NovelToon NovelToon

Mama Asuh Tuan Muda

Kesialan

"Maaf Miss Amy. Mulai hari ini, Anda tidak lagi mengajar di kelas piano."

Amy mengerutkan keningnya, mendengar pernyataan dari kepala sekolah musik tempatnya mengajar piano selama ini.

"Maksudnya, Saya dipindah mengajar alat musik lain? Tapi Saya tidak ahli alat musik yang lain, selain piano Mr." Amy sepertinya salah paham, dengan maksud perkataan yang tadi diucapkan oleh kepala sekolah.

"Bukan. Anda di pecat!"

"What? Saya dipecat Mr? Why, kenapa tiba-tiba Saya dipecat?" tanya Amy meminta penjelasan, karena dia tidak tahu alasan yang jelas. Kenapa tiba-tiba dia diberhentikan dari kelas piano, bahkan dipecat dari sekolah musik ini.

"Anda di nilai tidak profesional. Dan ini adalah surat pemecatan Anda secara resmi. Untuk gaji terakhirnya sudah kami kirim melalui transfer, sama seperti biasanya. Dan ini adalah tanda bukti transfernya!"

Amy menerima sebuah amplop putih panjang berisi surat pemecatan, dan satu kertas lagi tanda penyelesaian gaji terakhirnya.

Sebenarnya dia ingin meminta penjelasan dan mengajukan banyak pertanyaan, tapi melihat raut muka kepala sekolah yang sudah tidak bersahabat, Amy urung melakukannya.

Dia akan mencoba mencari tahu dari beberapa temannya, yang kemungkinan besar mengetahui soal ini.

"Itu Miss Amy!"

"Iya. Kasian sekali ya dia."

"Apa tidak ada pengampunan? bukankah itu masalah mereka pribadi ya?"

"Sudah, tidak usah ikut campur. Nanti malah kita juga yang akan bernasib sama seperti dia, yaitu di pecat!"

Semua orang yang membicarakan Amy, langsung terdiam dan pura-pura sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing.

Mereka semua tidak ada yang mau menegurnya atau bertanya, karena mereka takut dianggap sebagai salah satu temannya Amy. Yang bisa saja akan mendapatkan nasib sama seperti dirinya, yaitu di pecat dari pekerjaan mereka di sekolah musik ini.

Amy mengerutkan keningnya heran, melihat perbedaan sikap teman-temannya yang biasanya rame kini jadi pendiam. Seolah-olah mereka adalah patung yang tidak bernyawa.

"Ada apa?" tanya Amy, dengan mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan guru.

Tapi ternyata tidak ada satupun temannya yang menjawab, atau menyahuti pertanyaannya. Bahkan mereka semua menundukkan kepala, seakan-akan tidak mendengar pertanyaannya yang tadi.

"Huhfff... terus saja kalian seperti patung!"

Setelah berkata demikian, Amy mengambil tas dan beberapa barang yang ada di meja kerjanya. Kemudian bergegas pergi dari tempat tersebut, tanpa pamit pada semua teman-temannya.

Tapi di ambang pintu, sebelum dia benar-benar keluar dari ruangan guru, Amy berkata, "mungkin Aku tidak tahu apa alasannya, dan Aku juga tidak mau tahu. Tapi ingat, apa yang terjadi padaku ini uatu hari nanti mungkin saja terjadi pada Kalian!"

Amy langsung pergi tanpa menunggu reaksi dari teman-temannya, yang bisa dipastikan jika mereka semua mendengar perkataannya.

Sekarang Amy resmi menjadi seorang pengangguran, menambah popularitas angka untuk beban masyarakat karena tidak lagi memiliki penghasilan.

"Nasib jika sial ya... gini. Baru juga enjoy dengan pekerjaan. Ehhh, dipecat tanpa ada alasan yang jelas." Amy menggerutu seorang diri, di sepanjang jalan pulang ke rumahnya.

Sesampainya di rumah Amy merasa tidak tenang, sebab kepikiran tentang statusnya saat ini. Jika dia menjadi pengangguran, dia tidak punya penghasilan lagi untuk kehidupannya yang saat ini seorang diri.

"Ahhh, Aku harus segera mencari pekerjaan, yang... setidaknya bisa cepat Aku dapatkan."

Akhirnya Amy mencari lowongan pekerjaan di internet, mencari pekerjaan yang sesuai dengan basicnya. Yaitu mengajar alat musik piano.

