Azkia Kirana, dikenal dengan keterampilannya dalam berbicara saat persentasi di depan klien. Mempunyai tubuh yang indah, paras wajah yang cantik, otak yang pintar membuat banyak lelaki terpikat dengannya. Azkia selalu tampil sempurna di depan klien sehingga klien selalu menyetujui proposal yang Azkia persentasikan. Dengan kata lain, Azkia merupakan tombak untuk perusahaannya.
Azkia juga terkenal supel dan ramah. Banyak sekali yang ingin mengajaknya makan siang, tapi karena ada janji dengan klien, Azkia terpaksa menolaknya. Siapa yang tidak senang dengan Azkia? Jika diajak bicara mengenai pekerjaan selalu nyambung. Diajak gosip mengenai karyawan di perusahaan sebelah, selalu update, terutama kalau diajak gibah tentang pemilik perusahaan yang gantengnya setengah mati. Kevin Lincoln. Iya. Lelaki ganteng yang merupakan bos mereka itu turunan Indonesia-Inggris. Jadi siapa yang tidak bisa melihat ketampanannya dalam radius satu kilometer?
Kevin melewati karyawannya yang sedang mengobrol di jam istirahat. Ia melemparkan senyum tapi langsung memasuki ruangannya.
"Oh ya ampun! Apa kalian lihat senyumnya manis sekali?" kata seorang rekan Azkia yang langsung luluh dengan senyuman Kevin.
"Jangan begitu, Mia. Siapa yang tidak tahu kalau dia tampan? Tapi yang bikin aku penasaran, dia sudah punya pacar atau belum?" Joana menimpalinya dengan ekspresi sedih. Berharap kalau Kevin masih berstatus single.
"Apa kalian nggak punya bahasan lain ya selain ngomongin orang?" tanya Azkia menyeruput kopinya.
"Pak Kevin itu adalah bahasan paling sempurna." ujar Mia dengan dramatis. Azkia hanya menggelengkan kepalanya dan segera bergegas dari tempat duduknya.
"Az, kamu mau kemana? Kita kan belum selesai gibahnya." Joana menahan tangan Azkia untuk bangkit dari obrolan siangnya.
"Kerja yuk. Aku masih punya deadline nih!" Azkia tersenyum sambil mengedipkan sebelah matanya.
"Ya ampun, Az. Kamu benar-benar sudah dibudakin sama duit ya. Pikiranmu kerja, kerja dan kerja." Joana masih tidak percaya bahwa Azkia benar-benar meninggalkannya dan mereka sangat berat untuk bangkit dari duduknya dan masih ingin untuk bergosip.
***
Azkia menyiapkan laporan hasil persentasi yang akan ia laporkan ke atasannya, Pak Marco. Selama ini ia selalu menganalisis hasil persentasi Azkia dan ia pula yang akan mempertimbangkan untuk rencana kedepannya. Tapi kali ini Marco terlihat sangat sibuk dengan telponnya. Azkia mengetuk dan hanya suara Marco-lah yang sangat bising karena telpon yang ia jawab.
"Azkia. Tolong kamu berikan hasil persentasi ini ke Pak Kevin dulu ya, dia ada di ruangannya." ujar Marco dengan terburu-buru.
"Maaf, Pak?" tanya Azkia bingung.
"Saya lagi menangani komplain. kamu ke Pak Kevin, serahkan hasil ini biar dia yang mutusin selanjutnya gimana." Marco kembali sibuk dengan telponnya. Azkia tidak bisa bicara apapun lagi. Ia segera menutup pintu ruangan Marco.
Azkia menghela napas. Ia mengipas-ngipas wajahnya yang tidak terasa panas. Ia merasa sangat grogi kalau harus menyerahkan hasil persentasi ini ke Kevin. Azkia melangkahkan kakinya yang tidak jauh dari ruangan Marco. Ia segera mengetuk pintu ruang kerja Kevin dengan pelan.
