"Aletha! Sedang apa kamu?" Suara keras itu membuat Aletha mengkerut seperti daun yang layu, laki-laki yang memakai setelan suit itu berjalan dengan cepat menuruni tangga depan rumah megah itu.
"Kakak, kok kakak dirumah?" Aletha bertanya basa-basi sambil memberikan kode melewati tatapan matanya kepada laki-laki yang memakai seragam sekolah yang sama dengannya, tetapi lelaki itu hanya mengerutkan kening dan bingung harus apa. Memangnya ada apa dengan kakak Aletha, tapi jangan lupakan tatapan tajam yang mirip seekor Elang itu.
Bugh!!
"Arka!," Jerit Aletha dengan keras ketika melihat temannya dipukul oleh Elang.
Laki-laki bernama lengkap Erlangga Narendra Wijaya itu melayangkan tinju mentah-mentah kepada teman Aletha, membuatnya mengaduh kesakitan. Aletha mencoba menolong Arka yang sudah terjengkang, sudut bibirnya berdarah dan bekas pukulan Elang akan hilang setelah beberapa hari.
“Arka, maaf"
Tetapi belum sempat Aletha berhasil merangkul Arka dan membantunya berdiri, Elang sudah lebih dulu menarik lengan Aletha dan mencekal–nya dengan kuat.
"Kak, kasihan Arka! Lepasin aku kak" Aletha merengek dan berusaha melepaskan tangannya, tetapi kekuatan tangan Elang jelas lebih kuat darinya.
"Dan kamu, lebih baik jauhi Aletha! Saya tidak suka ada yang macam-macam dengan adik saya, sekarang pergi dari rumah saya!" Mendengar bentakan keras Elang membuat Arka pergi walaupun terlihat enggan, niatnya hanya ingin mengantarkan Aletha justru malah mendapatkan tinju dari kakaknya. Aletha menatap Arka dengan sendu, setelah berhasil melepaskan diri dari Elang, Aletha berlari masuk ke dalam rumah.
“Aletha!”
Elang berteriak memanggil adiknya, lalu menghembuskan napasnya pelan setelahnya mengikuti Aletha yang sudah berlari masuk ke rumah, baru saja masuk kedua matanya langsung disuguhkan dengan pemandangan yang sangat ia tidak sukai. Geandra memeluk Aletha-nya dengan erat, dan Aletha menangis didalam pelukan laki-laki yang tak lain adalah saudara kembar Elang.
"Lo apain lagi sih?"
"Enggak ada, cuma kasih pelajaran sama cowok yang kurang ajar dengannya" Mendengar perkataan Elang yang datar itu membuat Gean melotot tidak percaya, dia melirik adiknya yang masih menangis dalam pelukannya.
"Benar Aletha?" Gean memastikan , tetapi gadis dalam pelukannya menggeleng.
“Tidak kak, Arka hanya mengantar Aletha pulang” Gumamnya lirih, tetapi masih didengar oleh kedua kakaknya yang kembar tersebut.
‘Tidak, katanya?’ batin Elang.
Elang tersenyum meremehkan Aletha dan berlalu meninggalkan mereka diruang tamu, langkahnya pelan dan meninggalkan derap pelan dilantai pualam.
"Kenapa kak Elang jahat banget sih sama Aletha, kak?" Aletha bertanya dengan Gean, setelah selesai dengan acara menangis–nya.
"Tidak Aletha. Elang sangat menyayangimu , jadi kamu jangan membuatnya marah. Jika Elang bilang tidak, kamu cobalah ikuti keinginannya. Kamu tahu sendiri kan Elang bagaimana?" Gadis itu menghapus air matanya yang masih membasahi pipi, mengangguk paham dengan apa yang dikatakan oleh kakaknya. Aletha adalah putri bungsu keluarga Wijaya, dia memiliki dua kakak laki-laki yang membuatnya selalu menjadi gadis yang dimanjakan. Apalagi mamanya sejak dulu selalu mendambakan seorang putri, dengan kedatangan Aletha membuatnya selalu bahagia. Aletha sebentar lagi lulus sekolah, ujian akan dilakukan minggu depan.
Kesibukannya dengan terus belajar membuatnya bosan dan terkadang berjalan-jalan keluar rumah atau ke taman hiburan yang dekat dengan rumahnya, yang paling menghibur adalah bertemu dengan sahabatnya. Arka, dia adalah laki-laki yang tadi dipukuli dan diusir oleh Elang.
