Ikrar pernikahan terdengar dengan lantang dari bibir seorang pria berusia 27 tahun ketika mengucapkan janji suci untuk mengikat seorang gadis yang baru genap 17 tahun itu dalam sebuah ikatan pernikahan, tepat di depan seorang pria paruh bayah yang tengah terbaring di atas brangkar rumah sakit tempat ia di rawat.
"Sah." Ucap beberapa dokter dan kerabat yang menjaganya sekaligus menjadi saksi pernikahan dadakan itu.
Gadis yang baru genap 17 belas tahun itu bernama Queen Anara Ardely. Dia terpaksa menerima perjodohan yang di tawarkan sang kakek untuk menikah dengan pria entah dia tidak tahu siapa namanya, karena mereka baru bertemu hari ini dan langsung di nikahkan oleh kakeknya.
Awalnya Anara ingin menolak, tapi kakeknya berkata, jika ia merasa umurnya sudah tidak akan lama lagi, dia takut meninggalkan Anara seorang diri, selain itu dia juga tidak ingin berhutang kepada keluarga lelaki yang baru saja menikahinya, karena kakek dari pria itu yang membiayai pengobatan kakeknya Anara selama ini.
"Silahkan cium tangan suaminya." Ucap sang penghulu, kepada Anara.
" Tidak perlu, berikan saja berkas yang harus saya tanda tangani! jangan membuat waktuku yang berharga." Sahut pria itu. Dengan tatapan mengintimidasinya tanpa menatap kepada Anara dan Anara pun tidak berani menatapnya ia hanya menunduk sambil memiling jari-jari tangannya.
Lelaki itu kemudian menandatangani berkas-berkas pernikahan mereka, setelah itu sang penghulu memberikannya untuk Anara, tapi belum sempat Anara tanda tangan, pria itu sudah berdiri dari duduknya, lalu merapikan jas nya dan meninggalkan ruangan itu tanpa sepatah katapun.
Anara mendongak kepalanya keatas, kemudian menengok kekanakan dan dia hanya melihat punggung pria yang berstatus sebagai suaminya itu menghilang dibalik pintu.
"Jangan Diambil Hati, dia memang seperti itu." Ucap kakek mertuanya, setelah itu Anara pun menandatangani berkas di hadapannya.
Usai tanda tangan, sang penghulu memberikan dua buku nikah itu kepada Anara, namun kakek mertuanya dengan cepat mengambilnya dari tangan Anara.
"Biar kakek yang simpan." Ucap pria paruh baya itu. Sebab ia takut jika keduanya akan mengurus perceraian mereka tanpa sepengetahuannya jika buku nikah itu ada pada mereka berdua.
Anara pun tidak dapat berbuat apa-apa dia hanya mengangguk setuju dengan usul kakek mertuanya.
...\=\=\=\=\=...
Setelah ikrar pernikahan itu selesai, semua orang berpamitan untuk pulang dan tinggallah Anara yang menemani kakeknya di rumah sakit.
Selama di rawat di rumah sakit, Anaralah yang merawat dan menemani kakeknya, ia tidak pernah meninggalkan kakeknya, karena Anara sangat menyayangi kakeknya.
Kakeknya begitu berarti untuk Anara, karena sang kakek-lah yang merawat dia sejak usia delapan tahun, sejak mama dan papanya meninggal sembilan tahun lalu di akibatkan kecelakaan pesawat, saat mamanya akan menemani papanya menghadiri pernikahan adik papanya di Prancis, itu juga pertama kali untuk sang mama bertemu dengan keluarga papanya namun naas mereka tidak pernah bertemu karena kecelakaan itu.
Ya Anara memiliki darah blasteran, mama Indonesia dan papa berasal dari Prancis saat itu mereka tidak membawa Anara Karena hubungan mamanya dengan keluarga papanya tidak baik selain itu juga sang kakek juga tidak mengizinkannya pergi sebab dia adalah penghibur kakeknya.
Untung saja Anara menurut dan tak merengek untuk ikut dengan orang tuanya, kalau tidak mungkin Anara hanya tinggal nama saja seperti kedua orang tuanya.
"Maafkan kakek Nara, kakek sudah menyusahkan kamu." Ucap pria paruh baya itu dengan raut bersalahnya.
Ia bahkan merasa sebagai orang yang begitu jahat, karena baru saja menjual cucu sematawayangnya itu kepada keluarga Atmaja dengan kedo perjodohan.
"Kakek jangan merasa bersalah kepada Anara, Anara yang mau menikah dengan cucunya kakek Atmaja." Ucap Anara meyakinkan sang kakek sembari mengusap punggung tangan kakeknya yang sudah keriput, rasanya sudah tidak ada isi lagi di sana hanya kulit yang bungkus tulang sebab kakeknya itu sudah lama terbaring sakit dikarenakan penyakit hipertensi dan stroke yang pernah menipanya dua tahun lalu kembali kambuh.
"Tapi Nara_"
" Kakek jangan bicara lagi, sebaiknya kakek istirahat agar kakek bisa cepat sembuh dan bisa menemani Anara lagi." Anara sengaja memotong ucapan kakeknya, karena tidak ingin pria paruh baya semakin kepikiran, apalagi mengingat sikap suaminya tadi.
"Baiklah, Kakek akan istirahat! Tapi Nara harus janji sama kakek, Nara akan melanjutkan sekolah Nara lagi." Pinta pria paruh baya itu penuh harap. Sebab dia begitu merasa bersalah kepada Anara.
