKKKK … pintu kamar terbuka.
"bagaimana keadaan nya?" tanya Maxwell yang baru datang.
Tubuh Nastiti bergetar melihat kedatangan lelaki yang sudah membuat dirinya hancur. Ia menatap tajam dengan mata yang penuh dendam.
"Kondisi nya saat ini lemah, dia sedang hamil dan butuh badrest Max," jelas dokter Rei.
"Dia benar hamil?"
"Ya, kehamilan nya sudah memasuki minggu ketiga. Apa anak yang dikandung nya anakmu?"
"Bukan urusan mu, urus saja dia sesuai perintahku."
"KAU LELAKI PALING BAJINGAN YANG PERNAH AKU TEMUI! Kau sudah membuat aku menderita, dan kau masih menculiku dan membawaku kesini? Apa yang kau mau haaaa?" tanya Nastiti geram.
"Kau keluarlah Rei, aku akan menemui mu nanti," perintah Maxwell.
"Baik, bersikap lah sedikit lembut. Dia dalam keadaan yang tertekan."
Rei menepuk bahu sahabatnya dan keluar meninggalkan mereka berdua, Maxwell berjalan kearah Nastiti lalu berdiri disampingnya.
"Apa mau ku? Aku hanya ingin memastikan keadaanmu, apa benar kau hamil?"
"Apa kau lupa brengsek? Kau yang sudah membuatku seperti ini, kau tidak lebih dari lelaki hina. Pergi kau ke naraka!"
Entah setan apa yang sudah merasuki Nastiti. Gadis yang biasanya bersikap santun dan berkata lemah lembut itu berubah menjadi kasar saat sudah berhadapan dengan Maxwell.
Maxwell yang selama hidupnya selalu di hormati dan tidak pernah dihina, apalagi dari seorang gadis yang tidak ia ketahui asal-usul nya itu terlihat marah. Ia menampar Nastiti dan mencengkram wajahnya.
"Apa kau pikir aku sudi melakukan nya denganmu? Aku sudah menahan diri karena aku tau aku salah. Aku berbaik hati memberimu uang dengan jumlah besar sebagai kompensasi, tapi kau menguji kesabaranku dengan mulut kotormu ini?"
Nastiti menangis, hatinya sakit diperlakukan seperti ini. Bahkan orangtua dan kakak nya tidak pernah berlaku kasar padanya.
"Apa kau pikir uang segala nya? Apa kau pikir aku tidak ada harga diri? Apa kau sanggup mengulang waktu?"
"Jadi kau mau mengulang waktu, Nona? Ahh yaa … kemarin aku melakukan nya dengan kasar dan dalam pengaruh obat. Sekarang aku akan melakukan nya dengan lembut dan dalam keadaan sadar."
Nastiti terbelalak saat Maxwell mencoba menyentuhnya, ia kembali mencium Nastiti dan memaksa membuka bajunya. Nastiti melawan namun dia dalam keadaan yang lemah.
Bukan ini yang Nastiti maksud. Mengulang waktu versi Nastiti adalah andai malam itu tidak bertemu Maxwell dan menjadi korban pelecehan Maxwell.
Manis, itu yang Maxwell rasakan saat mencium bibir Nastiti dalam keadaan sadar. Ia menatap manik hitam milik Nastiti dan memperhatiakn wajah gadis tersebut.
Baru Maxwell sadari kalau Nastiti adalah gadis yang cantik, tanpa polesan makeup bahkan dalam kondisi yang pucat seperti ini saja Nastiti masih terlihat cantik, gadis ini memiliki inner beauty yang berbeda.
Dengan sisa tenaga Nastiti meraih vas bunga yang ada di nakas sebelah ranjangnya. Ia mengigit bibir Maxwell dengan kuat dan memukul kepala Maxwell sangat kuat dengan vas yang berhasil ia raih.
Darah seketika mengalir dari dahi Maxwell. Tangan nya bergetar melihat cairan merah itu, ia kembali menampar Nastiti dengan kuat sampai sudut bibir Nastiti mengeluarkan darah.
Maxwell meninggalkan Nastiti dengan keadaan baju nya yang robek. Rei yang melihat Maxwell keluar kamar dengan kondisi seperti ini seketika terpaku.
Bukan karena luka di dahi Maxwell tetapi karena Rei tahu kalau Maxwell memiliki trauma saat melihat darahnya sendiri. Entah apa yang sudah di lakukan Nastiti.
Setelah mengurus luka Maxwell dan memberinya obat penenang. Rei datang memeriksa keadaan Nastiti, gadis itu terlihat meringkuk di sudut ranjang dan menutupi badan nya dengan selimut. Rei memberikan snelli nya pada Nastiti sebagai pengganti baju nya yang koyak karena ulah Maxwell.
