NovelToon NovelToon

Blessing Curse (Kutukan Berkah)

Prolog

Moon Gi Tae seorang putra dari keluarga penyihir baik Moon Yongjae, yang menguasai kekuatan prekognisi yang mana bisa memprediksi masa depan dan Jung Jieun yang merupakan manusia biasa.

Gi Tae diasingkan oleh keluarga besar dari sang ayah, Moon, karena sang kakek tidak bisa menerima Jieun menjadi menantunya.

Belum cukup sampai disana, kakek Gi Tae juga memberikan kutukan kepadanya supaya hidupnya menderita, yaitu dengan membuatnya hidup menjadi mantra yang berjalan, dimana itu merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh para penyihir di tujuh kerajaan saat itu. Hanya kakek Gi Tae yang bisa mengutuknya seperti itu.

Namun hal yang mengerikan dari ini ialah, Gi Tae tidak dapat menikmati hidupnya layaknya penyihir atau manusia pada umumnya. Hal yang dia ketahui hanyalah memberikan kecupan kepada mereka yang dikutuk. Benar! kutukan Gi Tae dapat menetralisir kutukan lain dan menjadi senjata bagi keberlangsungan kekuasaan penyihir ilmu hitam.

Betapa menyeramkannya hal ini hingga membuat sang ayah memutuskan untuk menyembunyikan identitas Gi Tae dari tujuh kerajaan. Yongjae tidak bisa melihat anaknya terus-terusan dicari para penyihir dan menjadi incaran untuk bisa dimiliki oleh mereka.

Moon Yongjae dan Jung Jieun memutuskan untuk tinggal menjauh dari pemukiman penduduk yang ramai dan menetap di pinggiran desa kecil di salah satu wilayah dari tujuh kerajaan, yaitu kerajaan Sun Gu.

Siapapun tidak bisa menyadari, bahwa ketika Gi Tae berhasil menetralisir kutukan dari penyihir ilmu hitam, maka kekuatan dari penguasa sihir hitam akan semakin bertambah. Moon Yongjae, sang ayah juga sama sekali tidak menyadari hal itu.

Di tahun-tahun berikutnya setelah kelahiran Moon Gi Tae sang "Blessing Curse", para putri dari ketujuh kerajaan juga terlahir tepat pada garis dari kutukan sang penguasa sihir hitam. Membuat negara Daegun berada di ambang kehancurannya. Namun kabar tersebut tidak boleh menyebar agar masyarakat dari ketujuh kerajaan tetap dalam kedamaian.

Kesembilan putri dari ketujuh kerajaan memiliki tugas dan peran masing-masing. Tiga diantaranya merupakan saudara yang berasal dari satu kerajaan dan keenam lainnya merupakan pewaris tunggal dari enam kerajaan di negara Daegun. Mereka saling bersatu demi menghadapi masa-masa sulit yang menimpa mereka dan mencoba mencari jalan keluar dari permasalahan yang mereka hadapi.

Para raja dari ketujuh kerajaan melakukan pengasingan diri agar Daegun dapat memperlambat proses kehancuran sembari para putri mencari jalan keluar agar kedatangan kabut hitam yang diramalkan dapat dihentikan.

Hari-hari berjalan seperti biasa tanpa masyarakat ketahui masalah internal yang tengah menggerogoti Daegun dari dalam. Penyihir ilmu hitam semakin kuat, sedangkan penyihir baik semakin jarang ditemukan. Masyarakat awam yang tidak menyadari hal itu hanya bisa melanjutkan kehidupan mereka.

Setelah berusia 24 tahun Moon Gi Tae bertemu dengan sembilan putri raja dari Daegun dengan cara yang unik. Kesembilan putri dan Gi Tae tanpa sengaja melakukan petualangan bersama.

Mereka masih saling menyembunyikan diri dari fakta bahwa mereka terkena kutukan. Kesembilan putri mendapatkan kutukan dari penguasa sihir hitam bahwasanya jika kesembilan putri terlahir dan mencapai usia dewasa, maka itu adalah saat dimana Daegun mengalami kehancuran.

Puncak dari keberhasilan penguasa sihir hitam akan terbuka jika Gi Tae berhasil menyembuhkan kutukan yang ada pada para putri dari ketujuh kerajaan. Ini menjadi boomerang bagi mereka baik Gi Tae maupun para putri, karena jika mereka tidak dapat mengatasi kutukan tersebut, ketujuh kerajaan akan mengalami kehancuran, tetapi jika mereka dapat menghilangkan kutukan maka penguasa sihir hitam akan bangkit dan menjadi dewa kematian mereka.

1. Penarik Jiwa

Moon Gi Tae POV.

