NovelToon NovelToon

Pengantin Remaja

Melamar Zeela

"Gimana menurut mama, penampilan aku ada yang kurang nggak?" ujar pria tampan yang malam ini terlihat berkali lipat lebih tampan, meski dalam keadaan tengah gugup sekalipun.

"Perfect Tan, sama sekali nggak ada yang kurang! kamu sangat tampan." puji Dara sang mama, seraya merapikan kemeja putranya dengan begitu hati-hati.

"Ma, serius!" rengeknya yang terdengar menggelikan ditelinga sang adik yang saat ini tengah duduk diatas sofa sembari memangku benda segi empat miliknya yang tengah ia gunakan.

"Bagaimana menurutmu Ar, abangmu tampan bukan?" Dara bertanya pada putra keduanya untuk meminta pendapat.

Yang ditanya mendengus, menutup laptopnya lalu beranjak dari tempat tersebut.

"Arjuna_"

"Udahlah ma, percuma kan ngomong sama dia, emang dia bisa dengar!" ujar Sultan, yang seketika menghentikan langkah Arjuna, pemuda berumur sembilan belas tahun itu berbalik menatap sengit kearah sang Abang dengan tatapan penuh kebencian.

Brakkkk..!!

Benda yang tak bersalah itu dilemparnya hingga retak, hal yang biasa Arjuna lakukan saat sedang kesal, tak perduli seberapa mahal harga barang yang telah dirusaknya.

"Bacot Lo!" ucapnya, seraya menarik kerah kemeja Sultan dengan cukup kasar.

"Arjuna, sudah_ kamu ini benar-benar ya, mama benar-benar nggak ngerti lagi apa mau kamu, sedikit saja berlaku sopan sama Abang kamu, bisa kan?" ujar Dara seraya menarik tangan Arjuna dan mendorongnya.

"Nggak bisa." jawabnya ketus tanpa beralih tatap dari wajah Sultan.

"Ada apa ini ribut-ribut?" ujar seseorang yang kini berada diujung anak tangga.

"Ini pa, Arjuna nggak ada baik-baiknya jadi anak, sopan sedikit gitu lho sama abangnya." Dara yang menyahut.

"Kenapa lagi sih Ar,?" Arthur menghampiri Arjuna dan menepuk pundaknya pelan."Tidak usah ikut kalau keberatan, lebih baik kamu istirahat saja ya."

Arjuna berdesis, menepis tangan sang papa dari pundaknya, lalu tanpa mengatakan apapun ia bergegas menaiki undakan tangga.

"Tuh, lihat sendiri kan pa, Arjuna itu benar-benar_"

"Sudahlah ma, lebih baik kita segera berangkat, kasihan keluarga pak Akmal kelamaan menunggu, nanti dikiranya kita ingkar janji kan?"

"Yaudah ayok."

Ketiganya menaiki mobil yang sama yang akan membawanya pada rumah keluarga Akmal dan Arindy untuk melamar Zeela satu-satunya putri mereka yang sudah lama dijodohkan dengan Sultan anak pertama Arthur dan Dara.

*

Akmal menyambut kedatangan ketiganya dengan penuh sukacita, begitupun dengan Arindy yang berusaha menampilkan senyum dibalik wajah pucatnya yang tengah duduk dikursi roda.

"Bi, tolong buatkan minum ya, sekalian panggilkan Zee, bilangin calon suaminya sudah datang." ujar Akmal memberi perintah.

Wanita paruh baya yang sering di sapa bi Imah itu mengangguk, undur diri menuju kamar Zee lalu kedapur, dan tak lama ia kembali membawa minuman yang Akmal minta lengkap dengan bermacam snack sebagai teman minum.

"Lho, Zee nya mana Bi?" Akmal kembali bertanya karena putrinya tak kunjung keluar.

"Sebentar lagi katanya pak."

"Oh begitu, baiklah."

"Saya permisi pak."

"Iya iya."

"Mbak Arin bagaimana keadaannya mbak sekarang, apa sudah lebih baik?" tanya Dara, yang sebenarnya ia sendiri tahu keadaan Arindy seperti apa, meski dilihat dari wajahnya saja sudah dapat dipastikan keadaan Arindy saat ini jauh dari kata baik-baik saja.

"Seperti yang mbak Dara lihat, beginilah keadaan saya." jawab Arin lemah.

Dara tersenyum, tentu bukan senyum mengejek, namun ia berusaha memberikan semangat untuk Arin, agar ia lebih bersemangat lagi untuk menjalani hidup.

