Malam yang dingin, hujan membasahi sebagian besar kota, membuat basah jalanan batu yang tertata apik di sebagian kota. Suhu saat ini hanya bergerak di angka satu derajat Celcius. Dingin dan hampir menyentuh titik beku.
Seorang pria berwajah pucat, tidur dengan gelisah di ranjang empuk dan lebarnya. Kamar yang cukup besar dengan penghangat ruangan yang membuatnya sama sekali tak kedinginan. Ia berbalik ke kanan dan ke kiri, dahinya berkerut dan keringat membasahi tubuhnya yang bertelanjang dada.
"Awaaas!!"
Pria itu terjaga dari tidurnya, untuk kesekian kalinya dia bermimpi yang sama. Seorang lelaki tampan dengan rambut panjang diserang dua wanita cantik dengan wajah serupa. Keduanya menyerang dari depan dan belakang. Satu wanita berpakaian slim suit memegang pedang panjang yang mengeluarkan cahaya kuning kemerahan sementara wanita yang lain memegang benda serupa pedang pendek yang terlihat unik.
"Siapa mereka, kenapa bayangan itu selalu hadir dalam mimpiku," gumamnya lirih seraya memijat keningnya yang basah oleh keringat.
Pria itu juga melihat kehancuran besar kaumnya dan juga tentara iblis yang bersekutu dengan lelaki yang terbunuh dalam mimpinya itu. Kehancuran massal yang mengubah jasad menjadi debu dalam sekejap.
"Siapa wanita itu sebenarnya, apa mereka kembar? Kenapa mimpi ini terus datang padaku ?" ujarnya bermonolog.
"Mimpi buruk lagi tuan?" lelaki lain dengan rambut hampir memutih seluruhnya mendekati si pria.
"Begitulah, mimpi yang sama selama beberapa hari terakhir. Tidakkah itu aneh Abraham?"
"Ya tuan, saya rasa juga begitu." Lelaki yang dipanggil Abraham itu mengulurkan segelas minuman berwarna merah pada tuannya. "Minumlah tuan Darren, semoga ini bisa membantumu tidur kembali."
Darren Constantin, keturunan ke empat belas dari Count Dracula yang kesohor menerima gelas itu dan menenggak habis cairan yang merupakan intisari kehidupan manusia, darah.
"Apa ada kabar dari Zurich?"
"Ya tuan, informan kita mengabarkan pencarian artefak kuno yang kita cari selama ini akan segera dilakukan."
"Bagus, pantau terus setiap informasi dari mereka dan pastikan kita mendapatkan artefak itu!"
"Baik tuan!"
Abraham undur diri dan meninggalkan Darren sendiri dalam gelap. Darren, membuka lebar jendela kamarnya membiarkan udara dingin yang membekukan tulang itu menusuk setiap pori-pori tubuhnya.
"Aku harus mendapatkannya, demi mengembalikan kejayaan para vampir!"
Matanya yang kemerahan terlihat berkilat diterpa cahaya rembulan. Taring kecil yang menghiasi deret giginya tampak mempertegas wajah tampan dan pucat Darren.
...----------------...
November 15, Zurich
Hari yang sibuk di kota Zurich, seorang wanita memakai kacamata berlari di antara kerumunan orang yang berlalu lalang di pedestrian.
"Uups, sorry … maaf, oh my God … maafkan aku nyonya!" teriaknya sambil meliukkan tubuhnya dengan gesit.
Professor Nirwana Zehra, bergegas masuk ke dalam gedung pencakar langit tempatnya bernaung. Ditangannya ada tas besar berisi laporan penelitian sementara, tangan satunya lagi membawa kotak berisi kopi dan sarapan paginya.
"Oh mein Gott, ich bin spät dran!" (Oh my God aku terlambat!)
Kakinya mengetuk ngetuk lantai menunggu lift terbuka. Sekelompok lelaki berjas rapi juga menanti di depan lift, Nirwana tak sabar ia melirik ke arah jam yang melingkar di tangannya.
"Iiisssh, berapa lama pintu lift ini terbuka?" gerutunya dengan menahan geram, Nirwana yang tak sabar akhirnya memilih untuk menuju tangga darurat.
Dengan cepat ia menaiki tangga, bunyi sepatu yang beradu dengan lantai terdengar menggema di koridor tangga darurat. Ponselnya berdering, membuat Nirwana sedikit kerepotan dengan tangan penuh.
