NovelToon NovelToon

My Posesif Bos

Prolog

Dengan tergesa-gesa, Zahra Jasmine Zulkifli berlari menuju ruang HRD. Dirinya membuka kasar pintu ruangan HRD dan meletakkan berkasnya di atas meja.

“Sa—saya mau datang wawancara, ” ucapannya.

Zahra dengan nafas terengah-engah, mendudukkan bokongnya di kursi yang berada tepat di depan Maria. Maria adalah seorang HRD dari Sagara grup perusahaan yang sangat terkenal di seluruh penjuru kota.

“Maaf waktu wawancara sudah habis. "

Maria bangkit dari duduknya hendak berjalan menuju ambang pintu. Namun, tangannya di cekal wanita di hadapannya.

“Ayolah Buk, kasi saya satu kesempatan, " ujar Zahra sembari memohon kepada Maria.

Namun, wanita tersebut berlalu begitu saja tanpa memperdulikan permohonan Zahra. Apa kalian berpikir gadis itu akan menyerah?! Oh tentu saja tidak, Ia terus mengikuti Maria sampai ke depan pintu sang Direktur utama.

"Buk, saya mohon buk. izinkan saya ikut wawancaranya, " mohon Zahra tak menyerah.

“Kamu mau pergi atau saya panggil satpam?! “ ucap Maria yang seketika membuat langkah Zahra terhenti.

Dengan penuh kekecewaan, Zahra membalikkan tubuhnya dan berlalu meninggalkan Maria yang masih setia menatap dirinya. Yah jika saja ojek online tersebut ngebut, mungkin kesempatan untuk menjadi seorang karyawan di perusahaan Sagara sudah terwujud.

“MARIA! “ teriakan tersebut mampu menyadarkan Maria dari lamunannya.

Dengan dihantui rasa takut, Maria melangkah masuk kedalam ruang kerja sang bos. Matanya membulat, saat mendapati ruangan tersebut bak kapal pecah.

“Sudah kau temukan, orang yang ingin menjadi pelayan di rumah? ” tanya sang Bos yang tidak lain Ialah Kenzo Fabiandi Sagara, Direktur utama Sagara grup yang terkenal dengan sikap dingin, angkuh dan arogannya.

Maria tidak berani mengeluarkan sepatah katapun, hanya kepalanya yang mampu menggeleng saat ini.

“Dasar tidak berguna! ” teriak Kenzo lagi, yang semakin membuat bulu kuduk Maria berdiri.

“A—ada Tuan, tapi dia lulusan SMA nilainya juga tidak terlalu bagus, " ucap Maria sembari berjalan kearah Kenzo, dan menunjukkan data milik Zahra.

“Terima dia. ”

Maria yang tidak bisa membantah ucapan sang Bos, melangkahkan kakinya mengejar Zahra yang mungkin sudah di telan bumi.

“Apes banget gue, ” gumam Zahra, mengerutuki dirinya sendiri.

Dengan pontang-panting, gadis tersebut terus melangkah hingga tiba di lift. Saat dirinya hendak masuk tiba-tiba tangannya di tahan oleh Maria.

“Kamu di terima. ”

Zahra yang tidak percaya, menepuk keras kedua pipinya. Yah jika bukan mimpi, setidaknya sekarang Ia sudah harus sadar.

“Ikut saya ke ruangan Tuan Muda. "

Maria melangkah mendahului Zahra, yang masih mencoba menyadarkan dirinya dari mimpi.

“Ah, ikut aja deh. "

Zahra sedikit berlari mengimbangi langkah Maria, hingga keduanya tiba di ruangan Kenzo. Saat kakinya menginjak ambang pintu, Kenzo menghentikan kegiatannya lalu bangkit dan berjalan ke arah sofa.

“Jadi, kamu mau bekerja disini? “ tanya Kenzo, saat Zahra sudah tiba di hadapannya.

Zahra hanya mengangguk antusias mendengar perkataan Kenzo, dengan sedikit senyuman di bibir ranumnya.

"****! bibirnya kenapa begitu menggoda? " batin Kenzo dengan tatapan yang tertuju pada bibir gadis itu.

“Berapa usiamu? " tanya Kenzo berusaha fokus.

