Seorang perempuan cantik menatap lurus ke arah seorang pria. Rambut hitam panjangnya ia kibaskan ke belakang. Matanya menatap nakal, ia gigit perlahan bibir bawahnya, mencoba untuk memancing hasrat pria tampan di hadapannya yang terduduk di sisi tempat tidur di sebuah kamar hotel.
Ia melepas sepatu adidas merah jambu dengan polet ungu yang dikenakannya, dan perlahan melepas jaket kulit hitamnya. Kini ia hanya memakai tank top berwarna hitam dan hot pants robek-robek berbahan denim yang membalut bagian tubuh bawahnya. Celana bergaya seksi itu menampilkan kakinya yang putih bak pualam, jenjang dan ramping. Matanya masih tertuju pada pria beralis tebal dan memiliki sorot mata yang begitu tajam.
Pria itu menatap perempuan cantik yang begitu menggoda di hadapannya. Jantungnya berdebar sangat kencang. Sekuat tenaga ia menahan hasrat yang perlahan terbangun seiring godaan dari perempuan cantik bermata sipit dan dengan bulu mata yang lentik itu.
Kemudian aksi sensualnya pun berlanjut, perempuan itu menarik tank top hitamnya ke atas dan terlepaslah benda itu dari tubuhnya. Dua bukit indah yang tertutup bra berwarna hitam kini terpampang nyata di hadapan pria tampan itu, membuat ia merasakan celana yang dikenakannya kian menyempit.
Pria itu masih menampakkan ekspresi dingin di wajahnya, padahal di dalam hati ia menahan setengah mati keinginannya untuk menghambur ke arah perempuan itu dan menjamah tubuh indahnya. Sorot matanya masih menatap tajam pada perempuan yang kini melucuti satu persatu pakaian yang melekat di tubuhnya.
Kini perempuan itu mulai menurunkan hot pants yang dikenakannya, mempertontonkan g-string hitam yang membalut indah inti tubuhnya. Kemudian, kedua tangannya yang lentik menggapai kaitan bra dipunggungnya.
Seketika pria itu beranjak dan menghampiri perempuan itu. Pria itu melingkarkan tangannya ke kedua sisi tubuh perempuan itu. Kedua tangannya menggapai kedua kaitan bra yang baru saja dilepaskan oleh pemiliknya, dan mengaitkannya kembali.
Kedua mata mereka bertatapan.
"Pake lagi baju Lo." Ucap pria itu dengan suara bassnya.
"Kenapa? Lo gak mau liat tubuh gue lagi?" Tanya perempuan itu dengan kecewa.
"Gue gak pernah liat tubuh lo dan gue gak ngelakuin ini sama cewek mahal kayak lo."
Perempuan itu tersenyum. Kata-kata pria itu terdengar seperti pujian dan begitu saja membangkitkan gairahnya.
Ia melingkarkan tangannya di sekeliling leher pria itu dan melu mat bibir pria tampan beralis tebal itu tanpa izin.
Pria itu berusaha melepaskan pagutan perempuan yang dengan beraninya menciumnya untuk kedua kalinya lebih dulu.
Namun perempuan itu begitu lihai dalam menciumnya. Pria itu tidak kuasa untuk menahan lagi gairah yang muncul seiring bibir mereka yang terus berpagut. Iapun mulai mengikuti permainan lidah perempuan itu di dalam mulutnya.
BRAK!!
Pintu kamar hotel itu didobrak.
Seorang pria tinggi bersetelan jas hitam, dengan sorot mata dingin, memandang ke arah mereka. Pria tinggi itu menundukkan pandangannya, berusaha untuk tidak melihat perempuan yang hampir telanjang itu.
Keduanya terkejut bukan main. Pria berjas hitam itu melayangkan sebuah pukulan pada pria beralis tebal itu hingga tersungkur ke belakang. Perempuan itu berteriak melihat pria yang baru saja diciumnya itu kini tersungkur akibat pukulan yang sangat keras dari pria berjas itu.
"Kris! Kenapa sih lo selalu aja ganggu gue?!" Teriak perempuan itu pada pria berjas hitam yang bernama Kris.
Pria beralis tebal itu bangkit dan balik memukul Kris. Merekapun terlibat baku hantam. Sampai akhirnya perempuan itu mengambil sebuah vas bunga yang terbuat dari keramik di sudut meja.
