NovelToon NovelToon

Pineapple Hero

Kehidupan yang suram

“Itu dia!” Teriak salah seorang anak kecil yang menunjuk seorang gadis yang kumuh yang sedang memungut sampah disebuah lapangan bola pada desa tersebut. Anak itu bersama dengan teman-temannya yang berjumlah lima orang anak. Rata-rata umur dari sekumpulan anak itu 8-10 tahun.

“Jangan mendekatinya!” Anak yang lain mencegah temannya yang berlari ke arah gadis kumuh itu. ”dia adalah Ogika, gadis pembawa sial! Jauhi dia!” Tambah anak yang lain yang menyadari bahwa gadis kumuh yang mereka lihat adalah gadis yang bernama Ogika.

“Anak sial… anak sial… anak sial!!!” Silih berganti sekumpulan anak-anak itu meneriaki gadis kumuh tersebut. Bahkan mereka bergantian melempari gadis itu dengan rumput, daun, ranting pohon dan bebatuan.

“Hikss…” Ogika hanya bisa menangis tanpa melakukan perlawanan. Padahal jika ia ingin melawan gampang saja, karena ia lebih tua dan berbadan lebih besar dibandingkan anak-anak itu.

“Atannn… ayo pulang nak.” Seorang ibu meneriaki anaknya dari dikejauhan. Melihat matahari yang separuh terbenam, ibu yang bernama Lilis itu mencari anaknya kesana kemari hingga akhirnya ia menemukan Atan pada lapangan bola tersebut.

“Atan, ibumu memanggilmu.” Baju kaos yang dipakai Atan ditarik oleh Andum temannya. “Sungguh?” Atan berbalik melihat Andum, Andum mengangguk. “Itu ibumu.” Tunjuk Andum kepada Lilis di ujung lapangan bola kaki itu.

“Teman-teman sudah waktunya kita pulang!” Atan mengayunkan tangannya seraya berkata kemari, ayo kita pulang. Anak-anak itu mengikuti perkataan temannya. Mereka berlari bersama-sama keluar dari lapangan bola kaki itu.

Sebelum meninggalkan lapangan bola kaki itu Atan masih saja sempat menjulurkan lidahnya untuk mengejek Ogika. Mata Ogika menatap tajam kepada anak lelaki yang mengejeknya itu. Tatapannya sungguh tajam, tetapi tatapan Ogika bukanlah tatapan kebencian, tatapan dari Ogika adalah tatapan untuk mengingat dan mengabadikan pelecehan yang telah diperbuat oleh anak lelaki itu.

Beberapa menit kemudian hari telah gelap. Di tengah rindangnya rerumputan yang bernama rumput gajah tersebut Ogika bersembunyi dan kelaparan.

Plak\~

Ogika memukul kaki dan tangannya yang dipenuhi dengan nyamuk yang sedang asyik menyantap darah segar dari gadis tersebut. Cuaca di malam itu pun terasa dingin. Ogika berbaring memandangi rembulan yang penuh dengan sinarnya.

Seluruh tubuh Ogika terasa gatal. Bahkan lebih gatal dari gigitan nyamuk yang menghampiri kulitnya. Gadis itu pun berdiri dan beranjak dari tempatnya. Ia berjalan perlahan keluar dari lapangan bola kaki tersebut.

Setelah selama 30 menit berjalan tanpa henti, Ogika melihat sebuah warung bakso. Seketika perutnya berbunyi seraya berkata tolong isi lah aku.

Gadis kumuh itu sudah tidak makan dari kemarin. Dua hari yang lalu ia bisa makan karena menemukan sebuah makanan basi di tempat sampah milik warga sekitar. Karena sangat lapar, makanan basi itu pun terasa bagaikan makanan yang dibuat oleh restauran bintang lima.

Ogika mendekati warung bakso tersebut. Berharap ada seseorang disana yang berbaik hati yang akan memberikannya makan.