"Sabar ya mbak, saya yakin mbak Arin akan segera sembuh, percayalah."

Arin mengangguk, "Terimakasih mbak."

"Nah itu dia, Zee nya sudah datang." ujar Akmal yang membuat fokus mereka kini teralihkan pada sosok Zee yang berjalan anggun menghampiri mereka.

Gadis imut bermata bulat dengan rambut panjang sedikit kecoklatan itu membungkuk menyalami mereka dengan sangat sopan.

"Cantiknya calon menantu mama." puji Dara seraya mengusap lembut tangan Zee, saat gadis itu hendak menarik tangannya usai bersalaman.

"Duduk sayang." Dara menepuk sofa disebelahnya agar Zee duduk disana bersamanya.

Dara yang kedua anaknya laki-laki begitu senang saat tahu Akmal sahabat Arthur lebih tepatnya rekan bisnis nya menjodohkan putrinya dengan putra pertamanya Sultan.

"Ngomong-ngomong adiknya Sultan nggak diajak sekalian?" ujar Akmal saat teringat sesuatu. "Benarkan, Sultan punya adik, waktu itu mas Arthur pernah cerita kan?"

"Anak itu susah sekali diajak ke acara-acara seperti ini pak, jarang mau." Dara yang menyahut.

"Pantas saja setiap ada acara diluar hanya Sultan yang ikut."

"Ya begitulah pak.''

"Kalau boleh saya tahu, adiknya selisih berapa tahun ya sama Sultan?"

"Tujuh tahun mas." kali ini Arthur yang menjawab.

"Berarti sekarang umurnya 19 ya."

"Betul mas!"

"Wah nggak beda jauh dong sama Zee, bulan depan Zee juga udah 17, semoga mereka bisa berteman dengan baik ya, saya percaya keluarga mas Arthur dan mbak Dara akan menjaga putri saya dengan baik."

"Semoga begitu ya mas, terimakasih atas kepercayaan nya terhadap kami, kami akan berusaha menjaga dan melindungi Zee seperti kami menjaga kedua anak kami."

Acara yang tergolong sederhana dan diadakan hanya dengan keluarga inti saja itu berjalan dengan lancar, setelahnya seperti biasa Arthur dan Akmal membahas soal pekerjaan, Dara sendiri menemani Arin kekamarnya, sedangkan Zee dan Sultan memilih untuk mengobrol di taman belakang.

"Zee, kamu nggak keberatan kan tinggal di rumahku." Sultan memulai obrolan setelah beberapa detik saling diam dan saling melirik satu sama lain.

"Zee ikut aja kak gimana baiknya."

"Berarti mau ya."

"Mau nggak mau sih kak, lusa kan mama sama papa kesingapura buat menjalani operasi." ucap Zeela yang terdengar ada nada kesedihan didalamnya.

"Kamu yang sabar ya Zee, semoga tante Arin cepat sembuh ya."

Zeela mengangguk, gadis itu tersenyum malu saat Sultan menatapnya dengan lembut, ini memang bukan pertemuan pertamanya dengan Sultan, karena sebelumnya mereka sudah beberapa kali bertemu dalam berbagai acara, hingga akhirnya kedua orang tua mereka menjodohkannya.

Baik Sultan maupun Zeela, keduanya tak menolak, terlebih dalam diri keduanya sudah ada benih cinta yang mulai tumbuh.

"Oh iya kak, adiknya kak Sultan itu_"

"Dia nakal Zee, urakan! kasar, dan selalu ingin menang sendiri, aku harap saat kamu bertemu dengannya kamu nggak ambil hati sama ucapannya ya.?"

Zeela mengerutkan keningnya dengan apa yang ia dengar, ''Masa sih kak adik kak Sultan begitu, bukannya tante Dara sama om Arthur itu baik banget ya, kak Sultan juga."

Sultan terkekeh dengan ucapan polos calon istrinya, dengan gemas ia menjapit hidung mungil milik Zeela.

"Zee, meskipun yang lainnya bisa dikatakan baik, belum tentu semuanya baik juga kan, misalnya begini, meskipun orang tuanya pencuri Belum tentu anaknya juga pencuri kan, bisa jadi anaknya malah menjadi seorang ustadz, betul?"

Zeela mengangguk, "Iya juga ya kak, tapi kok bisa adiknya kak Sultan begitu."

"Ya mana kakak tahu, dari kecil Arjuna memang begitu Zee."

