"Pritt ... prittt ... pritt!!"
Peluit akhir pertandingan di bunyikan, skor akhir menunjukan timnas Indonesia unggul 2-1 atas timnas Kuwait.
Seruan penonton di stadion GBK sangat bergema hingga terdengar sampai keluar, begitupun dengan seluruh pecinta sepak bola di Indonesia yg berteriak karna Indonesia lolos ke Piala Dunia 2026 di Amerika.
Kebahagiaan pun juga mewarnai wajah para pemain, senyuman merekah, bersama dengan air mata haru yang tumpah. Tangis haru memecah ditengah lapangan berwarna hijau.
Pelukan hangat kekeluargaan, saling merangkul mengangkat lelah yang akhirnya berbuah juga, kemenangan yang dinanti nyatanya dapat dinikmati.
"Yeah, akhirnya kita lolos piala dunia!" Teriak Al, kiper muda asal Indonesia, berusia 21 tahun.
"Akhirnya kita lolos ke piala dunia ya." ucap Menteri pemuda dan olahraga saat itu. Wajahnya bangga, bahkan matanya sulit menahan bulir haru yang nyaris jatuh. Mata yang menyimpan kenangan perjalanan panjang menuju dititik ini.
"Alhamdulillah pak karna tahun ini sepak bola kita berada di generasi emas, anak berbakat dipenjuru negri terkumpul di satu kesatuan Timnas kebanggaan kita, Generasi emas timnas Indonesia." ucap ketua umum PSSI, tak kalah haru, wajahnya juga sama bangganya.
Kedua pria tua itu menatap kembali para pemain yang ada di lapangan, pandangan mereka arahkan satu persatu ke para pemain.
Fokusnya jatuh pada Al, kiper asal timnas Indonesia yang kini membawa bendera merah putih berjalan ditengah lapangan dengan bangga. Bendera merah putih yang berkibar dengan lantang, seolah mengatakan pada dunia, mereka akan datang.
"Generasi emas, harapan ada pada kalian. Enam tahun yang tidak mudah untuk kita semua."
6 Tahun lalu ...
...****...
"Dring! dring!"
Mendengar suara alarm tersebut Al terbangun dari tidurnya. Matanya dia pejamkan beberapa kali lagi, untuk memperjelas pandangannya.
"Ahh sudah pagi." Al bangun, tangannya refleks langsung mematikan Alarm di ponselnya yang cukup berisik.
Libur lulus SMP selama sebulan tidak terasa, padahal Al ingin libur lebih lama lagi. Langkah kaki ia ambil untuk memulai aktifitas hari ini, hari dimana sudah masuk sekolah.
Hari ini adalah hari pertama Al masuk sekolah di SMA Negri 70 Batam.
Namanya Alfein, Pemuda usia 15 tahun, tahun ini masuk kelas 10, memiliki tinggi 177 cm, hobi bermain musik, keahlian drum. Satu kata untuk kesimpulan dari wajahnya, tampan.
Waktu sudah menunjukan pukul 6 pagi, Al dengan pakaian putih abu abu pergi meninggalkan rumah ke halte bus untuk pergi ke sekolah.
..........
Al sampai di sekolah, gerbang sekolah masih terbuka, artinya pemuda itu tidak terlambat.
Agak jauh darinya, tampak seorang pria yang tinggi, Al seperti mengenalnya, pria itu tampak familiar.
Agak dekat Al berjalan dia jadi sadar, itu adalah Wawan, teman Al sejak dia SMP. Mereka memang sepakat untuk masuk di SMA yang sama, SMA Negri 70 Batam ini.
Sepertinya hari pertama Al tidak terlalu buruk karna saat masuk gerbang, dia sudah bisa melihat Wawan berdiri disana.
Bukh!
"Woi, sendirian aja?" Al menepuk pundak Wan, merangkul pria itu layaknya sahabat karib.
"Asem buat kaget aja lu." Wan mengusap dadanya, jantungnya mau marah dikagetkan begitu saja.
"Masih pagi udah nonton anime aja." Al melihat ponsel Wan yang sedang menampilkan layar animasi bergerak dengan suara khas anime Jepang.