"Come in." jawab Kevin dari dalam ruangan setelah Azkia mengetuknya. Azkia agak sedikit gemetar ketika ia melangkahkan kakinya menghadapi Kevin.
"Hm.. Selamat siang, Pak." sapa Azkia.
Kevin berhenti memandang komputernya dan menoleh pada Azkia.
"Yes?"
"Pak Marco meminta saya untuk memberikan hasil persentasi saya kemarin kepada Pak Kevin." Azkia merasa sangat gugup sekarang. Azkia menyerahkan berkas yang sudah di ketik dengan rapi kepada Kevin.
"Saya biasa terima laporan dari Marco aja. Saya jadi bingung bagaimana kalau kamu yang menyerahkan laporan ini." jawab Kevin membaca berkas yang Azkia serahkan.
"Iya, Pak. Saya juga bingung." Azkia tersenyum ramah mencairkan suasana yang ada didepannya. Seketika ia merasa badannya tegang dan apa yang dibilang Mia dan Joana tentang bosnya ini, memang benar. Bahwa ketampanannya hakiki.
"Yaudah. Kamu tinggalin dulu disini. Nanti biar saya bicara sama Marco. Thank you ya." kata Kevin.
Azkia pamit meninggalkan ruangannya. Dadanya berdegup kencang dan terasa ingin pingsan di tempat. Wajah Azkia merona merah dan ia tersenyum. Azkia kembali lagi ke meja kerjanya dan menyelesaikan beberapa pekerjaan yang belum selesai.
***
"Kamu tadi ke ruangan Pak Kevin ya?" tanya Mia begitu pulang kerja. Ia merangkul lengan Azkia dan tersenyum menggoda.
"Aku hanya menyerahkan berkas aja kok." jawab Azkia apa adanya.
"Tapi kan kamu biasanya ke Pak Marco bukan ke Pak Kevin." timpal Joana sambil memencet tombol lift.
"Ya pokoknya soal pekerjaan."
Tidak lama lift terbuka dan mereka memasuki ruang lift. Mia dan Joana tidak ada hentinya membicarakan bosnya yang tampan. Sedangkan Azkia hanya tertawa melihat rekan kerjanya dibutakan oleh ketampanan bosnya.
Setelah keluar dari lift, Azkia melihat sosok lelaki yang selama ini tidak pernah dijumpainya. Sesosok lelaki yang tidak asing bagi Azkia. Azkia mengikuti bayangan itu sejenak. Namun Mia dan Joana membuyarkan pikiran Azkia saat ini.
"Ayo, Az. Kamu lihat apa sih? Ayo pulang!" seru Joana menarik Azkia. Azkia tersadar lalu mengikuti Mia dan Joana.
"Iya maaf, ayo pulang." Azkia kembali bersama teman-temannya dan tidak mempedulikan bayangan itu lagi. Barangkali, Azkia salah melihat. Azkia kembali mendengarkan ocehan Mia dan Joana yang terdengar sangat merdu ketika membicarakan orang lain.
Azkia menuju ke kamarnya saat sampai rumah. Ia menaruh tas nya dan membuka laci. Ia mencari-cari sesuatu di laci itu. Laci yang pertama ia mencarinya. Sesuatu yang terlupakan oleh Azkia pada saat itu. Setelah putus asa mencari di laci pertama, ia mulai mencari ke laci yang ke dua. Tidak ada juga. Azkia merasa lemas dan sangat frustasi. Ia memijat keningnya. Ia merasakan pusing.
Seketika, Ibu masuk dan membawakan segelas air untuk Azkia. Raut wajah gelisah Azkia membuat Ibu sangat khawatir.
"Ki, kenapa? Ada masalah?" tanya Ibu.
"Nggak, Bu. Nggak ada apa-apa." Azkia berusaha membuat Ibu tidak perlu khawatir dengan apa yang Azkia alami hari ini.