“Dua puluh satu tahun. "

Kenzo mengangguk, lalu memberi isyarat dan seorang pria dengan tubuh yang gagah memasuki ruangan tersebut. Mata Zahra seolah di hipnotis, yang membuatnya tidak berani berkedip.

“Pekerjaanmu di rumah, dan kamu akan tinggal di rumah ku. Vino, bawa dia ambil barang-barangnya. "

Zahra yang mendengar hal itu, membulatkan matanya. Ia berpikir akan bekerja di kantor, tapi dugaannya salah. Dan ini, mengapa Ia harus di antar.

“Tidak! “ serkah Zahra yang seketika membuat pandangan seluruh penghuni ruangan tertuju padanya.

“Kamu tidak mau bekerja? “ ucap Maria sedikit pelan namun, bisa di dengar semua orang.

“Ma—mau banget tapi, jangan ke rumah Zahra biar Zahra sendiri saja. Cukup kasih alamat tempat saya bekerja nanti saya kesana sendirian.”

Kenzo menyuruh Vino sekretaris pribadinya, menuliskan alamat lalu memberikan kepada Zahra.

Zahra mengambil kertas tersebut meremasnya kuat-kuat, lalu menaruhnya dalam kantong bajunya.

“Kenapa harus di remas seperti itu? ” tanya Kenzo bingung dengan perbuatan gadis di hadapannya.

“Hehehehe biar di kira uang, jadi gak akan di buang. "

Maria dan juga Vino berusaha menahan tawa keduanya, melihat kelakuan Zahra apa lagi dengan entengnya Ia menjawab.

"Kalian berdua, mau saya pecat? " titah Kenzo menatap Vino dan Maria.

“Jika besok pagi kau telat semenit saja, jangan harap bisa mendapatkan pekerjaan di manapun! “ ancam Kenzo pada Zahra.

"Iya deh iya, " ujarnya tak perduli.

"Kau menantangku? "

"Bukan begitu Pak, saya hanya menjawab saja, " ujar Zahra menjelaskan maksud dari perkataannya.

"Pakai pakaian yang pantas, " ucap Kenzo memperingatkan.

"Iya bawel amat! " ketus Nara.

Maria dan Vino menelan kasar salivanya melihat keberanian gadis di hadapan mereka. berbeda dengan Zahra, yang seolah tidak takut kepada Kenzo dirinya malah tersenyum manis kepada pria itu setelah mengomelinya.

“Sudahkan pak wawancaranya, saya pamit dulu.”

Zahra melangkah pergi tanpa menunggu jawaban dari calon Bosnya tersebut.

Lagi dan lagi, Maria dan Vino di buat takjub dengan keberanian Zahra. Pasalnya baru kali ini ada yang berlalu begitu saja dari hadapan Kenzo,tanpa menunggu ucapan Kenzo selesai.

“Gadis aneh, ” gumam Kenzo yang terus menatap kepergian Zahra.

Tak hanya sampai disitu saja, Vino dan Maria kembali menatap takjub akan perubahan sikap Kenzo yang berubah dalam beberapa menit saja.

"Tunggu apa kalian? Keluar! "

Kedua insan itu tak berkata lagi, keduanya berlari keluar dari ruangan itu setelah nada tinggi Kenzo menembus dinding telinga mereka.

Zahra keluar dari gerbang Sagara grup sembari tersenyum bahagia. Bagaimana tidak, keinginannya untuk bekerja di perusahaan tersebut akhirnya terwujud.

...***...

Di lain waktu.

Kenzo meletakkan sembarang tasnya, lalu berjalan menghampiri Zahra yang tengah memasak di dapur.

“Dia siapanya kamu, Huh?! ” tanyanya dengan nada yang terdengar seperti orang yang tengah marah.

“Oh, temen Pak. " ujar Zahra setelah melihat ponsel Kenzo, lalu kembali melanjutkan kegiatan memotong ayam.

“Bohong! “ bentak Kenzo, di saat Zahra tidak menghiraukan.

“Apa sih pak? Dia Cuma temen biasa, lagian saya bukan pacar bapak kenapa saya harus menjelaskan secara detail. “

Kenzo yang mendengar perkataan Zahra, terdiam seribu bahasa. Bener juga kata gadis tersebut, mereka tidak punya hubungan yang spesial selain bos dan asisten mengapa dirinya harus marah.