PRAKK!!
Perempuan itu melemparkan vas bunga yang lumayan berat itu ke arah kepala Kris. Seketika Kris tumbang tersungkur di lantai. Pria beralis tebal itu terbelalak melihat tingkah bar-bar dari perempuan yang masih belum berpakaian itu.
Perempuan itu segera memakai kembali pakaiannya dan menarik tangan pria itu keluar dari kamar hotel. Ia melihat beberapa pria berjas hitam di ujung lorong dan memutar arahnya ke tangga darurat.
Mereka berdua menuruni tangga dengan berlari sekuat tenaga, menghindari pria-pria bersetelan jas yang terus mengejar mereka. Namun saat tiba di lantai paling bawah, pria berjas lainnya sudah mencegat mereka.
"Nona Bella, tolong jangan lari lagi." Pinta seorang pria bersetelan jas hitam itu pada perempuan bar-bar yang bernama Bella.
"Please, lo harus bawa gue kabur. Kalo nggak lo juga bakal dapet masalah!" Pinta Bella pada pria beralis tebal.
Para pria bersetelan jas hitam tiba-tiba saja menyerang mereka. Seketika pria itu menghindar dan balik melayangkan pukulan demi pukulan pada pria-pria itu. Satu per satu mereka berhasil ditumbangkan, tersungkur di lantai dengan wajah dan hidung yang lebam.
Pria beralis tebal itupun menggenggam tangan Bella, dan membawanya berlari ke arah basement. Ia mengeluarkan kunci dan memasukkannya ke lubang kunci sebuah motor ducati merah yang terparkir di sana. Ia memakai helmnya dan membantu Bella untuk naik ke jok belakang. Saat Bella sudah duduk dengan aman, melingkarkan tangannya di perutnya, iapun segera tancap gas meninggalkan basement.
Saat keluar dari basement, beberapa pria berjas menghadang mereka. Namun pria itu terus menarik pedal gasnya lebih dalam dan mereka berhasil keluar dari area hotel.
Bella bersorak.
"YESS!! Lo emang keren, Dev!" Ucap Bella gembira karena berhasil lepas dari pria-pria berjas hitam yang mengejar mereka.
"Pegangan. Mereka pasti masih bakal ngejar kita." Ucap pria beralis tebal yang bernama Dev itu.
Bella mengeratkan pegangannya di sekeliling tubuh Dev. Dev melajukan motornya dengan kecepatan lebih tinggi lagi di jalanan malam kota Jakarta yang sudah agak lengang menuju ke pinggiran kota.
Setelah beberapa saat motor Dev sampai di sebuah gedung bertingkat di pinggiran kota Jakarta. Ia memarkirkan motornya di parkiran di lantai satu. Bella turun dari motor dan melihat ke sekeliling. Ada beberapa motor lain di parkiran lantai satu itu.
"Ini dimana?" Tanya Bella.
"Kost-an gue." Ucap Dev sambil melangkahkan kakinya menaiki tangga. Bella mengekor di belakang Dev.
Mereka terus melangkahkan kakinya hingga tiba di lantai empat, lantai paling atas. Bella sampai di anak tangga terakhir dan melihat sebuah balkon luas di sana. Ada dua buah kursi lengkap dengan meja yang terdapat asbak di atasnya.
"Wah, gak nyangka tadi di bawah kumuh banget. Tapi di atasnya ada pemandangan sebagus ini." ucap Bella terperangah dengan pemandangan di hadapannya.
Dev duduk di sebuah kursi di balkon itu. Ia menyalakan sebuah rokok dan memandang jauh ke kemilauan lampu malam ibukota.
"Tadi yang ngejar kita siapa?" Tanya Dev.
"Bodyguard-bodyguard gue." Sahut Bella masih memandang ke pemandangan di depannya. Dev tidak bertanya lagi dan kembali menghisap rokoknya.
"Itu rumah lo?" Tanya Bella menunjuk ke sebuah pintu yang ada di sisi sebelah kanan.
"Kamar." Ucap Dev.
Bellapun memandang ke arah ruangan itu. Memang terlalu kecil untuk disebut rumah.
"Kenapa? Lo mau lanjut yang tadi di kamar gue?" Tanya Dev dengan nada bicara yang dingin.