Sayangnya, tempat mengajar seperti yang dia inginkan tidaklah banyak. Sebab sekolah musik tidak seperti sekolah formal pada umumnya, yang bertebaran di mana saja di sudut kota besar seperti Jakarta ini.

Setelah lelah mencari pekerjaan yang tidak bisa didapatkan, akhirnya Amy tertidur pulas dengan ponsel yang masih dalam keadaan menyala.

Beberapa jam kemudian Amy terbangun, kemudian pergi ke kamar mandi, untuk membersihkan dirinya supaya lebih tenang.

Tak lama kemudian dia sudah kembali, kemudian menghirup udara sebanyak-banyaknya untuk memenuhi rongga dadanya, agar dia bisa kembali berpikir.

"Jika Aku hanya mengandalkan keahlian, Aku akan kesusahan sendiri. Jadi lebih baik Aku mencari pekerjaan yang tidak biasa."

Di saat selesai bergumam seorang diri, Amy melihat ke layar televisi yang masih menyala dengan sebuah iklan yang muncul. Iklan tersebut membahas nama sebuah Mall.

Akhirnya lengkungan terbit di bibirnya Amy.

Dia mendapatkan ide, untuk mencari pekerjaan di Mall tersebut.

"Yes! Aku pasti bisa."

Amy menyemangati dirinya sendiri, kemudian bersiap untuk pergi ke Mall tersebut.

Dia akan mencoba mengadu keberuntungan dengan datang secara langsung ke Mall, agar bisa mendapatkan pekerjaan di Mall tersebut. Meskipun hanya sebagai seorang SPG.

*****

Dua hari kemudian.

"Selamat datang, selamat berbelanja. Silahkan dipilih-pilih ya Kak!"

Amy menyambut kedatangan seorang pelanggan toko yang masuk, yaitu sebuah toko aksesoris tempatnya bekerja sekarang ini.

Brukkk!

"Awww!"

Amy terjatuh, disaat ada seseorang yang menubruk kakinya, karena orang tersebut berlari-lari.

"Hai..."

Amy yang ingin marah, tidak jadi, karena melihat keberadaan seorang anak laki-laki yang sangat tampan berdiri di depannya, dengan mata berkaca-kaca.

Mungkin saja anak tersebut merasa takut, jika mendapatkan amarah dari Amy.

"Maaf..."

Anak tersebut mengucapkan kata maaf, tanpa melanjutkan kalimatnya lagi. Anak laki-laki tersebut justru langsung bersembunyi, seakan-akan sedang ketakutan.

Amy yang tidak mengetahui maksud dari tingkah anak tersebut, mencoba untuk mencari tahu dengan mengedarkan pandangannya. Dan matanya langsung terbelalak, begitu melihat keberadaan dua orang yang sedang berlari-lari kecil, dengan sikap yang mencurigakan.

"Apa anak itu mau diculik orang tersebut?"

Amy justru berpikir jika anak kecil yang menubruknya tadi adalah korban penculikan, sama seperti yang sering dia lihat di sosial media, atau video-video rekayasa penculikan.

Akhirnya Amy bersikap seolah-olah tidak mengetahui anak tersebut, pada saat dua orang tadi mendekat dan bertanya padanya.

Dan Amy mengacungkan jari jempolnya, ke arah anak kecil tadi, yang saat ini sedang bersembunyi di bawah kolong meja aksesoris dengan tertutup tirai.

"Terima kasih Mama," ucap anak kecil tersebut, yang membuat Amy membelalakkan matanya kaget. Di saat anak kecil itu menyebutnya dengan sebutan Mama.

"Mama?" tanya Amy dengan bingung.

"Ma, ayo ke Timezone Ma! ayok!" rengek anak tersebut, dengan menarik-narik tangannya Amy.

Sebenarnya dia enggan berurusan dengan sesuatu yang bukan urusannya, tapi di saat ingat jika anak kecil ini bisa saja menjadi korban penculikan, Amy akhirnya meminta ijin pada pemilik toko. Dia mau mengajak anak kecil tersebut bermain sebentar.

Tapi baru saja Amy dan anak kecil tersebut masuk ke area Timezone, dua orang yang tadi mengejar berteriak.

"Itu tuan Muda Reo!"

"Dia di culik!"

"Tolong siapa saja, itu Tuan Muda kami di culik!"

Harus Mau

"Penculik!"

"Dia menculik Tuan Muda kami."