"Ya, Ich bin schon hier!" (Ya, aku sudah disini?)
Nirwana bergegas naik dan dengan nafas tersengal, ia berdiri di depan ruang rapat. Merapikan sedikit rambutnya yang berantakan lalu membuka pintu. Ia memaksakan senyum meski nafasnya masih setengah mati untuk kembali normal.
"Hai, maaf saya terlambat!"
Senyum masam tersungging di bibir tipisnya, Nirwana sedikit menunduk menghindari tatapan tajam dari peserta meeting lain. Beberapa profesor arkeolog ternama dari beberapa universitas andalan di seluruh dunia hadir disana. Nirwana satu diantara sekian banyak profesor yang diundang dalam pertemuan itu.
Seorang pria Eropa berwajah dingin menatapnya tajam tak berkedip ataupun senyum saat Nirwana mengangguk ke arahnya. Wanita itu dibuat canggung dengan tatapan mata bak elang hitam.
"Sombong sekali dia, aku baru melihatnya disini apa dia bagian dari sponsor?" gumamnya lirih.
"Apa bisa kita mulai profesor Nirwana?"
Suara lantang seorang lelaki paruh baya akhirnya mengalihkan pandangan Nirwana ke depan. Dengan cepat, Nirwana pun mengangguk.
"Baiklah, kita mulai presentasi kali ini. Silakan tuan Anthony!"
Lelaki dengan wajah berbintik dan kacamata tebal bernama Anthony berdiri di depan podium. Ia memulai presentasi nya tentang penemuan-penemuan baru yang diduga peninggalan peradaban Rumania sekitar abad ke 12 dan 13 Masehi. Slide demi slide diputar disertai pendukung pemetaan wilayah dan citra satelit.
Anthony menjelaskan maksud dan tujuan ekskavasi untuk menegaskan penelitian tentang kepercayaan kehidupan setelah kematian. Nirwana mengerutkan kening, sejuta pertanyaan muncul dari slide terakhir. Bukti penemuan kerangka manusia dengan rongga mulut yang terbuka paksa dan diganjal kayu atau sejenis besi.
"Tunggu, penelitian ini menyangkut tentang vampir, dracula, or sejenisnya?" Nirwana menyela membuat semua peserta menatap ke arahnya.
Anthony menoleh ke arah pria yang berdiri di sudut ruangan, lalu menjawab. "Benar, kami sedang mencari bukti pendukung keberadaan mereka. Selama ini kita tahu mereka ada dan hanya didasarkan mitos, buku-buku sastra dan cerita urban legend. Jadi kami …,"
"Stop! Ini benar-benar diluar ekspektasi saya, mencari bukti vampir ada itu sudah dilakukan berpuluh tahun yang lalu. Semua bukti mengarah dan mendukung adanya kepercayaan bahwa vampir itu ada, lalu buat apa kita mencarinya lagi?! Ini sangat membuang waktu dan tenaga!" lagi-lagi Nirwana mengecam.
Anthony menarik nafas dalam, ia menatap Nirwana lalu mengubah slide terakhir.
"Ini adalah foto citra satelit terbaru yang kami dapatkan baru-baru ini. Sebuah kastil tua yang belum terjamah para peneliti tersembunyi di hutan larangan di pedalaman Cluj Napoca"
"Hutan Hoia Baciu, aku pernah mendengarnya!" sambung Nirwana lirih, tatapannya tak lepas dari slide terakhir. instingnya mengatakan sesuatu yang besar tersembunyi disana.
Anthony menatap Nirwana sejenak lalu kembali lanjutkan. "Kami mencurigai disanalah artefak kuno peninggalan para klan vampir disembunyikan."
"Artefak ini sangat berarti bagi klan vampir dan konon kabarnya ia bisa mengembalikan masa lalu yang hilang. Jika benar artefak itu ada disana maka, ini akan jadi penemuan terbesar sepanjang sejarah." lanjutnya lagi mengakhiri presentasi.
Nirwana terperangah, ia memang pernah mendengar rumor tentang artefak itu. Jauh semasa ia masih duduk di tingkat dua para guru besar dan pembimbingnya juga sempat menceritakan artefak kuno yang memiliki kekuatan ajaib.