"Lo mau?" Ucap Bella sumringah. Bella menghampiri Dev yang masih asyik dengan benda berasap itu.
"Gak. Udah gue bilang gue gak ngelakuin sama cewek kayak lo." ucap Dev.
"Cewek kayak gue tuh yang kayak gimana?"
"Gue bakal tidur sama cewek-cewek murahan."
Bella memandang lekat ke arah Dev. Ia menjambak pelan rambut Dev hingga kepala Dev menengadah dan kedua matanya menatap kedua mata Bella.
"Gue suka sama lo. Lo cowok yang selama ini gue cari." Ucap Bella, kemudian dengan penuh keyakinan ia berkata,
"Marry me, Dev." Ucap Bella.
Dev masih bergeming memandang wajah cantik di depannya.
"Dev, Gue mau lo nikah sama gue."
(satu bulan sebelumnya)
Sebuah pesawat jet pribadi mendarat di sebuah landasan udara. Sedikit demi sedikit pesawat itu perlahan melambat dan akhirnya berhenti. Bella keluar dari pesawat itu dan berjalan menyeberangi landasan udara dan memasuki bandara.
Rambutnya yang hitam pekat bergelombang terus berkibas dengan indah seiring langkahnya di bandara itu. Tubuh indahnya terbalut sempurna dengan sweater putih ketat dan skinny jeans berwarna hitam yang menutupi kaki jenjangnya. Derap sepatu boot dengan bahan tweed wol dengan motif kotak-kotak berwarna hitam dan abu terus terdengar di setiap langkah kaki indahnya. Kacamata hitam dengan logo Chanel bertengger di atas hidung mancungnya. Beberapa orang pria berjas hitam berjalan di samping kiri dan kanannya membawa koper-koper milik Bella.
Bella sampai di luar bandara dan pintu sebuah mobil Alphard hitampun terbuka, mempersilahkannya untuk masuk dan duduk dengan nyaman disana.
"Gue mau langsung ke Bandung." Ucap Bella saat mobil mewah itu mulai melaju.
"Tuan Hirawan sudah menunggu di rumah besar, Nona. Anda harus menyapa kakek anda terlebih dahulu. Sudah satu tahun sejak anda pergi ke Amerika, anda belum menemui beliau lagi." Ucap Kris yang duduk di kursi penumpang sebelah kursi supir.
Bella mendengus kesal, namun tidak mencoba membantah. Iapun menutup matanya mencoba untuk tidur sebentar setelah melalui perjalanan jauh dan jetlag masih menguasainya.
"Nona, anda sudah sampai di rumah besar." Suara Kris membangunkan Bella yang tertidur sepanjang perjalanan dari Bandara.
Dengan malas, Bella turun dari mobil dan memasuki mansion mewah milik sang Kakek. Iapun memasuki pintu utama dan berjalan menuju ruang tengah. Ia melihat seorang Kakek tua berusia sekitar tujuh puluh tahun, duduk di kursi rodanya.
Bella melepas kacamata hitam yang dikenakannya dan memandang ke arah sang Kakek.
"Bella, kemari Nak. Kakek rindu sekali." Ucap Hirawan dengan sumringah menyambut cucu satu-satunya itu.
Bella tidak bergerak dari posisinya. Pandangannya tidak menunjukkan ekspresi apapun.
"Sekarang Kakek udah liat aku 'kan, aku sehat dan aku liat Kakek juga sehat. Jadi sekarang aku mau pulang." Ucap Bella dengan dinginnya. Ia membungkukkan badannya dan berbalik meninggalkan badannya.
"Bella!" teriak sang Kakek. "Kamu masih saja seperti ini. Tahun lalu kamu memutuskan pergi ke Amerika. Kamu lari dari tanggung jawab kamu sebagai penerus perusahaan, dan sekarang kamu pulang tanpa merasa bersalah sama sekali."
Bella membalikkan kembali badannya dan menatap tajam sang kakek.
"Kakek berharap apa dari aku? Yang penting 'kan perusahaan Kakek itu tetep jalan sekarang walaupun Kakek udah gak ngelolanya secara langsung. Kakek 'kan udah ngangkat Om Hendra jadi wakil presdir, dia udah bantu Kakek dari bertahun-tahun lalu, dia udah hafal banget sama perusahaan. Kakek tinggal angkat dia jadi CEO gantiin Kakek, kenapa sih kakek masih berharap aja sama aku? Aku udah bilang aku gak tertarik buat gantiin Kakek!" Teriak Bella pada sang kakek.
