NovelToon NovelToon

Jovanka

Bermula

Siang itu, Jovanka kecil baru pulang dari sekolah. Ia di jemput oleh supirnya, karna ke dua orang tua nya sedang sibuk mempersiapkan keperluan untuk ulang tahun putri kesayangannya itu. Hari ini Jovanka genap berusia 6tahun. Sesampainya di rumah, Jovanka sangat senang dengan dekorasi rumahnya yang bertema Cinderella sesuai keinginannya, karna Jovanka sangat menyukai sosok Cinderella yang cantik dan baik hati.

"Putriku yang cantik sudah pulang, ayo cepat mandi, momy akan membantu Jovanka bersiap siap, karna sebentar lagi teman-temanmu akan datang," kata Alisa tersenyum sambil menggandeng tangan mungil putrinya itu.

Tidak perlu berlama-lama, Jovanka pun sudah siap dengan penampilan ala Cinderella.

Acara pun dimulai, para tamu undangan menyanyikan lagu ulang tahun untuk Jovanka. Keluarga kecil itu, terlihat sangat bahagia.

Setelah acara tiup lilin, Alisa mempersilahkan para tamu, untuk menyantap hidangan, yang sudah disediakan.

"Mom, aku mau main di taman ya, bersama teman-teman" ucap gadis itu sambil tersenyum menampakkan lesung pipinya.

"Iya sayang," ujar Alisa, yang membungkukkan tubuhnya.

Jovanka pun berlari kecil menghampiri teman-temannya yang sedang asyik bermain.

Jovanka terlihat sangat bahagia, Alisa dan Rainan tersenyum bahagia melihat putrinya yang terlihat ceria itu.

Seorang pelayan yang terlihat panik, tiba-tiba menghampiri Alisa dan Rainan yang sedang asik memperhatikan putrinya.

"Nyonya, Tuan, Gawat!" kata si pelayan yang terlihat panik itu.

"Ada apa?" tanya Rainan mengerutkan keningnya, melihat kepanikan si pelayan itu.

"Saya tidak bisa menjelaskannya disini tuan," ucap si pelayan, dengan suara yang pelan.

"Kenapa?" tanya Rainan, yang masih heran, dengan sikap pelayan itu.

"Saya takut, ada mata-mata disini,"

.Rainan berpikir sejenak.

"Yasudah, kita ke ruang kerja saya,"

"Sayang, aku ke ruang kerjaku dulu, kamu jaga Jovanka," pinta Rainan.

"Tidak tuan, Nyona harus ikut, karna ini masalah penting, sudah ada pak Edi yang menjaga Nona," kata si pelayan sambil menunjuk Pak Edi yang sedang mengawasi Jovanka.

"Baiklah."

Mereka pun pergi ke ruang kerja Rainan. Setelah Alisa dan Rainan masuk, tiba-tiba...

Brakk !!

Pintu di tutup dengan sangat keras. Pelayan itu, langsung mengunci Alisa dan Rainan, di ruangan itu.

Alisa dan Rainan saling bertatapan. Rainan berlari ke arah pintu lalu menggedor-gedor pintu itu. Tidak ada akses lain, selain pintu itu.

" Hei, buka ! kenapa kau mengunci kami? " Teriak Rainan sambil terus menggedor-gedor pintu.

Alisa menghampiri Rainan.

"Ada apa sebenarnya, apa pelayan itu telah membohongi kita?" tanya Alisa.

"Sepertinya begitu, tapi untuk apa?"

Tiba-tiba, terdengar suara ledakan yang berasal dari dapur, dengan cepat api menyebar, semua orang panik, dan berusaha menyelamatkan diri.

"Suara ledakan apa itu Rai?" Tanya Alisa sambil memeluk suaminya.

Sementara Jovanka sudah ada dalam pelukan Pak Edi. Pak Edi segera menghubungi petugas pemadam kebakaran.

"Rai, kenapa tiba-tiba panas sekali" Kata Alisa sambil mengibas-ngibaskan tangannya.

"Aku juga tidak tau, mungkin AC nya rusak."

Alisa melihat asap yang masuk dari celah pintu.

"Rai, kenapa ada asap? apa jangan-jangan, suara ledakan tadi itu ...."

Alisa dan Rainan saling berpandangan.

Mereka berdua menggedor-gedor pintu dan berteriak meminta tolong.

"Tolong! tolong kami ..., tolong buka pintunya, uhuk uhuk ...."

