catatan penulis :
Sudahi membacamu kawan.
-----
“Pagi bu!” seru anak satu kelas kepada gurunya.
“pagi” jawab Bu Welda “Hari ini kelas kita kedatangan murid baru, silahkan masuk” ucap Bu Welda mempersilahkan seseorang di luar untuk memasuki kelas.
Janis melangkahkan kakinya masuk kedalam kelas dia berdiri di depan teman-temannya “Kenalin nama gue Janis Fernando, asal sekolah gue lebih milih no comment alasan pindah sekolah karna gue gak betah di sekolah gue yang lama, ada pertanyaan?”
Semuanya hanya diam
“baiklah ku anggap tidak ada” lanjut Janis.
“Janis kamu duduk di samping~”
“Luisa pramedita bu, boleh ya” sahut Janis.
Bu Welda mengangguk “Luisa sekarang Janis duduk di samping kamu ya” ucap bu welda, Luisa mengangguk “Oke anak-anak sekarang buka halaman 25 dan perhatikan contoh soal di sana ibu akan menjelaskannya sedikit”
“Jangan sedikit bu yang banyak aja sekalian” seru lelaki yang duduk di barisan paling belakang, teriakannya mampu membuat seisi kelas menoleh ke arahnya.
“Diam kamu dan perhatikan ibu menjelaskan” tegas bu welda.
“Bu kata mama saya kalo belajar jangan setengah-setengah harus di banyakin biar cepat pintar” seru lelaki itu lagi, bu welda mengurut keningnya.
“Justin sekarang kamu~”
“keluar dari kelas sekarang juga” sahut justin “dengan senang hati bu, terima kasih akhirnya gue bebas” imbuhnya. Bu welda menghela nafas sembari mengelengkan kepalanya melihat tingkah justin.
“dia siapa?” Tanya Janis pada luisa..
“Dia justin, anaknya emang gitu gak pernah nurut apa yang di omongin guru bisanya cuman ya kaya yang elo lihat barusan” jawab luisa. Janis mengangguk anggukkan kepalanya tanda dia mengerti.
“Anak-anak kita kembali pada contoh soal sebelumnya”
**
“Lo bolos lagi” Tanya Evan. Justin mematikkan korek menyalakan sebatang benda beracun di bibirnya kemudian menghembuskan asapnya lewat hidung.
“Nggak. Guru gue tadi yang nyuruh keluar jadi gue turutin deh, baik kan guenya” balas justin menghisap kembali benda beracun itu.
Bahu justin sedikit terdorong kedepan saat temannya yang lain datang “Bagi bagi rokoknya bro” seru Dava, tanpa menunggu justin mengijinkan dia sudah mengambil nya langsung di saku seragam lelaki itu.
“lo bolos juga”
“yoi. Gue tadi liat justin lewatin kelas gue jadi gue ijin ke guru mau ke toilet terus bablas ke sini”
“lo udah pastiin gak ada yang ikuti lo ke tempat ini kan awas aja kalo guru BK tau bisa mampus kita” kata Evan sembari mengupas kulit kuaci.
“udah makanan kita sehari hari kali” Dava menoyor kepala Evan.
“Sakit nyet, lo kira pala gue batok kelapa”
“justin lo dari tadi diem aja biasanya paling rame”
“Kelas gue kedatengan murid baru” ucap justin.
“dia cantik gak”
“Cantik, pake banget banget malah kalo kepalanya di kasih wig terus bibirnya di polesin lipstick di tambah seragam celananya diganti jadi rok pasti cantik banget perempuan manapun pasti kalah sama dia” Cerocos justin membuat Evan tertawa tebahak bahak.
Dava memanyunkan bibirnya.
“ngomong dong kalo murid baru itu cowok” kata dia.
“Lo gak nanya” ucap evan dan justin bersamaan, mereka tertawa.
“jadi apa hubungannya elo diem dengan murid baru itu, jangan jangan” Evan membuka mulutnya seakan terkejut dengan kepribadian justin.