“Cuihhhh!” Seorang pria meludah tepat disamping Ogika saat ia mendekatkan diri kepada pria tersebut.

“Heh kau gadis jelek, apa yang kau lakukan disini? Pergi sana!” Usir dari pria yang sedang memakan semangkuk bakso dengan porsi jumbo. Dia makan bersama dengan teman sesama prianya.

“Tuan, bolehkah aku meminta baksomu? Aku sangat lapar.” Dengan wajah yang begitu memelas Ogika meminta belas kasih dari pria tersebut.

Ogika memiliki rambut sebahu yang saling melekat satu sama lain. Rambutnya tak lagi terurai sempurna karena bisa dihitung kapan ia mandi dan memakaikan sampo pada rambutnya itu.

“Sudah ku bilang pergi. Kenapa kau masih disini? Pergi sana!” Bentak pria tersebut sembari mendorong Ogika. Gadis kumuh itu sontak terjatuh di lantai. Seketika ia menangis terseduh.

“Gadis jelek! Kau itu sangat bau! Selera makanku langsung hilang karenamu.” Berang pria tersebut. Kemudian pria itu mengambil mangkuk yang berisi bakso beserta dengan kuahnya yang panas.

Brushhh\~

Bakso-bakso kecil itu menggelinding di atas rambut Ogika. Mi dari bakso tersebut menambah ritme jelek rambutnya serta mi tersebut berdiam pada rambut itu yang menjuntai ke wajahnya. Sedangkan kuah bakso panas itu membasahi kepala, wajah, hingga ke leher Ogika.

“Arghhh… panas-panas!” Teriak Ogika. Ia merintih kesakitan, wajah dan kulit lehernya tampak memerah.

“Hentikan Byron! Kau keterlaluan!” Teman Byron yang bernama Efrik berdiri dan memegang bahu dari Byron. Ia mencoba untuk menyadarkan temannya itu.

“Aku sudah memperingatkannya Efrik, tetapi tetap saja dia tidak mau pergi. Dia itu sangat bau! Ku rasa kau juga menciumnya. Aku melihatmu menutup hidungmu saat ia mendekat.” Sentak Byron kepada Efrik. Temannya itu hanya bisa terdiam karena memang gadis kumuh itu tidak pernah mandi selama satu tahun dan sangat bau.

Ogika masih menangis terseduh. Ia merasa perih pada kulitnya yang memerah.

“Ada apa ini?” Pemilik warung bakso yang melihat kejadian itu akhirnya angkat bicara. Ia mendekati meja tempat Byron makan bersama Efrik. Di dekat meja itu Ogika terduduk menangis melipat lututnya.

“Ya Tuhaaannn… kau benar-benar bau!” Pemilik restauran segera menutup hidungnya. “Kau harus pergi dari sini Nona.” Perintah pemilik warung bakso tersebut.

Tetapi Ogika hanya menangis dan tak bergerak sama sekali. “Ku mohon sayang kau harus pergi. Apa kau mau disiram dengan semangkuk bakso panas lagi?” Pemilik warung itu berbisik ditelinga Ogika dengan menahan nafasnya.

Mendengar perkataan dari pemilik warung tersebut seketika Ogika berdiri, matanya memerah seperti orang yang sedang sakit mata.

Ketiga orang yang berada disampingnya sontak menjauh dan menutup hidung masing-masing. “Pergilah dan jangan kembali lagi.” Seru pemilik warung bakso bersamaan dengan Byron.

Ogika pun pergi meninggalkan warung bakso tersebut. Sedangkan Byron dan Efrik menyudahi makan mereka walaupun mereka baru saja memulainya. Bau dari gadis itu masih menempel di hidung orang-orang yang dekat dengannya.

“Dia sudah pergi tapi baunya masih menempel di warung ini uekkkkk…” tutur salah seorang pelanggan yang lain.