"Kali ini, kami menunjuk profesor Nirwana sebagai ketua tim. Kami yakin dengan kemampuan dan ketajaman insting anda. Bagaimana profesor Nirwana?"
Nirwana menarik sudut lengkung di bibirnya, matanya berbinar, dan wajahnya merona kemerahan dan tanpa berpikir panjang ia pun menjawab.
"Tentu tuan Anthony, itu kehormatan untuk saya!"
...----------------...
Di sebuah rumah mewah nan megah, Darren duduk di kursi kebesarannya. Ia menikmati segelas cairan merah kental, senyum tersungging di bibirnya. Darren menatap lekat ke arah monitor layar besar di depannya.
Pertemuan di Zurich terpantau jelas seperti siaran live televisi. Ia memperhatikan wanita yang sedari tadi berkomentar, siapa lagi jika bukan Nirwana.
"Siapa gadis itu?" ia bertanya pada Abraham tanpa mengalihkan pandangan.
Sang asisten dengan cekatan membuka file yang ada di hadapannya. "Nirwana Zehra, profesor muda di bidang arkeolog spesialis pencarian artefak kuno, dia memiliki ketajaman insting yang tidak diragukan lagi. Terlibat dalam beberapa penggalian penting di dunia termasuk Piramida Giza baru-baru ini. Lulusan terbaik dan memiliki julukan … nose of Anubis?" Abraham mengerutkan kening, ia tak percaya ada julukan aneh seperti itu apalagi julukan itu ditujukan untuk seorang gadis cantik.
"Apa? Hhm, menarik!" senyum Darren mengembang lagi, ia menenggak habis darah dalam gelasnya itu.
"Dekatkan kamera padanya!" perintah Darren dari mikrofon mini yang menempel di telinga informannya.
Sang informan memperbesar gambar Nirwana agar terlihat jelas dari layar Darren. Abraham menoleh ke arah Darren yang tersenyum menatap wajah cantik Nirwana. Baru kali ini ia melihat tuannya begitu antusias. Entah karena pencarian artefak kuno itu atau memang Darren menginginkan Nirwana menjadi miliknya.
"Aku ingin melihat seberapa istimewanya dirimu, Nirwana."
Nirwana berdiskusi dengan beberapa profesor lain yang terlibat dalam meeting. Ia sangat antusias dengan apa yang akan menjadi tugas dan misi barunya. Setelah mengikuti penggalian di salah satu situs terbesar dunia namanya memang mulai diperhitungkan. Tapi Nirwana tak pernah berbesar hati, ia tetap rendah hati dan tidak sembarangan mengambil tawaran penelitian meski itu berasal dari lembaga penelitian ternama.
Nirwana memiliki insting tajam yang tak dimiliki para arkeolog lain. Kemampuannya menganalisa bukti dan literatur sejarah memang diatas rata-rata arkeolog lainnya. Nirwana bahkan bisa memecahkan teka teki sulit yang terkadang muncul dalam setiap peradaban kuno.
Di usianya yang masih terhitung sangat muda sebagai arkeolog, Nirwana mampu bersaing dengan profesor kelas dunia dan para penemu sejarah kepurbakalaan lain. Julukannya pun tak main-main "Nose of Anubis".
Julukan yang didapatkan setelah berhasil memetakan makam kuno di City of the Dead, dalam sejarah kuno Mesir. Prestasi yang bukan kaleng-kaleng lagi. Kutukan kuno, jebakan maut, bahasa yang lumayan rumit, serta misteri yang menyelimuti City of the Dead berhasil ditaklukan.
Kini waktunya misi baru, menemukan relik kuno yang konon dipercaya sebagai relik peninggalan klan vampir.
"Bentuk relik yang unik." gumamnya lirih, matanya tertuju pada sketsa yang digambar dengan bantuan Artificial Intelligence.
"Ada yang tahu untuk apa relik ini?" Nirwana bertanya pada timnya meski ia sebenarnya sudah mengetahui.
"Konon relik ini bisa digunakan untuk mengembalikan masa lalu." Nicole sang asisten menjawab disaat yang lain hanya termangu dan sibuk dengan pikiran berandai andai.
"Mengembalikan masa lalu? Ciih, naif sekali. Untuk apa mengembalikan masa lalu jika masa depan nyatanya jauh lebih baik." Nirwana menaikkan alisnya sebelah.