"Iya. Tadi dia menjawab tidak tahu, ternyata dia menyembunyikannya. Dan sekarang dia bermaksud untuk menculiknya."

"Tolong tangkap penculik itu!"

Teriakan-teriakan dua orang yang baru saja datang, membuat suasana tidak kondusif.

"Penculik?"

"Aku bukan penculik. Aku hanya seorang SPG di Mall ini!"

Amy justru bertanya dengan kebingungan, di saat dua orang tadi menunjuk-nunjuk kearahnya. Menuduh dirinya sebagai seorang penculik anak.

Amy mencoba untuk memberikan pembelaan diri, terhadap tuduhan yang diberikan padanya.

Area Timezone akhirnya kisruh, karena mereka, terutama anak-anak berlarian. Di saat mendengar kata "penculik anak".

Akhirnya Amy dibawa oleh security ke pos keamanan Mall, guna dimintai keterangan dan membuktikan diri, bahwa dia bukanlah seorang penculik anak. Melainkan hanya seorang SPG yang bekerja di Mall ini, sesuai dengan apa yang dikatakannya pada saat membela diri tadi.

Sebenarnya Amy sudah meminta ijin untuk pergi ke toko, tempatnya bekerja. Membuktikan bahwa dia hanyalah seorang pekerja, yang menjadi SPG, di sebuah toko aksesoris di Mall ini.

Tapi kedua orang tersebut tidak percaya begitu saja, hingga tidak mau mendengarkan penjelasan yang diberikan oleh Amy.

Security juga tidak berani melawan kedua orang tersebut, yang ternyata adalah asisten rumah tangga dan supir dari anak kecil tadi.

"Mama. Mama!"

Tapi anak kecil itu terus memanggil Amy dengan sebutan mama, membuat security Mall kebingungan.

"Kenapa anak ini memanggilnya Mama? lalu siapa yang sebenarnya menjadi penculik?" tanya Security, tidak mau gegabah untuk membuat suatu keputusan.

Security tersebut akhirnya menunda keinginannya untuk membuat laporan pada pihak yang berwajib, melapor kejadian ini. Dia masih merasa bingung, karena dua orang menyebut Amy sebagai penculik. Tapi anak kecil yang ditargetkan sebagai korban penculikan, justru memanggil dengan sebutan Mama.

"Tuan Muda Reo, kami ini adalah asisten dan supir di rumah Tuan Reo. Kenapa tuan Muda Reo manggilnya mama?" tanya supir yang usianya sudah lumayan berumur, dibandingkan dengan yang perempuan, yang mengaku sebagai asisten rumah tangga dari anak tersebut.

"Begini saja. Kami sebagai pihak keamanan akan mencatat identitas kalian semua untuk laporan. Jadi, tolong tunjukkan KTP kalian masing-masing!"

"Saya justru merasa curiga, jika kalian bertiga adalah komplotan penculik anak yang berpura-pura saling berseteru."

Akhirnya security tersebut meminta identitas diri mereka semua, untuk dicatat sebagai laporan atas kejadian yang membingungkan sore ini.

"Tidak Pak! Saya SPG di Mall ini. Toko aksesoris yang ada di sebelah kanan Timezone."

"Jika Bapak tidak percaya silahkan ke toko tersebut, atau ajak Saya ke sana! nanti pemilik toko akan memberikan penjelasan."

Amy berusaha untuk memberikan penjelasan lagi, dengan nada tinggi, karena dia merasa geram dengan apa yang terjadi dengannya saat ini.

Apalagi security tersebut juga tidak percaya, dengan apa yang dia katakan.

"Sudah-sudah! Cepat keluarkan KTP nya!"

Security tersebut tetap tidak mau mendengarkan penjelasan yang diberikan Amy, dan dengan sedikit memaksa, security tersebut meminta KTP Amy dan kedua orang tadi. Yang mengaku-ngaku sebagai pekerja di rumah anak kecil tersebut.

Amy, akhirnya mengeluarkan dompet untuk menunjukkan identitas dirinya. Begitu juga dengan dua orang, laki-laki dan perempuan, yang mengaku sebagai ART dan supir anak kecil tersebut.

Nama : Amy Hendarto, umur 20 tahun.

Alamat : Jakarta.

Pekerjaan : SPG.

Nama : Zaskia, umur 50 tahun.

Alamat : Jakarta.

Pekerjaan : Asisten rumah tangga keluarga Nagato.

Nama : Nico, umur 45 tahun.

