NovelToon NovelToon

Takdir Cinta

Bab 1 Perjodohan

Suasana mencekam dirasakan oleh ketiga orang yang saat ini tengah berada dalam sebuah rumah besar berlantai dua itu. Perdebatan diantara mereka kembali terdengar semenjak kemarin saat mereka kedatangan tamu penting mereka.

''Mau tak mau kamu harus menikah dengannya, Ana. Papa tak mau mendengar penolakan darimu,'' bentak seorang laki-laki paruh baya kepada putri semata wayangnya. Saat ini mereka tengah berada di meja makan setelah menikmati makan malam bersama. Setelah mengatakan itu, Laki-laki itu pun meninggalkan meja makan dengan raut wajah yang menyeramkan.

Ana. Lebih tepatnya Isyana Mega Soraya, yang biasa dipanggil Ana. Putri semata wayang dari pasangan Guntur Soraya dan Mega Puri Harjasa. Putri cantik yang terlahir di tengah-tengah keluarga yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Guntur Soraya merupakan seorang Walikota Surabaya. Tahun ini merupakan tahun terakhirnya menjabat di periode pertama. Ia berencana mencalonkan dirinya kembali menjadi Walikota Surabaya.

Namun untuk mencapai itu, Guntur memerlukan sokongan dari berbagai pihak. Salah satunya dari salah satu sahabatnya yang merupakan seorang pengusaha tambang batubara yang sangat sukses. Untuk mencapai tujuan bersama, Baik Guntur dan sahabatnya itu menjodohkan putra-putrinya agar memperkuat tali persaudaraan mereka.

Kemarin malam merupakan pertemuan pertama bagi keluarga Ana dan juga keluarga Calon suaminya. Betapa terkejutnya saat Anda mengetahui siapa orang yang akan dijodohkan padanya nanti.

Ferdian. Ferdian Bagas Dewangga. Mantan kakak kelasnya semasa sekolah menengah atas yang pernah ia tolak cintanya.

Tentu Anda tak menginginkan perjodohan ini terlaksana. Apalagi calonnya merupakan seorang playboy yang suka main-main dengan banyak wanita. Ia tidak buta. Ia tahu sepak terjang laki-laki itu dari sahabatnya yang memang kekasih dari teman Ferdian.

''Tolong bujuk Papa, Ma. Ana gak mau nikah sama Ferdian. Please, Ma.'' ucap Ana memohon dukungan mamanya.

Kini Mega tampak bingung harus memihak kepada siapa. Satu sisi ia sangat mencintai putri satu-satunya itu. Disisi lain ia harus mematuhi segala tindak tanduk Guntur yang merupakan kepala keluarganya.

''Yang sabar ya, Sayang. Mama usahakan untuk bisa membujuk Papa nanti,'' ucap Mega akhirnya. Ia sangat sedih melihat putrinya kini tengah menangis tersedu akibat perjodohan yang diatur oleh suaminya demi keberhasilan pemilu tahun depan.

Setelah itu kedua wanita beda usia tersebut meninggalkan area meja makan dan memasuki kamar mereka masing-masing.

Setibanya di dalam kamar, Ana kembali mengingat momen pertama kalinya ia dipertemukan dengan Ferdian kemarin malam di rumahnya.

Flashback

''An, cepat turun. Tamu Papa akan segera datang,'' teriak Mega dari lantai bawah.

''Baik, Ma.'' jawab Ana sambil teriak juga. Ia kembali melihat penampilannya yang dirasa sudah cukup cantik untuk menyambut kedatangan sahabat Papanya. Ia masih belum tahu jika malam itu merupakan salah satu malam terburuknya.

Setelah memastikan penampilannya sempurna, Ana segera turun dan membantu Mamanya di dapur.

''Memangnya siapa sih Ma, tamu Papa?'' tanya Ana penasaran.

''Nanti kamu juga tahu sendiri, Sayang.'' jawab Mega. Ana hanya mendengus kesal mendengar ucapan dari sang Mama.

Tak lama kemudian terdengar suara gelak tawa dari arah pintu depan. Itu artinya tamu Papanya sudah sampai dan mulai memasuki rumahnya.

''Ayo masuk, Arya. Kita langsung makan saja dulu,'' terdengar suara Papanya yang mengajak temannya yang bernama Arya untuk menuju meja makan. Ana dan Mega masih tampak sibuk di dapur. Mempersiapkan makanan untuk tamu-tamu itu.