Dua bulan sudah berjalan, dan Nastiti masih dalam tawanan Maxwell, pria dingin itu semakin murka setelah Nastiti membuka trauma nya dengan cara melukai Maxwell.
Nastiti sangat peka dalam menilai seseorang. Ia bisa melihat Rei sebagai lelaki yang baik, ia pun mulai menceritakan semua yang tejadi pada Rei.
Rei sendiri melihat Nastiti sebagai gadis yang kuat dan sangat menjunjung harga dirinya, sangat berbeda dengan wanita wanita yang pernah dekat dengan Maxwell.
Ada perasaan yang berbeda saat Rei bersama Nastiti, entah karena iba atau hal lainnya. sampai ia berencana untuk menolong gadis yang sudah ia rawat selama sebulan ini di villa pribadi Maxwell.
"Apa rencanamu untuk Nastiti, Max? Apa kau ingin menahan dia lebih lama?" tanya Rei.
"Aku hanya sedang menghukum nya karena telah berani membuka luka lamaku."
"Kurasa sudah cukup, Max. Dua bulan bukan waktu yang singkat untuk menghukum wanita yang tengah hamil muda dan dalam kondisi lemah."
"Dia lemah? Bahkan dia selalu memiliki kekuatan setiap melawanku."
"Lalu apa yang kau inginkan? Kau ingin mempertahankan bayi itu?"
"Kau tau sendiri, Rei. Kalau bayi itu adalah anak yang tidak sengaja hadir karena kesalahan, aku juga tidak sudi memiliki anak dari gadis rendahan seperti Nastiti!"
"Lalu apa rencana mu, Max?"
"Gugurkan bayi itu!"
"Lalu apa bayaran yang aku dapatkan?"
"Apapun yang kamu. Rumah, mobil, uang, kedudukan sebutkan apapun itu."
"Apa kau akan memberikan apa yang aku ingin sebagai bayaran?"
"Kau tau aku, Rei. Aku tidak pernah bicara omong kosong."
"Aku menginginkan Nastiti !" jawab Rei tegas.
Maxwell meletakkan anggur mahal yang sedari tadi ia minum. Ia memandang kepada sahabatnya.
'"Kau menyukai Nastiti?"
"Ya aku menyukai nya, aku tidak keberatan dengan gadis bekas sahabatku ini. Kau tidak ada perasaan untuk Nastiti kan? Serahkan Nastiti untuk ku dan aku akan mengurus bayi yang dikandung Nastiti."
"Aku tidak minat dengan gadis rendahan seperti Nastiti. Kau urus bayi itu maka kau bebas memilikinya. Aku tidak ingin mendapatkan masalah kedepanya."
"Kandungan Nastiti sangat lemah dan memiliki kelainan, Max. Janin nya tidak akan bertahan lama dan memang harus diangkat. Aku tidak ingin mengambil resiko pada ibu dan bayi nya."
"Apa kau yakin kandungan Nastiti lemah dan janin nya mengalami kelainan?"
"Kau meragukan aku sebagai Dokter?"
"Aku hanya tidak ingin ada pengkhianat!"
"Kau bisa membaca laporan kesehatan nastiti yang sudah aku siapkan."
Rei melempar map yang ia bawa kepada Maxwell. Laporan kesehatan Nastiti yang sudah ia palsukan, kandungan Nastiti sebenarnya tidak ada masalah sama sekali.
Rei merencanakan ini semua untuk membantu Nastiti. Nastiti sendiri meskipun ia membenci Maxwell dan mengandung anaknya tetapi ia pernah bercerita kepada Rei kalau anak yang dikandung nya sama sekali tidak bersalah.
Nastiti teringat perjuangan ibunya yang telah menantikan kehadiran Nastiti begitu lama, ia merasa sedih kalau mengingat anak anak yang terlantar, ia tidak ingin membunuh anak yang tidak berdosa.
Bagaimanapun Nastiti adalah gadis yang sangat baik hati. Nasib nya saja yang buruk karena bertemu dengan Maxwell.
Maka cara terbaik adalah memalsukan keadaan Nastiti dengan bayinya. Dengan begitu Rei dapat membawa Nastiti jauh dari Maxwell tanpa harus mengugurkan bayi Nastiti.
Malam itu Rei dan Nastiti mendapat kesempatan dan bekerja sama. Rei mendapatkan pasien dengan kondisi kandungan tidak dapat di selamatkan.
Nastiti berpura-pura mengalami kontraksi hebat sehingga ia dilarikan kerumah sakit yang sama dengan pasien Rei.
Maxwell percaya kalau Nastiti mengalami keguguran setelah melihat kondisi janin dari pasien Rei yang tidak bisa di selamatkan, ia bilang itu adalah bayi Nastiti.
Sesuai dengan janji Maxwell, lelaki itu menyerahkan Nastiti kepada rei meski dengan perasaan aneh di hati Maxwell, entah itu perasaan apa.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!