"Siapa tadi, Arjuna! namanya Arjuna?" ulang Zeela, ia seperti tak asing dengan nama itu.

"Sudahlah, lebih baik kita kedalam, kasihan kamu kedinginan, lagian sebentar lagi kakak harus pulang." ucap Sultan beranjak lebih dulu dan mengulurkan tangannya kearah Zeela.

"Ayok!"

*

*

pindah

Zee menjatuhkan tubuhnya diatas kasur, kedua matanya menerawang memandangi langit-langit kamarnya, tak menyangka diusianya yang ke 17 ia bahkan sudah berstatus menjadi tunangan dari seorang pria bernama Sultan Haryaka Al-tezza.

Lalu lusa, ia akan tinggal bersama pria itu, CK! memikirkan nya saja ia sudah malu sendiri.

Disela lamunannya tiba-tiba ia teringat sesuatu, cepat Zee beranjak dari kasur, kemudian memilih duduk dipinggir ranjang tersebut, celingukan mencari ponsel miliknya yang entah dimana.

"Kebiasaan deh lupa naroh kan?" gerutunya memarahi dirinya sendiri.

"Nah ini dia." ucapnya girang saat berhasil menemukan yang ia cari.

Setelahnya Zee pun kembali pada posisi semula merebahkan tubuhnya di atas kasur, lalu mengusap layar benda tipis berukuran 6,53 inci tersebut dan masuk pada sebuah pesan chat untuk mengirimi pesan pada seseorang.

Zee.

(Val, cowok yang waktu itu bikin Lo masuk Rumah sakit, Arjuna kan namanya?) send Valentino.

Zee memeluk ponsel seraya menggigit bibirnya menunggu balasan dari sahabatnya itu.

Klunting!

Valentino.

(Iya, kenapa Lo tumben nanya-nanya soal gituan, Lo mulai dukung gue jadi tukang tawuran.?)

Bibir Zee mengerucut, bisa-bisanya Valentino berpikir begitu.

Zee.

(CK, mana ada gue begitu! udah ah gue mau tidur.)

Valentino.

(Gitu doang?)

Zee.

(Ya iya, emang apalagi?)

Valentino.

(Oke deh princess, selamat tidur! jangan lupa mimpiin gue!)

Zee men desah, gadis itu melemparkan ponselnya keatas kasur disampingnya.

Berdecak sendiri dengan pertanyaan konyolnya barusan, nama Arjuna pasti banyak kan, bukan cuma adiknya Sultan, ah memikirkannya membuat ia tiba-tiba jadi mengantuk, dan memutuskan untuk segera tidur, namun ketukan didepan pintu membuat kedua matanya terbuka kembali gadis itu mengerjap lalu beranjak menghampiri pintu.

"Lho, pa?" tanyanya saat mengetahui siapa yang datang kekamarnya.

"Maaf papa ganggu, Zee belum tidur kan?"

"Eh, belum sih."

"Papa mau bicara sebentar Zee."

"Oh yaudah, papa masuk aja deh." gadis itu melangkah terlebih dahulu kembali menuju kasurnya, "Duduk sini pa." menepuk sisi ranjang disebelahnya.

"Papa mau ngomong soal apa?"

"Begini Zee, kamu tahu sendiri kan, kalau keadaan mama seperti apa? jadi, tidak apa-apa kan nak, kalau besok papa tinggal kesingapura?"

"Secepat itu pa, bukannya lusa ya."

"Harusnya sih memang begitu, tapi keadaan mama_"

"Yaudah." cepat Zee menyela.

"Besok sore papa berangkat, jadi paginya papa akan urus kepindahan kamu ke rumah om Arthur."

"Pa?"

"Ya."

"Euhm, apa nggak sebaiknya aku tinggal sendiri aja dirumah ini pa, kan ada bibi juga jadi nggak masalah kalau pun papa nggak disini."

"Zee, dengar papa nak, kamu itu putri papa satu-satunya dan papa nggak mau kalau sampai terjadi sesuatu sama kamu, bi Imah akan tetap bersama kamu, dia akan bekerja juga dirumah om Arthur, dan secara khusus akan memenuhi semua kebutuhan kamu."

"Kenapa papa bisa sepercaya itu menitipkan Zee sama mereka?"

Akmal menghela napas, lalu menatap putrinya dengan tatapan lembutnya seperti biasa, "Sayang, dengar papa nak, papa sudah mengenal om Arthur dari sejak dia lulus SMA, lama sekali! dulu waktu pertama kali papa bertemu sama dia, dia sudah menikah, bahkan pernikahannya terjadi pada saat dia masih duduk di bangku SMA."