''Sayang, Ana? Kemarilah. Papa kenalkan dengan sahabat baik Papa,'' suara Papa membuat Mega dan Ana menghentikan aktivitas mereka dan menyerahkan semuanya kepada para pelayan.

Saat Ana dan Mega sudah sampai di sana, seketika tubuh Ana membeku menatap seorang laki-laki yang berdiri tegap di samping Papanya itu. Laki-laki yang dulu sempat mengungkapkan perasaan nya kepada Ana tapi Ana menolaknya.

'Ferdian?' batin Ana tersentak kaget saat menyadari keluarga Ferdian-lah yang merupakan tamu dari Papanya.

Setelah berbasa basi, mereka semua segera menempati kursi masing-masing dan memulai makan malam mereka. Gelak tawa terdengar dari mulut para orang tua disana. Sedangkan Ana dan Ferdian tampak saling diam dan hanya sesekali menimpali ucapan dari orang tua mereka.

Ana bisa merasakan jika sejak pertama mata Ferdian tak lepas darinya. Bahkan beberapa kali ia menangkap sebuah senyum menyeringai dari bibir tebal Ferdian. Itu membuat Ana sedikit merasa was-was melihatnya.

Selesai makan malam bersama, kedua keluarga itu melanjutkan obrolan mereka di ruang tamu disana.

''Lalu bagaimana dengan rencana kita, Gun?'' tanya Arya.

''Jangan khawatir. Ana sudah menyetujuinya,'' jawab Guntur yang seketika membuat Ana sedikit tersentak. Ia menatap ke arah Papanya, seakan meminta kejelasan dari arti ucapannya. Namun hanya tatapan tajam yang ia dapatkan dari Papanya.

''Bagaimana dengan seminggu lagi. Menurutmu bagaimana, Fer?'' tanya Arya kepada Ferdian.

''Terserah Papa saja,'' jawab Ferdian santai. Ia terlihat masih fokus dengan ponselnya. Melihat hal itu membuat Arya menyenggol lengan sang putra hingga membuat Ferdian mau tak mau menyudahi bermain game-nya itu.

''Baiklah kalau begitu. Kita adakan pertunangan mereka seminggu lagi. Setelah itu kita atur pernikahan mereka sebulan kemudian. Bagaimana?'' tanya Guntur.

Duar

Ana yang mendengar ucapan dari sang Papa seketika membeku. Bak tersambar petir dimalam hari, ia merasakan dunianya runtuh saat itu juga. Bagaimana tidak, tanpa membicarakan terlebih dulu dengannya, Papanya mengatur pernikahannya dengan seorang laki-laki yang sialnya merupakan mantan kakak kelasnya dimasa lalu.

Flashback end

Tangis memilukan terdengar kembali dalam kamar milik Ana. Ia menumpahkan segala kesedihannya di bantal kesayangannya.

"Kenapa, Tuhan? Kenapa semua ini harus terjadi padaku? Tak bisakah aku menentukan pilihan masa depanku sendiri? Kenapa, Tuhan? Kenapa harus dia yang akan menjadi calon suamiku? Aku tak mau, Tuhan. Aku tak mau," ucap Ana sambil berderai air mata.

Bahkan ia tak diperbolehkan Papanya untuk keluar dari rumah mulai saat ini. Dompet dan ponselnya disita oleh Papanya tadi siang.

Guntur tak mau ambil resiko jika Ana sampai keluar dari rumah untuk saat ini. Apalagi Ana yang menolak dengan tegas Perjodohan itu. Bahkan untuk butik milik Ana, Guntur sudah memerintahkan kepada salah satu orang kepercayaannya untuk mengelolanya sampai rencananya berhasil.

Kejam? Iya, memang kejam seorang Guntur Soraya. Ia bisa menghalalkan segala cara untuk bisa mewujudkan segala keinginannya.

"Aku harus bisa keluar dari sini. Ya. Aku harus bisa," ucap Ana bermonolog sendiri.

Ia mulai memikirkan bagaimana caranya agar ia bisa keluar dari rumah yang telah menjadi saksi tumbuh kembangnya itu.

''Maaf, Pa. Maaf, Ma. Ana tidak mau menikah sekarang. Apalagi dengan laki-laki itu,''

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Bab 2 Ana Beraksi

Hari semakin berlalu. Besok adalah hari dimana pertunangan antara Ferdian dengan Ana dilaksanakan. Sejak pagi Ana sudah frustasi memikirkan bagaimana caranya agar ia bisa diam-diam keluar dari rumahnya.