"Aku bosan makanya nonton anime, eh btw kau mau masuk ekskul apa disekolah ini? kan gak ada ekskul Drum band yang kau ikutin pas SMP?" Tanya Wan sedikit penasaran, pasalnya teman seperjuangannya ini dulu hanya mengikuti kegiatan drumband, kalau tidak ada ekskul drumband, dia mau apa? Gak ikut ekskul nilainya bisa kurang.
"Ntahlah aku juga gak tau, kalo kau Wan mau masuk ekskul apa?" Al menghela napasnya, ini juga salah satu masalah yang sejak kemarin Al pikirkan.
"Hmm Ekskul bahasa Jepang." Jawabnya, sambil memasang muka sombong, memang sih ekskul itu agak sulit.
"Dasar wibu akut. Mau heran tapi itu Wan." sudah Al duga sih kalau Wan akan memilih ekskul ini. Soalnya terlihat jelas bahwa Wan memang lebih minat dalam belajar bahasa Jepang.
Tiba-tiba bel sekolah berbunyi dan kepala sekolah meminta muridnya ke Aula untuk perkenalan lingkungan sekolah.
Semuanya diminta berbaris rapi, termasuk Al dan Wan yang juga berbaris.
Pria tua, dengan seragam khas guru maju ke atas podium, tangannya memegang sebuah mic, untuk mengeraskan suara agar sampai di telinga para murid baru ini bahkan sampai yang paling ujung.
"Selamat datang di SMA Negeri 70 Batam, perkenalkan nama bapak Lukman Fathir bapak adalah kepala sekolah disini selama 3 tahun kedepan!"
Saat kepala sekolah sedang berpidato, fokus Al teralih pada hal lain.
Ia melirik satu persatu para gadis yang berbaris agak jauh darinya, matanya ia fokuskan untuk mencari keberadaan gadis itu. Seseorang yang cukup berharga untuknya.
'Ah tidak ada dia disini ternyata aku di kibulin."
ucap Al dalam hati. Sedikit kecewa, Al kembali memfokuskan diri pada pidato sang kepala sekolah.
Setelah Pidato yang panjang dari sang kepala sekolah, sekarang giliran pendaftaran Ekskul.
Selebaran daftar ekstrakurikuler yang ada dibagikan oleh para kakak kelas. Al berjalan sembari membaca setiap ekstrakurikuler yang ada, tidak ada yang menarik perhatiannya, ia langsung membuang kertas itu ke lantai.
Al pergi meninggalkan Aula sambil mencari udara segar.
Di waktu yang sama Pak Danang guru olahraga sekaligus pelatih ekskul sepak bola berbicara menggunakan Mic.
"Untuk para murid baru, siapa yang berminat ikut ekskul sepak bola silahkan datang ke lapangan sekarang."
Al tidak peduli tentang pengumuman itu karna dia tidak memiliki skill dalam sepak bola. Menurutnya ikut ekskul itu tanpa bakat dan intuisi sama dengan buang-buang waktu.
"Ahh andai aja aku jago main bola aku pasti akan masuk ke ekskul sepak bola."
Al sebenarnya suka menonton sepak bola, hanya saja dia tidak pandai dalam bidang itu, sulit untuknya.
...........
Di lapangan sekolah yang dipenuhi rumput hijau, anak-anak yang mengikuti ekstrakurikuler sepak bola sedang berkumpul untuk berlatih bersama.
Pak Danang berdiri di depan barisan anak-anak. Beliau sebagai guru pembimbing ekstrakurikuler sepak bola memberi arahan untuk para muridnya.
"Baiklah buat anak kelas 1 silahkan perkenalkan diri kalian" Perintah Pak Danang, dia menatap barisan anak kelas satu disana.
"Baiklah aku duluan." Seorang pemuda yang agak tinggi mengangkat tangannya. "Perkenalkan nama ku Rizki Syaiful, posisi ku adalah striker hobi ku adalah mencetak Hatrick aku adalah alumni SMP Tunas Pelita salam kenal semuanya."
Sangat percaya diri, adalah kesimpulan dari wajah cerah pemuda ini.
"Aku Doni posisi gelandang bertahan, aku berasal dari SMP yang sama dengan Rizki, SMP Tunas Pelita." Timpal satu pemuda lagi, pemuda yang masih memakai topi sekolah itu.
Di ikuti perkenalan para anak kelas 1 lainnya secara satu persatu, memperkenalkan nama, asal sekolah, dan posisi mereka ketika ada di SMP. Dari wajah mereka yang penuh senyuman, jelas mereka mencintai bola.