“Hey kalian, cepat tinggalkan warung bakso ini. Gadis kumuh yang barusan kalian lihat itu adalah gadis pembawa sial!” Ujar seorang ibu yang sedang makan bersama dengan anaknya.

“Benarkah?” Seru para pelanggan lain yang makan pada warung bakso itu. “Ayo kita pergi!” Ajak Byron kepada Efrik. Kemudian satu persatu pelanggan dari warung bakso itu pergi meninggalkan tempat itu.

“Tunggu, kalian mau kemana?” Teriak pemilik warung bakso tersebut. Tetapi, semua pelanggan itu tak menghiraukan teriakan pemilik warung bakso tersebut. Mereka semua pergi meninggalkan tempat itu.

“Hey kalian semuaaa! Sebelum pergi dari sini bayar duluuuu…!” Pemilik warung bakso berteriak histeris penuh dengan kekesalan. Namun tetap saja para pelanggan itu tak memperdulikan suaranya.

“Gadis jelek! Kau sungguh pembawa sial! Gadis jelek sialan!” Umpat pemilik warung bakso dengan jengkelnya.

Sang pemilik warung bakso mengambil seember air dan seember sabun yang telah dicampur dalam ember tersebut. Dengan membawanya masing-masing di tangan kanan dan kiri, ia menuju ke lantai tempat Ogika jatuh.

Pemilik warung bakso itu menyirami bekas duduk dan tumpahan bakso yang mengenai Ogika dengan ember yang berisi sabun terlebih dahulu. Pemilik itu enggan menyentuh lantai itu dengan kaki dan tangannya karena takut terkena efek sial dari gadis tersebut. Kemudian ia membilasnya dengan ember yang berisi air biasa. Ia menumpahkannya saja air itu hingga hampir sebagian dari lantai tersebut basah.

Ogika terus berjalan tanpa arah. Saat ia merasa kelelahan ia akan berhenti dan duduk disembarang tempat. Bisa dipinggir jalan, ditengah kebun, dipinggir sungai atau dipinggir jembatan. Yang pasti dia takut untuk mendekat ke pemukiman warga karena dia akan diusir dengan perlakuan yang kasar. Seperti yang terjadi pada warung bakso itu.

Nafas dan tenaga Ogika melemah. Ia menghentikan langkahnya di sebuah kebun nanas milik warga setempat. Ia duduk bersembunyi dibalik kebun nanas tersebut. Ia tak peduli lagi kulitnya ditusuk-tusuk oleh duri yang ada pada daun dari kebun nanas itu.

Ogika menangis tanpa air mata. Suaranya meraung-raung kesakitan namun air matanya tak lagi keluar, mungkin saja air mata miliknya telah habis karena selalu saja menangis.

Karena perut yang sangat kelaparan, Ogika mengambil satu persatu mi yang ada dikepalanya itu dan memakannya. Mi yang sudah kotor akibat terkena yang rambutnya yang kotor itu terasa lumayan enak karena kondisi perutnya yang sangat lapar.

Setelah semua mi itu telah dimakan oleh Ogika, akhirnya Ogika merebahkan badannya di kebun nanas itu.

“Aga mufegau iyakketu?”

Tiba-tiba Ogika mendengar suara aneh. Lekas ia memperhatikan ke sekitarnya. Tidak ada siapapun di dekatnya ataupun tidak ada siapapun disekitar kebun nanas itu.

Bunuh diri

Keesokan harinya, Ogika terbangun dari tidurnya. Panasnya sinar matahari terik yang menyinari hamparan luas kebun nanas tersebut membuat kulit kotor Ogika sedikit terbakar. Dengan sampah kering dan dedaunan kering yang menempel pada setiap kulitnya membuat sinar matahari itu sangat mudah untuk membuatnya terbakar.