''Bagaimana ini? Aku harus segera keluar dari sini sebelum Papa dan Mama pulang dari acara kantor Papa.'' ucap Ana sambil menggigit-gigit kecil kukunya. Ia sejak tadi terlihat mondar-mandir di dalam kamar tersebut.

Ting

Sebuah ide muncul di benak Ana. Kemudian ia menelepon nomor temannya.

*tutt

tutt

tutt

"Halo*,"

"Halo, Manda? Kamu diman sekarang?" tanya Ana.

"Ini aku masih ada di cafe. Ada apa?"

"Aku mau minta tolong sama kamu," ucap Ana.

"Minta tolong apaan nih?"

Kemudian Ana menceritakan semuanya kepada sahabatnya yang bernama Amanda itu. Bahkan Amanda sampai dibuat geram karena sikap Ayah Ana yang terkesan menjual putrinya hanya untuk keberhasilan pemilu tahun depan.

Amanda tak mengira jika semua itu terjadi kepada sahabatnya sendiri. Selama ini ia hanya tahu hal-hal seperti itu di novel ataupun serial televisi. Ternyata ada yang nyata dan kini menimpa sahabatnya.

''Baiklah. Nanti aku akan memerintahkan pegawai ku dan akan mengirimkannya ke alamat rumah orang tua mu dengan dalih kiriman paket untukmu. Bagaimana?'' tanya Amanda.

''Yeah. Good idea, Manda. Thanks ya,'' ucap Ana yang berterima kasih kepada sahabatnya itu yang mau membantunya.

''Please, stop berkata seperti itu. Kita sahabat, bukan? Sebagai sahabat kita sudah sewajibnya saling menolong, An.'' ucap Manda.

''Kamu memang yang terbaik, Besti.'' sahut Ana.

''By the way, kamu mau kemana, An? Bagaimana kalau ke tempatku saja?'' tawar Amanda setelah ia mengetahui rencana Ana.

''No, jangan Manda. Aku tahu bagaimana peringai Papa. Dia pasti akan mencarimu dan Bella saat mengetahui aku kabur,'' ucap Ana.

''Tenang saja. Aku tak akan memberitahunya, An.'' ucap Amanda.

''Thanks, Manda. Nanti kamu kasih tahu Bella, ya? Aku tak sempat untuk menghubunginya. Oh iya, mungkin untuk beberapa waktu kedepan aku gak akan menghubungi kalian. Karena aku berencana untuk tidak membawa ponselku. Aku takut jika Papa melacak keberadaan ku menggunakan nomor ponselku.'' ucap Ana.

''Lalu, bagaimana dengan kebutuhanmu, An?'' tanya Amanda khawatir.

''Don't worry. Aku ada simpanan cash di brankas kok.'' jawab Ana.

''Catat saja nomorku kalau nantinya kamu butuh bantuanku, An. Jangan sungkan,'' ucap Amanda.

''Iya, beb. Thanks ya,'' setelah itu Ana dan Amanda mengobrol santai terkait keseharian mereka.

Setelah panggilan tersebut terputus, Ana langsung menuju ke brankas pribadinya yang ia letakkan di dalam lemari pakaiannya.

Ana mengambil tas ransel hitam miliknya yang tak terlalu besar tapi tak terlalu kecil. Ia memasukkan semua uang cash pecahan seratus ribuan yang berjumlah lima gepok ke dalam tasnya. Lalu beberapa perhiasan miliknya, serta surat-surat berharga yang nantinya akan berguna bagi kelangsungan hidupnya nanti.

''Done,'' ucap Ana sambil tersenyum puas melihat persiapannya.

Lalu Ana meletakkan tas ranselnya itu di bawah kolong ranjangnya agar tak diketahui oleh orang lain. Setelah itu ia kembali menuju ranjangnya sambil membaca buku novel yang beberapa waktu lalu ia beli.

*Tok

tok

tok*

Terdengar suara ketukan dari luar pintu yang menyentak Ana. Dengan langkah tergesa ia menghampiri pintu kayu itu dan membukanya.

Ceklek

"Ada apa, Bi?" tanya Ana.

"Ini, Non. Ada paketan untuk Non Ana," ucap Bu Asih yang merupakan kepala asisten rumah tangganya.

"Oh, iya. Terimakasih ya, Bi." ucap Ana sambil menerima sebuah kotak besar bertuliskan namanya sebagai penerima barang.

'Kenapa Segede ini ya?' batin Ana bertanya-tanya mengapa kotak paketnya sangat besar. Sedangkan pesanannya hanya berbentuk sebuah botol kecil.