Matanya tertuju pada salah satu ornamen yang menghiasi relik. "Goblin?" jarinya menunjuk pada salah satu relief yang menghiasi sudut relik.
Anggota tim yang lain segera memperbesar gambar dengan lup pada gambar asli lalu membandingkannya dengan sketsa buatan AI.
"Yup, lengkap dengan taring kecilnya." Gery menjawab pertanyaan Nirwana.
Gery, mahasiswa terbaik di bidang arkeologi di kampus tempat Nirwana mengajar. Keahliannya di bidang ekofak (menganalisa benda dilingkungan seperti batuan, fosil, dan muka bumi) cukup mumpuni, ia juga mahir merekonstruksi artefak kuno meski dalam kondisi tak sempurna.
"Prof, para ahli kimia dan genetik sudah bergabung mereka menunggu di ruang meeting bersama ahli lain." Nicole memberitahukan pada Nirwana jika timnya sudah siap.
"Oke, Gery dan kau Nicole bawa yang diperlukan ke ruangan. Aku menyusul."
Nirwana perlu memastikan sesuatu sebelum ia memulai meeting. Kebiasaan yang selalu ia lakukan sebelum menjalankan misinya. Nirwana duduk terdiam menatap sketsa relik di depannya, matanya tak berkedip seolah meneliti setiap detail dari ornamen kuno itu. Ia menggenggam kalung bermata hijau kekuningan pemberian ibundanya.
Rasa hangat yang menjalar ke seluruh tubuhnya seolah memberinya energi untuk membuka instingnya lebih tajam.
Nirwana tak menyadari ada kedipan merah samar yang tersembunyi di dalam ruangan. Kamera mini sengaja diletakkan seseorang disudut yang tepat hingga mampu menampilkan gambar Nirwana dan apa pun yang terjadi dalam ruangan itu dengan jelas di lain tempat.
"Apa yang dia lakukan?" humam Darren tanpa berkedip.
"Kalung itu memiliki kekuatan aneh. Energinya cukup kuat untuk melindungi manusia selemah dirinya."
"Tuan, apa perlu saya menyelidiki siapa nona itu lebih jauh?" Abraham bertanya pada Darren yang kini sibuk memainkan bola besi kecil di sela jemari lentiknya.
Darren tak menjawab, ia hanya menyeringai menunjukkan sepasang taring kecilnya. "Tidak, aku akan menyelidikinya sendiri. Abraham siapkan semuanya kita akan pergi ke hutan itu."
"Baik tuan!" Abraham undur diri meninggalkan Darren yang masih setia duduk dan memperhatikan Nirwana.
"Cantik,"
...----------------...
Setelah menempuh perjalanan yang melelahkan, Nirwana dan timnya tiba di hutan Hoia Baciu. Kabut tipis yang menyelimuti hutan, ditambah cahaya matahari yang tidak terlalu bisa menembus hutan purba itu menambah kesan angker hutan yang mayoritas ditumbuhi vegetasi tanaman sub tropis pada umumnya seperti pohon Cemara dan tumbuhan semak. Perbedaannya di hutan ini batang-batang pohon melengkung dan mengarah pada sudut tertentu, aneh memang.
"Prof, anda yakin kita masuk ke dalam sini?" Nicole memastikan sebelum mereka melangkah lebih jauh ke dalam hutan.
Nirwana yang sesekali memperhatikan atas menjawab dengan santai. "Kamu takut? Ini bahkan tidak seseram Mesir, Nicole. Kau tahu kan mumi, serangan virus aneh, gelap, panas, lembab? Kita pernah mengalami yang lebih menegangkan."
Nicole melihat kearah kanan dan kiri serta belakang, ia terjebak kengerian yang diciptakan alam bawah sadarnya. Ucapan Nirwana benar dibandingkan saat berada dalam piramida Giza dan City of the Dead ini jauh lebih 'aman'. Benarkah itu? Nyatanya tidak.
Nirwana dan timnya tak menyadari bahaya yang sedang mengintai. Klan vampir di bawah pimpinan Darren nyatanya telah menyusup diantara anggota tim. Belum lagi penghuni tak kasat mata yang sedari tadi mengintai dari balik pohon dan minimnya cahaya.