Aletha pergi ke kamar Elang, berniat untuk meminta maaf padanya. Mungkin Gean benar jika Elang berbuat seperti itu untuk melindunginya, karena yang dikatakan Elang tentang dirinya dan Arka benar. Tadi Arka ingin menciumnya dan Aletha bisa apa jika laki-laki yang ia suka yang merupakan sahabatnya itu, juga sangat ia sukai. Aletha tidak mampu menolak, tetapi sepertinya Elang benar apa yang dilakukan Arka salah.
Gadis itu mengetuk pintu kayu yang dicat putih itu pelan, tidak ada jawaban dari dalam kamar.
“Kak, Apa kakak didalam?”, panggil Aletha. Tetapi, masih tidak ada jawaban dari pemilik kamar.
Dengan memberanikan diri, pelan-pelan Aletha membuka pintu itu, mengintip ruangan yang didominasi warna abu-abu dan biru tua. Semua ornamen yang ada disana sangat khas dengan laki-laki, bau kamar itu juga khas dengan parfum Elang yang berbau maskulin. Diatas tempat tidur yang tertutup sprei berwarna hitam itu, Elang berbaring napasnya teratur dan kedua matanya terpejam. Dengan langkah hati-hati, Aletha masuk mendekati Elang yang sedang tertidur.
Gadis itu mengamati wajah tampan kakaknya.
"Kak, Aletha minta maaf tadi marah dengan kakak!" Aletha mengatakannya dengan lirih takut membangunkannya, duduk disamping kakaknya yang masih tertidur. Karena sudah selesai mengatakannya Aletha berdiri, tetapi tangannya sudah dicekal lebih dulu oleh Elang karena memang tidak ada orang lain selain mereka berdua.
Aletha ambruk disamping Elang yang kini berposisi miring, dia tersenyum lebar dan terlihat semakin tampan.
“Astaga kakak!”.
"Kakak kira kau tidak mau meminta maaf", kata Elang pelan dan kembali pada posisinya berbaring, menatap langit-langit kamarnya yang terlihat seperti langit malam. Bintang gemintang bertebaran di langit-langit kamar Elang, rembulan terlukis indah disudut ruangan. Aletha ikut memandangi langit-langit kamar dan bergumam sesuatu yang hanya di dengar oleh dirinya sendiri.
“Kakak memaafkan Aletha kan?”. Elang mengangguk singkat, lalu kembali memandangi langit-langit kamarnya.
“Kau ingat Aletha? Kapan terakhir kali kau minta tidur dengan kakak?”.
Aletha menggeleng pelan, lalu menoleh pada kakaknya yang terlihat mau bicara lagi. Elang mendengar bunyi gesekan antara rambut Aletha dengan sprei, ia tersenyum kecut.
“Kau memang melupakannya, Aletha!”.
"Maaf. Em– m Aletha kembali ke kamar ya kak, mau belajar. Iya belajar”. Aletha tidak suka perasaan canggung seperti saat ini, ia akhirnya berpamitan untuk segera pergi. Aletha juga berbohong tentang belajar, ia sudah terlalu kenyang dengan pelajaran.
"Pergilah! Jangan berpacaran atau berhubungan dengan laki-laki selain aku, Gean dan Bang Aga. Apalagi dengan laki-laki tadi, jika kau masih nekad juga bukan hanya satu pukulan saja yang kakak berikan untuknya", Aletha memajukan bibirnya dan menggembungkan pipinya membuat Elang menjadi gemas.
***
(Setelah revisi)
Laki-laki itu sedang menatap foto gadis kecil yang terlihat begitu manis dan cantik, mengenakan gaun ulang tahun dengan headband berwarna senada dengan baju. Rambutnya panjang bergelombang, ia tersenyum dan memperlihatkan gigi kelincinya. Aletha Maudy Wijaya, gadis kecil itu Aletha yang baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke sepuluh.
Sorot matanya hangat, ada lengkungan tipis dibibirnya. Dia mengenang delapan tahun yang lalu ketika mereka sangat dekat, bukan seperti sekarang yang seperti hubungan yang renggang. Elang lebih sering marah-marah dan mengancam, sedangkan Aletha menjadi salah satu gadis yang menghindarinya.