Kini asap, sudah memenuhi ruangan itu, mereka berdua, mulai kehabisan nafas, dan akhirnya pingsan.

"Kenapa, aku tidak melihat Tuan dan Nyonya, apa mereka terjebak di dalam?" batin Pak Edi.

"Nona, tunggu Pak Edi di sini sebentar ya." Kata Pak Edi mengusap wajah Jovanka, Jovanka yang masih menangis hanya mengangguk.

Pria paruh baya itu segera berlari hendak menyelamatkan ke dua majikannya yang masih berada di dalam, namun saat Pak Edi hendak masuk, seluruh ruangan sudah di penuhi api, Pak Edi segera mundur dan berlari kembali menemui Jovanka.

Tidak berapa lama, petugas pemadam kebakaran datang, dan segera membagi tugas mereka untuk memadamkan api.

Pak Edi langsung terduduk lemas di depan Jovanka.

Pak Edi langsung mengusap air mata Jovanka dengan ibu jarinya. Pria paruh baya itu tidak bisa berkata-kata lagi, Jovanka tak henti-hentinya, memanggil Momy dan Dady nya.

"Momy ..., Dady ...,

." panggilnya, sambil menangis tersedu-sedu.

"Pak Edi,, dimana Momy dan Dady,, hik hik hik,, Momy,,,, Dady,,,, Aaaaa,,," Teriak Jovanka.

Pak Edi hanya bisa diam dan menunduk, ia merasa gagal menjadi seseorang yang di percaya oleh majikannya itu, bahkan ia tidak mampu meredakan tangisan Jovanka.

Dalam waktu 3 jam, api berhasil di padamkan, para petugas membawa beberapa kantong mayat dari dalam rumah yang sudah hangus terbakar. Pak Edi langsung menghampiri petugas.

" Pak, apakah majikan saya selamat?" tanya Pak Edi dengan raut wajah yang cemas.

" Maaf pak, kami tidak menemukan korbsn selamat, sepertinya majikan bapak adalah salah satu dari 12 jenazah yang kami temukan. Dua diantara 12 jenazah, kami temukan di sebuah ruangan."

"Bapak tolong ikut kami ke rumah sakit untuk membantu mendata para korban." Kata salah seorang petugas.

" Baiklah pak, saya akan ikut ke rumah sakit."

Pak Edi berlari menuju mobilnya, ia langsung mendudukan Jovanka di bangku depan samping supir, dan memasangkan seatbelt pada Jovanka, ia pun segera duduk di belakang kemudi dan segera melajukan mobilnya mengikuti mobil para petugas pemadam ke rumah sakit.

Setelah 30menit perjalanan, mereka pun sampai di rumah sakit, para petugas bergegas membawa kantung kantung yang berisi jenazah korban kebakaran ke dalam rumah sakit, dan meletakannya di ruangan khusus.

" Pak, mari ikut saya. " Kata salah seorang petugas.

Pak Edi pun mengikuti, sedangkan Jovanka sebelumnya sudah ia titipkan pada petugas wanita.

Pak Edi dan petugas sudah ada di deoan pintu sebuah ruangan.

" Mari masuk pak."

" Tolong bantu kami Untuk mendata para korban."

" Baik pak."

Petugas itu membuka satu persatu kantung mayat untuk di perlihatkan pada pak Edi.

Dengan teliti Pak Edi memperhatikan satu persatu jenazah yang sudah hangus terbakar. Hanya beberapa yang bisa Pak Edi kenali termasuk kedua majikannya.

Pria itu tak kuasa menahan air matanya saat melihat kedua jenazah majikannya, ia memikirkan bagaimana nasib Jovanka.

Pak Edi langsung teringat kepada Alex , adik Rainan,Pak Edi segera pamit kepada petugas.

Ia lalu menggendong Jovanka, membawanya masuk ke dalam mobil. Pak Edi segera melajukan kendareannya ke rumah Alex.

" Pak Edi kita mau kemana? " Tanya Jovanka.

" Kita mau ke rumah tuan Alex."

" Pak Edi, Momy sama Dady tidak ikut? " Tanya Jovanka, sambil memiringkan kepalanya.

Pak Edi bingung, memikirkan jawaban apa yang akan di berikan kepada Nona mudanya itu, dia terdiam sejenak, sedangkan Jovanka menatap lekat Pak Edi yang sedang menyetir. Menunggu jawaban pria berumur 40 tahun itu.