"Ini minum dulu. Kamu tadi langsung buru-buru ke kamar. Ibu kira ada apa." kata Ibu kemudian berjalan kembali ke ambang pintu.
Azkia menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur. Ia merasa pusing sekali semenjak bertemu dengan lelaki itu. Lelaki yang membuat hidupnya hampir hancur berantakan. Azkia memejamkan matanya. Ia lelah dan tidak ingin memikirkan apapun. Azkia sudah yakin, mimpi buruk itu tidak akan pernah datang lagi.
***
Esoknya, di kantor, Azkia agak terburu-buru menuju lift. Gedung kantor Azkia terdapat beberapa perusahaan lain, jadi Azkia harus buru-buru agar tidak terlalu lama berhenti di lantai yang lain.
Saat pintu lift mulai tertutup, ada seseorang yang menahan pintu liftnya. Seorang lelaki yang selama ini menjadi mimpi buruk untuk Azkia.
Azkia terkejut, ia berusaha menyembunyikan wajahnya dengan rambut dan buku yang ia pegang. Bagaimanapun ia tidak ingin menatap apalagi menyapa lelaki itu. Ia merasa gugup, tapi ia harus bisa mengendalikan dirinya.
Satu persatu orang-orang turun dari lift dan semakin lama semakin sedikit. Lelaki itu mengeluarkan hapenya dan sebentar lagi giliran Azkia yang akan turun dari lift. Tapi apa yang Azkia pikirkan, tidak semulus bayangannya.
"Tunggu, Mba." panggil lelaki itu. Azkia sudah keluar dari lift, tetapi lelaki itu mengikutinya.
"Ada yang jatuh." katanya sambil memberikan pulpen Azkia.
Tanpa menoleh, Azkia mengambil pulpen itu. Dan langsung pergi meninggalkan lelaki itu.
Lelaki itu berdiri dengan bingung tapi tidak terlalu memikirkannya. Ia langsung menekan tombol lift lagi.
***
Azkia menjatuhkan tubuhnya di kursi kerjanya. Tubuhnya terasa lemas. Ia merasa tidak sanggup berdiri lagi. Ia selalu merasa gemetar jika bertemu dengan lelaki itu.
Masih belum banyak orang yang datang ke kantor. Azkia ingin istirahat sebentar. Bertemu dengan lelaki itu sama saja membawa mimpi buruk ke dalam hidupnya.
Tok Tok...
Azkia mendengar suara ketukan di mejanya. Azkia merasa lemas sekali, ia hanya mengerjap dan memastikan bayangan seseorang yang datang menghampirinya.
Tok tok...
Lagi. ia mengetuk meja membangunkan Azkia. Kali ini, Azkia membuka matanya dengan benar. Terlihat jelas siapa seseorang yang mengetuk mejanya. Lelaki itu. Lelaki yang selama ini membuatnya terus merasakan mimpi buruk. Lelaki di masa lalu yang membuat Azkia selalu merasa tidak berdaya karena kebencian dihati Azkia yang sangat mendalam. Nicolas.
"Kamu Azkia kan?" tanyanya sambil tersenyum. Azkia tidak menjawab apapun. Ia menatap lelaki itu dengan bingung tetapi tidak dipungkiri bahwa ketika melihat lelaki itu, Azkia merasa sedikit gemetar.
***
"Azkia! Bangun! Udah jam berapa ini?" Ibu teriak pada Azkia yang tidak bangun juga.
Azkia terkejut dan langsung bangun, merapikan rambutnya dan melihat jam yang ada di meja kecilnya.
"Jam berapa ini, Bu?"
"Ibu sudah bangunkan dari tadi kamu nggak bangun-bangun! Sudah setengah delapan nih!"
"Astaga, aku telat!" Azkia bergegas ke kamar mandi dan merapikan barang yang harus dibawa dengan tergesa-gesa.