Zee tampak mengerjap, "Masa sih pa?"

"Iya, nggak percaya? coba aja kalau kamu nanti berada disana langsung tanya sama orangnya, dan buktikan kalau ucapan papa ini benar adanya, dan bukan sembarang mengarang."

"Jadi, intinya papa sangat mengenal keluarga mereka Zee, dan papa yakin mereka akan menjagamu dengan sangat baik, terlebih om Arthur dan tante Dara sangat senang jika dirumah mereka ada seorang gadis, kamu tahukan anak om sama tante dua-duanya laki-laki."

"Tapi pa_"

"Kenapa lagi?"

"Kalau misalkan aku kangen sama papa gimana?"

"Ya, tinggal telpon papa nak."

"Papa jangan lama-lama ya disana."

"Ya tergantung gimana kondisi mama sayang."

"Sudah ya, sekarang lebih baik kamu istirahat, jangan lupa besok pagi-pagi siapin barang-barang kamu yang mau dibawa, atau minta bantuin bi Imah."

"Iya pa."

*

"Gimana, udah siap?" tanya Akmal, pada Zee yang pagi ini terlihat tak bersemangat.

"Udah pa." Zee meraih tangan Arin, lalu mencium dan mengusap tangan itu pelan, "Mama cepat sembuh ya, Zee bakalan kangen banget sama mama." ujar Zee seraya berjongkok dihadapan Arin yang saat ini tengah duduk dikursi roda.

Arin memang bukan ibu kandungnya, namun Zee sangat menyayangi wanita tersebut.

"Zee sehat-sehat disini ya sayang." balas Arin lirih, tubuhnya tampak lemah dan tak bertenaga.

"Iya ma, mama juga harus sehat, dan cepat kembali kesini."

"Iya sayang."

"Ayok berangkat Zee, barang-barang kamu udah masuk mobil semua tuh." ujar Akmal, membuat Zee menghela napas berat, memeluk Arin sebentar lalu masuk kedalam mobil terlebih dulu.

"Kalau ngantuk tidur aja Zee, nanti kalau udah sampai papa bangunin."

"Nggak deh pa."

"Yakin? rumah om Arthur jauh lho."

"Nanti kalau tidur, muka Zee jadi berantakan pa."

Akmal tampak terkekeh, seraya mengusap pelan kepala putrinya, "Malu ya mau ketemu calon suami."

"Ih papa, apaan deh!"

Akmal tergelak, "wajahnya merah tuh." ledeknya membuat Zee membrengut.

"Ahh.. nggak kerasa ya Zee, kamu udah gede aja sekarang, dan sebentar lagi udah jadi milik orang, CK nyesel papa cuma punya anak satu."

"Salah siapa, bukannya bikin yang banyak."

Akmal kembali tergelak, "Ya kalau bisa udah papa buat yang banyak Zee, tapi sayangnya hal itu tidak semudah membalikkan telapak tangan, mama Maira meninggal saat melahirkan kamu, lalu mama Arin_ ya seperti yang kamu tahu keadaannya seperti apa."

Zee menoleh kearah sang papa, ia dapat melihat raut wajah sedih sang papa yang tergambar jelas di wajah tampannya.

"Maafin Zee ya pa."

Cepat pria paruh baya yang masih terlihat awet muda itu menoleh menatap bingung kearah Zee.

"Maaf buat apa?"

"Maaf karena Zee mama jadi meninggal."

Akmal menggeleng, kembali tangannya terangkat mengusap kepala Zeela lagi, "Nggak sayang, ini bukan salah kamu, ini takdir! dan papa tidak pernah menyesalinya, kamu adalah harta paling berharga papa yang ditinggalkan mama kamu, papa sangat menyayangimu."

"Terimakasih pa, tapi seandainya Zee nggak ada, mungkin mama dan papa masih terus bersama dan hidup bahagia."

"Dengan lahirnya kamu, papa sudah cukup bahagia nak, karena papa bisa menjadi seorang ayah, seperti kebanyakan orang-orang pada umumnya."

"Euhmz papa, Zee sayang papa." gadis itu beringsut memeluk tubuh sang papa, dan keduanya kini saling berpelukan satu sama lain, membuat mang Amir sopir pribadinya merasa terenyuh dan ikut tersenyum melihat ayah dan anak yang terlihat saling menyayangi itu.