“ssshhh..” Ogika mengusap kasar kulitnya yang terbakar. “ahhh…” Ogika menghela nafas panjangnya. Ia bersyukur kulitnya tidak terbakar, hanya sampah dedaunan kering yang menempel pada kulit tangannya itu yang terlihat gosong.

Gadis kumuh nan jelek itu berdiri. Dia baru saja menyadari bahwa tengah berada di tengah-tengah hamparan kebun nanas yang begitu luas. Melihat hamparan kebun nanas yang beratus hektar itu membuat Ogika seakan berada di tengah laut, yah lautan kebun nanas.

“ternyata aku tertidur di sini semalam.” gumam dari gadis kumuh tersebut.

Korokoro\~

Bunyi lapar dari perutnya memberikan aba-aba lagi agar segera di isi. “di mana lagi aku bisa mengisi perut yang lapar ini.” Ogika terduduk dan memeluk lututnya. Wajah dari gadis kumuh itu tampak murung dan penuh kesengsaraan.

“oh ya, suara itu, seingatku semalam aku mendengar suara seseorang.” Sontak Ogika berdiri dan melihat ke sekelilingnya, ia mencari sosok manusia yang berbicara kepadanya semalam walaupun dirinya sendiri tidak memahami bahasa yang digunakan oleh orang tersebut.

Setelah melihat dan menyadari lagi bahwa tidak ada siapapun di sana selain dirinya, Ogika pun kembali terduduk dan memeluk lututnya. Kali ini wajahnya terlihat jengkel dengan bibir yang mengerucut.

Untuk beberapa saat, Ogika terdiam dan termenung. Tetapi perutnya yang keroncongan tak dapat ia abaikan hingga akhirnya ia memutuskan untuk mencari makanan yang bisa di makan. Di tempat itu, di kebun nanas itu, Ogika bukan tidak menemukan buah nanas masak yang terlihat sangat manis dan menggiurkan. Walaupun Ogika anak yang terlahir tanpa kedua orang tua, ia cukup jujur dalam setiap langkahnya.

Ogika tidak akan pernah mencuri barang atau memakan sesuatu jika makanan itu milik orang lain. Kecuali, jika memang barang atau makanan yang ia temukan memang sudah dibuang oleh pemiliknya yang artinya barang atau makanan itu telah bebas dan bisa ia ambil.

Melihat buah nanas segar yang berwarna kuning tentu semakin membuat perutnya meronta-ronta serta mulutnya yang mengeluarkan air liur karena mengences. Tetapi tetap saja Ogika tidak akan pernah memakan buah nanas itu tanpa persetujuan atau pemberian dari pemiliknya.

Ogika berjalan meninggalkan hamparan kebun nanas itu. Karena terlalu luas, ia cukup terengah-engah dan kepanasan untuk bisa keluar dari kebun nanas tersebut. Sesampainya di pinggir jalan, Ogika menghampiri seorang pria paruh baya yang sedang berdiri di samping motornya dengan memegang ponsel di tangannya.

“permisi pak, bolehkan saya meminta uang bapak. Berapapun pemberian bapak akan saya terima.” Ogika menadahkan tangannya kepada pria itu. “ishhh bau sekali gadis ini, sudah bau jelek lagi.” gumam pria paruh baya itu.

Jika saja pria paruh baya itu orang yang jahat yang dipenuhi dengan nafsu, maka bisa jadi Ogika bisa menjadi korban pelampiasannya. Namun, siapa yang akan mau dan tahan dengan gadis jelek dan bau itu. Terlebih lagi, dirinya dikenal dengan nama gadis kumuh pembawa sial.

Dari semua predikat jelek yang melekat padanya, ternyata tanpa ia sadari, Ogika mendapatkan satu keuntungan yaitu kesuciannya tetap terjaga. Gadis mana yang bisa selamat melanglang buana sendirian pagi dan malam tanpa disentuh orang jahat. Orang gila saja masih ada yang tega untuk menghamilinya. Tetapi tidak dengan Ogika, karena siapapun itu, mereka akan takut mendekatinya karena dirinya terkenal dengan gadis yang dapat memberikan kesialan bagi siapapun yang mendekatinya.