Meski begitu Kenzo menepis jauh-jauh tak bisa di pungkiri sebab hatinya seolah tidak terima jika Zahra mendekati pria lain selain dirinya.

"Tetap saja kau tidak boleh mendekati pria lain! " ketus Kenzo.

Zahra menghentikan kegiatannya, berbalik menatap pria gila itu.

"Apa kamu! " nantang Kenzo.

Zahra menganga tak percaya dengan tingkah kekanak-kanakan Bos gilanya itu.

“Kamu hanya milikku, punyaku tidak boleh ada yang memilikimu selain diriku. “

Kenzo melangkah pergi, tanpa memperdulikan Zahra yang ingin memasaknya bersama sup ayam..

"Dasar tidak waras! " teriak Zahra histeris.

:

:

:

🌾🌾🌾

Gak jelas banget kan cerita ini 😭

Hari pertama bekerja

Hari ini tidak seperti biasanya yang di mana Zahra akan bangun pada jam delapan namun hari ini, Ia harus berusaha bangun lebih awal agar bisa segera ke tempat kerjanya.

Setelah selesai bersiap, Zahra membawa kopernya yang di mana di dalam koper tersebut telah berisi beberapa pakaiannya.

Dengan berat hati, gadis tersebut melangkah meninggalkan rumah tempat yang menjadi kenangan satu-satunya bersama kedua orang tuanya.

“Ma, Pa jaga Zahra, “ ucapnya lalu melangkahkan kakinya meninggalkan gubuk berharganya tersebut.

“Mau kemana? “ tanya Tika, tetangganya yang kebetulan lewat di depan rumah Zahra.

Seolah tidak memperdulikan pertanyaan wanita tersebut, Zahra melangkah begitu saja meninggalkannya.

“Hiih, sombong banget jadi orang. Paling kerjanya jual diri tuh. " kesal Tika lalu melangkah pergi sembari menghentakkan kakinya.

“Bodoh ah, nanti digosipin yang aneh-aneh lagi sama sih mulut busuk itu, " ujar Zahra.

Bukan nanti, tapi sekarang namanya sudah tidak harum lagi ketika Tika sudah jauh darinya.

Sembari menarik kopernya, Zahra berjalan menuju jalanan umum setelah berhasil melewati gang yang selalu Ia lewati.

Saat Zahra melewati halaman gereja, Ia tersenyum dan meletakkan kopernya di balik pohon Pinus, lalu melangkah masuk kedalam.

“Berkati setiap pekerjaan ku okay? Kalau bosnya galak, gak apa-apa aku terima. Ini bayaran nafas untuk hari ini, “ ucapnya di depan altar, lalu memasukkan dermanya kedalam sebuah kotak.

Setelah selesai, Zahra kembali melangkah keluar gereja mengambil kopernya dan berjalan menuju halte menunggu angkot.

Tak menjelang lama, angkot yang di nanti pun tiba. Dengan segera, Zahra memasukkan kopernya dan melangkah masuk kedalam angkot. Kang supir pun melajukan angkotnya setelah penumpangnya telah duduk dengan nyaman.

“Kiri pak! “ teriak Zahra, saat telah tiba di jalanan yang dekat dengan komplek perumahan Tuan Kenzo.

Zahra melangkahkan kakinya menuju ke arah komplek perumahan Kenzo. Saat hendak melangkah lebih jauh, tangannya di tahan oleh security komplek.

“Mau kemana kamu? “ tanya sang security yang terlihat sangat tidak ramah.

“Kesana om, “ jawab Zahra dengan santainya.

Saat hendak melangkah lagi, tangannya kembali di tahan oleh sang security. Zahra menarik nafasnya panjang, lalu melepaskan tangannya dari genggaman sang security.

“Astaga om, Zahra udah telat. “ ujarnya sembari melangkah pergi.

Lagi dan lagi, langkahnya terhenti dan kembali di tahan oleh security perumahan tersebut.

“Heh, kamu pikir saya om kamu apa? Lagian komplek ini gak boleh ada orang yang tidak di kenal masuk sembarangan. Paham kamu?! “ ucap sang security dengan sedikit berteriak.