Hutan Hoia Baciu dipercaya sebagai pusat kekuatan gaib, tempat dimana sang legenda Count Dracula diduga bersembunyi. Hutan ini juga dikenal sebagai segitiga Bermuda nya Transylvania. Tak ada penduduk yang berani mendekat apalagi rumor yang berkembang mengatakan siapa pun yang masuk tidak akan pernah bisa keluar.
"Prof, letak kastil tua itu sekitar enam puluh lima derajat dari pusat hutan … jika tidak salah perhitungan ini berarti ada di … depan sana!"
Gery memakai alat pelacak canggih yang terhubung satelit. Tangannya menunjuk ke arah kiri dengan sudut sembilan puluh derajat dari posisi Nirwana sekarang.
"Bagus! Ayo cepat sebelum malam tiba."
Mereka bergegas menembus hutan sesuai dengan arahan Gery, benar saja tak lama kemudian mereka tiba di sebuah kastil tua tak berpenghuni dengan semak belukar yang hampir menutupi sebagian kastil.
Nirwana tersenyum puas matanya berbinar bak menemukan harta karun seluas samudra, "Wow, indah bukan Nicole? Petualangan, kita mulai disini!"
"Pasang tenda! Kita mulai penelitian disini!" perintahnya pada anggota tim.
Nirwana bergerak cepat sebelum senja tiba. Ia meminta beberapa helper untuk membersihkan semak belukar yang menutupi sekitar. Tiga orang bertugas membuat jalan masuk ke kastil, sementara lima lainnya dengan cekatan membantu mendirikan tenda utama sebagai kamp penelitian.
Nirwana membawa dua puluh personil inti yang terdiri dari berbagai ahli di bidang ilmu masing-masing. Profesor muda itu dibantu Gery memetakan kembali wilayah kastil dengan menerbangkan dua drone pengintai. Salah satunya dilengkapi dengan infrared yang langsung terhubung dengan komputer canggih di tangan Gery.
"Pemetaan selesai prof! Semuanya sesuai dengan citra satelit yang kita dapat!" Gery puas dengan hasil kerjanya, ia mengarahkan layar pada Nirwana.
"Bagus, kita akan memulainya besok pagi!"
Dua drone telah kembali pada Gery, Nirwana berjalan mendekati kastil yang hampir runtuh sebagian. Tak ada rasa takut yang menyelimutinya meski ia menyadari ada sesuatu yang aneh menyelimuti kastil itu. Kelebatan bayangan hitam sesekali tertangkap ekor matanya.
"Ya, ya tempat yang penuh misteri tidak akan lepas dari hal aneh yang mengikutinya." gumamnya dengan senyuman masam.
Setelah beristirahat semalaman, Nirwana merasa segar dan sangat bersemangat. Usai makan pagi ala kadarnya, ia memimpin tim pembuka untuk masuk ke dalam kastil.
"Kita mulai penelitian pagi ini, sasaran kita mencari bukti dan benda bersejarah yang luput dari pantauan. Ingat selalu waspada dan berhati-hati karena kastil ini usianya sudah sangat tua. Jangan terpisah dan usahakan tetap dalam kelompok!" teriaknya lantang sebelum memasuki kastil.
"Kenakan masker dan lapisi tangan kalian dengan sarung tangan!" ia kembali mengingatkan timnya tentang pengamanan dan keselamatan diri.
Berbekal santer besar di kepala, kamera yang melekat di bahunya, sabuk berisi peralatan penggalian mini miliknya, dan juga tongkat untuk menghalau binatang berbisa, Nirwana masuk ke dalam kastil. Beberapa orang mengikutinya di belakang, dua helper berbekal parang tajam membuka jalan bagi Nirwana.
"Gery, kita kemana?" tanya Nirwana pada Gery melalui mikrofon kecil di telinga.
"Ada ruang bawah tanah yang tersembunyi tepat di bawah lorong profesor saat ini." sahut Gery dengan kacamatanya memperhatikan layar monitor dengan proyeksi tiga dimensi.
"Bawa kami kesana," perintah Nirwana tegas, matanya awas memperhatikan sekitar. Berjaga dari serangan binatang dan makhluk lain yang mungkin saja terjadi.
