NovelToon NovelToon

The Grand Duchess Aldrich

Bab 1. Althaf dan Aimee

Kesibukan luar biasa terlihat dari dalam dan luar Kastil keluarga bangsawan paling berpengaruh di Kekaisaran Ventumia, bangsawan Aldrich.

Para pelayan sibuk mondar-mandir ke sana dan kemari, membersihkan setiap jengkal Kastil dan menata hiasan indah yang elegan untuk menyambut kedatangan seseorang.

"Sial! Siapa yang memasang gorden berwarna hijau di sini?!" Kepala pelayan wanita di kediaman Aldrich tersebut mengumpat pada saat melihat warna gorden baru yang dipasang di setiap jendela-jendela besar Kastil.

Mata kepala pelayan tersebut melirik tajam ke salah satu pelayan muda yang sedang mondar-mandir mengurus pekerjaan lain, lalu tangan kanannya menahan bahu pelayan wanita muda tersebut dan berkata,"Katakan kepada pelayan yang bertanggung jawab pada pemasangan gorden Kastil, ganti warnanya! Bagaimana mungkin dia lupa bahwa Grand Duchess tidak menyukai warna ini?!"

"Ba-- baik!" jawab pelayan wanita tersebut dengan cepat, kemudian dia segera berlari untuk mencari pelayan yang bertanggung jawab atas gorden tersebut.

"Semuanya, lebih cepat! Grand Duchess akan tiba satu setengah jam lagi!" teriak kepala pelayan wanita, memberi peringatan untuk para pelayan lainnya.

Sementara di ruangan kerja kepala keluarga Aldrich, duduk seorang pria yang memiliki raut wajah keras, dingin, dan datar. Pria itu memiliki tatapan mata yang tajam, tidak ada satu orang gadis pun yang tidak jatuh hati pada tatapan matanya yang seperti elang. Rambutnya hitam pekat, bola matanya berwarna hitam yang lebih gelap dari pada malam.

"Istrimu akan kembali satu setengah jam lagi, kau tidak mau menyiapkan hadiah sambutan untuknya?" Tanya pria berambut merah sambil menyunggingkan senyum ke arah pria yang duduk di meja kerja sambil membaca dokumen pekerjaannya.

"Hentikan omong kosongmu," balas pria berambut hitam tersebut dengan dingin.

Pria berambut merah yang mendengar ini tertawa ringan, lalu berkata,"Setelah satu tahun pernikahan pun ternyata tidak membuat Kastil ini menjadi hangat. Althaf, apa jangan-jangan kau tidak menyukai wanita?"

Althaf Aldrich, kepala keluarga bangsawan Aldrich, sang Grand Duke itu pun segera melirik pria berambut merah dingin. "Lebih baik tutup mulutmu dan kembali ke Istana, Putra Mahkota. Atau kau ingin tetap di sini? Kebetulan halaman belakang kediaman ini masih cukup luas untuk jasadmu."

Issac Cielo, Putra Mahkota Kekaisaran Ventumia itu tersenyum makin dalam, lalu menghela napas tipis dan membalas,"Sepertinya kendala hubungan kalian ada pada dirimu. Bagaimana mungkin wanita bisa nyaman berada di dekatmu jika kau terus menerus terlihat galak dan dingin seperti ini."

Althaf yang mendengar ini hanya diam, pria itu tidak berminat terus meladeni Issac. Issac yang mendapati dirinya diacuhkan pun lagi-lagi hanya bisa menghela napas, ia sudah mengetahui bahwa Althaf tidak akan mendengarkan omongannya mengenai wanita. Apa lagi jika wanita itu adalah istrinya, Aimee Aldrich.

Issac berjalan ke arah sofa dan mengambil jubah hitam besarnya, lalu beralih berjalan menuju jendela besar yang ada di ruangan kerja Althaf. Sebelum melompat keluar, pria itu menoleh ke arah Althaf dan berkata,"Pesta penyambutan perwakilan Kekaisaran orang Timur akan segera digelar, kemungkinan Marquess Darrel akan bergerak."