"Kakek udah kasih tahu kamu ratusan kali bahkan ribuan kali, perusahaan Kakek ini hanya akan Kakek wariskan pada kamu, cucu kakek satu-satunya. Hendra itu hanya anak dari nenek kamu yang berselingkuh. Dia bukan darah daging Kakek. Kamu adalah satu-satunya harapan Kakek setelah Candra, ayah kamu, meninggalkan kita. Tolong Bella, hanya itu yang kakek inginkan dari kamu, setelah itu Kakek baru bisa mati dengan tenang."
"Ratusan kali lagi aku juga bilang, aku gak mau jadi CEO! Gara-gara Kakek, papa dan mama meninggal! Semuanya terjadi karena Kakek terlalu mikirin perusahaan kakek ini! Jangan pernah berharap aku bakal ngikutin kemauan Kakek!" Teriak Bella marah.
"Kalau kamu gak mau, berarti kamu harus menikah. Kamu akan Kakek nikahkan pada seseorang yang mampu mengemban tugas ini. Kakek sudah punya beberapa nama CEO perusahaan mitra yang masih berstatus single. Jika kamu menikah dengan salah satu dari mereka, kamu tak perlu lagi jadi pimpinan utama. Suami kamu yang akan mengurus perusahaan. Dengan begitu Xander Corp akan semakin besar dan kokoh karena merger perusahaan pasti akan terjadi jika kamu menikah." Ucap Hirawan.
"Kakek masih aja gak ngerti. Aku bukan alat bisnis kakek! Waktu aku di L.A ada berapa pengusaha-pengusaha yang deketin aku, emang aku gak tau Kakek yang ngatur mereka buat kenalan sama aku?! Aku gak akan nikah sama cowok-cowok yang kakek pilih itu! Kalo aku harus nikah, aku akan nikah sama orang yang aku cinta!" Ucap Bella dengan emosi yang meluap-luap.
"Cinta itu bisa mengikuti, Bella. Kakek dan nenekmu pun sama. Begitu juga papa dan mama kamu, menikah karena perjodohan untuk membangun bisnis kita menjadi semakin besar. Kamu juga akan seperti itu, kamu hanya perlu membuka hati kamu. Dulu kamu sempat dekat dengan Logan, penerus Logan Enterprise. Kakek menyesal karena tidak merestui kalian karena usia dia yang masih sangat muda. Tidak taunya sekarang dia jadi direktur utama. Siapa yang nyangka Faris Victor tak berumur panjang." Ucap sang Kakek dengan keras kepalanya.
"Kakek emang udah gak waras! Di dalam otak kakek cuma ada bisnis, bisnis, dan bisnis! Kakek bahkan belum nyadar kenapa nenek selingkuh sampai punya anak! Karena perjodohan itu gak bikin nenek bahagia sama Kakek!" Bentak Bella. Ia benar-benar terperangah dengan ucapan sang Kakek.
"Kamu kira darimana uang yang kamu pakai untuk foya-foya? Setiap hari kamu bisa habiskan puluhan bahkan ratusan juta untuk kesenangan kamu. Itu semua dari bisnis Kakek."
Bella tidak menjawab. Ia merasa lelah karena harus kembali berdebat mengenai masalah ini.
"Okay, Kakek mau aku nikah? Aku bakal cari cowok yang bisa gantiin kakek jadi CEO. Tapi aku pastiin, aku bakal jatuh cinta dulu sama dia, baru aku akan nikahin dia! Aku gak mau hidup kayak Kakek ataupun ayah yang nikah karena perjodohan buat nguatin perusahaan! Dan kakek harus nerima siapapun dia!" ucap Bella memulai negosiasinya.
"Baiklah, kita lihat apakah akan ada laki-laki yang mencintai kamu murni hanya karena cinta? Ternyata cucu kakek ini naif sekali. Kakek akan beri kesempatan untuk kamu cari laki-laki yang tulus mencintai kamu." Ucap Hirawan menyetujui keinginan sang cucu.