Justin menoyor kepala evan “Bocah sableng lo kira gue mengalami gangguan jiwa bisa suka laki-laki sama laki-laki”
Evan mengelus kepalanya “Perasaan kepala gue deh yang dari tadi kena getokan”
“Nasib lo hari ini kurang beruntung Van jadi kena getokan mulu dari tadi”
“mau gue tambahin kali ini rasa cabe rawit campur saus tomat lo mau nyoba nggak” ucap justin sudah menghabiskan satu batang rokok lalu merebut bungkusan kuaci dari tangan evan.
“Ogah. Kalian kira pala gue ini makanan pake di kasih saus segala”
“justin. elo mau kemana?” seru Dava.
“gue mau ke kantor umum kalian mau ikut ntar gue kasih sisanya”
Dengan serempak dava dan evan menjawab
“Kampreet”
**
Bel pulang sekolah sudah berbunyi dua menit yang lalu luisa membereskan bukunya memasukkan kembali ke dalam tas.
“pulang bareng gue yok” seru Janis.
“Gue gak ngerepotin?”
“Ya nggak lah sekalian gue juga pengen ketemu sama kak satria”
Luisa selesai memasukkan bukunya “Kalo gitu ayok deh tapi gratis kan”
“Gak elo nanti bayar gue”
“etdah kalo gitu mending gue naik bus aja deh atau angkot”
“Gue bercanda kok yuk” Janis menarik tangan luisa pelan meninggalkan kelas.
Sampai di depan koridor Luisa menahan tangan Janis “Nis bentar ada buku yang mau gue ambil di perpustakaan elo tunggu bentar di sini ya”
“oke, mau gue temenin”
“gak usah gue cuman bentar doang kok” Luisa langsung berlari kearah perpustakaan dia mencari buku di deretan rak akhirnya dia mendapatkan buku yang dia cari namun tangannya tak mampu menggapai.
Luisa celingukan mencari bantuan dan matanya melihat kursi, dia menarik kursi itu lalu menaikinya untuk dapat menggapai buku yang dia cari dan luisa berhasil tapi sialnya kursi yang dia naiki tadi mungkin sudah tua hingga sebelah kaki kursi tersebut patah.
Perempuan itu kehilangan keseimbangan pada akhirnya dia terjatuh beberapa detik berlalu luisa tidak merasakan sakit pada punggungnya dia mencoba mengintip ternyata seseorang sedang menolongnya.
“Elo tuh berat tau” kata orang itu, luisa buru-buru berdiri.
“e.elo kok bisa”
“Sama-sama” lelaki itu meninggalkan luisa. Luisa terbengong.
“eh?”
******
Vote and Comment
Cerita pertama di akun baru. dari wattpad dan Dreame dengan nama akun yang sama (SILAN)
“assalamu alaikum”
“waalaikum salam” jawab mamanya Janis.
“tante linda apa kabar” luisa mencium punggung tangan linda.
“alhamdulilah baik”
“Janisnya ada tante”
“Dia ada di kamar samperin aja sana” Suruh tante linda karna memang itu kebiasaan luisa dari dulu sejak bersahabat dengan Janis.
Luisa memasuki kamar Janis tanpa mengetuknya terlebih dahulu tepat saat Janis memakai bajunya “Nis gue mau main PS sama lo” seru luisa sembari memilah milah beberapa dvd game milik Janis di kamarnya.
“Lain kali ketuk dulu dong pintunya untung gue udah pake baju”
“Sorry gue udah terbiasa nyelonong gitu dari dulu” sahut luisa tak memperdulikan keberadaan Janis di sana dengan memasukkan dvd game di tempatnya.
“lo kesini naik apa”
“sepeda” sahut luisa cepat sembari memulai permainan yang dia pilih sebelumnya.
“Dari dulu sukanya tinju mulu gak ada yang lain apa”
Luisa melemparkan stick yang satu kearah Janis yang dengan sigap langsung dia tangkap “Gak usah banyak omong noh pilih pahlawan lo yang mana gue tetep seperti biasa ya”
“Sepak bola ya”
“gue gak bisa main itu, ini aja deh lebih gampang”
Janis duduk di samping luisa dan memilih pahlawan yang akan dia mainkan, luisa mengetuk kepala Janis dengan sticknya “gak ada apa yang lebih sexi dari itu”
Janis terkekeh “Iya deh gue ganti”
25 menit kemudian
“Banting tinju yak terus hajar dia”
“tendang smack down aish terus tinju bak bak bak”
“wey lo curang masa gue di apit gitu”
“iyah iyah banting 3.. 2.. 1.. yeaaah gue menang”
Mamanya Janis mengintip dari celah pintu dia tersenyum pasalnya kebiasaan mereka berdua tak berkurang selalu ribut sendiri kalau sedang bermain. Luisa melemparkan sticknya ke depan dengan jengkel.