"Hai sayang?" sapaan menggelikan itu membuat Elang tersadar dari lamunannya, wanita itu selalu mengganggunya apalagi panggilan yang sangat tidak ia sukai. Jika Aletha yang memanggilnya seperti itu dia pasti akan sangat bahagia mendengarnya setiap waktu, tetapi lain halnya dengan wanita yang sedang berjalan mendekati Elang dengan berlenggak-lenggok.
"Kamu. Ada apa kamu kemari?" Wanita tersebut sama sekali tidak mendengarkan perkataan Elang, ia justru langsung duduk dipangkuan laki-laki itu. Kedua mata Elang melotot dan dengan tenaga yang kuat dia mendorong wanita itu sampai terjatuh, pantatnya mencium lantai dengan sempurna. Wanita itu mengaduh dan meminta tolong pada Elang, namun justru senyuman sinis yang terbit dari bibir itu.
“Jangan sembarangan kamu! Sadarlah apa posisi kamu!”
"Sayang! Ada apa denganmu?"
"Tunangan kamu adalah Gean bukan saya, jadi berhentilah datang ke kantor saya!" Wanita itu model terkenal yang beberapa waktu lalu baru saja menjadi cover majalah terkenal, Carolina Herena. Yang merupakan tunangan saudara kembar Elang, Geandra.
"Tapi dulu aku maunya dijodohin sama kamu, tapi kamu malah menghilang gitu aja! Jadi saudara kembar kamu yang menggantikan!” Katanya menye-menye , yang terdengar menjijikkan untuk telinga Elang. Carol kembali mendekatinya setelah berhasil berdiri, pakaiannya bisa dikatakan sangat seksi. Mini dress berwarna hitam yang hanya sejengkal diatas pahanya, menampilkan kaki jenjang yang terlihat sangat terawat.
“Elang, aku sangat merindukanmu”
Carol memeluk Elang dari belakang dengan erat, Laki-laki itu menghela napas dengan kasar karena percuma mengusir wanita tersebut dengan suara.
Elang mengambil ponsel hitamnya dari saku jas, mengetik sesuatu tanpa disadari oleh wanita tersebut.
Gean
Gean, cewek lo disini cepatan ambil saja. Sebelum gue usir!
"Lepaskan saya dan bersikaplah terhormat dengan calon kakak iparmu, sebelum Gean datang kemari!" Mendengar nama Gean, tunangannya disebut Carol segera melepaskan lilitan tangannya dari perut Elang. Carol menggumamkan sesuatu yang lebih seperti umpatan lalu pergi dari ruangan Elang dengan menghentakkan kakinya, sepatu high heels nya berderap keras.
“Kurang ajar!”
"Ah wanita itu memang sudah gila!" Gumamnya lirih ketika Carol sudah keluar, jangan lupakan bagaimana wanita itu terlihat sangat marah karena membanting pintu kayu itu dengan amat kuat. Suara ketukan pintu membuat Elang berhenti tersenyum senang berhasil mengusir hama, menurutnya.
***
"Katanya Carol disini? dimana dia?" Benar, tadi Elang mengetikkan pesan dan dikirim kepada Gean yang sedang mengecek keuangan kantornya yang bermasalah. Laki-laki yang tidak lebih tinggi dari Elang itu memiliki warna rambut yang berbeda, hitam seperti ayahnya. Sementara Elang rambutnya terlihat cokelat gelap apalagi ketika terkena cahaya matahari, rambut mereka akan terlihat jelas berbeda. Wajah mereka kembar tetapi tidak identik, bahkan orang yang baru saja bertemu dengan mereka akan langsung mengenali jika mereka tidak sama.
"Sudah gue usir!"
"Apa? dia itu tunangan gue kenapa lo malah mengusirnya, dan menganggapnya seperti orang lain!" Gean terlihat marah, wajahnya merah padam dan berlalu pergi meninggalkan ruangan itu. Mungkin mencari wanita yang baru saja diusir Elang.
"Gue gak suka ular" Kata Elang setelah Gean pergi. Dia kembali melirik foto adik kesayangannya itu dan baru teringat jika sebentar lagi gadis itu pulang sekolah, dengan bergegas Elang meraih kontak mobil dan berjalan cepat keluar dari ruangannya yang megah.