Althaf yang mendengar itu hanya mengangguk singkat tanpa melirik.

Sementara itu di tempat lain, seorang wanita duduk dengan elegan di dalam kereta kuda miliknya. Ditemani oleh dua orang pelayan pribadi dari kalangan bangsawan Earl dan Viscount, mereka berdua berbincang-bincang di dalam kereta.

"Grand Duchess, apa anda sudah mendengar kabar terbaru mengenai Grand Duke?" tanya salah satu pelayan bergaun kuning yang duduk di depan perempuan yang mereka panggil 'Grand Duchess' yang tidak lain dan bukan adalah Aimee Aldrich, istri dari pernikahan politik Grand Duke Aldrich, Althaf Aldrich.

"Tidak ada kabar apa pun mengenai pria itu yang membuatku tertarik," jawab Aimee.

Berlianda dan Cecilia, kedua pelayan pribadi setia Aimee yang mendengar itu hanya bisa tersenyum tipis. Mereka sudah terbiasa dengan sikap dingin Aimee.

"Saya dengar Grand Duke telah menarik seorang wanita bangsawan untuk menjadi selirnya." Tanpa menghiraukan balasan acuh Aimee barusan, Cecilia menimpali kalimat Berlianda yang sebelumnya.

Saat mendengar kabar tersebut, mata Aimee yang sedari tadi terpejam segera terbuka. Tatapan matanya yang sangat dingin menatap Cecilia.

"Berapa wanita?" tanya Aimee, mulai menanggapi Berlianda dan Cecilia.

Cecilia menggelengkan kepalanya pelan. "Saya sendiri juga kurang mengetahuinya, tetapi rumor ini selalu berkeliaran di luar tanpa sepengetahuan anda. Tidak ada yang berani membahas atau memberitahu anda tentang ini."

"Kenapa tidak berani?" tanya Aimee, alis kirinya sedikit terangkat.

"Karena takut anda akan marah dan tersinggung, yang mulia," jawab Berlianda.

Aimee menyunggingkan senyum saat mendengar jawaban Berlianda, lalu ia kembali memejamkan matanya sambil menjawab,"Bodoh. Bahkan jika Grand Duke memiliki ratusan selir di Kastil, aku tidak akan peduli. Selama selir-selir itu patuh dan tidak menaikkan kepalanya di hadapanku, kepala mereka akan selalu aman."

"Yang mulia Grand Duchess, kita sudah tiba di gerbang Kastil." Seorang ksatria dari luar kereta yang mengawal perjalanan mereka memberikan informasi.

Begitulah pernikahan politik Aimee dan Althaf berjalan, sangat dingin. Keduanya sama-sama tidak peduli dan sibuk dengan dunianya sendiri. Althaf sibuk dengan pekerjaannya, begitu juga dengan Aimee. Walaupun Aimee sudah menikah dengan Althaf dan seharusnya tetap diam di Kastil dan tidak melakukan pekerjaan berat, namun Althaf tidak memberikan batasan untuk Aimee. Pria itu memberikan kebebasan untuk Aimee, karena tadi, dia sendiri juga tidak peduli dengan Aimee tetap bekerja atau berdiam diri menjadi istrinya di Kastil. Sama seperti Aimee, jika Althaf membatasi langkahnya untuk berkarir pun Aimee tidak akan mendengarkan dan tidak peduli dengan larangan Althaf.

Pintu kereta kuda dibuka, Aimee turun dari kereta dibantu oleh Ksatria yang telah bersumpah untuk setia kepadanya. Ksatria Louis.

"Selamat datang kembali, yang mulia Grand Duchess Aldrich." Sapa seluruh pelayan senior yang telah menunggu kedatangannya di depan pintu masuk Kastil.

Aimee hanya mengangguk singkat, dia segera berjalan masuk ke dalam Kastil tanpa melakukan basa-basi dengan para pelayan.

Saat Aimee berjalan masuk, dari arah tangga utama, terlihat Althaf berdiri di situ dan menatap kedatangannya dengan dingin.