Bella terlihat puas dengan jawaban sang Kakek, kemudian Hirawan melanjutkan, "tapi kamu harus ingat, dia harus dari kalangan yang sama dengan kita. Dia juga harus mampu mengemban tugas sebagai CEO. Kakek tidak masalah kalau memang tidak ada perusahaan yang bisa dimerger, perusahaan kakek sudah sangat besar sekarang. Tapi latar belakang calon suami pilihan kamu itu harus betul-betul sesuai dengan standar Kakek. "
"Cinta itu bisa dateng kapan aja dan dimana aja, juga pada siapa aja. Aku gak bisa janjiin apa-apa sama kakek akan seperti apa laki-laki yang akan aku nikahin nanti. Saat aku udah nemuin dia, aku bakal bawa dia kesini. Saat itu mau atau nggak, kakek harus nerima dia." ucap Bella sambil berlalu.
"Kamu bawa dulu saja dia, tapi untuk setuju atau tidak. Itu akan kakek putuskan nanti." ucap Hirawan menutup perdebatan.
Bellapun terus berjalan ke arah pintu utama.
"Gue mau Lamborghini gue. Bawa dia kesini." Perintah Bella pada Kris.
Krispun menghubungi seseorang melalui earpiecenya untuk membawakan mobil Lamborghini Centenario berwarna pink milik Bella dari garasi mansion mewah milik sang kakek.
Tidak berapa lama mobil itu sudah berada di hadapan Bella, iapun membuka pintunya ke arah atas dan memasuki mobil sport mewah itu.
"Gue mau ke Bandung. Ada acara komunitas di Hotel Logan Ritz." Ucap Bella sebelum memasuki mobil, lalu menatap Kris dengan tajam. "Dan Kris, gue minta lo jangan ngikutin gue! Gue heneg liat muka lo!"
Mobil mewah berwarna pink itupun melaju keluar dari area mansion mewah Hirawan Alexander, salah satu pengusaha terkaya di Indonesia sekaligus pemilik Xander Corp.
Bella menempelkan kartu untuk mengakses salah satu kamar hotel yang disewakan sahabatnya, Hazel, setelah menghadiri acara perpisahan pacar Hazel yang akan kuliah ke Korea. Pintupun terbuka dan Bella masuk ke kamar suite itu.
Seluruh badannya sangat lelah, lengket dengan keringat. Siang tadi ia baru saja tiba dari Los Angeles, langsung menemui sang Kakek, kemudian berkendara ke Bandung dengan mobil sport kesayangannya. Ia masuk ke kamar mandi, dan berjalan menuju sebuah bathtub berbentuk bulat yang ada di sisi dinding kaca kamar mandi mewah itu.
Bella menyalakan keran air hangat untuk mengisi bathtub, ia meletakkan telapak tangannya di aliran air keran itu. Hanya menyentuhnya saja sudah membuat Bella tidak sabar untuk ingin segera masuk ke dalamnya dan memanjakan dirinya dengan air hangat yang sudah dicampur dengan bubble bath. Ia menyalakan beberapa lilin aromaterapi yang terdapat di meja, di sisi bathtub. Setelah beberapa saat menunggu akhirnya bathtub terisi penuh dan busa putihpun menyelimuti permukaannya.
Ia melepas satu persatu pakaian yang dikenakannya, kemudian masuk ke dalam bathtub. Seketika tubuhnya merasa sangat nyaman. Iapun menggosok setiap inci tubuhnya agar kotoran yang menempel hilang dari kulitnya yang putih mulus bak pualam. Aroma dari bubble bath dan lilin aromaterapi yang digunakannya untuk berendam juga membuat pikirannya menjadi lebih rileks.
"Hotelnya Logan emang selalu ngasih pelayanan terbaik." Gumam Bella.
Seketika iapun mengingat Logan, laki-laki yang pernah menjadi partner in crime-nya setahun yang lalu. Seorang anak SMA yang lugu dan bernasib sama sepertinya, hidup sebagai anak yang sudah dibentuk dari kecil untuk menjadi seorang pewaris perusahaan besar. Bahkan Logan bernasib lebih mengerikan darinya, ia mengalami KDRT dari sang ayah. Karena hasutannya dulu akhirnya Logan yang anak baik itu mulai membangkang kepada sang ayah. Bella yang mengajarinya minum, merokok, balapan liar, dan bersikap juga berkata agar orang lain tidak meremehkannya. Alhasil Logan berhasil menjadi laki-laki kuat dan bahkan menjadi ketua geng motor di SMA Centauri, salah satu SMA elit di Jakarta.