"Emm,, Tuan dan Nyonya sudah menunggu di rumah tuan Alex Nona. " Kata Pak Edi berbohong dengan senyum yang di paksakan. Jovanka sangat senang mendengarnya, namun Pak Edi sangat sedih karna harus berbohong kepada Jovanka, namun dia juga tidak bisa jujur.

Karna kelelahan, Jovanka akhirnya tertidur.

Setelah 45 menit perjalanan, mereka sampai di kawasan perumahan elit dimana terdapat rumah Alex disana.

Pak Edi segera turun dari mobil dan memencet bel. Satpam yang berjaga segera membukakan pagar.

" Tuan Alex ada?." Tanya Pak Edi.

" Bapak siapa? dan ada keperluan apa dengan tuan Alex?? "

" Saya supir pak Rainan, ada hal penting yang harus saya sampaikan."

" Baiklah, tunggu sebentar." kata pak satpam, pak edi hanya mengangguk tanda mengerti.

Tidak berapa lama pak satpam kembali.

" Silahkan masuk, tuan menunggu."

" Terimakasih. " Kata Pak Edi.

Pak Edi segera berlari melewati halaman rumah Alex dan masuk ke rumah mewah itu.

" Selamat malam tuan." Sapa Pak Edi.

" Ada keperluan apa kau datang kesini malam malam??" Tanya Alex.

" Saya ingin menyampaikan kabar duka tuan."

" Kabar duka ? "

" Iya tuan, tadi siang rumah tuan Rainan terbakar, Tuan Rainan dan Nyonya Alisa meninggal dunia dalam kebakaran tersebut. " Kata Pak Edi lemas, dengan wajah tertunduk.

" Apa? "

" Iya tuan, saya sudah memberikan data yang di perlukan kepada pihak rumah sakit, saat ini jenazah Tuan dan Nyonya masih di rumah sakit."

" Baiklah, terimakasih atas informasinya."

" Tuan, saya membawa nona Jovanka, nona ada di mobil sedang tidur, saya tidak tau harus membawa nona kemana, karna hanya tuan,saudara yang nona punya, jadi saya membawany kemari. "

" Anak malang, bawa dia, dan tidurkan dia di kamar tamu, "

" Baik Tuan. " Kata Pak Edi, dan segera ke luar menghampiri mobil yang masih terparkir di luar.

Pak Edi segera melajukan mobilnya masuk ke halaman rumah Alex dan segera memarkirkannya. ia mengangkat tubuh kecil Jovanka masuk ke rumah Alex lalu menidurkannya di tempat tidur kamar tamu, setelah menidurkan Jovanka, Pak Edi kembali menghampiri Alex yang masih duduk di ruang tengah.

" Tuan ini kunci mobil Nona, dan saya pamit pulang ke kampung saya. " Kata Pak Edi dengan raut wajah sedih menyerahkan kunci mobil jovanka pada Alex.

Alex menerimanya, dan pak edi segera pergi dari hadapan Alex.

*** hai the readers ,, jangan lupa tinggalkan jejak ya,, selamat membaca,,🤗🤗

kesepakatan

"CLAY!!!!" Teriakan Alex menggema di ruangan itu, membuat seisi rumah ketakutan.

Clay yang mendengar namanya di panggil segera berlari, dengan langkah gemetar, ia mendekati Alex.

" Ada apa tuan? " Tanya Clay ragu-ragu.

Pertanyaan Clay membuat emosi Alex semakin meluap luap, di cengkramnya leher gadis itu.

" Setelah kau melakukan kesalahan, kau masih bertanya ada apa? apa kau sedang bergurau denganku ? " Gertak Alex dengan penuh emosi menatap tajam kedua bola mata yang penuh dengan ketakutan, dan di dorongnya tubuh Gadis itu hingga tersungkur di lantai.

" Apa kesalahan saya tuan? " Lagi-lagi ia memancing kembali emosi Alex dengan pertanyaannya.

" Kau masih berani bertanya apa kesalahanmu hah? " Bentak Alex.

" Bagaimana bisa anak kecil itu masih hidup? " Tanya Alex lagi dengan nada yang penuh emosi.

" Maafkan saya Tuan, tadi anak itu sedang bermain."

" Aku tidak mau tau, bunuh anak itu bagaimanapun caranya."

" Jangan membunuhnya." Kata seorang Wanita yang baru datang.