Aimee berhenti, balas menatap Althaf. Di momen ini, seluruh penghuni Kastil tidak bisa berbuat apa pun, mereka ikut diam dan membeku.

"Selamat datang kembali, Grand Duchess," sapa pria berambut pirang yang berdiri di belakang Althaf. Pria itu adalah tangan kanan Althaf, Daniel Zynx.

"Ke ruangan kerjaku setelah beristirahat." Kalimat perintah yang dingin keluar dari mulut Althaf. Tanpa basa-basi lagi, pria itu membalikkan badannya dan menaiki tangga untuk menuju ruangan kerjanya lagi.

Aimee mengerutkan keningnya saat mendengar perintah Althaf, untuk apa pria itu memanggil ia ke ruangan kerjanya? Terakhir kali Aimee ke ruangan kerja Althaf, mereka bertengkar hebat yang membuat seluruh pelayan gemetar ketakutan.

Aimee menghela napas tipis diam-diam, setelah itu melanjutkan langkahnya menuju kamar pribadinya.

Bab 2. Kisah Masa Lalu di Balik Lukisan Pernikahan

Hujan deras mengguyur ibu kota Kekaisaran Ventumia. Kilatan cahaya petir terlihat dari dinding-dinding kaca Kastil, Aimee berjalan di lorong Kastil menuju ruangan kerja Althaf. Dress putih miliknya terlihat anggun dan elegan, tidak banyak pernak-pernik manis.

Seorang pelayan membukakan pintu ruangan kerja Althaf untuknya, tanpa basa-basi Aimee segera berjalan masuk. Matanya melihat Althaf yang telah menunggunya di meja kerja.

"Terlambat satu menit," ucap Althaf dingin.

"Ruanganmu dan ruangan kerjaku cukup jauh," jawab Aimee seadanya, kemudian segera duduk di sofa tanpa menunggu perintah dari Althaf.

"Bagaimana pekerjaanmu?" tanya Althaf, pria itu terlihat tenang duduk di meja kerjanya.

Aimee menuangkan anggur ke gelas yang ada di depannya, sambil menjawab,"Tidak ada masalah. Aku berniat membeli pertambangan berlian milik keluarga Baron David."

Aime menaikkan alis kirinya setelah ini, lalu melirik Althaf dan berkata,"Sejak kapan Grand Duke peduli pada pekerjaanku? Lebih baik langsung ke inti pembicaraan dari pada berbasa-basi seperti ini. Ini seperti bukan bicara dengan dirimu."

Althaf tersenyum dingin tipis, lalu tangan kanannya menarik salah satu laci yang ada si meja kerjanya dan mengeluarkan sebuah kertas undangan dan melemparkan kertas tersebut ke meja yang berada di depan Aimee.

"Kaisar akan menggelar pesta penyambutan untuk tamu perwakilan Kekaisaran Timur. Kau pasti sudah mengetahui masalahku dengan Marquess Darrel," ujar Althaf sembari membiarkan Aimee membaca surat undangan dari Istana.

"Lalu?" tanya Aimee.

"Kemungkinan besar Marquess Darrel akan bergerak mewakili Pangeran kedua untuk mendekati perwakilan Kekaisaran Timur," jawab Althaf.

"Langsung ke intinya, Grand Duke." Aimee mengernyitkan dahinya, ini pertama kalinya dia melihat Althaf berputar-putar dalam bicara. Heran.

"Aku ingin kau menggunakan koneksi dan skill bergaulmu dengan orang-orang Timur untuk merebut hatinya lebih dulu sebelum Marquess Darrel," jawab Althaf, mata pria itu segera terpejam ringan saat mengatakan ini.

Aimee tersenyum tipis, lalu berdiri dan berjalan ke arah meja kerja Althaf. Wanita itu meletakkan gelas wine miliknya di tepi meja kerja Althaf, lalu membungkuk sedikit ke arah Althaf dan bertanya,"Oh, jadi di sini Grand Duke tengah meminta bantuanku? Mengapa tidak dengan kalimat yang sopan? Di mana kata 'tolong'?"