"Kalau begitu, Bibi ke bawah dulu Non." ucap Bi Asih.

"Iya, Bi. Terimakasih ya, Bi." ucap Ana sekali lagi.

"Iya, Non. Non Ana mah, kayak sama siapa saja," sahut Bi Asih sambil tertawa.

Lalu Bi Asih pergi dari sana. Sedangkan Ana segera masuk ke dalam kamarnya dan mengunci pintunya.

Ceklek

Ana segera mencari cutter untuk membuka kardus besar itu. Betapa terkejutnya saat Ana melihat apa yang ada di dalam kotak kardus besar tersebut.

''Oh, my God. Amanda benar-benar...'' Ana sampai geleng-geleng kepala melihat tingkah polah sahabatnya - Amanda. Betapa tidak kesal saat Ana melihat banyaknya camilan dan kue-kue kesukaan ana di dalam sana.

Melihat secarik kertas di disana, Ana segera mengambilnya.

...^^^*To : Beloved Besti^^^...

...Tak beliin makanan kesukaan mu, Besti. Bisa buat bekal di perjalanan panjangmu. Xixixi...

...Keep healthy ya Besti, Love you full ❤️...

...from : A...

"Ck, Dasar. Emang kurang kerjaan si Manda itu," ucap Ana sambil mengeluarkan semua isi dari kotak besar itu. Lalu pandangannya tertuju pada sebuah botol kecil di sana.

''Ini dia,'' ucap Ana sambil tersenyum tipis mendapatkan apa yang ia inginkan.

''You're the best, Besti.'' ucap Ana.

Setelah itu ia melihat ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul empat sore. Itu artinya sudah waktunya bagi para pelayan dirumahnya untuk bersiap-siap menyiapkan makan malam mereka yang biasa diadakan setiap pukul tujuh tepat.

''Aku mandi dulu, ah.'' ucap Ana sambil beranjak dari sana. Lalu ia meletakkan botol kecil itu di nakas miliknya.

Setelah hampir empat puluh menit, akhirnya Ana selesai dengan ritual mandi dan dandannya.

''Let's go. Saatnya beraksi,'' ucap Ana dengan semangat empat lima. Tak lupa ia mengantongi botol kecil itu di saku celana jeans-nya yang sepanjang lututnya tersebut.

Benar saja. Setibanya di dapur, ia melihat tiga orang pelayan yang mulai mengambil dan memilah-milah sayuran segar yang akan dibuat menjadi olahan makanan mereka.

''Bi Asih?'' panggil Ana. BI Asih yang tadinya sedang menyiapkan bumbu seketika menoleh.

''Ada apa, Non? Non Ana perlu sesuatu?'' tanya Bi Asih.

''Enggak, Bi. Ana mau bantu-bantu Bi Asih masak. Ana bosan gak ada kerjaan seharian.'' ucap Ana sambil memperlihatkan wajah cemberutnya.

''Tapi Non. Nanti Bibi dimarahin sama Tuan dan Nyonya,'' ucap Bi Asih yang menolak permintaan dari anak majikannya itu. Sebagai kepala asisten rumah tangga, Bi Asih tak mau ambil resiko jika nanti Tuan dan Nyonya nya marah karena melihat putri semata wayangnya mereka berkutat di dapur bersama para pelayan.

''Sudahlah, Bi. Biasanya kan Ana juga bantuin Mama kalau Mama lagi masak,'' ucap Ana sedikit memaksa. Ia harus bisa melancarkan aksinya malam ini. Dan semua itu tergantung bagaimana ia saat ini.

Setelah menimbang - nimbang ucap Nona-nya, akhirnya dengan berat hati Bi Asih memperbolehkan Ana untuk membantu mereka memasak makan malam hari ini.

Dengan senyum yang mengembang sempurna, Ana menikmati aksinya kali ini. Meski ada rasa bersalah di dalam hatinya, tapi ia tak punya pilihan lain. Ia hanya berdoa jika perbuatannya kali ini tak menimbulkan efek serius bagi semuanya.

'Maafkan Ana, Ma, Pa. Semua Ana lakukan demi masa depan Ana,'

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Bab 3 Aku tidak baik-baik saja,

Makan Malam sedang berlangsung. Selama itu Ana berusaha bersikap setenang mungkin. Ia tak mau rencana yang sudah ia susun sedemikian rupa hancur akibat ulahnya sendiri. Jadi ia akan menjadi anak yang penurut malam ini.