Alex dan Clay yang mengetaui pemilik suara itu langsung nenoleh.

Auria tersenyum dan mengalungkan kedua tangannya di leher suaminya itu.

" Jangan bunuh dia sayang, setidaknya jangan sekarang, bukankah kita membutuhkan dia untuk rencana kita?" kata Auria

Alex bingung dengan yang dikatakan istrinya itu.

" Maksudmu?"

Auria memutar kedua bola matanya dan melepaskan tangannya yang melingkar di leher Alex, lalu ia duduk di sofa, di ikuti Alex yang juga duduk sejajar dengannya.

" Kita belum tau isi dari surat wasiat yang di buat oleh Rainan jika dia mati, jadi tunggulah sebentar, tunggu pengacaranya datang." Kata Auria.

Alex sejenak berfikir, sambil memainkan bulu-bulu halus yang mulai tumbuh di sekitar dagunya.

" Baiklah aku tidak akan membunuhnya sekarang. " Kata Alex.

" Uncle,, Aunty,, " Kata Jovanka menghampiri mereka sambil mengucek ngucek kedua matanya, Auria dan Alex hanya memperhatikan Jovanka.

" Dimana Momy sama Dady? " Tanya Jovanka menatap lekat Alex dan Auria.

Alex bangun dari duduknya.

" Mereka sudah pergi." Kata Alex tanpa basa-basi, lalu beranjak meninggalkan Jovanka, Auria pun mengikutinya.

Jovanka menghampiri Clay.

" Bibi, apa benar yang di katakan Uncle, Momy dan Dady ku, sudah pergi? mereka pergi kemana bibi? kenapa mereka tidak mengajakku? hu hu hu,, " Pertanyaan ia lontarkan kepada Clay, dengan berurai air mata.

" Bibi, ajak aku menemui mereka." Rengek Gadis kecil itu, sambil menarik narik tangan Clay.

" Lepaskan tanganku, aku bukan bibimu." Clay menghempaskan tangan mungil itu dengan kasar, dengan langkah cepat, Clay meninggalkan Jovanka yang masih menangis

Jovanka terduduk di lantai sambil terus mengusap air matanya.

" Momy,, Dady,, kenapa kalian meninggalkanku,, hu hu hu,, "

Jovanka memiliki seorang kakak, namun dua tahun yang lalu, Zian beserta anak dan istrinya mengalami kecelakaan pesawat saat pulang dari Jerman, sehingga Jovanka maheshwari pratisa, menjadi ahli waris dari keluarga pratista. Alex yang saat itu menjabat sebagai direktur, ingin menguasai Perusahaan Pratista, ia pun merencanakan untuk melenyapkan keluarga Rainan. Alex sendiri bukanlah adik kandung Rainan, Alex adalah anak dari paman Rainan, ke dua orang tua Alex bercerai sewaktu Alex berumur 10tahun. Mereka tidak mau merawat Alex, dan mereka pun pergi entah kemana dengan urusan mereka masing masing tanpa memperdulikan Alex, sehingga Alex diangkat anak oleh pamannya, yaitu orang tua Rainan.

"""""''''"'"'''''"""''""'''''"

Di kantor polisi, Zen sedang membahas penyebab kebakaran di rumah Rainan.

" Bagaimana penyelidikannya? apakah kalian sudah mengetahui penyebab terjadinya kebakaran itu?" Tanya Zen.

" Sudah tuan, menurut penyelidikan yang sudah kami lakukan, kebakaran itu di sebabkan karna kebocoran gas."

" Lalu dimana jenazah Nyonya Alisa dan Tuan Rainan di temukan?"

" Kami menemukan Jenazah Nyonya Alisa dan Tuan Rainan di ruang kerja."

" Di ruang kerja?"

" Ia tuan, kami menemukannya di ruang kerja."

" Tapi untuk apa mereka ke ruang kerja berdua, bukankah seharusnya mereka menemani putrinya yang sedang merayakan ulang tahunnya?"

" Kau benar tuan, dan aku rasa kebakaran itu adalah sebuah kesengajaan."

" Maksudmu? ada yang ingin sengaja membunuh Nyonya Alisa dan Tuan Rainan?"

" Tapi itu hanya dugaan sementara, kami akan terus menyelidikinya."

" Hmm, baiklah kalo begitu, aku permisi, aku harus ke rumah sakit."

Setelah berpamitan, Zen langsung pergi ke rumah sakit.