Aku masih terus berlari dengan ketakutan, sesekali menoleh kebelakang untuk memantau para pemburu yang sedang mengejarku. Di tengah hutan yang asing dan gelap terdapat tiga pemburu yang mengetahui keberadaanku. Aku tidak tahu bagaimana hal ini bisa terjadi dan saat ini mereka melontarkan anak panah secara beruntun ke arahku.

Nafasku tersengal dan tidak memiliki waktu untuk berpikir. Meskipun terus berlari, anehnya kakiku tidak merasakan lelah, namun adrenalinku terpacu begitu kencang.

Hingga akhirnya sebuah anak panah mengenai punggung kiriku membuatku terhuyung dan lalu tersungkur.

Ketiga pemburu mendekatiku perlahan, meski mereka begitu dekat, namun aku sama sekali tidak bisa melihat wajah mereka, semua terasa samar. Satu dari mereka lebih mendekat lagi kearahku dengan mengeluarkan pedangnya.

"Siingg..."

Perlahan pedang sang pemburu yang berada di depanku keluar dari sarungnya.

Dia mengangkat tinggi pedangnya menggunakan kedua tangan miliknya dan hendak menebas kepalaku.

Saat pedangnya diayunkan dengan hampir mengenai leherku.

Akupun terbangun...

Aku terduduk dengan napas yang terengah-engah, keringat bercucuran di dahi dan seluruh badanku, membuat pakaianku sedikit basah. Aku melihat sekelilingku hingga akhirnya sadar bahwa aku sudah ada di rumahku. Rumah kayu kecil yang ku tinggali bersama ayahku, Moon Yongjae, dan ibuku Jung Jieun.

"Aku bermimpi lagi" gumamku kelelahan.

Aku berdiri untuk mengambil gelas bambu yang terdapat di meja kayu dekat dengan ranjang tidurku. Menenggaknya dengan perlahan dan mulai mengatur pernapasan.

Setelah kurasa sirkulasi darahku mulai berjalan normal, aku bersiap untuk memulai aktifitas seperti biasa.

Mimpi buruk seperti itu kerap kali terjadi padaku. Ayah dan ibuku sudah memberikan peringatan sejak aku masih kanak-kanak.

- flashback -

Saat itu umurku masih 8 tahun, aku melihat seorang anak perempuan kecil ketika aku ikut ibuku ke pasar desa untuk mencari kebutuhan. Anak perempuan tersebut terlihat memandangiku dengan wajah datarnya, namun matanya tidak lepas dari setiap gerak gerik ku.

Aku yang penasaran mencoba untuk mendekatinya, tentu ibuku tidak mengetahui hal ini hingga ibu kehilangan pandangannya terhadapku.

Saat aku mencoba mendekati gadis itu dikeramaian, dia justru membalikkan badannya untuk berjalan mengarah ke dalam kawasan yang lebih ramai pengunjung.

Aku hampir kehilangannya karena kita sama-sama kecil. Aku merasa energinya begitu kuat untuk memanggilku mengikutinya.

'Siapa dia?', benakku. Namun tanpa kusadari, dia menggiringku untuk masuk ke dalam hutan kecil di pinggir desa berbeda dengan hutan dekat rumahku.

Jalanan yang kecil membuatku menyadari bahwa ini bukanlah daerah yang aku kenal. Saat aku tersadar akupun kehilangan gadis kecil itu. Sorot matanya yang begitu kuat sudah tidak lagi kurasakan.

Aku tersesat, ibuku tidak lagi disisiku. Aku mulai berteriak panik.

Apa yang bisa diharapkan dari seorang anak laki-laki kecil?

"buuu...!" teriakku memecah keheningan hutan.

Tidak ada yang menyahut, hanya angin yang berhembus membuat pepohonan saling sapa.

Hutan ini begitu sepi, dan aku semakin ketakutan.

"ibuuu...!" teriakku lagi mencoba meraih pendengaran ibuku sembari mendongak kearah pepohonan.

"iya anakku, ibu disini" akhirnya aku melihat sosok ibuku setelah aku membalikkan badan.

Aku tersenyum tulus dengan menatapnya, merasa seakan ketakutanku sirna. Namun tidak begitu lama, senyumku menghilang karena ibuku perlahan berubah wajah menjadi seorang wanita tua yang bungkuk dan menyeramkan.

Aku gemetar melihat pemandangan ini dan perlahan berjalan mundur. Namun hal buruk menimpaku, lagi. Aku terjatuh kebelakang karena ketakutan. Aku terus mundur dengan menggunakan kedua siku dan kakiku, badanku menyapu jalan setapak yang dipenuhi rumput disamping kiri kanannya dibawahku.

Wajah takutku belum menghilang dan wanita tua itu terus terkekeh sambil mendekat kearahku.