''Papa harap kamu jangan kecewakan Papa, An. Ini demi keberhasilan karier Papa kedepannya. Dan itu juga berdampak baik untuk butik mu nantinya,'' ucap Guntur sambil menikmati makan malam tersebut.

'Bukan, Pa. Bukan untukku. Tapi untuk diri Papa sendiri,' batin Ana.

''Baik, Pa.'' jawab Ana. Beberapa malam belakang ini makanan yang masuk kedalam mulut Ana terasa hambar. Ucapan demi ucapan sang Papa sangat mempengaruhi mood-nya.

''Mama sudah menyiapkan baju untuk acara besok, An. Nanti jangan lupa diambil di kamar Mama, ya?'' kini giliran Mega yang berbicara. Meski begitu sebenarnya dalam hati kecilnya ia merasa kasihan melihat putrinya yang menjadi korban keegoisan suaminya sendiri.

''Hm, iya, Ma.'' jawab Ana.

Guntur sedikit terkejut melihat sikap Ana malam ini. Tak seperti biasanya yang selalu menentang keras bahkan keduanya sampai bersitegang. Namun ia juga merasa bahagia karena Ana sudah bisa menerima perjodohan tersebut.

''Papa sangat senang jika kamu sudah mau menerima perjodohan ini, An. Percayalah, ini adalah yang terbaik untukmu,'' ucap Guntur. Setelah ia menyelesaikan makanannya, ia menikmati secangkir teh herbal yang menjadi minuman favoritnya.

'Maafkan Ana, Pa. Ana mengambil keputusan ini karena bukan ini yang Ana harapkan. Maaf jika Ana menjadi anak yang durhaka kepada Papa dan Mama,' batin Ana.

Melihat senyum yang terpatri di wajah keriput sang Papa dan Mama, kian membuat Ana semakin dirundung rasa bersalahnya.

Namun ia juga tidak bisa jika harus mengorbankan masa depannya untuk memenuhi permintaan dari Papanya itu sendiri.

Ana diam. Tak tahu harus menanggapi ucapan dari Sang Papa bagaimana.

Melihat keterdiama sang putri, membuat Mega yang duduk di samping Ana segera menangkup tangan kiri Ana menggunakan tangan kanannya.

Pandangan kedua wanita itu bertemu. Mega bisa melihat kedua netra Ana yang sudah terlihat berkaca-kaca. Itu semakin membuat hati Mega terasa sakit.

Sebagai seorang Ibu, Mega ingin sekali membela sang putri tercinta. Tapi sebagai seorang istri, ia tidak mampu untuk menentang perintah suaminya yang menjadi kepala dari keluarganya.

''Sayang?'' panggil Mega.

Dengan sekuat tenaga Ana menahan laju air matanya agar tak menetes di depan kedua orang tuanya. Ia menyunggingkan senyum terpaksa nya kepada kedua orang tuanya.

''I am sorry, Mom.'' ucap Ana dengan suara lirihnya. Mega yang menangkap suara itu hanya bisa menganggukkan kepala.

Ia mengerti bagaimana suasana hati putrinya tersebut. Dihadapkan pada sebuah ikatan sakral yang tak ia inginkan. Tentu akan menjadi beban pikirannya.

Beruntung Guntur tengah sibuk dengan ponselnya, jadi ia tak mengetahui interaksi yang terjadi pada anak dan istrinya tersebut.

Setelah makan malam selesai, mereka menuju ke ruang keluarga. Pelayan pun mengekor di belakang mereka sambil membawa nampan berisi camilan dan minuman untuk majikan mereka.

''Besok acaranya jam tujuh malam. Kamu tahu kan, Ana?''tanya Guntur setelah para pelayan pergi dari sana.

''Iya, Pa.'' jawab Ana seadanya.

''Bagus. Besok akan ada beberapa rekan kerja dan relasi Papa yang datang. Oleh karena itu, kamu harus bisa menjaga sikapmu, An. Jangan sampai menghancurkan apa yang sudah Papa rencanakan jauh-jauh hari,'' ucap Guntur lagi.

Ana diam tak bereaksi.

''Kamu mengerti kan ?'' tanya Guntur dengan nada yang lebih tinggi.

''Mengerti, Pa.'' jawab Ana akhirnya. Ia menundukkan kepala. Enggan menatap wajah kedua orang tuanya.