*

*

Terimakasih para readers yang sudah mampir kesini, 🤗🤗🤗 oh iya Novel ini adalah sequel dari Novel yang berjudul Playboy Jatuh Cinta, yang belum baca, coba diintip ya, bab nya cuma sedikit kok, cuma 31 bab aja, terimakasih 😊🙏

*

Arjuna Gardapati Al-tezza.

Mobil yang ditumpangi Akmal dan Zeela berhenti didepan sebuah rumah mewah berlantai dua yang tampak luas dan terlihat menarik dari arah manapun, tak kalah mewah dari rumah Akmal sebenarnya, hanya saja halaman rumah itu terlihat lebih luas karena hanya ada beberapa tanaman yang tumbuh disana.

Berbeda dengan halaman rumah milik Akmal yang dipenuhi berbagai macam jenis tanaman, karena pria tersebut sangat menyukai suasana serba hijau, karena selain membuat halaman rumahnya tampak asri, bagi Akmal tanaman adalah salah satu hal yang membuat suasana rumah terasa menyenangkan.

"Zee, hei.. bangun nak, sudah sampai ini." ucap Akmal seraya menepuk-nepuk pipi Zeela yang masih dalam keadaan tertidur pulas.

"Deuhh bakalan susah dibangunin ini mah, tadi aja bilangnya nggak mau tidur, eh sekarang malah kaya orang pingsan." Akmal berbicara sendiri.

"Barangnya mau diturunin sekarang, apa nunggu non Zee bangun dulu pak?" ujar mang Amir yang duduk didepan kemudi, pria yang memasuki kepala lima itu menoleh menatap Akmal yang tak menyerah membangunkan putrinya.

"Turunin aja mang, Zee biar saya coba bangunkan lagi, ya kali mang kita harus nungguin sampai Zee bangun dengan sendirinya, keberangkatan saya nanti sore bisa-bisa dibatalkan dong!"

Didepan sana mang Amir tampak terkekeh.

"Iya pak, baik pak." dengan sigap ia segera menurunkan barang-barang milik Zeela, lalu berbicara pada satpam yang berjaga disana.

Sementara itu didalam mobil Akmal berusaha untuk kembali membangunkan Zeela hingga gadis itu benar-benar merasa terusik.

"Udah sampai pa?" tanyanya seraya menutup mulut yang beberapa kali menguap.

"Dari tadi Zee, kamu ini benar-benar ya, susah banget dibangunin nya."

"Yaampun maaf pa, kayaknya aku ketiduran deh." ucapnya benar-benar merasa bersalah.

"Yasudah nggak apa-apa, ayok sekarang buruan turun, papa nggak punya banyak waktu lagi soalnya, tahu kan kalau sore nanti papa sama Mama mau berangkat?"

"Iya pa."

"Eh udah pada sampai ya, ayo masuk-masuk." suara antusias Dara menyambut kedatangan mereka diteras depan, ia meraih tangan Zee dan menggandengnya masuk kedalam rumah.

"Mbak saya nggak bisa lama, soalnya banyak yang harus saya urus, saya titip Zee, tegur dia kalau membuat masalah." ujar Akmal seraya mengusap kepala putrinya.

"Iya mas, saya pasti akan menjaga Zee dengan baik, mas Akmal hati-hati ya, titip salam buat mbak Arin, semoga pengobatan nya berhasil, dan mbak Arin bisa sembuh seperti semula."

"Aamiin, terimakasih akan saya sampaikan pada Arin, kalau begitu saya permisi ya mbak, Zee papa pergi dulu." pamitnya.

"Hati-hati pa."

"Iya sayang, mari mbak!"

"Hati-hati mas."

Akmal mengangguk kecil, lalu kembali keluar dan pulang bersama mang Amir.

"Ayok sayang, mama tunjukkan kamar kamu ya, ingat! sekarang kamu anak mama, jadi nggak boleh panggil Tante lho ya."

"Iya tan_ eh mama."

Dara tersenyum, lalu membawa gadis itu memasuki sebuah kamar yang berada dilantai dua.

"Kamar Sultan ada dibawah, kalau yang disebelah itu kamarnya Arjuna, adiknya Sultan." tutur Dara seraya membuka salah satu pintu kamar untuk ditempati Zee.

"Makasih ma, oh iya Arjuna itu masih sekolah kan ma?"

"Masih, dia kelas XII sayang, oh iya mengenai Arjuna, Zee jangan kaget ya kalau nanti ketemu dia, mama bicara begini karena anak mama yang satu itu sangat berbeda Zee, dia cukup menyebalkan dan sangat tempramen, anaknya gampang emosian, terus kalau bicara dia suka seenaknya, jadi nanti kamu jangan ambil hati ya."