Althaf membuka matanya lagi, kini dia melihat wajah Aimee yang cukup dekat dengan wajahnya. Jarak mereka hanya terhalang meja kerja. Althaf tidak menjawab pertanyaan Aimee. Aimee menegakkan badannya lagi, lalu berbalik sambil menghela napas tipis. Althaf memiliki ego dan gengsi yang besar.

"Baiklah, aku akan membantumu. Tetapi apa bayaranku?" tanya Aimee, lalu kembali duduk di sofa.

"Apa pun yang kau inginkan," jawab Althaf, dia malas berpikir.

Aimee terdiam sebentar, berpikir bayaran yang ia inginkan. Althaf membutuhkan pertolongannya adalah hal yang langka, Aimee tidak akan melewatkan kesempatan ini untuk memeras pria itu.

Aimee melirik Althaf, lalu menjawab,"Bagaimana dengan kepala selir barumu?" Ya, itu adalah jawaban asal. Aimee belum benar-benar memikirkan bayarannya secara serius.

Althaf yang mendengar hal ini dari Aimee mengerutkan keningnya, pria itu justru bertanya balik. "Selir?"

Aimee mengangguk singkat. "Bukankah kau membawa wanita bangsawan lain ke dalam Kastil ini untuk dijadikan selir?"

Althaf diam, raut wajah pria itu menunjukkan kebingungan, membuat Aimee pun ikut merasa bingung.

"Ada apa dengan ekspresimu itu?" tanya Aimee.

"Dari mana kau mendapatkan kabar itu?" tanya Althaf.

Aimee menaikkan kedua bahunya acuh. "Hanya kabar angin yang terus menerus lewat di telingaku."

Althaf mengangguk singkat, kemudian dia berkata,"Lebih baik kau kembali dan bersiap untuk besok. Untuk apa kau mendengarkan kabar tidak bertanggung jawab seperti itu? Kau menyita waktuku dengan topik bodoh."

Aimee terdiam, jadi kabar itu tidak benar? Ya ... kalaupun benar Aimee tidak akan peduli juga. Aimee berdiri, lalu berlalu pergi. Tetapi sebelum itu dia sempat mengatakan,"Untuk bayaran atas bantuanku akan aku beritahukan nanti setelah masalahnya selesai."

Aimee berjalan di koridor utama Kastil, matanya melihat sebuah lukisan besar yang dipajang tinggi di dinding koridor. Lukisan itu adalah lukisan pernikahan dirinya dan Althaf. Setiap kali melihat lukisan itu, kening Aimee tidak pernah tidak mengerut.

Setiap kali melihat lukisan itu, Aimee selalu teringat dengan kisah masa lalunya. Kisah sebelum dirinya dan Althaf menikah dan akhirnya menikah.

**Flashback*

Satu tahun lalu, Ibu Kota Kekaisaran Ventumia. Kediaman keluarga bangsawan Duke Leandra*.

"Dari mana barang-barang ini dikirim?" tanya Aimee yang saat itu masih menyandang marga keluarga bangsawan Duke Leandra. Aimee Leandra.

"Sepertinya dari tuan Earl Julio, Lady," jawab Berlianda.

Senyum manis segera muncul di bibir Aimee setelah mendengar nama Julio, pria itu adalah kekasih Aimee. Walaupun keluarganya tidak begitu menyukai hubungan Aimee dan Julio karena gelar Julio yang dianggap terlalu rendah untuk putri Duke bangsawan ternama seperti Aimee, tetapi Aimee tidak pernah mempedulikan hal tersebut. Cintanya tulus untuk Julio.

"Tetapi kenapa seluruh hadiahnya berwarna hijau?" tanya Cecilia yang sedari tadi sibuk mengecek satu persatu barang.

Aimee tersenyum tipis. "Julio memang menyukai warna hijau."

"Oh ..." jawab Cecilia sambil menganggukkan kepalanya mengerti.