Sesampainya di rumah sakit,

Zen meminta pihak rumah sakit untuk segera mengurus jenazah Alisa dan Rainan, dan Zen pergi menemui Alex untuk membicarakan pemakaman Alisa dan Rainan, Alex menyerahkan semuanya kepada Zen.

" Baiklah Tuan, saya akan mengurus semuanya, dan saya juga membawa beberapa dokumen yang harus anda tangani. " Kata Zen menyerahkan map yang berisi dokumen.

Disana tertulis,,

*Jika CEO dari Perusahaan Pratista (Rainan Pratista)meninggal dunia sebelum ahli warisnya (Jovanka maheshwari pratista)berumur 20tahun, maka yang bertanggung jawab sebagai CEO adalah pihak ke 3(Alex abiputra) sampai ahli waris(Jovanka maheshwari pratista)berumur 20tahun.

Jika ahli waris (Jovanka maheshwari pratista) sudah menginjak umur 20tahun, maka sepenuhnya kepemilikan Perusahaan akan kembali kepada ahli waris (Jovanka maheshwari pratista).

* 70% Dari keuntungan perusahaan akan tetap menjadi hak ahli waris(Jovanka maheshwari pratista) dan 30% akan menjadi hak pihak ke tiga (Alex abiputra).

* Ahli waris(Jovanka maheshwari pratista)akan menjadi tanggung jawab pihak ke tiga (Alex abiputra).

* Jika terjadi sesuatu hal yang tidak di inginkan kepada ahli waris(Jovanka maheshwari pratista)maka yang bertanggung jawab adalah pihak ke tiga(Alex abiputra).

* Kekayaan Pratista akan langsung di alihkan kepada ahli waris(Jovanka maheshwari pratista), namun sebelum ahli waris(Jovanka maheshwari pratista)genap berumur 20tahun kekayaan pratista akan di wakilkan kepada pihak Pengacara.

" Apa-apaan ini, kenapa aku yang harus bertanggung jawab mengurus anak itu kalo hartanya di wakilkan padamu, kalo seperti itu kenapa tidak kau saja yang mengurusnya." Kata Alex yang tidak terima dengan isi dari wasiat itu.

" Karna anda adalah Paman Nona Jovanka,

jika anda tidak mau menandatangani surat ini, maka anda tidak akan mendapatkan apa apa, dan anda akan di keluarkan dari perusahaan.

Jadi tolong kerjasamanya, silahkan Tuan tandatangani." Kata Zen tegas, sambil memberiksn bolpen pada Alex.

Alex segera menandatangi dokumen tersebut, walaupun ia tidak menyetujui isi dari wasiat tersebut.

" Untuk pendidikan Nona Jovanka, saya sendiri yang akan mengurusnya, sesuai amanat almarhum Tuan Rainan." Kata Zen.

Tiba-tiba Jovanka datang berlari menghampiri Zen, Zen langsung bangkit dari duduknya, lalu berjongkok dan merentangkan kedua tangannya.

" Paman Zeeenn,, " Teriak Jovanka.

Jovanka berlari dan memeluk Zen.

" Halo Nona Cantik. " Kata Zen sambil mentoel ujung hidung kecil Jovanka.

" Paman sedang apa disini? "

" Paman kesini untuk menjemput Nona, kia akan mengantarkan orang tua Nona ke peristirahatan terakhir." Kata Zen menatap sedih wajah mungil itu.

" Tuan, saya memohon ijin membawa Nona sebentar." Kata Zen, Alex hanya mengangguk.

" Mari Nona, ikut Paman zen." Zen menuntun tangan Jovanka dan pergi dari rumah Alex

Setelah mereka berdua berada di dalam mobil, Zen segera melajukan kendaraannya ke rumah sakit untuk mengurus pemakaman Rainan dan Alisa.

Setelah sampai di rumah sakit, Zen langsung meminta pihak rumah sakit menyiapkan Ambulance untuk membawa jenazah Alisa dan Rainan ke lokasi pemakaman, sedangkan jenazah yang lain sudah di pulangkan ke keluarga masing masing, semua keluarga korban sudah di berikan uang santunan. Rumah serta jaminan pendidikan dari pihak Pratista.

Gelang

Zen melajukan kendaraannya mengikuti Ambulance menuju ke pemakaman.

Setelah sampai di pemakaman, Zen segera membantu Jovanka turun dari mobil dan menuntunnya ke tempat dimana Alisa dan Rainan akan di makamkan, disana sudah tampak Alex dan Auria.