“Tapi, saya sudah di tunggu di sana. Nanti bosnya ngamuk gimana? “

“Saya tidak peduli! “ bentak sang security dan berlalu meninggalkan Zahra di luar pagar.

“Yah, pasti Tuan Kenzo udah nungguin aku nih, “ ucap Zahra pasrah dengan keadaannya.

Sedangkan di kediaman Kenzo, tepatnya dalam kamar seorang Kenzo. Vino memijat pelipisnya karena saat ini, Tuan mudanya sudah mara-mara tak jelas sembari mencari dasinya.

“Apa yang kau lihat huh, bantu cari dimana dasi bodoh itu berada! “ pintah Kenzo sembari mengitari seluruh kamarnya.

Tanpa menunggu lama lagi, Vino ikut menelusuri seluruh penjuru kamar Kenzo mencari keberadaan dasi tersebut.

“Nah, ketemu. "

Kenzo mengangkat tinggi-tinggi dasinya, yang baru saja di temukan dari bawah kasur.

"Lain kali simpan pada tempatnya! " batin Vino menjerit.

Sudah hampir dua puluh delapan tahun Ia bekerja bersama Kenzo, hari ini Ia baru benar-benar merasakan yang namanya di repotkan oleh pria itu.

Setelah selesai memakai dasinya, Kenzo berlalu begitu saja keluar kamar tanpa memperdulikan yang terengah-engah membantunya tadi.

“Dasar kekanak-kanakan. ” umpat Vino.

“Aku masih bisa mendengarnya Vino! “ teriak Kenzo.

Setelah mendengar teriakan Tuannya tersebut, Vino berlari cepat meninggalkan kamar Kenzo menunju meja makan.

“Hallo, apa ada orang?! “ teriakan Zahra menggema di seluruh penjuru rumah Kenzo, setelah gadis tersebut melewati banyak rintangan.

Dari dalam, Seorang penjaga Kenzo yang di tugaskan menjaga pintu, dengan segera berlari menuju arah pintu setelah mendengar suara Zahra yang menggema.

Saat penjaga itu hendak membuka pintu, Ia di tahan Vino yang sudah berada di hadapannya.

“Ha-

Ucapan Zahra terpotong, saat pintu rumah Kenzo terbuka dan tampaklah seorang pria gagah menyambut kedatangannya yang tidak lain adalah Vino

“Apa ini di surga? mengapa ada pria setampan ini ya Tuhan? “ pintah Zahra tanpa mengalihkan pandangannya dari wajah Vino.

Sedangkan pria tersebut menatapnya dengan kebingungan. Karena saat ini, Zahra tengah tersenyum manis dengan sesekali tertawa kecil.

“Apa kalian akan terus berdiri di sana seharian ?! “

lagi dan lagi, teriakan Kenzo menyadarkan keduanya. Dengan segera, Vino memerintahkan penjaga tadi mengambil alih koper Zahra, lalu membawanya masuk kedalam rumah menuju ruang makan tempat di mana Kenzo berada.

Setelah meletakkan koper Zahra, Vino bersama penjaga itu berlalu meninggalkan ruang makan meninggalkan kedua manusia tersebut.

“Kamu tau ini sudah jam berapa? “ tanya Kenzo, yang nada suaranya terdengar sangat dingin.

Namun, seolah tidak peduli dengan pertanyaan Kenzo, Zahra mengambil air yang berada di atas meja dan meneguk habis air tersebut.

"Marah-marahnya nanti dulu, aku capek, " ucapnya tanpa dosa.

Kenzo menganga lebar melihat tingkah gadis di hadapannya, lalu menatap tajam wajah Zahra.

“Haus om, “ ujar Zahra enteng, meskipun saat ini tatapan mata Kenzo begitu sangat tajam dan menakutkan bagi setiap orang yang melihatnya.

“Beraninya kamu! “ teriak Kenzo menggema di seluruh ruangan.

“Diam dulu Pak, kalem biar saya jelaskan. Jadi gini Pak, Security komplek Anda sangat menyebalkan dan rese. Jadi yah saya telat karena harus manjat pagar di ujung jalan sana, “ jelas Zahra panjang lebar.