Dua hari kemudian, perasaan marah Aimee terguncang hebat. Sahabat wanitanya, Velia Junet, seorang bangsawan bergelar Count datang menghampirinya sambil menangis terisak. Velia Junet mengadu bahwa ia mengandung anak dari kekasihnya, Julio Darent.

"Aimee ... Aimee ... tolong ampuni aku!" Velia menangis, bersujud di kakinya. Aimee hanya diam, dia sendiri juga masih sangat terkejut. Bagaimana bisa ....

"Siapa yang memulai?" tanya Aimee, mengatur emosi dan nada bicaranya agar tidak pecah.

"Tidak ada yang memulai, Aimee. Kita melakukannya dengan sadar. Tolong lepaskan dia." Suara seorang pria terdengar, Aimee melihat Julio berjalan masuk dan ikut berlutut di samping Velia. Pria itu menarik Velia ke dalam pelukannya, mata Julio menatap Aimee sendu.

Aimee lemas, kaki wanita itu berjalan mundur dua langkah. Cecilia dan Berlianda dengan sigap menahan tubuh Aimee. Kedua mata mereka menatap tajam penuh kebencian ke arah Velia dan Julio, mereka tidak terima dengan perlakuan yang diterima Lady mereka.

"Apa kalian saling mencintai?" tanya Aimee lagi.

Julio dan Velia terdiam, kemudian saling tatap. Velia menunduk dalam, tetapi Julio kembali menatap Aimee dan mengangguk mantap. "Ya, kami saling mencintai."

Aimee mengepalkan kedua tangannya, melepaskan tubuhnya dari pegangan Cecilia dan Berlianda, kemudian berjalan ke arah pedang yang terpajang di dinding ruangannya. Menarik pedang itu keluar dari sarungnya dan menghunuskan pedang tersebut ke arah Julio dan Velia.

"Hukuman bagi pengkhianat adalah mati, terlebih lagi yang kalian khianati adalah seorang putri Duke!" ucap Aimee, tangannya gemetar karena amarah yang mendidih. Matanya menatap tajam Julio.

Julio mengangguk, kemudian mengeratkan pelukannya untuk Velia dan menjawab,"Aku tahu, Aimee. Tapi--"

"Siapa kau berani menyebut namaku langsung tanpa gelar?!" Potong Aimee, membuat Julio terdiam.

Julio menunduk, kemudian berkata,"Tolong beri ampun untuk saya dan calon istri saya, Lady Duke Leandra."

Mendengar kalimat itu dari mulut Julio, hati Aimee semakin terhantam. Aimee menancapkan pedangnya secara kasar di meja kerja miliknya, lalu berbalik memunggungi mereka dan berteriak,"Louis, usir kedua orang ini keluar dari kediaman Leandra!!"

"Baik!" jawab Louis cepat, kemudian dengan kasar menarik keras baju Julio dan menyeretnya keluar. Berlianda juga ikut turun tangan untuk mengusir Julio dan Velia, wanita itu mencengkeram keras lengan Velia dan menariknya keluar dari ruangan Aimee.

Aimee memijit pelan keningnya, kemudian tangannya beralih mencengkeram gagang pedang yang barusan ia tancapkan di meja kerjanya.

Dua hari kemudian, pernikahan antara Julio dan Velia menggemparkan seisi ibu kota Ventumia. Pasalnya, kekasih sang Putri Duke menikah dengan sahabat sang Putri Duke. Berbagai macam cerita mengenai masalah mereka bertiga beredar dengan berbagai versi, kabar-kabar ini langsung menjadi topik hangat nomor satu di ibu kota.

Aimee mengurung dirinya di kamar, wanita itu tidak berdiam diri di kasur dan meratapi nasib, tetapi justru semakin menyibukkan dirinya dengan bisnis yang belakangan ini tengah ia kelola. Keningnya mengerut dalam saat melihat ada nama Grand Duke Aldrich di daftar nama surat perizinan wilayah untuk bisnisnya. Dia heran, sejak kapan bisnisnya ada melibatkan Grand Duke Aldrich?