Aku tidak ingin mati ditangannya. 'ayah ibu... tolong aku...!' pikiranku berteriak memanggil siapapun yang muncul di benakku.

Tangan penyihir tua akhirnya meraih pundakku dan menarikku berdiri. Dia tidak memiliki tongkat dan sebagainya, hanya saja wajahnya tuanya begitu menyeramkan tubuhnya juga memiliki punuk dipunggungnya dengan pakaian compang camping.

"Kamu adalah mantra untuk orang sepertiku, energimu memanggil kami. Ikutlah denganku dan kamu akan hidup bahagia sesuai keinginanmu" penyihir tua berbicara dengan suara berat dan terkekeh kepadaku.

Mataku terpejam kuat saat dia mendekatkan bibirnya kearahku. Ketakutan tidak bisa lagi kujelaskan melalui kalimat. Badanku merinding dan gemetar dengan hebat. Aku tidak memiliki siapapun untuk menolongku dan hanya terisak ngeri dihadapannya.

Namun belum juga hal buruk itu terjadi, aku sudah ditarik dan dibawa terbang oleh seseorang begitu cepat.

Aku masih memejamkan mata, menginterpretasi rasa takutku.

"Gi Tae, bukalah matamu nak" aku mendengar suara lembut ayahku.

Apakah benar yang kudengar ini? Dengan menguatkan hati, aku membuka kedua mataku secara perlahan.

Dihadapanku telah terdapat ayah dan ibuku yang duduk berlutut membelai pipiku dengan khawatir.

Kali ini aku percaya mereka adalah orang tuaku, aku dapat merasakannya dari mata mereka. Akupun menangis tersedu-sedu sambil memeluk keduanya.

Setelah itu, ayahku melepaskan pelukan kami. Dengan perlahan dia berpesan kepadaku "Gi Tae, jangan pernah kamu mengulangi hal ini lagi. Jangan pernah meninggalkan sisi orang tuamu, apapun yang terjadi."

Aku mengangguk dengan perlahan sambil tetap terisak. Aku menyesali kejadian mengerikan hari itu. Hari itu memberi tahuku bahwa aku hanyalah barang yang dikejar oleh setiap orang untuk dijadikan pusaka.

- end of flashback -

2. Tujuh Kerajaan Mulia

Aku menarik nafas panjang dan menghembuskannya setelah membuka jendela kayu kamarku. Pagi selalu menjadi hal yang dinanti oleh setiap orang, karena mereka akan memulai harapan baru setiap paginya. Sama halnya denganku, pagi adalah tantangan lain untuk dilalui, lagi.

Aku tidak tahu bagaimana proses penyembuhan dari kutukan yang ada pada diriku, jujur saja aku lelah dengannya. Dari informasi yang kudapatkan, kakek tidak memberitahukannya kepada ayah justru dia berkata bahwa ini adalah hukuman yang harus kubawa hingga akhir karena ayah telah menikahi ibuku dan menolak pilihan kakekku.

Bagaimana cinta bisa disalahkan?

"Kamu sudah bangun nak" sapa ibuku dari dapur kecil kami dengan wajah hangatnya. Dia sedang sibuk menyiapkan sarapan untuk kami.

Hidupku terasa telah sempurna hanya dengan menatap wajah seri ibuku.

"iya bu, aku akan pergi ke hutan mencari tanaman herbal untuk ayah jual" jawabku dengan hangat.

Ayahku adalah penjual tumbuhan herbal, baik itu daun, akar, kulit, buah, ataupun bunga. Dia menjualnya kepada pedagang di pasar setiap satu minggu sekali.

Kami tetap menjaga keberadaan keluarga kami dengan rendah dan hidup samar di pinggiran desa, sehingga orang tidak akan tahu siapa kami. Terlebih dengan keberadaanku.

Untungnya ayahku memiliki kemampuan sihir yang dapat memprediksi suatu kejadian yang akan terjadi, sehingga kami bisa lebih waspada.

Namun penculikan yang terjadi padaku 16 tahun lalu adalah pengecualian. Ayahku dimanipulasi pikirannya, sehingga lengah dan memberikan kesempatan kepada penyihir ilmu hitam untuk menangkapku.

"Ada baiknya kamu sarapan dulu, ayahmu sudah pergi kepasar sejak fajar" tanggap ibu dengan cepat.

"Jadi ayah tidak menyarap?" aku bertanya dengan kerutan dahi terangkat.

Saat ini ibu telah selesai menyiapkan sarapan untuk kami berdua dan duduk bersila di hadapan salah satu sisi meja, mengajakku untuk sarapan bersama.

"Tidak, dia hanya membawa bekal ubi rebus yang telah ibu siapkan" jawab ibuku sambil menyiapkan gumpalan nasi di mangkuk kayu kecil untukku.