Alamat : Jakarta.

Pekerjaan : Supir keluarga Nagato.

Baru saja security tersebut selesai mencatat identitas diri ketiga orang, yang dicurigai sebagai komplotan penculik, datang seseorang yang berpenampilan rapi dengan auranya yang dingin, namun tampak sangat berwibawa, bersama dengan satu orang laki-laki, yang berjalan di belakangnya.

Kemungkinan besar yang berjalan di belakangnya itu adalah asisten laki-laki tersebut.

"Papa!"

Amy menyipitkan mata, mendengar panggilan anak kecil tersebut, yang memanggil laki-laki itu dengan sebutan "Papa".

"Tuan Muda Shiro," sapa Saskia dan Nico persamaan, dengan menundukkan kepalanya hormat.

Tapi Amy lebih kaget lagi, saat security tersebut juga menundukkan kepalanya hormat, pada laki-laki yang tadi disebut dengan nama "Tuan Muda Shiro".

Amy melihat interaksi mereka dengan baik, karena dia juga tidak tahu, apa hubungan mereka semua yang sebenarnya.

"Biarkan mereka pulang!"

"Baik Tuan!"

Security tersebut patuh dengan perintah Shiro, melepaskan kedua orang tadi supaya bisa pulang.

"Papa. Mau Mama. Mau Mama!"

Anak kecil yang bernama Reo itu, merengek-rengek pada papanya dengan meminta Mama.

Hal ini membuat Amy bingung, karena saat ini sudah tidak ada perempuan satupun, sekitar mereka, hanya tinggal dirinya saja yang belum dipersilahkan untuk kembali bekerja.

Setelah mendapatkan penjelasan dari security, Shiro Yuki tampak mengganggukan kepalanya, kemudian melihat ke arah Amy dengan teliti.

"Kamu bekerja di aksesoris sana?" tanya Shiro Yuki, yang dijawab Amy dengan anggukan kepala saja.

"Apa Kamu bisa mengasuh anak?" tanya Shiro Yuki lagi, seakan-akan sedang mewawancarai calon pekerja.

Amy langsung menjawab, dan melihat ke arah Reo, yang saat ini sedang tersenyum manis ke arahnya, sambil mengedip-ngedipkan mata. Membuat Amy merasa gemas sendiri, dan tersenyum kearah anak kecil tersebut.

"Bagaimana, Kamu mau?" tanya Shiro Yuki lagi, minta supaya Amy segera memberikan jawaban.

"Tapi, tapi Saya sudah bekerja. Dan Saya juga baru dua hari di sini. Tidak elok jika harus berhenti tanpa alasan." Amy mencoba untuk menolak secara halus, karena dia merasa tidak enak hati dengan pemilik toko yang sudah memberinya pekerjaan, tanpa banyak wawancara dan persyaratan. Di saat dia mengajukan lamaran pekerjaan kemarin.

"Aku akan memberimu gaji 5 kali lipat, dengan gaji yang Kamu terima dari toko tersebut." Shiro Yuki memberikan iming-iming gaji yang besar pada Amy.

Tapi Amy tidak mudah dirayu. Dia segera menggelengkan kepala, menolak tawaran Shiro Yuki.

"Hhh... baiklah. Aku akan meneruskan pelaporan ini ke pihak yang berwajib."

Mendengar ancaman tersebut, Amy kaget. Dia tidak pernah menyangka jika papanya Reo akan mengancamnya seperti itu, karena jelas-jelas dia tidak bersalah.

"Papa, mau Mama!"

Mendengar rengekan anaknya, Shiro Yuki tidak lagi membuang waktu. Dengan segera digendongnya Reo, kemudian dia menarik tangan Amy untuk di bawa ke toko aksesoris. Di mana Amy bekerja sebagai SPG di sana.

"Hai Aunty. Bolehkah Aku meminta dia sebagai pengasuh Reo?" Shiro Yuki langsung bertanya pada pemilik toko, yang ternyata adalah saudaranya sendiri.

"Shiro Yuki, Reo! Ternyata Kalian ada di sini?"

Pemilik toko, kaget melihat keberadaan keduanya. Karena dia tidak memperhatikan keberadaan Reo, saat Amy berpamitan untuk pergi ke Timezone.

Akhirnya Shiro Yuki mengutarakan maksudnya, dan pemilik toko menyetujui.

"Pergilah Amy. Di sana Kamu bisa mendapatkan gaji yang jauh lebih besar daripada di sini."