Aimee menggigit bibirnya, dia tidak dekat dengan Grand Duke Aldrich. Bahkan jika ada pesta besar, dia tidak pernah dekat-dekat dengan pria itu. Grand Duke Aldrich terlihat tertutup, pria itu hanya berbicara dengan Putra Mahkota dan bangsawan tinggi penting lainnya. Jarang bergaul dengan keseluruhan bangsawan. Sekarang ... bagaimana Aimee akan mendapatkan tanda tangan dan stempel perizinan dari pria itu? Bagaimana jika pria itu tidak memberikan izin wilayah dan bisnisnya terpaksa harus dihentikan? Gila, ini sudah mendekati angka seratus untuk dikatakan sempurna.

"Lady! Lady!" Tiba-tiba suara Berlianda terdengar, Aimee segera menatap Berlianda yang berlari masuk ke arahnya.

"Ada apa?" tanya Aimee heran, dia jarang melihat Berlianda sepanik ini.

"Tuan besar!" jawab Berlianda.

Aimee menaikkan alis kirinya. "Ada apa dengan ayah?"

Mulut Berlianda terasa tercekat, wanita itu hanya bisa menatap Aimee dengan mata yang berkaca-kaca.

Aimee mencengkeram pena yang ada di tangan kanannya, lalu segera menyingkirkan semua pekerjaannya dan berlari cepat menuju kamar ayahnya.

Jantung Aimee berdetak lebih cepat, kepalanya sudah memikirkan kemungkinan-kemungkinan terburuk.

Saat sudah sampai di kamar ayahnya, Aimee mendengar suara isak tangis ibunya dan adik laki-lakinya yang berumur lima belas tahun.

"Kakak!" Abighail Leandra, berlari ke arah Aimee sambil menangis.

"Ayah ..." lirihnya.

Aimee memeluk adiknya erat, kemudian berjalan pelan menuju kasur ayahnya. Duchess Leandra, ibu Aimee segera berdiri dan memberikan Aimee ruang untuk berbicara dengan ayahnya.

"Ayah ..." lirih Aimee, tangannya memegang tangan ayahnya yang terasa sangat dingin. Wajah Duke Leandra itu terlihat pucat, matanya masih terbuka, napasnya terlihat sulit, serta suhu tubuhnya terasa dingin.

"Mee ... Aimee ..." ucap Duke Leandra, menyebut nama putrinya dengan susah payah.

"Leon ... Althaf ... Menikah ..." ucap Duke Leandra, kata-kata patah yang tidak Aimee mengerti.

Leon adalah pangeran kedua Ventumia, Althaf adalah Grand Duke Aldrich, dan ... menikah? Apa maksudnya?

Tanpa penjelasan yang jelas, Duke Leandra segera memejamkan matanya. Napas tersengal-sengal pria itu tiba-tiba terhenti, membuat Aimee membulatkan matanya shock. Ayahnya ... meninggal?

Tangisan hebat pecah di kediaman Duke Leandra, sang Duchess pingsan, dan Abighail menangis di pelukan Aimee. Sedangkan Aimee? Wanita itu hanya bisa mengeluarkan air mata tanpa suara. Rasa sakit di hatinya melebihi sakit apa pun sampai menangis pun ia tidak mampu mengeluarkan suara.

Bab 3. Masa Depan Leandra Berada di Keputusan Aimee

Dua hari setelah kematian kepala keluarga Duke Leandra, seluruh senior keluarga besar melakukan rapat tertutup di dalam Kastil.

Kursi yang biasa diduduki oleh mendiang ayahnya kini kosong, Aimee tidak bisa melakukan apa pun untuk mengusir kesedihan dan kesepian di hatinya.

"Saya mengetahui arti dari pesan terakhir sang mendiang Duke." Seorang senior keluarga Leandra, angkat bicara. Dia adalah adik laki-laki dari ayahnya, Thomas Leandra.