Namun Logan menemukan jalan lain hingga keluar dari dunia gelap itu. Bahkan laki-laki yang masih bocah bagi Bella itu kini sudah menikah.
Menikah.
Kata itu tidak pernah terbersit dalam pikiran Bella. Selama ini hidupnya fokus untuk bisa membuat sang Kakek kesal. Ia bertekad untuk terus menjadi anak badung, cucu pembangkang, dan orang yang menyebalkan hingga akhir hidupnya. Setelah ibu dan ayahnya meninggal karena suatu kecelakaan, Bella terus menyalahkan dan sangat membenci sang Kakek.
"Kalo kakek pengen gue nikah, okay, gue bakal cari cowok itu. Tapi gue bakal cari cowok yang gak akan pernah bisa diterima sama Kakek." Gumam Bella sambil memandang kemilau lampu kota Bandung dari dinding kaca di depan bathtub. "Tapi siapa ya?" Tanyanya entah pada siapa.
Otaknya terus berputar. Memikirkan laki-laki yang pernah ditemuinya, siapa yang kira-kira bisa dia nikahi untuk membuat sang kakek menyerah menjodohkannya dengan laki-laki pilihannya. Namun tidak ada yang cocok dengan selera Bella. Mereka semua pasti berasal dari keluarga kaya raya, berjas, menggunakan aksesoris dan kendaraan mewah, dan juga mampu bersikap romantis bak Casanova.
Mereka mampu membelikan Bella seisi toko dari butik yang menjual baju dari brand-brand terkenal, ataupun menyewa seluruh restoran dan memenuhi seluruh kolam renang dengan bunga mawar merah yang masih segar untuk makan malam romantis. Atau mengajak Bella bersenang-senang dengan kapal pesiar ataupun pesawat jet pribadi, hanya untuk membuat Bella terpikat. Namun bagi Bella semua laki-laki seperti itu sangat membosankan.
Ia ingin seorang laki-laki yang berbeda. Yang bisa membuatnya merasa tertantang untuk menaklukannya. Seorang laki-laki yang justru tidak tertarik dengan segala kecantikan dan kemewahan yang dimilikinya. Memikirkannya membuat Bella merasa frustasi. Laki-laki yang hanya melihat dirinya sebagai dirinya sendiri, tidak melihat cantik, kaya, dan tubuh indahnya, apakah ada di dunia ini?
Bella memutuskan untuk menyudahi sesi berendamnya itu saat busa-busa di permukaan air mulai menghilang. Iapun beranjak dan berjalan ke arah ruang shower dan membilas sisa-sisa busa yang masih menempel di tubuhnya. Kemudian ia berjalan untuk mengambil bath robe yang tergantung di sisi bathtub.
BUG!!
Bella terkejut mendengar suara dari luar jendela kamar mandi hotel. Sontak ia menoleh ke arah jendela. Seorang laki-laki menggantung disana dengan sebuah tali yang mengikat bawah tubuhnya. Suara itu berasal dari kedua kaki laki-laki itu yang menumpu pada dinding kaca, beban tubuhnya membawanya turun ke bawah secara perlahan.
"Ngapain facade cleaning bersihin kaca jam segini?" Tanya Bella marah, merasa terganggu apalagi dirinya sedang tidak berpakaian saat itu.
Pria yang berprofesi sebagai seorang facade cleaner itu mulai membersihkan dinding kaca luar jendela. Pria itu juga terlihat tidak memerhatikan Bella karena kaca sudah dilapisi dengan pelapis sehingga tidak tembus pandang. Bella yang sudah menggunakan bath robenya berjalan ke arah dinding kaca. Ia ingin memerhatikan pria itu lebih dekat.