Kagum

Setelah mendapatkan ijin dari pemilik toko aksesoris, Amy terpaksa ikut bersama dengan Shiro Yuki yang masih dalam keadaan menggendong anaknya, Reo.

Beberapa pasang mata melihatnya dengan sinis, karena perbedaan penampilan dirinya dengan Tuan Muda Shiro Yuki dan juga Reo.

"Itu kan Tuan Muda Shiro Yuki, duda yang sedang viral dan paling banyak dicari."

"Itu siapa sih yang berjalan dengan nya?"

"Babunya paling!"

"Pembokat!"

"Tapi, lumayan cantik sih! Sayangnya..."

"Beda jauh ya dengan sosok mantan istrinya yang jelas-jelas sangat berkelas."

"Ya iyalah beda. Pembokat kok dibandingkan dengan Princess!"

Amy merasa risih dengan selentingan suara-suara sumbang yang berkomentar, saat berpapasan dengannya.

"Ihsss, siapa sih dia? Kok Aku gak pernah tahu dia ya?" Amy justru bertanya-tanya dengan bergumam, yang membuat Shiro Yuki meliriknya sekilas.

"Tidak usah memikirkan banyak hal! Cukup Kamu ikut bersamaku ke rumah."

Mendengar perkataan Shiro Yuki, yang lebih mirip dengan sebuah perintah, membuat Amy mendengus dingin. Dia merasa direndahkan dan tidak dihargai.

"Huh, arogan! Untung cakep," gerutu Amy, dengan mengerucutkan bibirnya kesal.

Tapi Reo justru terkikik geli, melihat tingkah laku dari wanita yang dia panggil Mama, yang pada akhirnya ikut pulang bersamanya ke rumah.

"Papa, mau Mama. Mau Mama!"

Reo merengek-rengek pada papanya, meminta supaya digendong oleh Amy.

"Apa Sayang? Reo mau mama?" tanya Shiro Yuki yang pura-pura tidak tahu, apa maksud dari permintaan yang diucapkan oleh anaknya barusan.

Reo dengan cepat menarik lengan baju Amy, sehingga membuat Amy tertarik dan menubruk tubuh bagian belakang sebelah kanan Shiro Yuki, karena dia berjalan di belakang mereka berdua.

"Hai!"

Shiro Yuki cukup terkejut, pada saat tubuh Amy menabraknya.

"Maaf," ucap Amy cepat.

Amy tidak bisa memberikan penjelasan lebih, pada saat melihat tatapan mata yang tajam dan seperti sedang menelanjangi dirinya.

Berbeda dengan Reo yang melihat adegan tersebut, seperti sebuah tontonan menarik, sehingga dia bertepuk tangan dan berteriak, "hore... Mama. Horeee Mama!"

Sebenarnya Shiro Yuki sedikit aneh, dengan keinginan anaknya kali ini. Biasanya Reo tidak pernah betah dengan seorang wanita muda, sehingga dia sering berganti pengasuh, yang pada akhirnya harus mempekerjakan Zaskia. Seorang ART keluarganya, supaya mengasuh Reo saja.

Tapi kini, Reo seakan-akan sangat tertarik dengan adanya Amy. Seorang gadis yang baru dikenalnya beberapa menit yang lalu.

"Silahkan masuk!"

Shiro Yuki mempersilahkan Amy untuk masuk ke dalam mobil, yang sudah siap di depan pintu Mall. Asisten Shiro Yuki, sudah berdiri sejak tadi di samping mobil, menunggu kedatangan mereka.

Amy masih ragu untuk mengikuti keinginan orang yang baru dikenalnya ini, karena dia masih takut, jika semua ini hanya sebuah rekayasa untuk menculiknya.

"Anda tidak akan menculik Saya kan?" tanya Amy memastikan, sebelum masuk ke dalam mobil.

"Heh! Buat apa Aku menculik mu? Apa Kamu terlihat istimewa? Jika bukan karena keinginan anakku ini, Aku juga tidak mau berurusan denganmu!"

Pernyataan Shiro Yuki barusan seolah-olah menyepelekan Amy, sehingga dia mengatupkan bibirnya, dengan rahang yang mengeras dan tangan yang terkepal. Menahan diri untuk tidak mencakar mulut laki-laki tersebut.

Tapi Shiro Yuki hanya tersenyum miring, melihat bagaimana keadaan Amy yang tidak bisa melawannya.