***
Aletha sedang mencari berbagai buku tambahan yang bisa digunakan untuk belajar, perpustakaan sekolah terasa sepi hanya ada beberapa yang duduk membaca buku pinjaman. Atau bersembunyi disudut perpustakaan yang jarang dilewati untuk tidur, karena sebentar lagi Aletha akan ujian jadi ia harus belajar ekstra mencari tambahan materi pelajaran dari berbagai buku. Apalagi setelah lulus sekolah ia berniat mencari beasiswa kuliah disalah satu universitas yang terkenal dengan seleksi ketat, dia harus mencari lebih banyak buku untuk dibaca bahkan kalau bisa gadis itu berniat menghafalnya.
“Susah sekali mencari buku disini”
Sudah ada lima buku tebal yang dia dapatkan yang dua akan dibawa pulang , dan yang lainnya akan ia baca sambil menunggu jam pulang sekolah berbunyi. Jam kosong ini tidak bisa Aletha sia-siakan dengan bergurau atau asyik bergosip dikelas, lebih baik dia mengumpulkan buku untuk dibaca.
"Lo masih cari buku apalagi Al?" Merasa diajak berbicara gadis itu menoleh, Arka berdiri dibelakangnya. Tangannya mengambil buku yang dipegang Aletha, gadis itu dengan senang hati menyerahkan buku-buku tebal yang baginya terasa berat sekali.
"Entahlah, yang penting menarik dibaca. Kamu sendiri ada apa kemari? "
"Nyariin lo lah, emangnya buat apa gue pergi ke perpustakaan" Kata Arka yang mendapatkan cubitan kecil di pinggangnya, membuat laki-laki itu mengaduh keras. Aletha mengisyaratkan dengan jarinya agar Arka diam dan jangan mengeluarkan suara terlalu keras, pengawas perpustakaan pasti akan marah.
“Arka, aku meminta maaf tentang kemarin. Kakakku memang keterlaluan”
“Sudahlah lupakan saja, lagi pula gue baik-baik saja.”
“Sekali lagi aku meminta maaf” Mereka mengatakannya dengan lirih, bahkan nyaris berbisik. Menyadari beberapa pasang mata yang mulai melirik mereka.
Setelah hampir satu jam mereka berdua menyusuri setiap sudut rak buku perpustakaan, akhirnya Aletha berhenti mencari buku lagi rasanya lima buku tadi cukup. Mereka duduk disalah satu meja yang kosong, Aletha mengambil buku tentang anatomi tubuh. Sebenarnya buku yang ia ambil bukan untuk ujian, tetapi lebih ke materi tes masuk kuliah. Arka yang ikut duduk disampingnya hanya membolak-balik buku tanpa minat, gadis itu menggeleng heran dengan Arka yang katanya tidak pernah membaca buku. Pantas saja nilainya yang terbaik hanya bahasa asing, karena bahasa yang sudah sehari-hari ia gunakan. Apalagi ayahnya merupakan warga negara asing, tanpa perlu belajar lagi dia pasti sudah bisa membaca dan mengerjakannya.
"Kamu tidak mencoba membaca buku yang ku ambil? Ada sastra juga yang isinya memuat puisi. Kamu kan suka bernyanyi" Arka meraih buku yang ditunjuk Aletha, dan membuka lembar demi lembar. Tetapi baru saja lima menit Arka sudah menutup buku itu lagi, meletakkan ditumpukkan lainnya.
"Gue pusing lihat tulisan sebanyak itu. Apalagi kecil-kecil sekali”.
"Sudahlah terserah kamu, lagi pula kamu kan memang jarang masuk kelas. Membawa buku pelajaran pun tidak pernah. Memang kamu mau melanjutkan kuliah dimana?" Kata Aletha yang juga menutup bukunya, lebih tertarik dengan obrolan bersama Arka.
"Belum ada rencana kemana, yang penting lulus dulu"
“Ck. Kamu ini! Bagaimana masa depanmu nanti?”.
***
(Setelah Revisi)
"Sayang, katanya kamu ke kantornya Elang ya?" Suara laki-laki itu mengejutkan nadanya seperti khawatir tetapi tidak wanita itu, ia sama sekali tidak merasa dikhawatirkan terlebih lagi oleh Gean. Wanita itu merasa takut, apa yang akan ia katakan jika laki-laki yang merupakan tunangan dan dompet berjalannya mengetahui fakta tentang dia yang merayu saudara kembarnya.