"Selama ratusan tahun Leandra selalu bertindak netral, tidak memihak kubu A atau B. Tetapi, saat ini kondisi perebutan takhta diam-diam tumbuh semakin panas di belakang Kaisar. Risikonya sangat besar, salah satunya dapat menyebabkan kehancuran Kekaisaran. Sepertinya mendiang Duke meminta kita untuk memilih salah satu pihak, antara pangeran kedua dan Putra Mahkota." Thomas Leandra, menyampaikan apa yang ada di pikirannya mengenai pesan terakhir mendiang kakak laki-lakinya untuk Aimee.

"Lalu apa makna dari kata 'menikah' di belakangnya?" tanya yang lain.

Thomas Leandra terdiam, kemudian menatap Aimee serius. "Mungkin ... mendiang Duke ingin keputusan itu dipegang oleh Lady Aimee. Dan hasil keputusan dari Lady Aimee, adalah menikahi pilihan tersebut."

"Jika Lady Aimee menikahi Grand Duke Aldrich, bukankah itu artinya secara tidak langsung keluarga Leandra menunjukkan ke seluruh orang bahwa kita mendukung Putra Mahkota?" tanya yang lain lagi. Thomas Leandra mengangguk saat mendengar ini.

Aimee terdiam, dia mengepalkan kedua tangannya diam-diam. Pernikahan politik, bagaimana ini bisa menimpanya secara tiba-tiba?

Abighail Leandra yang sedari tadi diam mendengarkan para bangsawan berdiskusi mengenai kakaknya, kini angkat bicara. "Mengapa mendiang Duke harus membuat pilihan antara pangeran kedua dan Grand Duke Aldrich? Mengapa tidak langsung antara Putra Mahkota dan pangeran kedua? Bukankah keluarga Leandra sudah sering melahirkan keturunan-keturunan seorang Permaisuri Ventumia? Seharusnya kakakku menjadi Putri Mahkota Kekaisaran ini."

Abighail Leandra, bocah laki-laki yang berumur lima belas tahun itu menunjukkan wibawanya sebagai kepala keluarga selanjutnya menggantikan posisi ayahnya. Tetapi karena dia harus bersekolah di luar Kekaisaran, untuk saat ini Abighail Leandra belum bisa dengan cepat mewarisi kedudukan tersebut. Posisi 'Duke Leandra' yang baru masih kosong, bocah itu memilih menyelesaikan belajarnya lebih dulu.

Seluruh bangsawan terdiam saat mendengar pertanyaan Abighail, apa yang dikatakan pria itu benar. Rapat semakin seru, para bangsawan sesekali mendesak Aimee untuk mengeluarkan jawaban atas pilihannya. Mereka sangat yakin betul akan apa yang dikatakan oleh Thomas Leandra.

Aimee terus menolak menjawab, dia tidak bisa menjawab untuk keputusan sebesar itu sekarang. Dia tidak tahu apa dan siapa yang akan dirinya pilih. Pangeran kedua atau Grand Duke, dua-duanya Aimee tidak ingin pilih.

Pangeran kedua, Aimee sering melihatnya di mana-mana. Pria itu banyak sekali penggemar wanita, dia juga memiliki kekuasaan yang hampir setara dengan Putra Mahkota. Aimee tidak tahu banyak tentang Pangeran kedua, dia jarang melakukan kontak intens dengan para petinggi Kekaisaran yang dekat dengan takhta seperti Kaisar, Putra Mahkota, Pangeran kedua, Grand Duke Aldrich.

Sedangkan Grand Duke Aldrich, dia pernah sesekali memperhatikan pria ini. Althaf berbanding terbalik dengan pangeran kedua, dia tidak ramah senyum dan terlihat tidak suka bergaul dengan orang-orang yang tidak penting baginya. Setahu Aimee, pria ini memegang tujuh puluh persen kekuatan militer Kekaisaran, karena inilah posisinya sangat disegani dan paling berpengaruh. Grand Duke Aldrich masih memiliki hubungan darah dengan keluarga Kekaisaran, dia adalah adik paling kecil Kaisar saat ini. Bisa dibilang, dia adalah paman muda dari Putra Mahkota dan pangeran kedua.

"Lady Aimee, apa anda sudah memutuskannya?" tanya Thomas Leandra.