*puk!
Satu tepuk tangan mengalihkan setiap pandangan anak kelas satu yang semuanya sudah selesai memperkenalkan diri. Mereka menatap pemuda yang tinggi, dengan wajah berwibawa, kharisma bak pemimpin sudah terasa hanya dari ekspresinya saja.
"Baiklah nama saya Ridwan, posisi bek, saya adalah kapten di ekskul sepak bola ini." Pemuda itu memperkenalkan dirinya, dia adalah Kapten Ridwan.
"Seperti yang kalian tau sekolah ini minim prestasi dalam sepak bola bahkan lolos ke tingkat provinsi saja kita susah. Prestasi terbaik yang pernah sekolah ini capai hanyalah babak 8 besar kota. Oleh karena itu mohon kerja samanya agar kita mencetak rekor baru untuk mengharumkan nama sekolah ini." Lanjutnya lagi, sedikit menjelaskan soal latar belakang ekstrakurikuler sepak bola di sekolah ini.
"Tenang saja kapten selagi ada Rizki Ronaldo kita pasti akan juara di tingkat kota!" Ujar Rizki dengan sombongnya, barangkali memang begitu sifat anaknya.
..........
"Permisi Pak?"
Ridwan, sang ketua ekskul sepak bola menemui Pak Danang. Bukan inisiatif Ridwan untuk datang, tapi Pak Danang sendiri yang memanggilnya tadi.
"Ya Ridwan silahkan duduk."
Ridwan duduk, dia menatap Pak Danang yang juga tampak serius. "Ada apa Pak?"
" Kita kekurangan kiper, kiper utama kita tahun lalu adalah anak kelas 3 dan sudah lulus dari sekolah ini, para anak kelas 1 juga tidak ada yg berposisi menjadi kiper. Apakah ada anak kelas 2 atau kelas 3 yang bisa menjadi kiper menurut kamu?"
"Ada pak, anak kelas 2 si Adit tapi untuk turnamen kita perlu minimal 2 kiper buat cadangan."
"Saya kasih kamu tugas, cari anak kelas 1 yang tinggi biar saya yang latih dia menjadi kiper."
"Baiklah pak."
.........
Kondisi di lapangan masih ramai, anak-anak yang mengikuti sesi latihan sedang berlatih, dengan pengawasan Ridwan sang kapten, juga Pak Danang sang guru pembimbing.
Fokus Ridwan dan Pak Danang ada pada dua bocah disana yang sedang asik sendiri melakukan latihan shooting. Dia adalah Rizki dan Doni, dua bocah dari SMP yang sama, tengah berlatih bersama. Pak Danang menaruh sebagian perhatian pada Rizki, kepercayaan diri yang besar dari Rizki sejak perkenalan tadi juga berdasarkan kemampuan yang lumayan, harusnya begitu kan?
"Don! jaga ya ini biar ku shot!" ucap Rizki sambil melakukan shooting keras, tendangan yang menghasilkan kecepatan bola yang cukup kuat.
Tapi sayang, diluar prediksi bola itu melenceng dan malah mengarah ke seorang gadis yang sedang berjalan tak jauh dari lapangan.
"Awas!"
Melihat hal itu Al yang berada tepat satu meter di belakangnya lari ke arah bola dan menangkisnya.
"Kyaaa!!" teriak gadis itu sambil melindungi kepala dengan tangannya , menutup mata karena ketakutan.
Betapa kagetnya gadis itu saat bola kuat yang di tendang Rizki tidak mengenainya, dia mencoba membuka matanya pelan-pelan, ternyata bola tersebut sudah di tangkap oleh Al.
"Ah?" Pak Danang tersentak halus, tampaknya dia menemukan sesuatu yang menarik sekarang.
"Hey kamu!" Sontak Pak Danang sambil berlari ke arah Al.
Al yang bingung pun mencoba berlari meninggalkan tempat tapi sayangnya Pak Danang berhasil menghalanginya.
"Kamu baru hari pertama sudah berani bolos Ekskul ya? Mau saya aduin kepala sekolah kamu!" sambung Pak Danang dengan nafas terengah-engah. Dia sudah tua, namun terpaksa berlari karna bocah ini.
"Eh? bolos Ekskul?" Al bingung, dia saja belum memilih ekskul apa yang akan dia ikuti kan? lantas kenapa tiba-tiba dia malah dituduh bolos?