Pria itu menggantung pada seutas tali tepat berada di depan Bella. Ia terlihat masih muda. Alisnya tebal, hidungnya mancung, dan bibirnya sangat indah. Sesekali pria itu tersenyum melihat indahnya kemilau lampu kota Bandung di belakangnya dari lantai 45. Senyum laki-laki itu juga begitu menghipnotis Bella. Pria itu menggunakan kaos putih dan kemeja kotak-kotak dibalik peralatan safety yang dikenakannya. Lengannya terlihat sangat kuat dan berotot, rambut hitam pendeknya tertiup angin yang ia yakin pasti sangat kencang di luar sana.
Bella juga kagum karena pria itu berani melakukan pekerjaan berbahaya itu. Tubuhnya hanya menggantung di seutas tali, tapi Ia terlihat menikmati pekerjaannya.
Tiba-tiba pria itu seperti menyadari Bella sedang menatapnya, wajahnya terkejut melihat Bella yang berada di kamar mandi dan menatapnya dengan tangan bersilang di depan dadanya.
Pria itu mendongak ke atas berteriak pada seseorang. Pria itu menyatukan kedua tangannya dan seperti berkata 'maaf' pada Bella. Kemudian pria itupun turun satu lantai di bawahnya.
Bella menggedor kaca itu namun pria itu sudah tidak melihatnya lagi.
"HEY!" Teriak Bella saat tali membawa pria itu turun ke bawah.
Bella segera berlari ke luar kamar. Dengan hanya menggunakan jubah mandinya, iapun berlari menuju lift dan menekan tombol rooftop. Ia menunggu hingga lift terbuka. Bella melihat seorang laki-laki paruh baya sedang berdiri di sisi gedung, mengamati dan memastikan tali tetap aman menjaga pria yang sedang membersihkan dinding kaca itu.
Bellapun menghampiri sisi gedung dan menumpukan tubuhnya pada tembok gedung yang setinggi dadanya.
"MBAK! Mbak mau ngapain! Disitu bahaya, Mbak!" Teriak laki-laki paruh baya itu.
Bella melihat laki-laki itu masih menggantung di seutas tali dan masih membersihkan kaca jendela. Tubuhnya seperti merangkak di dinding kaca, bak spiderman dalam film.
"Pak, siapa cowok itu?" Tanya Bella pada pria paruh baya yang masih menatapnya dengan panik.
"Siapa, Mbak?"
"Itu cowok yang lagi facade cleaning." Bella menunjuk ke arah bawah.
"Oh itu pekerja part time, Mbak. Gondola yang biasa dipake buat bersihin lagi rusak jadi kita panggil pekerja part time yang bisa bersihin pake teknik rope access."
"Pekerja part time? Jadi dia gak kerja di Hotel ini?" Tanya Bella.
"Nggak, Mbak. Kita semua di jasa facade cleaning memang bukan pegawai di Hotel ini. Kami dari perusahaan jasa kebersihan. Saya sendiri kerja disini kontrak 6 bulan, Mbak."
"Kalo dia gimana?" Tanya Bella lagi.
"Kalau dia memang sering kita panggil kalau perusahaan lagi butuh, Mbak. Soalnya yang bisa pake teknik rope access memang masih sedikit di perusahaan kami, Mbak."
"Dia nanti kesini gak?"
"Kayaknya nggak, Mbak. Dia bersihin sampai lantai bawah dan gak akan ke atas lagi. Katanya tadi udah selesai dia mau simpen alat-alat dan langsung balik ke Jakarta, Mbak."
"Dia tinggal di Jakarta?!"
"Iya, Mbak." Ucap Pria itu semakin merasa aneh dengan pertanyaan-pertanyaan Bella.
"Kalau saya mau cari dia, bapak punya alamatnya? Saya bisa minta?"
"Wah saya gak tahu, Mbak. Saya cuma tahu dia suka ada di markas geng Black Panther."
"Dia anak geng motor?" Tanya Bella yang mengetahui geng kumpulan anak-anak badung di pinggiran Kota Jakarta itu.
"Bilangnya sih bukan. Tapi gak tau juga, Mbak."
"Siapa nama dia, Pak?"
"Dev, Mbak."
Dev, bahkan mendengar namanya sudah membuat Bella terpesona. Bella kembali melihat Dev yang masih menggantung di seutas tali itu, sibuk membersihkan kaca jendela gedung Hotel Logan Ritz.
'Gue udah nemuin cowok itu. Cowok yang bakal gue nikahin. Gue bakal nikah sama lo, Dev.' Ucap Bella dalam hati.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!