Kenzo yang mendengar penjelasan Zahra, mengambil ponselnya lalu menghubungi seseorang. Karena kepo, Zahra ikut menempelkan telinganya pada ujung ponsel Kenzo.

“Kepo banget jadi orang, “ ucap Kenzo setelah menjauhkan ponselnya dari telinga Zahra.

"Cih, bukan kepo tapi penasaran aja, " oceh Zahra.

"Hallo Tuan Kenzo, ada apa? " ujar seseorang dari balik telepon.

"Temui Vino sejam lagi, "

Setelah menutup teleponnya secara sepihak, Kenzo memanggil Vino lalu membisikkan sesuatu, yang langsung membuat pria tersebut berlalu meninggalkan rumah Kenzo.

“Dan kamu, bereskan ini semua. Setelah itu, mbok Ina akan menunjukkan di mana kamar mu. Ingat! Sejam sebelum aku pulang, kamar ku sudah bersih, air mandi sudah di sediakan. Itu saja pekerjaan mu, gaji pertama akan aku transfer setelah seminggu agar aku bisa tau bagaimana kinerja mu. “ jelas Kenzo panjang lebar, lalu melangkah pergi.

Namun, saat baru selangkah tangganya di tahan oleh Zahra. “Bukannya saya kerjanya di perusahaan yah pak? “

Kenzo melepaskan tangan Zahra dengan pelan, lalu berbalik menatap gadis yang tengah menatapnya dengan tatapan imutnya.

“Kalau kamu kerja di perusahaan saya, baru dua hari perusahaan itu sudah bangkrut. “

Kenzo melangkah pergi meninggalkan meja makan. Kali ini benar-benar pergi yah, karena Zahra juga males nahanya lagi.

Setelah kepergian Kenzo, Zahra menuju meja makan lalu membereskan semua bekas makan Kenzo. Saat tengah asik mencuci, sebuah tangan yang sudah berkeriput menyentuh bahunya yang seketika membuat Zahra berbalik menatapnya.

“Nona Zahra yah? “ tanya wanita tua tersebut.

“Iya, mbok Ina yah? “ ucap Zahra sembari menampilkan deretan giginya.

Mbok Ina ikut tersenyum lalu mengangguk ramah. Setelah itu, keduanya saling memperkenalkan diri masing-masing yang menjadikan keduanya sangat akrab meski baru beberapa menit bertemu.

bersambung.....

Tbc.

Wahh makkasih yang sudah mau mampir ke cerita aku, jika ada yang kurang atau tyypo atau apalah bisa di koreksi di komen Makasih 😘

Ocehan Zahra

Seperti perkataan Kenzo, sorenya Zahra mulai membersihkan seluruh kamar yang terlihat seperti kapal pecah yang di dominasi oleh beberapa pakian kotor yang terlempar sembarangan di seluruh penjuru kamar.

“Ganteng-ganteng jorok banget, " umpat Zahra.

Setelah selesai membersihkan seluruh kamar, Zahra mulai menyiapkan air hangat. Dan ketika pekerjaannya selesai, Zahra kembali ke dapur membantu mbok Ina menyiapkan makan malam.

“Ayamnya tolong di potong dulu ndok, “ ucap mbok Ina yang dengan segera di lakukan oleh gadis sampingnya.

Zahra yang telah selesai memotong ayam, beralih mengupas bawang. Namun, kegiatannya terhenti saat mobil Kenzo terdengar terparkir di garasi.

Mbok Ina mengangguk mengiyakan niat Zahra yang ingin membukakan pintu. Seolah mendapat persetujuan, Zahra berlari menuju pintu.

Saat melangkahkan kakinya masuk kedalam rumah, Kenzo di sambut dengan senyuman hangat dari Zahra yang baru sehari menjadi asisten di rumahnya.

“Kenapa senyum-senyum begitu? “ tanya Kenzo sembari melangkah masuk menuju ruang tamu dan mendudukkan bokongnya di sana.

“Kata mbok Ina, kita harus selalu tersenyum kepada Tuan muda ini. Yah meskipun terpaksa, ” ucap Zahra.

Meski dengan nada suaranya begitu pelan namun masih terdengar oleh orang-orang yang berada di ruang tamu.