"Hey Ridwan! ini kan anak kelas 1 yang kamu bilang bolos itu? Coba kamu siapa namanya?"
"Alfein, Pak." Setengah bingung, Al masih mencoba menjawabnya.
"Nah kamu ternyata Alfein. Walaupun saya begini saya tidak suka ada yang bolos Ekskul sehari saja, yang bolos akan saya hukum!" Lanjut Pak Danang dengan muka seram.
Melihat kejadian tersebut Ridwan sebagai kapten tim mencoba memberi tahu Pak Danang bahwa tidak ada lagi anak kelas 1 yang ikut Ekskul Sepak Bola selain yang memperkenalkan diri tadi di lapangan, artinya Alfein tidak termasuk.
"Anu pak ... maaf sebelumnya." Ucap Ridwan yang mencoba menahan Pak Danang.
"Ya Ridwan ada apa?"
"Semua anak kelas satu yang mendaftar Ekskul Sepak Bola sudah ada di lapangan semua Pak dan tidak ada yang bolos."
Mendengar perkataan Ridwan tersebut Pak Danang langsung pergi membawa Al dan meninggalkan tempat itu.
"Kamu itu adalah seorang kapten Ridwan, jangan pilih kasih, kalian lanjut latihan. Saya akan menghukum si pembolos ini!"
Al yang bingung memberontak dan meminta penjelasan Pak Danang kenapa dia ingin di hukum, padahal jelas dia tidak bersalah, kan?
"Apa ini pak? Saya tidak pernah mendaftar Ekskul Sepak Bola kenapa saya harus di hukum?" Al kesal, dia menatap Pak Danang sambil menanti jawaban yang masuk akal. Akan tetapi Pak Danang tidak memperdulikan omongan Al dan tetap membawa Al ke suatu tempat.
Langkah demi langkah berlalu, Al yang masih tidak mengerti apa-apa tetap mengikuti langkah Pak Danang, walau agak kelewatan, faktanya Pak Danang tetap seorang guru, dan Al yang masih murid baru hanya terus menurutinya saja, hingga mereka sampai ke belakang gedung sekolah di dekat gudang Olahraga.
Pak Danang tanpa banyak bicara pun langsung mengambil bola dan menendangnya ke arah Al.
Al yang masih dalam keadaan kesal langsung kaget dan menghindari bola yang di tendang Pak Danang.
Melihat hal itu Al marah dan berteriak pada Pak Danang
"Apa maksudnya ini Pak, bapak ingin mencelakai saya ya?!"
Melihat Al yang menghindari bola itu Pak Danang mencoba menendang bola itu kembali ke arah Al tetapi Al masih menghindari bola itu.
Kenapa dia menghindarinya? Kemana Reflek, lompatan dan kecepatan yang dia miliki tadi? Apakah tadi cuma kebetulan buat caper ke cewek tadi?
Ucap Pak Danang di dalam hati, sedikit berdecak, Pak Danang memutar otaknya. Sejujurnya alasan guru pembimbing olahraga ekstrakurikuler sepak bola ini tertarik pada Alfein, adalah karna Al mampu menangkap bola yang secepat tadi, refleks dan lompatannya cukup luar biasa untuk disebut sebagai bakat.
Pak Danang tertarik, dan berniat menjadikan Alfein sebagai kiper di dalam tim sepak bolanya, apalagi dia kekurangan kiper untuk mengikuti turnamen yang akan diadakan sebentar lagi.
Harusnya ada dua kiper untuk mengikuti turnamen resmi, tapi tim sepak bola sekolah ini hanya punya satu kiper, setidaknya walau hanya cadangan, Pak Danang berharap Al masih ingin bergabung ke dalam timnya, tapi jika Al benar-benar memiliki bakat dan kemampuan seperti yang Pak Danang bayangkan, bukankah ini akan menjadi luar biasa?
"Hey Nak, namamu Al kan? Berapa tinggi mu?" Tanya Pak Danang.
"Terakhir saya ukur pas pendaftaran sekolah 177 cm."
Tingginya juga pas buat kiper seusia dia, tapi kenapa refleknya tadi tidak dia tunjukan lagi?