Menoleh kearah Janis yang sedang menjulurkan lidahnya mengejek, luisa memalingkan wajahnya dengan kedua tangan di lipat di depan dada.
Janis menoel pipi luisa “Ciee yang kalah ngambek ya” katanya.
“ngeselin masa lo gak mau ngalah si sama cewek” luisa memukuli Janis dengan bantal sofa yang sebelumnya dia pegang. Janis tertawa terbahak.
“Ya kali aja gue mau ngalah sama cewek bringas kaya elo”
“Apa lo bilang” luisa tak berhenti terus menyerang Janis dengan pukulannya.
“Iya deh ayok main lagi biar kali ini gue ngalah sama elo biar lo nya bahagia”
“Telat guenya udah terlanjur marah”
“Cie ilee tadi yang maksa main PS siapa yang kalah siapa yang marah siapa kok malah gue yang kena imbasnya”
“Nis gue pengen makan es krim nih, elo temenin gue yuk”
“Tapi lo traktir gue karna lo udah kalah”
“Gampang itu. Buruan keburu es krimnya habis” Luisa menarik narik tangan Janis membuat lelaki itu mau tak mau mengikuti tarikan luisa.
“Tante, Isa pinjam Janis ya” serunya “assalamu alaikum”
Linda yang berada di dapur menyahut
“waalaikum salam”
**
“mang rasa coklat vanilla satu”
“Burger satu mang”
“Mamang gak jualan burger dek” kata mamang penjual es krim. Janis tertawa
“becanda kok mang, es krim coklatnya satu ya” kata Janis di angguki mamang penjual es krim.
Setelah selesai membeli es krim Janis mengajak luisa duduk di bangku taman, sore itu tidak banyak pengunjung hanya ada beberapa pasang suami istri yang membawa anaknya membeli cemilan yang di jual di pinggir jalan atau sekedar bermain ayunan.
“Isa, apa yang lo pikirkan kalo suatu saat kita seperti mereka” Tanya Janis sembari memakan es krim cornetto di tangannya.
“Maksud lo apa?”
Janis menghela nafas “kita kan suatu saat juga pasti menikah dengan pasangan masing-masing jadi gue Tanya menurut lo nanti apa kita seperti mereka” Janis menunjuk para ibu ibu muda yang membawa anak kecil.
“Gue gak tau sekarang gue aja gak mikir sampe kesana pikiran tentang sekolah gue aja belum kelar”
“Iya juga sih, tapi~”
“apa?”
“Gak jadi deh gue cuman bikin lo penasaran doang kok”
Luisa berdecak dia kembali memakan es krimnya dengan nikmat dia melirik Janis sekilas sebelum akhirnya menyenggol lelaki itu dengan sikunya membuat es krim yang Janis makan belepotan di hidung dia.
Janis melirik luisa yang sedang tertawa dia membalas perbuatan luisa dengan mendekatkan es krim dia di pipi luisa.
“Aduh dingin” luisa mengusap pipinya “JANIS”. Janis tertawa puas sembari berlari menjauhi luisa lebih dulu.
“satu sama” teriaknya
Luisa berlari mengejar Janis sembari tertawa
“awas kalau gue kena, gue sate lo hidup-hidup”
“kak ada kakak-kakak main kejar kejaran tuh kaya anak kecil” orang yang di panggil kak tadi melihat arah yang di tunjuk adiknya, dahinya berkerut.
“Mereka memang anak kecil badannya aja yang besar, Fera jangan kaya mereka ya kalau sudah besar nanti” kata lelaki itu.
“Siap kak justin” ucap Fera. Justin menoleh lagi kearah Janis dan luisa kemudian dia tersenyum miring.