Gery membimbing Nirwana menuju ruangan bawah tanah. Dengan perlahan Nirwana melangkahkan kaki menuruni anak tangga. Lembab, licin, ditambah aroma spora yang menyengat. Untung saja Nirwana tak lupa mengenakan masker pada setiap misinya, ini dilakukan untuk mencegah masuknya virus purba yang mungkin tak sengaja terhirup oleh dirinya dan tim.
"Oke, sekarang kau ada didepan makam itu prof. Tugasmu membukanya tapi berhati hatilah dengan jebakan." Gery menuntaskan arahannya.
"Yup, as usual!"
Nirwana berjalan mendekati makam yang konon di dalamnya terdapat peti yang bertatahkan batu permata. Susunan batu di lantai sedikit mengusiknya. Makam kuno itu diperkirakan ada di depannya, tapi ia tak yakin bisa mencapai makam itu dengan mudah.
"Bebatuan ini aneh, Gery bisakah kau melihat dari kameraku?!"
"Yup, sangat jelas sekali!"
"Bagaimana menurutmu pola lantai ini?"
Gery memperhatikan sejenak, lalu berkata "Jebakan, mam!"
"Hhhm, kau benar. Aku akan memastikannya!"
Nirwana melemparkan batu besar ke arah lantai dengan pecahan batu terbesar. Batu itu tepat mendarat di tengah. Untuk beberapa detik tak ada yang aneh tapi kemudian bunyi gerakan dalam tanah dan lantai batu yang berubah pola membuat semuanya tercengang.
Lubang besar menganga berjalan dengan cepat ke arah posisi Nirwana. Arkeolog muda itu sontak terkejut dan menghindar, tapi terlambat, tubuhnya hilang keseimbangan saat lubang besar itu membuat jarak antara dirinya dan tim.
"Oh, tidaaak!"
Salah satu informan Darren mengabarkan jadwal keberangkatan dan rencana Nirwana secara singkat melalui sambungan telepon. Sang pemimpin klan vampir terbesar ketiga di Rumania itu hanya mendengarkan dan kemudian mengakhiri panggilan tanpa berbicara apapun.
Darren kembali menatap layar monitor dan mengulang kembali rekaman Nirwana saat berada dalam ruangannya.
"Siapa sebenarnya gadis ini? Kekuatan yang melindunginya sangat misterius. Aku belum pernah menemukannya."
Darren terus mengulang dan mengulang, matanya tertuju pada kalung yang dipegang erat Nirwana. "Hhm, gadis ini seperti …,"
"Tuan, yang lain sudah menunggu. Kita segera berangkat." suara Abraham menghentikan rasa penasaran Darren.
Tanpa menunggu lama, ia dan rombongan bergegas pergi menyusul tim Nirwana ke hutan terkutuk. Rombongan keduanya datang hampir bersamaan hanya saja Darren dan pengikutnya memilih masuk dari sisi lain agar bisa mengawasi Nirwana dan timnya.
Darren mendapat informasi secara berkala dari mata-matanya. Ia berada pada jarak yang tidak terlalu jauh dari Nirwana, mengawasinya dan bersembunyi di antara pepohonan serta semak belukar.
"Benar dugaanku, gadis ini memang istimewa. Aku bisa merasakan energi tak biasa yang merembes keluar darinya."
Darren dengan kekuatannya mampu membuat tubuhnya menghilang, ia mendekati Nirwana yang mulai merasakan kehadirannya. Darren sengaja berdiri di depan Nirwana, ia memperhatikan wajah gadis dengan kacamata bertengger di hidungnya.
"Dia memang cantik."
Sang pemimpin vampir mengagumi kecantikan alami Nirwana, perpaduan wajah Asia dan Eropa. Kulitnya tidak terlalu putih, hidung mancung dengan rambut kecoklatan dan iris mata hitam.
Selama berabad abad tidak ada satupun wanita yang mampu membuatnya terpesona tapi kali ini, Darren dibuat penasaran dengan keberanian dan kecerdasan arkeolog muda yang sedang berdiri di depannya. Mata Darren kembali tertuju pada kalung berliontin hijau kekuningan yang melingkar di leher Nirwana.
"Kalung itu," ia bergumam sambil terus mengikuti Nirwana dan berjalan sejajar dengannya. Mempelajari energi yang merembes pada liontin unik itu.
"Itu bukan kalung biasa, siapa dirimu sebenarnya?"