Pria paruh baya itu, menutup hidungnya karena bau yang menyengat yang menghampiri kedua lobang hidungnya. Ia mengambil dua uang logam senilai lima ratus rupiah dan melemparkannya ke jalan raya itu.

“itu untukmu, cepat ambil!” kata pria paruh baya tersebut. Kemudian pria itu dengan cepat menghidupkan mesin motornya dan langsung pergi meninggalkan Ogika dengan kecepatan penuh.

“gila! Bau sekali gembel itu.” umpat pria itu sesaat setelah pergi meninggalkan Ogika. Gadis kumuh itu memungut koin itu satu persatu. Koin itu harus ia ambil dengan bersusah payah karena satu dari koin itu menggelinding jatuh ke dalam got.

Brukk\~

Seseorang telah menabrak Ogika saat ia menungging untuk menggapai koin yang jatuh pada got yang berada dipinggir jalan tersebut.

“Arghhh…” teriak Ogika dan orang yang menabraknya itu bersamaan. Orang yang menabraknya itu masih sangat muda. Dengan seragam putih abu-abu yang ia kenakan, remaja laki-laki itu langsung mendekati Ogika untuk memarahinya.

“hey gadis bodoh, apa yang kau lakukan dipinggir jalan ini. Pergi sana! Disini bukan tempatmu.” Remaja itu menendang Ogika sekuat tenaga berkali-kali untuk melampiaskan kemarahannya.

“Arghhh…” Ogika hanya bisa menangis sambil meraung-raung. “sial! Ternyata dia Ogika.” Setelah menyadari bahwa gadis kumuh yang ia tabrak itu adalah Ogika, lekas remaja itu berlari terpontang panting ketakutan. Remaja itu takut karena tak mau mendapatkan kesialan setelah sepatunya menyentuh tubuh Ogika.

Sangking takutnya terkena efek sial dari Ogika, remaja itu bahkan membuang sepatunya meninggalkan motornya yang tergeletak begitu saja dipinggir jalan.

Sambil menangis Ogika berdiri, ia meninggalkan tempat itu dengan uang logam senilai lima ratus rupiah.

“di mana aku bisa makan dengan uang yang nilainya sekecil ini?” Ogika mengusap air mata yang membasahi pipinya dan mencoba untuk mencari makan demi kelangsungan hidupnya. Karena jika tidak, gadis kumuh itu bisa mati kelaparan.

Ogika terus berjalan menyusuri jalan raya itu. Sesekali ia mendapatkan semburan air ludah oleh warga yang melewatinya. Karena terbiasa, Ogika pun tak menghiraukannya, dibenaknya hanya ada kata makanan hingga dia hanya bisa focus untuk mencari sesuap nasi demi kelangsungan hidupnya.

“ahhh…” Ogika menarik nafas perlahan dan mengeluarkannya dengan lemah. Ia telah berjalan selama dua jam tanpa berisitirahat. Ia menemukan sebuah jembatan yang dialiri oleh sungai desa tersebut. Gadis kumuh itu berhenti untuk istirahat dan duduk memandangi aliran sungai yang tampak sangat tenang itu.

“andai aku bisa terlahir kembali ke dunia ini, maka aku akan memilih untuk tidak terlahir kembali.” Ucap Ogika kepada dirinya sendiri. Ia mencoba turun ke sungai tersebut dan mengambil air di telapak tangannya. Gadis kumuh itu meminum air sungai yang keruh itu dan setelah merasa puas minum ia membasuh kedua lututnya yang luka akibat tertabrak oleh remaja laki-laki tadi.

“eshhh…” rintihnya saat merasakan lututnya yang sakit. Kemudian Ogika melanjutkan perjalanannya untuk mencari makanan.