''Sudahlah, Pa. Ana bukan anak kecil yang harus dikasih tahu tentang itu semua. Lihatlah, dia sudah dewasa sekarang Pa. Jadi Ana pasti bisa membawa dirinya,'' ucap Mega menengahi.

Ia tak ingin suaminya terus menerus mendikte putrinya untuk menjadi apa yang selalu ia inginkan.

Sudah cukup baginya selama ini Ana menjadi anak yang penurut. Mengambil pendidikan sesuai apa yang diinginkan Guntur, masuk ke universitas ternama di Surabaya, Lulus dengan predikat cumlaude yang nilai IPK-nya tinggi.

Dan selama ini tak ada keluhan yang keluar dari mulut kecilnya itu. Hanya kata 'Iya' dan 'Baik' yang selalu dilontarkan oleh Ana. Bahkan Guntur menjaga ketat lingkaran pergaulan putrinya tersebut. Hanya dengan Bella dan Amanda saja, Guntur memperbolehkan. Itupun karena kedua orang tua mereka juga berasal dari strata yang sama tingginya dengan keluarganya.

''Hm. Terserah kalian saja. Papa mau ke ruang kerja dulu,'' ucap Guntur. Kemudian ia beranjak dari sana menuju ruang kerjanya meninggalkan anak beserta istrinya yang masih setia duduk di sana.

tes

Tumpah juga air mata yang sejak tadi di tahan oleh Ana. Dengan gerakan cepat Ana menghapusnya. Mega yang melihat kesedihan melanda Ana segera mendekatkan diri kemudian merengkuh tubuh ramping Ana.

''Maafkan Mama, Sayang. Mama tak bisa membujuk Papamu,'' ucap Mega yang merasa bersalah karena tak mampu membantu Ana untuk menggagalkan rencana perjodohan itu.

Tak ada Isak tangis yang terdengar dari mulut Ana. Namun tubuhnya yang terasa bergetar menandakan jika Ana benar-benar dalam keadaan tersiksa.

Mega sendiri tak bisa berbuat banyak. Suaminya yang keras kepala membuatnya kesulitan untuk menghadapinya. Bahkan ia sampai berdebat dengan Guntur mengenai hal itu. Namun sia-sia, Suaminya itu tak terpengaruh sama sekali dengan ucapannya.

''Sudah malam, ayo kita tidur. Mama juga sudah merasa ngantuk sekali,'' ucap Mega seraya melepaskan pelukannya. Terlihat jelas beberapa kali Mega menguap.

'Mungkin obatnya mulai bekerja,' batin Ana yang melihat Mamanya mulai mengantuk.

''Baik, Ma. Kalau begitu ayo kita kembali ke kamar,'' ajak Ana sambil menggandeng tubuh Mega.

Ia pun mengikuti langkah Mega dari belakang. Setibanya di dalam kamar, Mega memberikan sebuah paperbag ukuran besar kepada Ana.

''Ini. Gaun yang akan kamu gunakan besok, An. Mama pesankan khusus dari desainer langganan Mama.'' ucap Mega.

''Terimakasih, Ma. Ana pergi dulu,'' ucap Ana sambil membalikkan tubuhnya.

Belum sempat ia melangkah, tangannya di raih kembali oleh Mega membuat Ana menoleh.

''Kamu baik-baik saja kan, Sayang?'' tanya Mega. Ana tersenyum tipis mendengar ucapan Mega.

''Tidak akan berpengaruh apa-apa bukan, jika Ana sedang tidak baik-baik saja?'' tanya Ana balik. Mega yang mendengarnya hanya bisa menghela napasnya.

''Good night, Sayang.'' ucap Mega seraya melepaskan tangannya.

''Goid night, Mom.'' sahut Ana. Lalu ia pergi meninggalkan kamar milik kedua orang tuanya itu.

Sesampainya di dalam kamar, Ana segera melemparkan paperbag itu ke Sofanya.

Brak

''I hate them,'' ucap Ana lirih. Setelah dirinya merasa lebih tenang, Ana kembali keluar dari kamarnya. Ia menoleh ke kanan dan ke diri, memastikan tak ada orang yang ada di sekitarnya.

Dengan langkah santai, Ana menuruni tangga dan berjalan menuju dapurnya.

Ia tak melihat apa-apa di atas meja dapur. Itu artinya kue-kue yang diperuntukkan untuk para penjaga gerbang sudah di berikan. Lalu Ana mencoba mencari Bi Asih, tapi nihil. Berarti Bi Asih sudah kembali ke kamarnya sendiri.

''Oke. Sekarang saatnya,''

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!