"Eh i-iya Ge, tapi kata Elang kamu lagi sibuk". Kening laki-laki yang berpakaian formal itu mengkerut bingung, karena ia terlalu khawatir dengan perkataan saudara kembarnya.
"Elang bilang dia mengusir-mu? apa itu benar?".
Carol menggelengkan kepalanya, dia tersenyum lalu menggiring Gean untuk duduk disalah satu kursi didekatnya. Cafe Bugenvil itu tampak semakin ramai beberapa pengunjung mulai berdatangan, memang jam makan siang sudah terlewat beberapa menit yang lalu.
"Tapi ada apa sampai kamu datang sendiri ke kantor?".
"Oh itu, lusa aku ada pemotretan di Bali apa kamu mau menemaniku?" Carol mengatakannya dengan pelan dan halus, lagi-lagi takut menjadi alibi-nya dihadapan Geandra Renandra Wijaya. Laki-laki yang sekarang menjadi seorang CEO muda di perusahaan properti milik ayahnya, menjadi anak buah kakaknya sendiri.
"Maafkan aku, sepertinya kali ini aku tidak bisa menemanimu. Lusa ada pertemuan penting dengan relasi papa". Gean benar-benar menyesal tidak bisa menemani wanita yang sangat ia sayangi selain ibu dan Aletha. Biasanya ia akan menemani kemanapun Carol akan menjalani pemotretan yang lokasinya diluar kota, sejak dijodohkan dengan Carol satu tahun yang lalu laki-laki berparas tampan itu merasa jika hidupnya terasa lebih baik. Wanita yang ia kenal memiliki kepribadian yang sangat baik, apalagi ia juga sangat menyayangi Aletha.
"Begitu ya, tidak apa aku akan pergi bersama managerku dan Airin" Ada nada kecewa dalam perkataannya, tetapi Gean senang jika Carol mau mengerti keadaannya yang sedang sibuk dengan perusahaan yang sedang mulai berkembang lagi. Apalagi setelah ayahnya jatuh sakit dan kondisi perusahaan sangat kacau, bahkan banyak terjadi korupsi didalam perusahaan. Elang dan Gean harus bekerja ekstra, Elang sebenarnya bukan Direktur Utama yang asli. Karena ayah mereka masih memegang seluruh kendali perusahaan secara langsung, tetapi karena sakit ayahnya meminta kedua putranya yang telah mampu dibebani tanggung jawab.
"Permisi tuan dan nona mau pesan apa?", Suara seorang waiters muda itu langsung menyadarkan kedua insan yang masih sibuk dengan pikirannya masing-masing.
"Saya pesan kopi hitam tapi gulanya sedikit saja, kamu pesan apa yang?".
"Caramel macchiato".
Setelah mendapatkan yang dicari , waiters muda itu bergegas pergi meninggalkan kedua insan yang sekarang terlihat kikuk. Terkadang canggung juga akan menjadi masalah para pasangan yang jarang menghabiskan waktu bersama, seperti mereka yang hanya bisa sesekali bertemu atau jalan-jalan disekitar taman kota. Bukan sesuatu yang istimewa memang tetapi itu cukup membuat pasangan yang bertemu karena pertemuan bisnis itu senang. Jika boleh Gean ingin melepaskan pekerjaannya yang terlalu menyibukkan dirinya itu dan menemani wanita yang selalu berusaha ia bahagiakan.
"Gean , kemarin aku melihat ada cincin yang bagus dipameran berlian. Sepertinya cocok dengan jariku." Wanita itu baru bisa mengatakan keinginannya setelah lama berdebat dengan dirinya sendiri, lagi dan lagi takut. Takut jika laki-laki yang sedang menyeruput kopi yang baru saja diantar ke meja mereka itu tidak akan mengabulkan permintaannya, bukan tidak tahu malu tetapi siapa lagi yang bisa mewujudkan segala sesuatu yang sangat ia inginkan. Menjadi seorang model terkenal memanglah mendapatkan honor yang melimpah, tetapi uang yang ia dapatkan selalu kurang. Wanita itu terlalu rakus, seperti kata pepatah 'lebih besar pasak daripada tiang'.
"Tapi baru pekan lalu kamu meminta mobil yang baru, bahkan surat-surat mobil itu baru saja diantarkan tadi pagi. Apa tidak berlebihan jika membeli berlian dipameran?".