“Kak justin fera mau kembang gula” Fera menarik lengan justin membuat lelaki itu kembali fokus pada adiknya.
****
Next.....
Semoga suka 😊😊
Mungkin di awal ceritanya sedikit hambar jadi tunggu sampai endingnya ya hehe
Janis dan luisa berjalan beriringan memasuki pekarangan sekolah sesekali mereka melempar candaan yang membuat tawa mereka tak berhenti sampai pada akhirnya sesorang muncul tiba-tiba di depan mereka.
“walaupun tuyul jadi gondrong, nyi kunti gak lagi bolong, gigi pocong makin kinclong, genderuwo malah jadi bencong gue cuman pengen ngucapin selamat pagi tukang lontong”
Luisa bergerak nyentuh dahi justin dengan telapak tangannya “lo gak salah minum obat kan?” justin menurunkan tangan luisa.
“emang sebelumnya gue pernah bilang gitu kalau gue suka minum obat sebelum ke sekolah?” luisa menggeleng.
“gak juga sih. Tapi lo nyapa tukang lontong pagi-pgi gini emang siapa?” Tanya luisa.
“Gue becanda kok”
“lo siapa sih pagi-pagi udah bikin keributan di sekolah”
justin menoleh kearah Janis dengan senyum sok pedenya dia mengulurkan tangan.
“gue justin, justin bieber eh bukan maksudnya justin hanya justin gak ada embel embel belakangnya”
“Janis” Janis membalas uluran tangan justin kemudian mengenggamnya sekilas.
“nama kok manis kaya gula di toples warung mak inah” ucap justin, warung mak inah adalah tempat tongkrongan keduanya dengan Dava dan evan.
“nama gue Janis bukan manis”
“jiah bodo amat lagian namanya sama-sama berakhiran nis jadi sekalian gue panggil manis aja, iya gak luisa”
“Isa, ayo kita ke kelas gak usah ngurusin orang gak waras ini” Janis menggandeng tangan luisa, justin nyelonong di antara mereka membuat genggaman tangan Janis terlepas.
“kita kan satu kelas gimana kalo barengan aja masuknya” kedua tangan justin di sampirkan di bahu Janis dan luisa.
“Rapiin aja tuh baju lo yang gak ke kancing gak malu apa anak sekolah tapi pakaian awut awutan kaya kena bencana alam gitu”
“ssssttt jangan banyak protes ya manis kadar ganteng lo bakal pudar nanti meski gantengan gue kemana mana” justin mengangguk angguk sendiri.
“nama gue Janis bukan manis” geram Janis, justin menggelengkan kepala.
“gue kan udah bilang bodo amat lagian nama itu cocok kok buat elo, eh tali sepatu lo lepas tuh”
Janis menunduk melihat tali sepatunya yang sepertinya sama sekali tidak terlepas.
“Daah manis gue duluan ya sama calon gebetan” seru justin sembari melambaikan tangan kearah Janis.
“sial gue di kadalin” gumam Janis mengejar justin yang sudah berbelok arah bersama luisa.
**
Justin menoleh ke kiri dan kekanan memastikan tidak ada seorang guru yang melihatnya kemudian dia melompati pagar yang tingginya lebih dari dua meter.
Sesampainya di luar pagar Dava dan Evan sudah menunggunya di sana.
“lo kok lama sih”
“sorry bro, biasa gue lagi seneng seneng eneg tadi” justin menepuk punggung evan “Buruan sebelum ada yang lihat”
Evan menyalakan mesin motornya meninggalkan sekolah beberapa menit perjalanan mereka sampai di tempat tujuan.
Justin turun dari motor evan dia duduk di bawah pohon rindang dekat danau sembari mengeluarkan sebatang benda berbahaya bagi tubuh yang sudah di bakar kemudian dia apit dengan bibirnya.
“gue tadi liat lo sama luisa, lo suka sama dia”
“Gak tau gue, cuman pengen aja gitu deket dia” lalu mengeluarkan kepulan asap dari bibirnya.
“gue saranin jangan main hati sama luisa. Lo tau guru karate di dekat sekolah kita” justin mengangguk “Dia kakaknya luisa gue pernah denger dulu waktu luisa kelas sepuluh dia di bikin nangis sama kakak kelasnya karna buat tas luisa sobek lalu itu anak yang bikin luisa nangis pulang babak belur”
“Lo yakin Dav kalo yang bikin tuh anak babak belur kakaknya luisa?”