Ia berpakaian dengan baju yang ada di gantung. Ia mengambil baju yang mana saja tanpa memilihnya. setelah mengenakan pakaiannya, ia menyisir dan merapikan riasan tipisnya.
Ia terhenti sesaat.
Itu cuma mimpi. Bukan kenyataan. Jangan takut, Azkia , batin Azkia dalam hati. Ia menguatkan dirinya sendiri walau ia tahu sewaktu-waktu, bisa saja ia bertemu dengan Nicolas lagi.
***
Azkia berjalan di lobby menuju lift. Langkah Azkia terhenti ketika ia melihat Nicolas di depan pintu lift. Azkia mematung. Ia merasakan keringat dingin mulai keluar dari tubuhnya. Ia menunduk dan tidak berani melihat ke sekitar. Ia ingin menepi dulu, ke toilet lobby agar ia bisa sedikit menenangkan diri. Ia tidak sanggup melihat Nicolas.
Tetapi tiba-tiba.. BRUKK!
Azkia merasa malu sekali. Ia telah menabrak seseorang yang Azkia rasa tubuhnya sangatlah atletis.
"Maaf, saya..." Azkia melihat siapa yang ia tabrak. Tidak! Itu Pak Kevin!
"Are you okay?" tanya Kevin melihat raut wajah Azkia yang terlihat kebingungan.
"Iya, Pak. Saya baik-baik aja. Maaf ya, Pak."
"Sudah jam segini. Liftnya penuh. Kita naik lift barang saja." kata Kevin mengajak Azkia menuju lift barang. Tanpa berpikir panjang, Azkia mengikuti Kevin menuju lift barang. Untuk hari ini Azkia merasa berterima kasih pada bosnya yang super ganteng ini. Hari ini, ia selamat dari Nicolas.
Entah kenapa Azkia selalu merasa gelisah ketika ia bertemu dengan Nicolas. Mungkinkah sudah bertahun-tahun lamanya tidak bertemu? Azkia bisa memikirkan itu nanti setelah jam kerjanya usai. Sekarang, ia hanya ingin konsentrasi dengan pekerjaannya dulu.
****
Tiara adalah kakak kelas Azkia yang juga merupakan teman sekelas Nicolas. Ia selalu menatap sinis ketika bertemu dengan Azkia di koridor sekolah maupun dikantin.
Ya. Tiara memang sudah lama menaruh hatinya pada Nicolas, tapi dengan mudahnya Azkia merebut hati Nicolas dalam waktu yang singkat.
Suatu hari, Tiara melihat Nicolas yang berjalan bersama dengan Azkia dengan tawa yang renyah. Cemburu? Tentu saja. Siapa yang suka melihat pujaan hatinya berjalan dengan wanita lain. Tapi apa yang bisa Tiara lakukan? Ia hanya bisa menatap dan semakin lama, rasa tidak sukanya pada Azkia semakin membesar.
Tiara sedang berkumpul bersama teman-temannya dan melihat Azkia yang akan melewati Tiara. Tiara yang memang sudah lama menaruh rasa kesal pada Azkia, melontarkan kata-kata yang kurang enak didengar.
"Kayaknya ada yany lagi seneng banget dideketin sama kakak kelas. Hidupnya aman ya sekarang udah ada back up kakak kelas?"
Azkia menghentikan langkahnya, merasa jika dirinya yang dibicarakan.
Teman-teman Tiara tidak berkata apapun, malah berbisik bertanya apa yang Tiara maksud.
Azkia melanjutkan kembali menelusuri koridor melewati Tiara dan teman-temannya.
"Kamu kenapa, Ti? Kamu kesal sama dia?" tanya salah satu temannya.
"Enggak. Cuma kesal aja setiap lihat dia lewat dan nggak ada sopan-sopannya." jawab Tiara menatap punggung Azkia yang masih belum menghilang dari koridor.
"Kirain karena dia dekat sama Nico jadi kamu kepanasan." ujar teman yang lain sambil tertawa.