Ucap Pak Danang di dalam hati
"Kamu alumni SMP mana, Nak?" Tanya Pak Danang dengan tujuan mengetahui latar belakang prestasi Sepak Bola di SMP Al dulu.
"Saya berasal dari SMPN 80, Pak." jawab Al dengan suara pelan dan berharap Pak Danang melepaskannya.
Eh itukan sekolah yang baru di bangun 3 tahun yang lalu, jadi anak ini alumni pertama dari SMP itu, karena baru di bangun SMP itu juga tidak bisa bersaing di turnamen olahraga termasuk sepak bola.
Lanjut Pak Danang dalam hati. Sambil berjalan mendekati Al.
Mendengar hal itu Pak Danang langsung bingung, tapi dia masih yakin pada beberapa hal.
"Apakah kamu suka sepak bola?" Sedikit penasaran, Pak Danang bertanya.
"Saya cukup menyukainya, saya sering nonton bola, kenapa Pak?" jawab Al dengan semangatnya.
"Siapa idola kamu?"
"Saya mengidolakan Oliver Kahn."
Pak Danang langsung tersenyum karna mendengar jawaban dari Al yang menjawab Idola dia adalah seorang kiper legendaris yang sudah pensiun.
"Berarti kamu bisa main bola?" Tanya Pak Danang dengan semangat.
"Tidak, saya hanya penggemar saja tapi tidak bisa bermain bola." Al dengan santainya menjawab dengan muka datar.
Pak Danang kecewa dengan Al, dia berharap akan mendapatkan kiper yang bagus dari dalam diri Al tapi sepertinya Al tidak bisa di harapkan untuk menjadi kiper dari SMAN 70.
Akan tetapi Pak Danang tidak menyerah dia pun mencoba membujuk Al untuk masuk ke Ekskul sepak bola karena Pak Danang yakin Al memiliki bakat terpendam menjadi kiper di dalam dirinya.
"Kamu ikut ekskul apa?"
"Tidak ada masih bingung."
"Kamu gak tau ya? Tidak boleh tidak ikut ekskul, harus mengikuti Ekskul minimal satu di sekolah ini."
"Eh bukannya tidak apa-apa ya Pak? jika tidak memiliki Ekskul seperti yang di katakan Kepala sekolah tadi pagi." ucap Al sambil mengingat kata Kepsek tadi pagi.
"Bagaimana jika kamu masuk ke Ekskul Sepak Bola dan jadi kiper? kamu akan saya jadikan kiper utama di tim." Pak Danang mencoba merayu Al agar dia mau masuk ke Ekskul sepak bola.
"Saya tidak mau, saya tidak bisa bermain bola apalagi menjadi kiper walaupun idola saya seorang kiper, saya tetap tidak mau." Al menolak dengan tegas tawaran dari Pak Danang.
"Kamu yakin? Bagaimana jika kamu saya seleksi dulu jika kamu bisa menangkis minimal 3 tembakan dari 5 tembakan yang saya shot ke arah kamu. Kamu tidak akan saya ajak ke dalam Ekskul, tapi jika kamu tidak bisa menangkis 3 kamu masuk ke Ekskul saya sebagai pembawa air minum pemain." Pak Danang dengan yakin berkata seperti itu demi mengeluarkan bakat terpendam dari Al.
"Mana boleh begitu Pak."
"Siapa gurunya? Jangan banyak alasan, pakai saja ini." Pak Danang memberikan sarung tangan kepada Al untuk digunakan dan berjalan sejauh belasan meter.
"Udah siap?" Ucap Pak Danang yang sudah bersiap menendang bola ke arah Al.
"Sudah." sahut Al menjawab teriakan Pak Danang. Malas sih sebenernya, tapi mau dibantah juga rasanya sulit karna Pak Danang seorang guru, dan Al hanya murid.
"Tch apa apaan ini cuma karena menangkis bola dia langsung meminta ku buat masuk ke dalam Ekskulnya bagaiman jika nanti aku jadi beban di dalam tim." Gumamnya, saat Al termenung tiba-tiba bola yang di tendang Pak Danang sudah melewatinya. Al pun kaget dan bersiap dengan tendangan berikutnya.
Baiklah fokus Al liat kemana arah bola dan lompat kesana. Siapa juga yang mau menjadi babu Ekskul ogah banget.
Ucap Al dalam hati
Pak Danang kembali menendang bola ke arah kiri Al. Al yang melihat itu pun mencoba lompat ke kiri tapi reflek pemuda ini terlambat.