Kenzo hanya memicingkan matanya, dan kembali menatap ke arah depan sembari memijat pelipisnya.

“Udah sana mandi, habis itu makan, “ pintah Zahra sembari melangkah pergi menuju dapur.

Vino yang mendengar perkataan Zahra, hanya bisa terkekeh pelan dengan keberanian gadis tersebut. Pasalnya, baru kali ini Kenzo di perintah seperti itu.

Pada menit berikutnya, matanya membulat saat menyaksikan Tuannya yang ikut menurut dengan perkataan gadis tersebut.

Kenzo membuka pintu kamarnya, seketika di buat takjub dengan pemandangan di depannya.

Ketika biasanya kamar tersebut tak terurus, hari ini matanya berbinar-binar saat melihat seluruh kamar tertatah rapih dan bersih.

Kenzo meletakkan tasnya, lalu melangkah masuk kedalam kamar mandi untuk memulai ritual mandinya.

Sedangkan di dapur, Zahra dan Mbok Ina yang telah selesai dengan pekerjaan keduanya tengah asik bercanda gurau yang sesekali menimbulkan gelak tawa di antara mereka.

Vino yang melihat hal itu, melangkah menghampiri keduanya.

“Asik banget ceritanya, “ ujarnya saat sudah di hadapan kedua wanita tersebut.

Zahra dan Mbok Ina hanya bisa tersenyum manis menanggapi perkataan Vino.

“Jadi gimana, kamu betah gak di sini? “ tanya Vino membuka kembali obrolan yang sempat terhenti beberapa saat karena kedatangannya.

“Betah banget malahan apa lagi di sini ada kamu Tuan Vino, ” ujar Zahra yang seketika membuat tawa mbok Ina dan Vino pecah.

“Kenapa kamu gak lanjutkan kuliah dulu, habis itu baru lamar ke perusahaan? “

“Yah, mau gimana lagi Zahra kan seorang diri. Lagian kalau mau kuliah mahal biayanya, ” ucap Zahra dengan sedikit kekehan di akhirnya yang semakin membuat dirinya terlihat begitu manis.

“Kemana orang tuamu? “ tanya Vino lagi.

Namun, pertanyaan kali ini mampu membuat ekspresi di wajah Zahra seketika berubah.

Gadis tersebut menarik nafasnya panjang lalu tersenyum manis ke arah Vino.

“Udah mas Vino, mungkin Nona Zahra belum siap ceritanya. Lagian ini dia bukan sedang di interview kan? “ ujar Mbok Ina yang sadar akan kesedihan di wajah gadis di sampingnya.

Vino yang mendengar perkataan Mbok Ina hanya bisa mengangguk pasrah. Dirinya seketika merasa bersalah dengan pertanyaan yang di lontarkannya kepada Zahra.

“Maaf yah, “ ucapnya yang langsung di sambut senyuman hangat dari Zahra.

Kenzo yang baru saja menyelesaikan ritual mandinya, keluar dari kamar mandi dan mulai mengenakan kaos oblong, serta celana pendek.

Kemudian Ia berjalan ke arah balkon sembari membawa sebuah liontin perak dan duduk di kursi yang berada di sana.

“Kemana lagi aku harus mencari mu Jasmine? “ gumamnya sembari tersenyum kaku, menatap liontin tersebut.

Tak lama kemudian, Kenzo memejamkan matanya dan membayangkan Kenzo kecil yang tengah asik berlarian bersama seorang gadis yang selalu di panggilnya dengan nama Jasmine.

“Bian, tungguin aku! “ teriak seorang gadis berusia lima tahun.

“Hahaha ayok Jasmine tanggap aku. "

Memori tersebut masih terus berputar dalam kepalanya, sampai di mana pintu kamarnya terbuka dan menampakkan seorang wanita dengan tubuh mungilnya yang terlihat berjalan kearahnya.

“Tuan, makanannya sudah siap. Mbok Ina menyuruhku memanggil Anda, “ ujar Zahra yang sudah berdiri di hadapan Kenzo.

Tanpa memperdulikan Zahra, Kenzo berlalu begitu saja dari balkon menuju kamarnya.