"Jangan bilang kamu kalah saing sama dia, ya." kata yang lain menimpali.
Kalah? Tidak. Ini baru permulaan, ucap Tiara dalam hati.
Azkia merasa kecil berdiri di samping Kevin. Pasalnya, Kevin ini tegap, tinggi dan... astaga, wangi sekali. Azkia terus membatin dan bersumpah bahwa Mia dan Joana pastilah akan iri berat melihat Azkia berdiri berdampingan walau hanya di lift barang.
"Ehm. Bapak tahu ya ada lift barang disini?" tanya Azkia. Ia tidak ingin terlalu kaku kepada bosnya ini.
"Iya tahu. Marco yang beri tahu." jawab Kevin.
"Walaupun saya belum terlalu lama disini, tapi saya dengar dari Marco, kamu cukup kompeten. Saya harus berterima kasih. Karena kamu, perusahaan ini berjalan dengan baik." kata Kevin sambil melirik sesekali pada Azkia.
Azkia tersenyum malu.
"Iya Pak, sama-sama. Saya hanya menjalani pekerjaan saya."
Pintu lift terbuka. Merekapun keluar.
"Dari tender yang kemarin kamu datangi, ada dua yang menarik hati saya. Saya ingin melihat kedepannya. Prospek yang bagus. Tolong dianalisis dulu perusahaan tender itu biar saya bisa membandingkannya." kata Kevin.
"Baik, Pak. Akan saya kerjakan setelah sampai di kantor."
"Sementara kirim email dulu ke saya. Nanti kalau sudah fix, baru di print." kata Kevin lagi. Akhirnya mereka sampai di kantor, setelah absen finger print, Azkia mempersilakan Kevin masuk terlebih dulu karena Kevin adalah atasannya.
Azkia tidak suka dengan keadaan ini. Ia hanya malas ketika ia masuk ke ruang kantor nanti, rekan kerjanya akan mulai bergosip lagi. Benar saja, setelah Azkia masuk ke kantor, sudah ada Mia dan Joana yang siap menggibahi atasannya.
"Kamu dateng bareng Pak Kevin?" tanya Mia berbisik tetapi histeris.
"Wah, gila. Kamu kan paling nggak mau gosipin doi. Eh ternyata diem-diem..." Joana tidak percaya bahwa Azkia juga tertarik pada lelaki selain tertarik pada pekerjaan.
"Kalian apa sih. Aku cuma ketemu di depan. Selebihnya ngomong kerjaan kok. Nggak ada aku main dibelakang itu nggak ada." kata Azkia menuju meja kerjanya dan menaruh tasnya.
"Tapi kok nggak ketemu di lift? Aku juga baru dateng." kata Mia.
"Tadi lift penumpang penuh. Jadi aku naik lift barang." Azkia berkata cuek tidak memperhatikan raut wajah sahabatnya yang terlihat bingung. Ia menyalakan komputernya.
"Apa? Naik lift barang berdua?" Joana hampir saja melengkingkan suaranya.
Merasa salah bicara, Azkia meralat ucapannya.
"Nggak berdua kok. Ada OB. Tenang aja kenapa sih?"
"Awas aja kamu nusuk kita dari belakang." jawab Mia menyilangkan tangannya di dada.
"Bicara apa sih, udah sana ke tempat duduk. Lagian kamu kan fangirl idol Kpop. Kok bisa tertarik macem Pak Kevin?" tanya Azkia bingung dan mulai kesal dicurigai macam-macam.
"Aaazzz.. idol kpop itu jauh. Aku cuma bisa liat di tv youtube, instagram atau twitter. Tapi kalo Pak Kevin, itu kan nyata di depan mata. Ketampanannya bisa aku nikmati setiap hari." jawab Mia mendramatisir.