"Tapi teman-temanku sudah punya semua cincin berlian seperti itu, hanya aku saja yang tidak ada. Kamu nggak mau beliin ya buat aku? Gimana kalo itu sebagai gantinya karena kamu tidak bisa menemaniku pemotretan lusa?", Licik. Wanita itu benar-benar licik memanfaatkan kelemahan Gean untuk meraup harta laki-laki itu, dan memang dasar Gean seseorang yang tidak tegaan. Gean akhirnya mengangguk setuju dan apalagi selain mengalah, demi wanitanya bahagia ia rela kehilangan apapun bahkan nyawanya. Tetapi , untuk saat ini nyawanya sangat penting apalagi sekarang ada banyak orang yang menjadi tanggungjawabnya.
"Makasih Gean, aku sayang padamu", Dengan raut wajah yang sumringah Carol memeluk Gean, dan mengatakan kalimat yang berdampak pada hatinya. Hatinya sekarang rasanya begitu bahagia, ada rasa yang membuncah ketika mendengar Carol mengatakan sayang.
___________________________________________
Aletha duduk sendirian dengan wajah bosan di halte depan sekolahnya, karena sudah mendekati ujian dewan guru sedang rapat dan sekolah dipulangkan lebih awal dua jam. Dan setelah mengirim pesan pada kakaknya, Aletha memutuskan menunggu kakaknya dihalte yang sudah sepi.
"Kok belum pulang?", Suara berat itu membuat gadis itu mengalihkan perhatiannya, tersenyum tipis lalu bergeleng. Ada rasa bahagia yang terselip direlung hatinya, Arka sahabat yang juga laki-laki yang ia suka sejak lama. Ia bersyukur walaupun hanya bisa menganggap laki-laki itu sebagai sahabat, karena kakaknya yang tidak pernah tenang ketika melihat adiknya berdekatan dengan laki-laki lain membuatnya menjadi salah satu gadis cantik berpredikat jomblo akut.
"Ditanyain malah senyum, nggak usah senyum nanti keliatan tambah manis", Arka benar-benar pandai membuat Aletha tersipu, wajahnya memerah seperti kepiting rebus. Senyumannya memang manis, laki-laki mana yang akan melewatkan kesempatan untuk menikmati senyuman itu. Mereka selalu berlomba-lomba membuat gadis berambut panjang itu tersenyum, gadis yang sangat sulit untuk didapatkan karena memiliki dua bodyguard yang begitu tegas. Apalagi Elang, ada yang langsung mundur setelah mendapatkan ancaman darinya, berbeda dengan Arka yang masih bertahan walau sudah berkali-kali mendapatkan bogeman mentah dari Elang.
"Pantesan telepon kakak nggak diangkat ternyata lagi dikencan dengan si curut? Dan kamu sudah saya peringatkan jangan dekat-dekat dengan adik saya lagi! Apa kamu tidak paham dengan bahasa saya?".
"Saya paham, tapi saya tidak bisa tinggal diam melihat Aletha yang selalu dikekang oleh orang yang katanya kakaknya. Aletha itu sudah seharusnya memiliki kebebasan, dia bukan budak yang harus selalu menuruti apa yang anda perintahkan!", Kedua bola mata cokelat gadis itu membola mendengar perkataan Arka yang jelas menantang kakaknya. Walaupun apa yang dikatakan Arka itu benar tetapi Aletha rela mendapatkan semuanya, selagi hidupnya masih terasa nyaman.
"Itu semua demi kebaikan Aletha! kamu siapa memangnya? Aletha jauh lebih bahagia ketika jauh dari orang sepertimu." Setelah menyelesaikan perkataannya Elang segera meraih tangan Aletha, berniat pergi meninggalkan laki-laki yang tampak sudah marah.
"Saya pacar Aletha! Saya pasti bisa membahagiakan Aletha bukan hanya bisa mengekangnya seperti seorang budak!".
Bugh!
Wajah Elang merah padam karena marah, satu bogeman mendarat dengan sempurna dipipi kanan Arka. Bogeman lagi mendarat dipipi kirinya, membuat Arka tidak tinggal diam laki-laki itu berbalik memukul. Tetapi Arka salah perhitungan, karena bukan Elang yang terkena pukulan Arka tetapi gadis yang kini tersungkur dibawah Elang.