Matahari telah terbenam sempurna. Uang logam yang bernilai lima ratus rupiah tersebut masih berada ditangannya. Selama seharian berjalan ke sana ke mari tidak ada satupun dari warga yang mau memberinya makan apalagi menolongnya.

Ogika kembali ke hamparan kebun nanas nan luas itu. baginya, di sana lah ia dapat tertidur tanpa ada yang melihatnya. Karena jika ada satu saja warga yang melihatnya tentu ia akan di usir dengan cercaan dan hinaan yang sangat menyakiti perasaan Ogika. Belum lagi jika ada yang sampai tega memukul atau meludahinya. Sungguh hidupnya tak pernah merasakan kesenangan apalagi kebahagiaan.

Ogika terbaring di antara jalan yang sering dilewati para petani untuk mengurusi kebunnya. Lebar dari jalan itu hanya sesiku, karena memang itu bukanlah jalan, melainkan jarak antara baris pohon nanas dengan baris pohon nanas berikutnya.

Badannya sungguh terasa lemas tak berdaya, bahkan nafasnya mulai berhenti sesekali, ia hampir mati kelaparan. Ketika terbaring dan melebarkan tangan kanannya, ia mendapati sebuah sensasi dingin pada kulit tangannya. Gegas Ogika terbangun duduk dan mencari barang yang menyentuh kulitnya itu.

“baiklah.” Kata Ogika yang berkata kepada dirinya sendiri. Ia menemukan sebuah parang yang mengkilap ketika terkena sinar rembulan. Parang itu terlihat sangat tajam karena parang itu adalah alat dari pemilik kebun untuk melakukan aktifitas pertaniannya.

Ogika meletakkan parang itu tepat di lehernya. Ia berencana untuk memotong lehernya sendiri. “begini lebih baik, tidak ada gunanya aku hidup di dunia ini.” Ogika mulai menggores lehernya sampai berdarah dan meneteskan air mata.

Nanas ajaib

“aga mufegau iyakettu eh anakdara?”

Kembali Ogika mendengarkan suara aneh. “hey siapa kau? Jangan bersembunyi. Jika berani menggangguku, akan ku bunuh kau.” Ancam Ogika sambil menjulurkan parang itu ke depan, ke samping dan ke belakang. Namun, tidak ada siapapun di sana. Tetapi, Ogika tetap saja merasa waspada karena jelas ia mendengarkan suara seorang laki-laki.

“fallennekmui jolok bangkungmu anakdara.”

Lagi, Ogika mendengarkan suara seorang laki-laki yang wujudnya tak tampak sama sekali. Seketika bulu kuduknya berdiri kompak dari ujung kaki hingga ujung rambut. Ogika membelalakkan matanya berharap dia bertemu dengan seseorang karena jika tidak maka ia memastikan bahwa telah diganggu oleh hantu berjenis kelamin laki-laki.

Huss\~

Sontak Ogika menarik kakinya saat merasakan sentuhan geli yang aneh. Matanya langsung melihat ke bawah. “ya Tuhannnn….” Ogika terperanjat lompat ke belakang menjauhi sebuah benda kecil yang bersinar di depannya.

“tasselengkoga anakdara?”

Benda itu kembali berbicara dan Ogika tidak memahami sama sekali apa yang ia katakan. “siapa kau? Benda apa kau ini?” dengan kaki dan tangan yang bergemetar, Ogika memberanikan diri untuk berbicara dengannya.

“tenniaka benda sayang, iyakna yaseng datunna fadrengnge.”

Lagi-lagi benda itu berbicara dengan bahasa yang aneh. Ogika mendekati benda itu melihat lebih dekat dan memeriksanya. “ternyata kau hanya sebuah boneka nanas.” Gumamnya. Ia menangkap benda yang mengeluarkan sinar kekuningan itu dan membolak balikkannya.

“melasa ulukku anakdara, aga sih mugokengka?”