"Berisik, berisik. Sana kerja!" Azkia mulai risih jika Mia dan Joana datang ke meja kerjanya hanya untuk gibah. Lebih baik ia tetap kerja dan mencari bahan untuk dikirimkan ke Kevin. Hari ini Azkia ingin menyibukkan diri agar ia tidak teringat lagi pada Nicolas.
***
Nicolas merupakan anak laki-laki yang cukup tampan di sekolahnya. Banyak anak perempuan yang berlomba-lomba untuk memenangkan hati Nicolas. Tapi, Nicolas hanya terpikat oleh kecantikan Azkia. Azkia adalah adik kelas Nicolas yang ceria dan ramah. Itulah mengapa Nicolas menyukainya.
Azkiapun sama. Ia menyukai Nicolas. Banyak yang bilang, Azkia beruntung sekali bisa mendapatkan kakak kelas dan nggak perlu takut lagi kalau ada yang bully Azkia di sekolah. Pasti Nicolas datang dan membelanya.
Nicolas dan Azkia termasuk pasangan populer. Siapa yang nggak kenal sama Nicolas dan Azkia. Pasangan yang dianggap akan berpacaran lama dan tidak pernah putus.
Tapi siapa sangka, suatu hari sebelum hari wisuda kelulusannya, Azkia dan Nicolas bertengkar hebat. Sampai-sampai Azkia menangis sesenggukan. Azkiapun tidak ikut acara wisuda sekolahnya. Teman-teman mencari dimana keberadaan Azkia. Tetapi sama sekali tidak ada yang bisa menemukannya. Bahkan salah satu temannya, mencari ke rumah Azkia.
Tidak ada satupun orang dirumah Azkia. Semua terlihat kosong. Desas-desus mulai berdatangan di sekolah Azkia. Mereka mengaitkannya dengan Nicolas. Mereka hanya berasumsi bahwa Azkia dan Nicolas putus. Tapi entah apa masalahnya.
***
13 tahun yang lalu...
Azkia terlihat gemetar. Ia merasa ketakutan. Baru kali ini ia mengalaminya. Kini ia berada di sebuah pedesaan yang cukup jauh dari perkotaan. Ayah, Ibu, Azkia dan Seruni, pindah dengan tergesa ke pedesaan yang ternyata merupakan kampun halaman Ayahnya.
"Gausah dipikirin lagi, Nak. Ada Ayah dan Ibu disini. Kamu nggak usah takut." kata Ayah menenangkan Azkia. Namun suara Ayahnya yang lembut semakin membuat Azkia merasa bersalah.
"Ayah, maafkan Azkia, Ayah. Azkia sudah menjadi beban untuk Ayah. Maafkan Azkia, Yah! Azkia benar-benar malu!" Azkia menangis memohon maaf pada Ayahnya.
"Nak. Makanya kamu Ayah bawa ke kampung Ayah. Biar kamu bisa menenangkan diri disini." Ayahnya mengusap rambut Azkia yang hitam. Azkia memeluk Ayahnya dan ia menangis dengan sangat menyesal.
"Azkia bersumpah akan menurut pada Ayah dan Ibu untuk menebus dosa-dosa Azkia, Ayah. Azkia nggak akan mengulanginya lagi. Azkia sumpah, Ayah." janji Azkia pada kedua orang tuanya.
"Lalu, Yah, bagaimana dengan kehamilan Azkia ini?"
Ayah terdiam. Ayah masih belum bisa memutuskan.
"Usia kandunganmu belum ada sebulan, Nak. Kalau kamu mau..." Ibu ragu-ragu mengucapkan kalimat selanjutnya.
"Jangan, Bu. Jangan. Saudara Ayah ada yang tidak bisa mempunyai anak kan? Biar Azkia lahirkan saja anak ini Bu. Dan memberikan pada saudara Ayah yang sudah dua puluh tahun tidak punya anak, Bu. Ayah, bagaimana?" Azkia berusaha membujuk Ayahnya agar sebisa mungkin tidak mengugurkan kandungannya.