"Sial sedikit lagi, sekali lagi Pak! kali ini akan saya tangkap!" teriak Al dengan setengah kesal. Dia kesal sekali tidak bisa menangkap bola itu, padahal dia yakin bisa menangkapnya. Al bisa melihat bola itu dengan jelas, hanya saja refleks yang lambat membuat jari jemarinya tak sampai menggapai bola yang datang dengan kecepatan penuh itu.
Melihat hal itu Pak Danang pun tersenyum dan menembak ke arah kenannya Al dengan sekuat tenaga.
"Ke kanan? baiklah." Al menarik sudut bibirnya, matanya fokus, kemana bola itu ada, maka tangannya sudah harus sampai disana, tidak boleh terlambat barang sedetik pun, harus sampai barang satu inci pun.
Siapa sangka Al berhasil menepis tendangan itu, refleks yang cukup mengagumkan.
Al melihat tangannya yang menepis tendangan Pak Danang barusan dan merasakan keseruan dalam menangkis bola.
Cukup menarik juga ternyata.
Seperti ada perasaan yang menggebu-gebu dalam dirinya, sebuah perasaan mendebarkan yang bangkit ketika dia berhasil menangkap sebuah bola yang ditendang keras oleh orang lain.
Fokus!
Al seperti terhipnotis dia menjadi semakin fokus disetiap detik yang berjalan.
Al awalnya merasa hal ini menyebalkan, namun sialnya sekarang dia merasa ini mendebarkan.
Al semakin semangat dan yakin dia tidak akan menjadi babu Ekskul sepak bola.
Bener saja Dua tendangan terakhir berhasil di tepis Al, dan sesuai janji Pak Danang, beliau tidak akan memaksa Al untuk ikut ekstrakurikuler sepak bola di sekolah ini.
"Sesuai janji saya, kamu bebas dan tidak akan dipaksa untuk ikut Ekskul Bola." pak Danang mengalah, karna faktanya dia memang kalah.
"AlFein kelas 10 IPS! saya akan daftar Ekskul sepak bola, Pak!"
Deg!
Seolah tidak percaya, Pak Danang membulatkan matanya lebar-lebar menatap bocah yang sedari tadi menolak masuk ekskulnya, dan sekarang mendadak mendaftar dalam ekskulnya.
"Kalau kamu berani nipu saya, kamu bakal saya D.O dari sekolah ini."
"Siapa yang nipu Pak, saya serius."
Pandangan Al tidak berkedip, bola ditangannya dia genggam erat, bara api yang tak terlihat, semangat yang tak tampak tapi begitu terasa, angin yang berhembus bahkan tidak bisa menghilangkan panas semangat yang sudah Al pancarkan dari tubuhnya.
Ah? Mungkinkah Pak Danang sudah membangkitkan minat bocah ini?
Ridwan dan Eril pergi ke belakang gedung sekolah melihat apa yang terjadi, Eril adalah wakil kapten di SMA 70 dia memiliki tinggi 169CM posisi sayap kanan, di tahun lalu Eril menjadi top skor di sekolah ini.
"Menurutmu Ridwan, apa yang di lakukan Pak Danang ke bocah itu?" Tanya Eril
"Ntahlah kita lihat saja nanti." Jawab Ridwan dengan suara pelan
Sesampainya disana Ridwan dan Eril melihat Al berlatih menangkis tendangan dari Pak Danang. Melihat datangnya Ridwan dan Eril Pak Danang memanggil mereka.
"Hey Ridwan, Eril kemari!" Panggil Pak Danang.
"Kebetulan saya sudah capek, tolong kalian menggantikan saya untuk membantu dia latihan." Sambung Pak Danang, dia menghela napas, satu tangannya mengusap keringat yang sudah bercucuran.
"Dia adalah aset berharga yang akan menjadi kiper di sekolah ini." Lanjut Pak Danang membisikannya pada Ridwan dan Eril
Ridwan kaget mendengar hal itu sekaligus merasa lega karena dia tidak perlu repot-repot mencari kandidat kiper lainnya
"Ki ... kiper? Dia akan menjadi kiper?" Tanya Eril dengan nada kebingungan.