Benda bersinar itu berbicara lagi. “di mana batre boneka ini, kenapa ia terus menyala.” Gumam Ogika.

“awwe muasengka falek rafang-rafang. Anakdara iyye seddiwe tongeng.”

Ting\~

Tiba-tiba boneka nanas itu mengeluarkan kaki dan tangannya. Lalu ia menyentuh kening milik Ogika. “apa yang kau lakukan?” Ogika terkejut saat merasakan sebuah sentuhan kepada keningnya.

“mufahangniga aga ufau?”

(apa kau sudah mengerti dengan bahasaku.)

“appaaa?” mata Ogika membulat sempurna. “jadi kau bisa berbicara bahasa Indonesia? Lalu mengapa kau terus berbicara aneh sejak tadi.” Ogika menghela nafas kasarnya.

“dessawissengi makbicara melajuwe anakdara, ikomi uwereng paddissengeng iyakki bahasaku anakdara.”

(aku tidak bisa berbicara bahasa Indonesia hey anak gadis, kau lah yang ku berikan ilmu translate dari bahasaku hey anak gadis.)

Ogika menggeleng-gelengkan kepalanya berkali-kali, bahkan ia memejamkan mata dan membukanya pula berkali-kali. “apa aku sedang bermimpi?” Ogika berbicara sendiri.

“dessa mu katulu-tulu anakdara.”

(kau sedang tidak bermimpi hey anak gadis.)

“ahhh kau benar.” Ogika pun mengiyakan suara dari boneka nanas itu. “hey boneka nanas, siapa penciptamu kenapa kau sangat pandai. Apa yang menciptakan kau orang Jepang? Orang Amerika? Atau orang Korea Selatan?” Ogika mulai menelaah.

Walaupun gadis kumuh itu tidak pernah bersekolah setidaknya dia selalu hadir di setiap pertemuan belajar di sekolah. Hanya saja ia hanya memperhatikan guru dibalik semak-semak dan diluar ruang kelas tanpa sepengetahuan siapapun.

“awwe dedeh! Furano ufadang, tenniaka rafang-rafang tau. Iyak iyaseng Pineapple Hero.”

(ya ampun! Kan sudah ku bilang, aku bukanlah sebuah boneka. Aku lah yang bernama Pineapple Hero.)

“benarkah?” kini mata Ogika berbinar tak percaya. Ternyata boneka yang ia kira memiliki batre adalah sebuah nanas ajaib yang bisa berbicara.

“kemana temanmu yang lain? apa semua nanas sama sepertimu? Apa mereka semua bisa berbicara sama sepertimu?” Ogika sangat antusias memberikan rentetan pertanyaan itu.

“dee… iyakmi bawang macca mabbicara. Iyakna yaseng datunna fandrengnge.”

(tidak… cuma aku yang pandai berbicara. Aku lah yang bernama raja nanas.)

“oh ternyata seperti itu, salam kenal! Namaku adalah Ogika. Aku seorang gadis kumuh yang tidak memiliki ayah dan ibu. Aku juga gadis pembawa sial, jadi berhati-hatilah denganku.” Ogika menjulurkan tangannya.

Pineapple Hero menjabat tangan Ogika dengan tangan mungilnya. Ogika tersenyum lebar dengan semua gigi yang menghitam yang tak pernah ia gosok. Bagaimana bisa menggosok gigi dan membeli pasta gigi jika perutnya saja sangat sulit untuk ia isi.

“uwisseng mua anakdara.”

(aku sudah tahu hey anak gadis.)

“baiklah.” Ogika merebahkan tubuhnya sembari memandangi langit gelap bertemankan rembulan dan para bintang. Ogika kembali melebarkan kedua sudut bibirnya. Untuk pertama kali dalam hidupnya ia memiliki teman sungguhan. Yah, walaupun temannya itu adalah nanas ajaib yang bisa berbicara. Setidaknya dia mempunyai teman berbicara.