Zahra yang tidak ingin di tinggal sendirian pun, ikut melangkahkan kakinya membuntuti Tuannya.

Saat melewati kamar Kenzo, manik indah gadis tersebut tidak sengaja menangkap handuk yang di buang sembarangan di atas ranjang.

Dengan segera, Zahra menahan tangan Kenzo yang saat ini sudah di ambang pintu. Kenzo terlihat kesal akan tetapi, saat dirinya berbalik tatapan wajah Zahra sudah tidak bisa di mengerti.

“Tuan Kenzo yang tampan dan gagah, tolong yah kalau selesai mandi handuknya jangan di taruh di ranjang. Ganteng-ganteng kok jorok, “ titah Zahra dengan sedikit menaikkan nada bicaranya.

“Jorok? Maksud kamu apa hah! Kamu di gaji di sini, paham?! “ ucap Kenzo berteriak keras.

“Santai aja dong, gak usah nyolot gitu saya juga denger kalik om.”

“Om? Kamu manggil saya om. Dengar yah anak kecil, saya bukan om kamu. “

Vino yang hendak berjalan ke arah kolam, berbalik arah menuju kamar Kenzo setelah mendengar suara teriakan Tuannya.

“Ada apa ini? “ tanyanya di saat kakinya sudah berada dalam kamar Kenzo.

“DIAM! “ teriak kedua manusia tersebut, saat mendengar pertanyaan Vino.

Vino yang terkejut, memilih membungkam mulutnya. Yah dari pada di semprot, mending diam aja deh.

“Udah ah, capek ngomong sama kang jorok. "

Zahra yang hendak melangkah pergi, tangannya di cekal Kenzo.

"Apa pegang-pegang ini pelecehan namanya, " geram Zahra.

"Pelecahan katamu? dengar ya bocil, saya juga nggak nafsu sama badan kurus mu ini, " ujar Kenzo.

"Bodoh! "

Zahra melepaskan kasar tangan Kenzo, melangkah pergi dengan sedikit menyenggol pria itu.

Kenzo yang begitu kesal, hanya bisa pasrah dan membiarkan gadis itu melewatinya begitu saja.

“Hanya dia yang bisa kek gitu, " ucap ap Vino dengan sedikit terkekeh geli menatap punggung Zahra yang sudah hilang dari balik pintu.

Sedangkan Kenzo menatapnya dengan tatapan tajam yang seketika membuat kekehan Victor berubah menjadi suara batuk.

“Uhuk uhuk uhuk, permisi Tuan ada pekerjaan yang harus di selesaikan. ” elak Vino sembari membuntuti jejak Zahra.

Setelah kepergian Zahra dan Vino, Kenzo mengambil handuk yang di gunakannya tadi lalu meletakkan di dalam keranjang yang berisikan pakaian kotor.

“Bang sat! “ umpatnya sambil menendang keranjang yang tidak bersalah itu.

***

Saat ini, Kenzo bersama Vino dan beberapa anak buahnya tengah berada dalam ruang rahasia setelah menyelesaikan makan malamnya.

Ruangan tersebut di dominasi oleh warna hitam dan banyak tersimpan benda-benda tajam, serta berbagai macam senjata api.

“Bagaimana dengan perkembangan perusahaan di timur? “ tanya Kenzo kepada anak buahnya yang berbeda tegak dan tinggi.

“Semuanya berjalan lancar, hanya saja ada sedikit masalah. Namun, semuanya sudah di atasi.”

“Bagus, Lalu bagaimana dengan Tuan Ardan? “

“Tua bangka itu sangat merepotkan Tuan muda, “ ujar Vino memelas.

Kenzo menaikkan alisnya bingung dengan perkataan Victor.

“Merepotkan bagaimana Vin? “ tanya Dirwan, salah satu orang kepercayaan Kenzo selain Vino.

“Dia menawarkan putrinya sebagai jaminan kerja sama kita, “ jelas Vino yang seketika membuat Kenzo tersenyum smrik.

“Mainan baru yang menarik, “ batin Kenzo, membayangkan bagaimana reaksi Ardan saat mengetahui putrinya di jadikan babu oleh dirinya.

:

:

Bersambung..

Lanjut gak nih? 🤔

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!