" Paman, kenapa kita kesini? " Tanya Jovanka sambil menengadahkan wajahnya menatap Zen, Zen menghentikan langkahnya, dan berjongkok sehingga posisi Zen lebih rendah darinya.

" Nona, kita kesini untuk mengantarkan Orang tua Nona ke tempat peristirahatan terakhirnya, mereka tidak selamat dalam kebakaran itu, mereka sudah meninggal dunia, kini Nyonya Alisa dan Tuan Rainan sudah berada di surga, tempat Orang-orang baik seperti Tuan dan Nyonya. " Kata Zen lirih.

Air mata pun membasahi pipi mungil gadis itu, sekarang ia mengerti, yang di maksud Alex pergi adalah pergi untuk selama- lamanya dan tak akan pernah kembali. Sekarang ia sendiri, tidak ada lagi Momy dan Dady.

" Paman, kenapa Momy dan Dady jahat padaku,, huhuhu.. mereka meninggalkanku sendiri,, hik hik hik,, " Kata Jovanka dengan terisak.

" Tuan dan Nyonya tidak jahat Nona, mereka sayang sama Nona, dan sekarang mereka pasti bersedih karna Nona bersedih, Nona harus bahagia biar mereka bahagia." Kata Zen tersenyum.

" Benarkah Paman? " Tanya Jovanka sambil memiringkan kepalanya.

" Iya. " Zen mengangguk.

" Baiklah kalo begitu aku tidak akan menangis lagi." Kata Jovanka mengusap air matanya dan tersenyum tipis.

Ritual pemakaman berjalan dengan baik, Alex membawa Jovanka pulang bersamanya, sedangkan Zen kembali ke Apartemennya.

"""""""''''""''""'

5 hari kemuadian zen mendapat telpon dari kantor polisi memberitahukan tentang hasil penyelidikan.

" Halo ! "

" Halo Tuan, kami sudah mendapat bukti baru, kebakaran itu memang di sengaja. " Kata orang di balik telpon.

" Apa?"

" Tapi kami belum mengetahui Orang di balik kebakaran itu."

" Untuk masalah itu, biar aku sendiri yang menyelidikinya, terimakasih atas kerjasamanya."

" Sama-sama tuan, ini sudah kewajiban kami."

" Kalo begitu, saya tutup telponnya."

Percakapan pun selesai.

Zen langsung menyalahkan laptotnya dan menyambungkan dengan ponsel miliknya, untuk mengecek cctv di rumah Alisa dan Rainan sebelum kebakaran. Zen terus mengamati layar laptopnya, dan betapa terkejutnya zen saat melihat seseorang dengan sengaja membocorkan gas dan mengunci Alisa dan Rainan di ruang kerja, tapi Zen tidak dapat melihat jelas wajah orang itu, karna memakai topi, tapi orang itu memakai gelang unik, yang bisa di jadikan petunjuk.

Tiba-tiba Zen berfikir sejenak. Apakah nyawa Jovanka dalam bahaya? Zen segera meraih ponselnya menghubungi orang orang Rainan untuk selaku mengawasi Jovanka.

Zen memerintahkan salah satu orang suruhannya untuk menyamar menjadi pelayan di rumah Alex, untuk mengawasi Jovanka selama berada di dalam rumah Alex.

Sebelumnya Zen sudah bicara dengan Alex dia akan mengirimkan pelayan untuk mengurus keperluan Jovanka, supaya Alex tidak curiga, walaupun Zen belum mengetahui otak dari kebakaran itu, tapi dia harus tetap waspada terhadap orang-orang di sekeliling Jovanka.

""""""""""""""""""""""""""""""""""""

2 Bulan berlalu setelah kejadian naas itu, Jovanka tetap melakukan rutinitasnya, yaitu pergi ke sekolah, tapi Alex melarangnya untuk bermain bersama teman-temannya, sehingga temannya menjauhi Jovanka. Setiap hari jovanka di kurung di kamarnya, sepulang sekolah, Jovanka harus belajar dan belajar, tidak ada bermain, walaupun Alex mempunyai anak yang seumuran Jovanka, tapi Alex tidak memperbolehkan putrinya itu untuk berteman dengan Jovanka, bahkan putrinya sendiri pun sangat membenci Jovanka.