“yes-yes-yes” seketika Ogika berdiri dan melompat-lompat. Ia sedang kegirangan tiada tara. Ia bahkan terlihat berjoget-joget tanpa gerakan yang jelas.

Pineapple Hero yang melihat tingkah dari Ogika hanya bisa tersenyum heran sekaligus senang. Karena pada akhirnya dia mempunyai kemiripan yang sama dengan Ogika yaitu memiliki seorang teman.

“selain berbicara, apa lagi yang kau bisa?” Ogika terbaring pada tanah gambut itu ditemani teman barunya.

“aga muellau, uwerengko anakdara.”

(apa yang kau pinta akan aku berikan hey anak gadis.)

“sungguh?” Ogika semakin kegirangan. “tetapi kenapa kau masih saja memanggilku dengan panggilan hey anak gadis. Aku punya nama sendiri.” Ogika mengerucutkan bibirnya.

“Iyana falek, Ogika.”

(baiklah kalau begitu, Ogika.)

“nah gitu donggg…” Ogika tersenyum manis. “boleh aku meminta kamar tidur bernuansa barbie? Kau tahu aku tidak pernah tidur di kasur yang empuk.” Wajah Ogika berubah murung.

“Iyana Iyana.”

(baiklah, baiklah.)

“terima kasih.” Ogika sontak memeluk nanas ajaib itu.

Matahari telah naik sempurna. Ogika membuka kedua matanya. Gadis kumuh itu dikejutkan dengan sebuah pemandangan kamar seorang gadis dengan nuansa barbie. “apa? Apakah ini sebuah mimpi lagi?” gumamnya.

Tiba-tiba Pineapple Hero muncul di depannya.

“hay..” sapa dari Pineapple Hero.

“hey juga…” sahut Kirana. “kurasa aku tidak bermimpi, karena aku bertemu denganmu lagi.” Ogika mengambil nanas ajaib itu dan memangkunya. Ogika tersenyum gembira melihat kamar tidurnya yang di dominasi dengan sentuhan warna merah muda. Kamar itu terlihat sempurna dengan furniture kamar set berwarna merah muda pula.

“hey raja nanas, apa kau yang melakukan semua ini?” tanya Ogika. Siapa lagi kalau bukan nanas ajaib yang bisa berbicara tersebut.

“iyak memeng Ogika.”

(iya memang aku yang melakukannya Ogika.)

“terima kasih.” Ogika memeluk nanas ajaib itu sambil tersenyum gemas.

“awwe sudani, mafeddika mutaro.”

(aduh sudahlah, aku sakit karena pelukanmu itu.)

“baiklah.” Ogika meletakkan lagi nanas ajaib itu. “apalagi kejutanmu untukku?” Ogika mencubit pipi nanas ajaib itu.

“iyemi bawang, iyetomi muellau.)

(hanya ini, hanya ini lah yang kau pinta.)

“benar juga. Ku rasa ini memang sudah cukup.” Ogika berdiri di atas kasur, ia sedang melompat kegirangan.

“yeay! Akhirnya aku punya kamarrr…” teriak Ogika sekuat mungkin. Ia terus melompat-lompat pada kasur tersebut. Nanas ajaib itu ikut memantul di udara berganti-gantian mendarat bersama Ogika.

“awwe dedeh, mafeddi ulukku mutaro.”

(ya ampun, kepalaku sakit kau buat.)

Nanas ajaib itu melompat keluar dari kasur tersebut. Lalu ia jalan sempoyongan karena merasa pusing. Ia sempat terjatuh lalu berdiri lagi untuk berjalan mencari kursi kecil yang tak lupa ia ciptakan untuk dirinya sendiri.

“hey Pineapple Hero, apa aku boleh meminta sebuah makanan lezat?” Ogika berhenti melompat dan menghampiri nanas ajaib itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!