“ya gak terlalu yakin sih karna gue dengernya dari orang tapi bisa jadikan dia memang di hajar sama kakaknya luisa”
“mungkin ini tantangan buat gue Dav gue pengen dapetin luisa”
“lo yakin jus”
“ya kagak lah gue becanda ****, oh ya nama gue justin bukan jus dikira gue minuman apa” mereka tertawa.
“abisnya muka lo kaya yakin gitu” timpal evan.
Justin menyesap rokoknya lagi kemudian menghembuskannya ke udara dengan nikmat “Lo panggil kaya biasa aja deh biar berasa gue itu sedang berkuasa”
“Oke boss”
**
“Dia bolos lagi?”
“kenapa lo Tanya ke gue?”
“lah kan lo yang lebih tau dia dari pada gue lagian lo juga yang duluan satu kelas dengan cowok urakan seperti itu kan”
“males gue bahas dia”
“lo suka ya sama justin” tebak Janis.
“suka dari mananya coba ganteng kagak, baik apa lagi”
“terima kasih udah puji gue ganteng dan baik calon gebetan” justin sudah nongol di hadapan mereka entah dari mana asalnya. Luisa memutar bola matanya malas.
“Calon gebetan kok gak nyapa sih kan sayang~”
“sayang kenapa?”
“aku juga sayang kok sama kamu” justin mengedipkan sebelah matanya.
Luisa meringis geli “Janis ayok pergi dari orang gak waras ini” dia menggandeng lengan Janis.
“eh calon gebetan gak boleh gitu bolehnya tuh gini” justin memindahkan tangan luisa ke lengannya “sekarang ayok kita ke pelaminan” dengan santainya justin meninggalkan Janis di belakangnya.
“woy mau lo bawa kemana sahabat gue” teriak Janis yang tak di hiraukan.
“justin lepasin tangan gue gak”
“gak”
“lepasin lo mau bawa gue kemana”
“ke hati abang juga boleh kok” justin mengedipkan kedua matanya.
“njirr lo kemasukan setan apa sih kok jadi kayak gini”
“gue kemasukan setaunya tentang luisa seorang”
“Janis tuh orang kemana sih” human lukas.
“si manis lagi gue masukin ke toples tadi biar gak di makan semut”
“aaaawww”
“rasain tuh” luisa berlari menjauhi justin yang pincang pincang memegangi sebelah kaki setelah dia injak sekuat tenaga.
“cewek gila” maki justin tak henti hentinya meringis memegangi kakinya.
**
Luisa memasuki perpustakaan guna mengembalikan buku yang dia pinjam waktu itu tanpa sengaja matanya melihat sepatu dia mengintip siapa pemilik sepatu itu.
Seorang lelaki sedang tertidur tengkurap di pojokan perpustakaan meskipun luisa tak melihat wajah lelaki itu dia bisa menebak jika itu adalah justin.
Luisa meletakkan bukunya di rak bawah yang mampu dia gapai dan segera pergi dari sana setelah di luar perpustakaan luisa menghela nafas lega.
“ngehindarin gue ya?”
Luisa memejamkan matanya. ****** gue ketahuan batin luisa tanpa berbalikpun dia tau suara itu milik siapa.
“benerkan?”
Luisa mencoba tak perduli dia berjalan meninggalkan orang itu tanpa menoleh sedikitpun.
“jangan kabur karna jika gue bisa menangkap lo gue gak akan lepasin lo gitu aja” luisa menghentikan langkahnya lalu berbalik menoleh ke lelaki yang masih berdiri di tengah pintu perpustakaan.
Justin tersenyum lebar “nah gitu dong itu baru calon gebetan, acting gue udah dramatis belum”
Luisa menganga tak percaya dia kira tadi justin bersungguh-sungguh tapi dirinya malah di kerjain.
“serah lo deh, lo ngeselin banget tau” dia meninggalkan justin begitu saja.
justin tertawa renyah melihat cara jalan luisa menghentak hentakkan kaki.
***
Vote and Comment
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!