"Yah Eril benar sekali. Kebetulan karna kamu ada disini tolong kamu tendang ini ke arahnya? Kamu kan pemain terbaik sekolah ini tahun lalu." Titah Pak Danang dengan senyum mengerikan.
Eril yang masih bingung atas situasinya, hanya bisa mengiyakan apa yang diminta Pak Danang, dia langsung mengambil bola, mencoba menendang ke arah Al. Menguji anak ini, apakah benar-benar berbakat seperti yang Pak Danang katakan?
"Hey Al jika kamu bisa nangkis tendangan dia 3 kali dari 3 tendangan kamu akan masuk Ekskul dan jadi kiper utama. Tapi, jika 1 tendangan gagal kamu akan jadi tukang bawa air di Ekskul. Oh iya jangan remehkan Eril walaupun posisinya sayap kanan dia punya tendangan mematikan layaknya striker." Pak Danang menarik senyuman smirknya, dia tersenyum tipis, ini jadi semakin menarik untuknya.
Al yang melihat itu pun langsung semangat.
Lawan top skor sekolah ini, jika aku bisa mengalahkannya itu berarti aku lebih hebat darinya. Hahaha menyenangkan aku akan menangkis tendangan mu semua.
Ucap Al di dalam hati dengan kegirangan.
Aku bisa melihatnya. Dia merasa kesenangan di dalam hatinya. Rasa ingin menangkis bolanya sangat tinggi. Hebat sekali Pak Danang bisa mendapatkan kiper seperti dia.
Ucap Ridwan di dalam hati sambil melihat ke arah Pak Danang
Eril bersiap-siap untuk menendang, dan Al juga sudah bersiap untuk menangkis bolanya.
"Aku tendang ya. Bersedialah." Ucap Eril kepada Al.
"Yah tendang kemana pun aku pasti bisa menangkisnya." Gumam Al, dia menarik sudut bibirnya, nafsu menangkap bola semakin tinggi, semakin dia menyentuh bola, semakin berdebar jantungnya.
Eril menendang bola dengan akurat. Tetapi sayang Al bisa menangkis tendangan pertama dari Eril.
"Yahh!! Sensasinya bener-bener seru." Al dengan reflek teriak karna berhasil menangkis tendangan Eril.
"Wohoho...!! Hebat juga kamu bisa menangkis tendangan ku." Sahut Eril dengan semangat.
Eril melanjutkan melakukan tendangan kedua dan ketiga. Tetapi betapa terkejutnya Eril melihat Al bisa menangkis tendangannya. Bahkan di tendangan ketiga Al bisa menangkap tendangan dari Eril dengan mudah.
"Keren, padahal aku sudah menendang seakurat dan sekuat mungkin, tapi dia bisa menangkisnya bahkan bisa menangkapnya." Eril berkata dalam hati dengan senangnya.
"Ah? Rasanya bener-bener menyenangkan saat menangkap bola." Al melihat tangannya dengan kebahagiaan.
Pak Danang dan Ridwan juga tidak ketinggalan rasa kagumnya terhadap Al. Mereka yakin dengan adanya Al di tim, mereka bisa melaju lebih jauh di turnamen nantinya.
"Baiklah semuanya bubar seleksi selesai. Selamat Al kamu resmi menjadi anggota tim kami." Ucap Pak Danang sembari mengucapkan selamat kepada Al.
...***...
7 hari pun berlalu para anak kelas 1 sudah selesai melakukan MPLS dan kelas pun sudah di bagikan. Al dan Wawan berada di kelas yang sama di 10 IPS 1. Tetapi betapa terkejutnya Al melihat gadis yang dia selamatkan berada satu kelas dengannya. Al mencoba melirik gadis itu sesekali. Tapi ketika saat melirik sang gadis, Al di kagetkan oleh seorang teman kelasnya, dia Riski orang yang tendangannya nyasar keluar lapangan.
"Oi kau melihat cewek itu dari tadi, apa kau suka dengannya?" Bisik Riski pelan-pelan ke telinga Al.
Al melihat kebelakang karna dia tidak tau siapa yang berbisik kepadanya. Tentu saja itu bukan Wawan karena Wawan berada di samping Al sedang membaca manga. Saat Al melihat ke belakang Riski dan Al sama-sama kaget karena mereka mengingat kejadian di hari pertama MPLS.