Apalagi Reo juga meminta pada Amy, supaya cepat masuk dan duduk di sampingnya.

"Mama sini! Mama sini!"

Amy tidak bisa menolak permintaan dari Reo, yang membuatnya harus bisa tersenyum.

Dia tidak pernah tega, melihat anak kecil tersebut terlihat sedih, dengan bola matanya yang coklat keemasan. Seakan-akan menghipnotis Amy, supaya mau mengikuti keinginannya.

*****

Rumah besar dengan model bangunan khas Eropa yang tinggi, dengan pilar-pilar yang juga sama tinggi dan besar. Membuat Amy berdecak kagum, melihat bagaimana keadaan rumah yang saat ini ada di depannya.

"Mama ayok! Mama ayok masuk!" Reo menarik-narik ujung baju Amy untuk diajak masuk ke dalam rumah.

Dan kekaguman Amy semakin besar, di saat melihat ruang tamu yang begitu luas, dengan dekorasi ruangan yang sangat apik. Apalagi ada sebuah piano besar berwarna hitam, di pojok ruangan tersebut.

"Itu, itu piano siapa?" tanya Amy, dengan berjongkok, mensejajarkan dirinya sendiri dengan Reo.

"Tidak tahu, Reo tidak tahu."

"Memangnya tidak ada yang pernah main piano itu?" tanya Amy, mengajak Reo untuk mendekat ke arah piano tersebut.

Dengan hati-hati, Amy membuka penutup tut piano, kemudian duduk di kursi yang ada, kemudian menekan satu persatu tut piano.

Amy bersenandung, seakan-akan melupakan keberadaan dirinya saat ini, jika dia sedang berada di rumah keluarga Reo, dan bukan di kelas musiknya.

Reo, yang belum pernah melihat dan mendengar permainan alat musik piano bertepuk tangan, dengan menggoyang-goyangkan kepalanya, mengikuti irama piano.

Ternyata apa yang dilakukan Amy ini diperhatikan oleh dua orang yang baru saja keluar dari dalam rumah.

"Pi, lihatlah cucu kita! Mami baru melihat Reo yang merasa nyaman bersama dengan seorang wanita."

"Iya Mi. Papi juga tahu, tapi siapa wanita itu?"

Ternyata mereka berdua adalah suami istri, yaitu kakek dan neneknya Reo. Pemilik dari rumah besar ini, papi dan maminya Shiro Yuki.

"Dia Amy. Dia akan menjadi mengasuh Reo mulai hari ini."

Mereka berdua langsung menoleh ke arah sumber suara, karena yang baru saja menjawab adalah anak mereka sendiri, yaitu Shiro Yuki papanya Reo.

"Pengasuh? Mami pikir dia calon istrimu Shiro!" Mami Cresentia justru berharap anaknya itu membawa calon menantu untuknya.

"Mi..."

"Mami ini benar Shiro. Lupakan masa lalu dan lihatlah Reo. Dia begitu dekat dan bahagia, dengan gadis itu. Apa Kamu tidak mau melihat anakmu bahagia?"

Shiro Yuki menghela nafas panjang, mendengar pertanyaan dari papinya, yang selalu bertanya kapan dia akan menikah lagi dan melupakan mantan istrinya.

Mantan istrinya, mamanya Reo, saat ini sedang mengejar karirnya di luar negeri, sebagai seorang model artis papan atas.

"Pi..."

Shiro Yuki menggeleng, mengingatkan kepada papinya supaya tidak membahas lagi tentang mantan istrinya yang dulu.

Sekarang dia sedang berusaha untuk membahagiakan anaknya, dengan cara meminta pada gadis yang tidak pernah dikenalnya itu untuk menjadi pengasuh anaknya. Meskipun dengan cara memaksa.

Tapi melihat kedekatan antara anaknya dengan gadis tersebut, Shiro Yuki tidak bisa menampik. Jika sosok gadis tersebut memang tidak biasa.

Ada sesuatu yang membuatnya menarik, bahkan Reo sendiri yang tidak pernah mau berdekatan dengan wanita manapun, kini dengan cepat terlihat akrab. Bahkan Reo sendiri yang meminta untuk menjadikan gadis tersebut sebagai mamanya.

"Mama? kenapa Aku baru ingat jika Reo memanggil gadis tersebut dengan sebutan mama?" Shiro Yuki bergumam seorang diri, membuat kedua orang tuanya melihat dirinya dengan tatapan mata penuh tanda tanya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!