Nirwana bukan tidak paham jika ada entitas tak terlihat yang ada disekitarnya. Hanya saja ia tak memiliki kemampuan untuk melihat kehidupan tak kasat mata di sekitarnya. Energi yang berbenturan antara miliknya dan Darren membuat tubuh Nirwana tak nyaman, sesekali ia menyentuh tengkuknya dan berdecak kesal.
"Selalu saja begini kalau ada ditempat angker." ia bergumam lirih dan kembali melihat ke atas pohon yang tampak bergoyang tak wajar.
Darren ikut mendongakkan kepala ke atas, ia melihat beberapa anak buahnya mengintai dan meloncat dari satu pohon ke pohon lain.
"Dia pintar, ia tahu ada yang tidak beres diatas sana. Huh, sayang sekali kau tidak bisa melihat apa pun." Darren tersenyum miring, menatap Nirwana sejenak sebelum akhirnya pergi dan kembali menghilang.
...----------------...
Rekahan tanah semakin melebar dan bergerak cepat menjalar membelah bumi. Nirwana yang terkejut tak bisa menyeimbangkan tubuhnya saat berdiri terlalu dekat dengan tanah yang terbuka tiba-tiba. Nicole dan asisten lainnya pun panik, mereka menyelamatkan diri masing-masing, melupakan Nirwana pasrah dengan hidupnya.
"Ooh, tidaaaaak!"
Tubuh Nirwana jatuh ke dalam rekahan tanah yang cukup lebar, ia pasrah dan bersiap menerima takdir kehidupan yang merenggut nyawanya di usia muda.
'Setidaknya aku mati dalam tugas pencarian, gugur secara terhormat.'
Nirwana memejamkan mata, tapi apa yang ia rasakan detik berikutnya adalah hentakan kuat yang menyambar tubuhnya cepat. Nirwana bagai terbang dengan kecepatan tinggi, jantungnya berdebar, aliran darahnya naik turun tak karuan membuat tubuhnya merespon dengan kengerian.
'Aku mati, aku pasti sedang menuju kematian!' teriaknya dalam hati, matanya semakin terpejam, ngeri membayangkan apa yang terjadi.
Suara gemuruh itu perlahan menghilang meninggalkan debu yang berterbangan. Nirwana membuka matanya perlahan, ia memicingkan mata melihat sekeliling dengan cemas.
"Apa aku mati?"
"Mati? Aku rasa tidak nona!" suara lelaki berada tepat di telinga Nirwana membuatnya terkejut.
"Si-siapa kamu?" keduanya saling menatap penuh takjub.
Nirwana bak bermimpi bertemu dengan lelaki tampan berwajah pucat yang tengah memeluknya. Mata biru laut ya menatap Nirwana lembut. Begitu juga dengan Darren yang akhirnya bisa menyentuh gadis yang beberapa jam ini telah menyita perhatiannya.
Nirwana terkejut, matanya terbelalak dan dengan cepat ia melepaskan pelukan Darren. Nirwana menjauh dan bertanya, "Kau bukan bagian dari tim? Apa kau pencuri?" teriaknya seraya mengambil salah satu alat penggalian yang tersemat di pinggang untuk melindungi dirinya.
Darren tersenyum sinis padanya, "Pencuri katamu? Seharusnya kau berterima kasih padaku, jika bukan karena aku, kau sudah terjatuh ke lubang itu!"
Nirwana melirik ke arah lubang besar menganga yang berjarak dua meter darinya. Gadis itu menelan ludah kasar, membayangkan dirinya terjatuh dalam lubang gelap mengerikan itu.
"Lalu jika bukan pencuri, siapa kau? Kenapa ada disini?" tanya Nirwana lagi dengan ketus, ia masih mengacungkan alat penggalian pada Darren membuat pria tampan itu terkekeh.
"Aku jadi menyesal menyelamatkanmu. Tuduhan mu itu menyakiti hatiku nona."
Nirwana yang merasa tak enak hati akhirnya menurunkan alat yang digunakan untuk mengancam Darren perlahan. Suara gemuruh itu kembali datang diikuti goncangan kecil. Nirwana kembali kehilangan keseimbangan, tubuhnya nyaris tergelincir saat tanah yang diinjaknya longsor.
Darren dengan cepat menarik tangan Nirwana dan memeluknya.
"Sepertinya disini berbahaya, kita harus pindah ke sebelah sana." ujar Darren memperhatikan retakan tanah yang semakin melebar.