Aletha tiba-tiba menghalangi Arka yang ingin memukul kakaknya, entah kenapa ada perasaan tidak rela jika kakaknya itu disakiti. Kedua laki-laki itu sangat terkejut, mereka begitu khawatir dengan Aletha yang masih terduduk di trotoar. Wajahnya biru meninggalkan jejak pukulan Arka yang begitu kuat, memar nya terlihat mengerikan pada pipi seorang gadis. Tiba-tiba tubuh kecil Aletha melemah dan jatuh pingsan, gadis mana yang akan kuat menahan pukulan keras diwajahnya.
Dengan segera Elang membawa Aletha pergi dan menendang Arka yang masih terkejut dengan apa yang terjadi, laki-laki itu terjengkang ke belakang. Wajahnya pias, ada rasa menyesal yang begitu mendalam. Perasaan yang begitu menyiksanya, niatnya hanya ingin menjaga Aletha justru ia yang menyakiti gadis yang ia cintai. Tangannya terkepal erat dan dengan amarah yang begitu besar itu melayangkan pukulannya pada lantai trotoar.
Sementara Elang begitu khawatir dengan Aletha yang pingsan, ia melajukan mobil sport-nya dengan kecepatan diatas rata-rata. Untung saja jalanan ibukota saat ini sedang berpihak kepadanya, jalanan sudah tidak lagi macet seperti pagi tadi. Sesekali Elang menoleh kepada adiknya yang masih terduduk tak berdaya, tangannya yang satu sibuk menyetir dan yang satunya ia gunakan untuk mengelus kepala Aletha.
"Kak? Aku kok dirumah sakit sih?" Kata gadis itu dengan suara lirih, tetapi membuat Elang sangat lega.
"Masih pusing? sakitnya sudah berkurang belum?".
"Aletha nggak apa-apa kok kak", Walaupun laki-laki itu lega mendengar jawaban gadis itu, tetapi dia tidak rela melihat bekas luka diwajah bersih Aletha yang sekarang ternoda. Elang mengelus kepala Aletha dengan sayang, laki-laki itu terlihat seperti menganggap Aletha seperti porselen yang sangat berharga dan rapuh. Menyentuhnya saja harus dengan hati-hati, takut jika tiba-tiba akan rusak karena telapak tangan kekarnya.
"Sayang, kamu nggak apa-apa? setelah dengar dari Elang kamu masuk rumah sakit mama langsung kesini." Wanita paruh baya yang masih terlihat cantik alami itu berseru dengan sekumpulan ke-khawatiran, napasnya tersengal seperti baru saja berlari. Wajahnya yang terlihat mulai berkeriput itu, semakin terlihat berkerut karena melihat memar yang parah diwajah anak gadisnya.
"Kok sampai bisa memar seperti ini, apa yang terjadi?".
"enggak ada ma".
"Ini semua gara-gara si curut, Aletha mulai hari ini kakak tidak mau tahu jauhi laki-laki bernama Arka itu. Sampai kamu masih dekat-dekat dengannya, kakak kirim kamu kerumah Oma!". Jawaban Aletha sama sekali tidak digagas oleh Elang dan Renata. Bahkan wanita itu setuju dengan ancaman Elang, Aletha menggelengkan kepalanya cepat pergi ke rumah Oma-nya sama saja menyerahkan diri didepan seekor Cheetah. Oma-nya sama sekali tidak menyukai Aletha, setiap pergi ke rumahnya manor milik wanita tua itu hanya pukulan dan tendangan lalu makian yang gadis itu dapatkan.
"Mama setuju sama kakak!".
Aletha lemas apa yang bisa ia katakan lagi jika dua orang yang ia sayangi itu sudah berkomplot untuk memutuskan sesuatu, bahkan meminta tolong kepada papa atau Geandra tidak akan mengubah keputusan mereka.
"Kak, besok kamu balas saja bocah itu. Sampai berlutut minta ampun".
"Pasti ma!".
Aletha menyerah sekarang, Mama dan kakaknya memang seperti baterai dan remote nya satu paket. Ibu mana coba yang menyuruh anaknya membalas dendam memukuli orang, dan yang lebih parah lagi mereka selalu seperti itu dengan setiap laki-laki yang mendekati Aletha.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!