Aimee melirik pamannya, kemudian menjawab,"Tidak sekarang. Aku akan memberikan jawabannya besok pagi, malam ini biarkan aku berpikir dengan baik. Keputusan seperti ini tidak bisa diputuskan secara sembarangan."

Thomas Leandra mengangguk. "Saya mengerti, jika anda membutuhkan bantuan atau saran, tolong segera hubungi saya. Lady Aimee, kini masa depan keluarga Leandra tergantung keputusan anda. Semoga anda memilih keputusan yang tepat."

Aimee balas mengangguk, kini seketika ia merasa ada batu besar yang sangat berat diletakkan di pundaknya.

Setelah rapat selesai, Aimee segera menuju ruang kerjanya. Dia ingin cepat-cepat berpikir. Saat di dalam ruang kerja, tiba-tiba Abighail masuk tanpa mengetuk pintu.

"Maaf karena aku tidak mengetuk, ada yang ingin aku berikan untuk kakak," ucap Abighail.

Aimee menatap adiknya bingung, jarang sekali adiknya terlihat serius kepadanya. Bocah ini lebih banyak bersikap manja jika hanya berdua dan keluarga inti yang ada.

Abighail meletakkan sebuah kotak perhiasan kecil di atas meja kerja Aimee, lalu berkata,"Itu adalah cincin kepala keluarga Leandra. Sebelum pergi, tangan kanan ayah memberikan ini kepadaku."

"Lalu mengapa sekarang kau menunjukkan ini kepadaku?" tanya Aimee, menatap bingung adiknya.

Abighail tersenyum tipis, kemudian menjawab,"Aku ingin kau yang memakai cincin ini lebih dulu selama aku masih sibuk belajar di luar Kekaisaran."

Aimee mengerutkan keningnya. "Aku tidak ingin--"

"Harus ingin, kak. Ada banyak lapisan keluarga Leandra yang ingin menempati posisi keluarga utama," potong Abighail.

"Saat ini yang hanya bisa kita percayai adalah paman Thomas, selebihnya aku tidak ingin percaya. Kau mengerti maksudku kan?" sambung Abighail.

Tok ... Tok ... Tok ....

Suara ketukan pintu terdengar, Cecilia segera masuk setelah mendapat jawaban dipersilahkan dari Aimee.

"Lady, ada surat dari Grand Duchy Aldrich untuk anda," ucap Cecilia.

"Grand Duchy?" tanya Aimee, matanya melirik dingin surat yang dipegang Cecilia.

Cecilia segera meletakkan surat tersebut di meja kerja Aimee, kemudian segera pamit undur diri. Membiarkan Abighail dan Aimee melanjutkan diskusi.

"Cukup mengejutkan, surat dari Grand Duchy. Sepertinya Grand Duke tahu sesuatu," ujar Abighail. Aimee tidak menjawab, wanita itu segera membuka suratnya dan mulai membaca.

"Apa isinya, kak?" tanya Abighail penasaran.

Aimee menutup surat itu, lalu menyenderkan tangan kanannya di meja dan menopang kan dagunya di sana. "Undangan makan malam."

Abighail terbelalak, dia kaget. Sebelumnya Grand Duke tidak pernah memiliki hubungan yang bisa dibilang dekat dengan Leandra dan juga dibilang buruk. Hubungan mereka datar, karena Leandra lebih fokus mendukung Kaisar saat ini ketimbang sibuk memilih antara Putra Mahkota dan pangeran kedua. Hal ini juga berlaku pada hubungan Leandra dan angeran kedua.

"Kakak akan datang?" tanya Abighail.

"Tetapi jika seperti ini, takutnya beberapa oknum berpikir bahwa kita telah memihak Putra Mahkota melalui Grand Duke," lanjut Abighail.

Aimee mengangguk singkat. "Aku mengerti, aku akan datang sembunyi-sembunyi."

Abighail menghela napas gusar. "Mengapa banyak sekali hal-hal menyebalkan yang datang beruntun setelah ayah pergi?"

"Ini masih belum seberapa, Abighail," balas Aimee.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!