"Kamu yakin, Nak, dengan keputusanmu?" tanya Ayah.
"Iya Ayah. Azkia ikhlas. Daripada membunuh, Ayah. Itu dosa."
"Tapi kamu kemungkinannya akan sangat kecil bertemu dengan anakmu nanti." tegas Ayah lagi meyakinkan Azkia.
"Iya, Ayah."
Kemudian suasana menjadi hening. Ayah, Ibu dan Azkia melewati masa masa sulit. Hanya Seruni yang diminta untuk bungkam dan tidak menceritakan lada siapapun.
Kehamilan Azkia sehat. Ia memakan makanan bergizi yang Ibu masakkan untuknya. Dan juga ia mengecek kondisinya ke bidan secara rutin. Vitamin untuk penambah darah, asam folat dan kalsium secara rutin Azkia minum demi janinnya tumbuh menjadi anak yang sehat dan kuat.
Ia juga menyisihkan uang untuk membeli susu hamil agar kandungannya tetap sehat. Semakin lama semakin melewati hari, kandungan Azkia semakin besar. Ia semakin sulit bergerak dan berjalan. Tetapi Seruni dengan sigap membantu kakaknya yang kesulitan.
"Dek.. Tolong sendal kakak, Dek. Ini nggak muat, kaki kakak bengkak."
Seruni yang sejak kecil juga dilatih mandiri oleh Ibu sudah terbiasa menolong kakaknya yang sedang dalam kesulitan.
"Iya, Kak. Runi ambil dulu di belakang." Tidak lama, Seruni kembali dari halaman belakang dan memakaikan sendal untuk kakaknya.
"Kakak mau makan apa, Kak? Runi udah buat ayam goreng sama sayur sop "
"Ibu kemana, Dek?"
"Ibu kerumah sebelah dulu, Kak, bantu masak disana."
"Kakak mau sayur sop aja, Dek. Gausah banyak-banyak ya, sama tolong buatkan susu, Dek."
"Iya, Kak."
Seruni dengan sigap membantu kakaknya untuk makan dan minum susu. Azkia sudah terlihat sulit bergerak karena kehamilannya semakin dekat dengan waktu untuk lahirannya.
Seruni kembali dengan sayur sop dan susu untuk Azkia. Azkia menghirup kuah sayur sop dengan pelan, menikmati masakan Seruni yang memang terasa sedap.
"Kak." Seruni terlihat ragu untuk berbicara pada Azkia.
"Hm?" Azkia masih menikmati sayur sopnya tanpa menoleh ke arah Seruni.
"Kakak nggak mau nemuin Kak Nico lagi, Kak?"
Awalnya, Seruni takut Azkia akan marah dengan pertanyaannya. Tapi ternyata tidak. Azkia memang sudah lama berpikir apakah ia perlu menemui Nicolas lagi atau tidak.
"Buat apa, Dek? Kemarin sebelum kesini aja Kakak berantem sama dia. Kakak udah bilang yang sebenernya. Tapi memang orang bejat. Dia cuma mau enaknya aja."
Azkia kembali memakan wortel dan buncis dari mangkuknya.
"Runi rasa juga lebih baik disini. Kita jauh dari orang-orang yang kita kenal. Kakak juga nggak kena omongan macam-macam dari orang lain."
"Kakak nggak mikirin Nico lagi, Dek. Udah Kakak anggap itu masa lalu. Sekarang gimana caranya melahirkan anak ini dengan sehat. Makanya, Kakak bersyukur banget, kamu, Ibu , Ayah, bisa bantu dan support Kakak."
Seruni tersenyum melihat keteguhan hati Azkia. Memang pada mulanya, Azkia terlihat sangat rapuh. Tapi semakin lama, Azkia terlihat menjadi wanita yang kuat.
Seruni menyodorkan susu untuk Azkia. Azkia pun meletakkan mangkuk dan minum susu buatan Seruni.
***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!