"Maksud ibu, ubi yang ku dapatkan dari hutan kemarin? itu kan milikku bu..." rengekku dengan penuh main-main.

"Berhentilah merengek, kamu sudah mendekati tua itu sudah tidak pantas untukmu" ibu melahap makanannya dengan sumpit dan menyadarkanku.

Aku mendecak kesal kepada ibuku. Kami adalah keluarga harmonis, namun aku kerap membuat ibuku kesal begitu pula sebaliknya.

--

Terkadang ada beberapa penyihir baik atau manusia biasa yang terkena sihir memohon kepada ayahku untuk menetralisir kutukan mereka menggunakan kutukan yang ada padaku. Itupun jika mereka diberi informasi tentang keberadaanku dari penyihir lain yang tidak diketahui banyak orang.

Ayahku orang yang rendah hati, dia terkadang iba melihat korban kutukan dan tak jarang memintaku untuk mengecup bibir mereka baik pria maupun wanita dengan harapan kutukan sihir mereka hilang. Hanya orang yang benar-benar dapat menjaga kepercayaan ayahku sajalah yang diizinkan. Tentu saja ayahku tahu selama dia memiliki penglihatan masa depan.

Hingga pada suatu saat terdapat seorang anak gadis seusiaku yang mendapat kutukan, dia dikutuk menjadi gadis buta dan kehilangan kedua bola matanya karena telah menyakiti teman bermainnya yang merupakan anak dari penyihir ilmu hitam. Orang tua gadis tersebut tidak mengetahui jika anaknya bermain dengan putra salah satu penyihir jahat di wilayahnya.

Orang tua gadis tersebut diberitahu oleh seorang penyihir pria berilmu tinggi yang tinggal di puncak gunung. Dia mengucapkan kata rancunya kepada mereka "temuilah cucu dari bayangan putra kegelapan yang terbuang, dapatkan kecupan darinya maka putrimu akan mendapatkan kembali matanya."

Mereka terus mencari teka-teki ucapan penyihir gunung tersebut namun hingga akhir, mereka tidak mendapatkan jawabannya. Pada suatu saat ayahku mendengar kabar tentang gadis itu, diapun merasa iba melihatnya. Lalu dibawalah gadis yang tidak memiliki bola mata itu kepadaku.

Sejujurnya aku sendiri takut untuk melihat pemandangan itu. Gadis tanpa mata dan terlihat begitu depresi memohon-mohon kepada siapapun disekitarnya untuk dapat menyembuhkannya.

Karena aku tidak ingin berlama-lama melihatnya, maka aku segera mengecup bibirnya perlahan, disaksikan oleh orang tuanya dan juga ayahku. Untuk ibuku, dia sering tidak setuju dengan keputusan ayahku yang selalu memiliki hati yang lemah.

Usai ku kecup bibirnya, cahaya putih memancar disekitar lubang matanya, dan perlahan cahaya tersebut sirna seiring kembalinya bola mata pada kedua kelopak gadis itu.

Orang tuanya menangis haru melihat kejadian ini, dan sangat berterimakasih kepada ayahku.

--

POV. Orang Ketiga

Dimanapun tempatnya, yang selaraslah yang selalu diharapkan, sama halnya seperti Daegun. Memang semua hidup berdampingan dengan damai, dimana antara kebaikan dan keburukan saling mengisi seperti Yin dan Yang, air dan api, hidup dan mati dan sebagainya.

Daegun yang memiliki tujuh kerajaan tersohor yang dikenal di belahan dunia manapun sebenarnya juga menyimpan banyak sejarah dan rahasia. Pendiri Daegun merupakan penduduk asal yang memiliki kemampuan-kemampuan hebat hingga bisa menciptakan negara dengan keseimbangan alam yang cukup baik. Para pendiri Daegun memutuskan untuk membagi wilayahnya menjadi tujuh, dan ketujuh wilayah tersebut diikrar dengan sumpah setia kepada setiap kerajaan dari ketujuh kerajaan hingga turun temurun.

Namun sejarah yang terjadi dalam proses pendirian ketujuh kerajaan, terdapat rintangan jauh berabad lamanya. Pembantaian dan ekspansi wilayah oleh klan penyihir ilmu hitam tidak terlepas dari sejarah Daegun.

Hingga pada akhirnya para pemimpin dari ketujuh kerajaan bersama dengan klan penyihir ilmu hitam membuat kesepakatan agar mereka hidup berdampingan dan menyisakan wilayah untuk klan penyihir ilmu hitam.

Namun suatu ketika, terdapat salah satu kerajaan yang melanggar sumpah dan membantai para penganut sihir ilmu hitam di wilayah kerajaannya, membuat murka pemimpin klan penyihir ilmu hitam dan memberikan sumpah kutukan kepada ketujuh kerajaan.

 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!