"Loh kau yang kemarin bolos Ekskul di hari pertama itukan?" Tanya Riski. Sebenarnya Riski tidak tau yang berada di depannya sambil melirik cewek itu adalah Al. Yah karena ini sifat Riski yang tengil terhadap orang yang baru dia jumpai.
"MANA ADA AKU BOLOS WOI! AKU CUMA SELAMATIN CEWEK ITU TAPI MALAH DI KIRA BOLOS SAMA PAK DANANG. PADAHAL AKU NGGAK IKUT EKSKUL SEPAK BOLA." Ucap Al dengan nada tinggi ke Riski.
Medengar perdebatan Riski dan Al cewek itu langsung menghampiri mereka berdua.
"A-anu kamu kan yang kemarin selamatin aku?" Ucap cewek itu dengan malu-malu.
"Yah itu aku." Sahut Al dengan nada kesal karena masih kesal dengan Riski.
"Makasih ya kalo ga ada kamu mungkin kepalaku udah kena bola. Hmm kita sekelas kan kenalin namaku Ica." Dengan malu gadis itu mengulurkan tangannya, meminta perkenalan resmi pada pemuda yang sudah menyelamatkannya kapan lalu. Agak malu, sedikit merona, wajah Ica tertunduk.
Al agak bingung, dia diam sebentar sebelum akhirnya dia juga menerima uluran tangan sang gadis cantik. Harus Al akui, Ica adalah gadis yang sangat cantik. "Alfein, panggil aja Al."
"Al ya? Okelah senang kenal kamu Al." Ica melepas genggaman tangan itu. "Kalo gitu aku duluan ya, udah ditungguin temen, thanks loh ya sekali lagi."
Ica pergi, Al tidak jelas ekspresi apa yang gadis itu buat, pasalnya dia hanya menunduk, seolah menghindari bertatap mata dengan Al. Memangnya apa yang salah? Al kan gak jelek-jelek banget.
Wan mengernyitkan dahinya sebentar, sebelum sudut bibirnya tertarik. Ada yang bisa diganggu disini.
"Wah apa nih, kau seperti karakter utama di manga Al? jadi iri." Ledek Wan, satu alisnya dia angkat memasang ekspresi menyebalkan.
"Oi biawak, enak ya jadi diri kamu bisa kenalan sama cewek cantik kayak dia. Mending kau mati aja karena aku benar-benar iri dengan mu!" Timpal Riski, sedikit iri sih. Memangnya ada pemuda yang tidak akan iri jika bisa kenal dengan gadis secantik Ica? Sungguh demi tanah yang subur, Ica sangat cantik.
"Berisik banget sih, kalo iri kenalan aja sendiri!"
Meski seperti menolak, tapi Al juga sedikit gugup. Wajar. Sekali lagi diterangkan, bahwa Ica sangat cantik, pria manapun yang dekat dengannya pasti juga deg-degan, tidak terkecuali Al.
"Wah, nantangin nih bocah, awas ya nanti dia bisa aku rebut!" Riski membusungkan dadanya percaya diri, walau wajahnya lumayan tampan, agaknya mustahil gadis sekalem Ica ingin dekat dengan dirinya yang petakilan.
...***...
Akhir pelajaran pun tiba kini sudah memasuki jam istirahat. Al melihat ponselnya, melihat pengumuman grub WA Ekskul sepak bola. Pak Danang meminta semua anggota tim sepak bola untuk berkumpul di aula karena ada pengumuman penting.
Al mengajak Riski untuk ke Aula.
Sesampainya di aula seluruh anggota Ekskul sepak bola sudah berkumpul dan Pak Danang pun memberi tahukan pengumumannya.
"Baiklah anak-anak terima kasih sudah meluangkan waktu disini, langsung saja ya kita akan menghadapi SMA Wismaraja dalam pertandingan persahabatan." Ujar Pak Danang.
Sontak semua murid disana terkejut karna SMA Wismaraja adalah SMA unggulan dalam sepak bola di Kota Batam, mereka adalah Runner Up turnamen sepak bola tingkat Kota tahun lalu dan pernah jadi juara pada 2 tahun yang lalu. Al yang mendengar ini pun langsung semangat.
Lawan salah satu sekolah terbaik di kota? Baiklah akan ku tepis semua tendangan kalian.
Ucap Al dalam hati dengan semangat. Tapi kalau dipikir-pikir lagi, bukannya dia masih butuh latihan kan?
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!