"Y-ya kau benar, tapi bagaimana caranya kita pindah ke seberang sana?" Nirwana gugup dan ketakutan, baru kali ini ia berada dalam situasi yang mengancam hidupnya.
Darren tersenyum geli melihat wajah pucat Nirwana yang kini gugup tak karuan, "Wah, lihatlah siapa yang kini memeluk dan ketakutan." ejeknya pada Nirwana membuat gadis dalam pelukannya itu merona malu.
"Well, thank you tuan …,"
"Darren, namaku Darren. Maaf kita harus berkenalan dengan cara seperti ini nona …,"
"Nirwana,"
Mereka kembali terlibat dalam adu pandang, saling mengagumi dan terpesona. Senyum kecil mengembang di bibir keduanya, dengan jarak yang begitu dekat Darren bisa mencium bau darah Nirwana yang menggodanya.
Nalurinya tergerak untuk mencicipi darah gadis itu, ia mendekatkan wajahnya perlahan. Darren membius Nirwana dengan kemampuannya. Waktu berhenti berjalan sejenak. Mata Darren tertuju pada pembuluh darah di leher Nirwana yang berdenyut seolah memanggilnya untuk segera menancapkan kedua taring disana.
"Profesor Nirwana, apa anda baik-baik saja? Profesor, profesor! Jawab kami?!" suara Gery diseberang sana terdengar panik dan cemas.
Darren terkejut dan sedikit menjauhkan wajahnya. Nirwana pun tersadar dari pengaruh Darren, ia linglung sejenak sebelum menjawab panggilan Gery.
"Ya, Gery … aku baik-baik saja."
"Ya Tuhan, syukurlah! Kami khawatir disini, kamera anda mati dan getaran ini merusak alat penerima sinyal satelit."
Suara Gery yang lega terdengar sedikit berisik dengan gumaman aneh yang entah bagaimana muncul dalam mikrofon Nirwana. Sinyal kembali terputus, dan Nirwana tak bisa mendengar suara lain selain bunyi gumaman aneh itu.
"Gery, hallo kau disana?"
"Ada apa?" tanya Darren lebih selidik.
"Entahlah mungkin sinyal penerimanya jelek."
Gumaman aneh itu kembali terdengar, berdengung dan menggema ke seluruh ruangan.
"Apa kau mendengarnya, Darren?"
"Ya, jelas sekali." tanah kembali bergetar, "Kita harus segera menyeberang Nirwana, jika tidak kita mungkin terperosok disini."
"Tapi bagaimana caranya?"
Darren menatap Nirwana dan tersenyum, "Pejamkan matamu dan percayalah padaku."
"Apa kau yakin?" Nirwana sangsi tapi anggukan Darren membuatnya memilih untuk percaya pada lelaki yang baru saja menyelamatkan hidupnya.
Nirwana memejamkan mata dan mengeratkan pelukannya pada Darren. Sang Pemimpin klan itu pun tersenyum, adalah perkara mudah baginya untuk membawa tubuh Nirwana terbang melintasi rekahan tanah.
"Ingat pegang erat tubuhku jika kau ingin selamat!"
Nirwana menurut dan mengeratkan pelukannya, dengan sekali lompat Darren berhasil membawa tubuh Nirwana melintasi seberang. Tanpa kesulitan sedikitpun, Darren membawa tubuh Nirwana ke tempat aman bak membawa sehelai bulu.
"Kau masih ingin memelukku?"
Nirwana membuka mata dan melihat sekitar, ia melepas pelukannya dengan cepat. "Ah, maaf aku pikir kita …,"
Kalimat Nirwana terputus karena bunyi itu kembali terdengar, kali ini lebih jelas dan meremangkan bulu roma. Terdengar seperti mantra yang diucapkan penyihir kuno pada jamannya. Nirwana memejamkan mata berusaha memahami apa makna kata itu tapi tak berhasil.
"Kau mendengarnya bukan?"
"Hhm, mantra kuno. Kita harus cepat pergi dari sini, sepertinya ada sesuatu yang akan terjadi lagi." jawab Darren, matanya menatap gadis yang diliputi rasa penasaran itu.
"Tidak!" Nirwana menatap pintu makam yang masih tertutup. "Tidak sebelum aku membuka makam itu!"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!