"Dari kecil sikapnya memang begitu, kadang mama sama papa juga sampai kewalahan menghadapi dia."

Zee hanya mengangguk saja, tanpa berniat berkomentar sedikitpun tentang calon adik iparnya tersebut.

"Ini kamar buat Zee, semoga betah ya tinggal disini, kalau butuh apa-apa, jangan sungkan bilang ke mama ya?"

"Iya ma, makasih ma."

"Yasudah sekarang Zee istirahat saja ya, nanti barang-barangnya mama suruh bibi buat beresin, oh iya bi Imah juga nanti sore kesini."

"Iya ma."

Setelah memastikan Dara keluar dari kamar barunya, gegas Zee merebahkan tubuhnya diatas kasur, sesaat ia terdiam meneliti setiap sudut kamar tersebut yang menurutnya sangat nyaman, bahkan warna cat dinding kamar itu hampir sama dengan warna cat yang berada dikamar rumah orang tuanya, yakni warna merah muda yang merupakan salah satu warna favoritnya.

Zee hendak menyalakan ponselnya, bersamaan dengan suara ketukan yang cukup nyaring didepan pintu kamarnya, gadis itu pun memilih beranjak mendekati pintu dan membukanya.

Didepan sana seorang asisten rumah tangga yang sempat ia lihat tadi tengah berdiri dengan memegangi sebuah nampan yang berisi jus dan juga camilan.

"Maaf non bibi mengganggu, barusan bibi disuruh ibu mengantar ini buat non Zee."

"Oh iya bi, makasih ya."

"Sama-sama non, kalau begitu bibi permisi kebawah lagi ya."

"Iya bi."

Zee hendak menutup pintu itu kembali bersamaan dengan sebuah suara yang menyapa didepan sana.

"Abis ngapain bi?"

"Anu den, habis nganterin makanan buat calon kakak iparnya den Ar."

"Siapa?"

"Non Zee."

"Oh, oke bi."

Zee menaruh nampan yang diberikan bibi tadi diatas nakas, lalu kembali menuju pintu mengintip sipemilik suara yang ia yakini adalah suara milik Arjuna.

Deg!

Ia terperanjat, saat pemuda tersebut memasuki kamarnya tanpa permisi, pemuda yang bernama lengkap Arjuna Gardapati Al-tezza itu melipat kedua tangan didepan dada sembari menatap Zee dengan tatapan meneliti.

pinter juga dia nyari cewek!

"Oh jadi elo yang namanya Zee,?" tutur Arjuna tanpa mengalihkan tatapannya dari Zee membuat gadis tersebut merasa risih dan terintimidasi.

"I-iya."

"Kenalin! gue Arjuna, adiknya Sultan." sambung Arjuna dengan tangan terulur, membuat Zee terpaksa menyambut uluran tangan itu.

"Zee."

"Selamat datang dirumah Al-tezza, gue harap Lo betah disini." bisiknya dengan senyum semirk yang terlihat mengerikan dimata Zee.

"Oke, gue rasa Lo mau istirahat kan, istirahat gih! gue juga cape mau istirahat!"

Pemuda itu ngeloyor dari kamar, membuat Zee menghela napasnya dengan lega.

"Ganteng sih, tapi_ Ckkk.. bisa-bisanya kak Sultan yang lembut punya adek macam dia." gerutu Zee dan langsung menutup pintu tersebut dan duduk disisi ranjangnya.

*

"Sultan ada tugas mendadak keluar kota, jadi kemungkinan selama dua hari dia nggak pulang kerumah, Zee nggak apa-apa kan?" ujar Dara, yang saat ini tengah makan malam bersama, termasuk Arthur dan juga Arjuna.

Zee mengangguk ia tentu tidak masalah dengan hal itu, justru dengan Sultan tak berada disini ia bisa bernapas dengan lega, karena berada didekat Sultan selalu membuatnya gugup dan canggung.

"Tapi kalau belum selesai dalam waktu dua hari, bisa jadi nambah sih katanya." Arthur ikut menimpali.

"Nggak apa-apa ya sayang, disini masih ada mama kok, kalau bosen kita bisa jalan bareng-bareng keluar." ucap Dara lagi.

Sementara itu, Arjuna yang sejak tadi menyimak, menyunggingkan senyum tanpa mereka sadari.

*

*

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!