Seringkali Jovanka menangis di kamarnya, Jovanka tidak mendapatkan kasih sayang di rumah Alex, semua orang membencinya, dia hidup dalam kesendirian, Kinara (Orang suruhan Zen yang menyamar menjadi pelayan) tidak bisa melakukan apa-apa, karena Alex sudah menugaskan semua pelayan hanya bertugas sebagai pelayan, jika ada yang melanggar batasan, maka akan di pecat tanpa terkecuali, ya,,selama tidak ada kekerasan fisik, kinara akan diam dan hanya melaporkan kepada Zen.

3 bulan berlalu tapi Zen belum menemukan Orang dengan gelang tersebut. Sampai tiba -tiba Zen mendapatkan telpon dari Kinara tentang perlakuan Alex terhadap Jovanka.

Tanpa pikir panjang, Zen langsung pergi ke rumah Alex dan melihat keadaan Jovanka,

30menit perjalanan dari Aparteman nya ke rumah Alex, kini ia sudah sampai di rumah Alex, ia segera keluar dari mobilnya, dengan langkah tegas Zen mendekati pintu rumah Alex.

tok tok tok,,

Mendengar ketukan pintu, pelayan langsung membukakannya, pelayan itu tak lain adalah Kinara, Kinara memberi isyarat dengan menggerakan matanya untuk meminta Zen masuk, Zen pun segera masuk dan mendudukan tubuhnya di sofa di ruang tamu rumah Alex.

" Tunggu sebentar, saya akan memanggilkan Nyonya Auria." Kata Kinara.

" Iya,," Zen menganggukan kepalanya.

Tidak lama Auria datang menghampiri Zen dan duduk agak jauh dari Zen.

" Ada perlu apa kau kemari tuan Zen?" Tanya Auria sinis.

" Saya hanya ingin mengunjungi Nona Jovanka Nyonya." Kata Zen.

Auria hanya tersenyum sinis.

" Memangnya kau tidak ada pekerjaan, sampai kau membuang waktumu untuk mengunjungi anak malas itu. " Kata Auria ketus.

" Saya tidak pernah membuang waktu saya Nyonya, dan ini adalah bagian dari pekerjaan saya." Kata Zen santai sambil menyeruput kopi hitamnya yang telah di sajikan oleh pelayan Alex, Auria memutarkan bola matanya dan menghela nafas kasar, tanda ia muak dengan yang di katakan Zen.

" Nyonya Auria, apakah saya bisa bertemu dengan Nona Jovanka? " Tanya Zen.

" Mau apa kau menemuinya?" Auria balik bertanya.

" Saya hanya ingin melihat keadaannya saja !" Jawab Zen.

" Kau tenang saja, dia baik-baik saja, seharian anak itu di dalam kamar, makanan di bawakan oleh pelayan, disini dia sudah seperti seorang tuan putri yang selalu di layani !" Kata Auria dengan wajah yang terlihat kesal.

" Benarkah Nyonya?" Tanya Zen penuh selidik.

" Kau tidak percaya padaku? " Tanya Auria, sedikit meninggikkan suaranya.

" Bukan seperti itu Nyonya, saya kan hanya bertanya, atau jangan-jangan kau..! " Zen tidak meneruskan ucapannya, ia sengaja ingin memancing Auria.

Auria langsung bangkit dari duduknya.

" Apa maksudmu hah ? kau menuduhku berbohong?" Tanya Auria yang mulai emosi.

" Saya tidak menuduh saya hanya menduga Nyonya." Jawab Zen santai.

" Lalu apa bedanya? Pergilah temui anak itu, aku muak berdebat denganmu, membuang-buang waktu saja !" Kata Auria, lalu pergi meninggalkan Zen.

" Hem..mudah sekali memancing kebohongannya." Gumam Zen sambil mengangkat salah satu sudut bibirnya.

Ketika Auria sudah tidak ada, Kinara menghampiri Zen, Clay hendak keluar dan melewati tempat dimana Zen dan Kinara berada, mata Zen melirik Clay, dan pandangannya tertuju pada pergelangan tangan Clay, dimana terdapat gelang yang sama seperti yang di pakai oleh orang yang menyebabkan meninggalnya Alisa dan Rainan.

Zen segera mengecek ponselnya dan melihat Screenshot gambar gelang orang yang di lihatnya di cctv, dan ternyata itu adalah gelang yang sama, Zen menatap Kinara, dan Kinara memahami arti tatapan Zen, bahwa ada sesuatu yang serius.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!