Bagaimana tidak, sakit yang ia derita saat ini membuat Anara tidak dapat melanjutkan sekolahnya karena tidak ada biaya, padahal keluarga papanya begitu kaya namun mereka tidak mengakui Anara adalah bagian dari mereka, hanya karena papanya menikahi mamanya tanpa restu mereka. Padahal masalah itu sudah lama berlalu tapi mereka kembali mengungkitnya setelah kematian papanya.
Walaupun begitu, Anara tetap bersyukur karena dia mempunyai kakek dan nenek yang begitu menyayangi, sekalipun mereka hidup serba kekurangan tapi ia mendapatkan limpahan kasih sayang dari kakek dan neneknya, sayangnya dua tahun lalu tuhan lebih dulu memanggil neneknya, hingga membuat sang kakek kepikiran dan berakhir sakit-sakitan sampai detik ini.
Baru enam bulan yang lalu mereka bertemu dengan kakek Atmaja melalui inside kecil dimana mobil kakek Atmaja, hampir saja menabrak Anara waktu itu.
"Kakek Atmaja akan mengurus semuanya dan Nara tinggal bersekolah lagi, Nara mau ya! Nara harus membuktikan kepada mereka jika Nara bisa menjadi orang sukses tanpa bantuan mereka." Mohon pria paruh baya itu sembari memotivasi cucunya untuk kembali melanjutkan pendidikannya, karena Anara adalah anak yang pintar.
Anara pun mengangguk kepalanya." Janji." Ucap sang kakek lagi sembari memberikan jari kelingking untuk Anara.
" Nara janji, akan sekolah sampai membuat kakek bangga punya Anara." Gadis itu menautkan jarinya dengan jari sang kakek sambil tersenyum lebar.
Siapa sangka senyum itu menjadi senyum terakhirnya yang dia tunjukkan untuk sang kakek, Karena begitu kakeknya beristirahat, pria itu tidak pernah bangun lagi dan meninggalkan Anara seorang diri untuk selama-lamanya.
Hari pernikahan sekaligus Hari berduka untuk Anara, di pagi harinya dia menikah dan siang harinya dokter menyatakan kakeknya telah beristirahat untuk selama-lamanya.
Sungguh malang Nasib seorang Anara tapi mau bagaimana mana lagi, ini takdir yang harus ia lewati.
Kakek Atmaja kembali ke rumah sakit untuk mengurus segala administrasi dan jenazah kakeknya, lalu sore Harinya kakeknya di makamkan. Hanya kakek Atmaja dan asisten dari suaminya yang menemaninya di makam itu setelah tetangga Anara kembali ke rumah mereka masing-masing.
"Ayo nak kita pulang, kakek kamu sudah bahagia di sana, dia sudah tidak merasakan sakit lagi." Ucap Pria paruh bayah yang masih terlihat gagah di usianya yang hampir menginjak kepala tujuh itu.
"Kakek Atmaja benar, kakek sudah bahagia di sana, sudah tidak sakit lagi, bahkan sekarang kakek telah berkumpul dengan nenek, mama dan papa. Kakek meninggalkan Anara sendiri di sini." Ucap anara begitu lirih sembari mengusap nisan kakeknya yang terbuat dari kayu. Tidak ada air mata yang keluar dari kedua manik biru itu, namun raut kesedihan tergambar jelas di wajahnya.
"Besok paman Ben kan menjemputmu, kamu akan pindah ke rumah yang baru, rumah ini nanti akan ada yang mengurusnya, kamu bisa kembali ke sini sesekali jika kamu merindukan kakek dan nenek kamu." Ucap kakek Atmaja, Usai tahlilan hari ke tujuh kakeknya Anara.
Gadis itu sudah ditawari untuk tinggal di rumah yang telah di siapkan suaminya dan dia bisa menggelar tahlilan di sana, namun Anara menolaknya, karena menurut Anara rumah kakeknya di sini. Dan sudah seharusnya dia berdoa pun dari sini, walaupun berdoa dari mana saja bisa tapi gadis itu percaya di rumah ini di bisa merasakan kenangan dia bersama mereka, seakan mereka masih ada disisinya.
Atmaja pun tidak bisa memaksanya, ia hanya menuruti apa yang di inginkan Anara, agar gadis itu nyaman sebagai bagian dari keluarganya.
" Hari Senin kamu sudah bisa bersekolah lagi nanti kakek yang akan mengantarmu." Lanjut Atmaja lagi usai mendapat anggukan kecil dari Anara, senyum yang dulunya selalu menghiasi wajah gadis itu kini sudah tidak ada lagi. Atmaja berharap suatu hari Evan dapat mengembalikan senyum itu, walaupun itu sangat mustahil mengingat sikap dingin serta acuh pria itu rasanya sangat tidak mungkin hal itu akan terjadi.
Sama mamanya saja Evan tetap bersikap dingin, apalagi sama Anara gadis yang baru ia temui sejam dan langsung dia nikahi sungguh sangat mustahil.
Tapi tak ada salahnya kan jika dia sedikit berharap yang terbaik untuk kedua cucunya.
Sekali lagi Anara hanya mengangguk mengiyakan ucap pria paruh bayah di hadapannya. " Kalau begitu kakek pamit dulu, nanti hari Senin kakek akan menjemput kamu dan ini untuk kamu." Pamit pria paruh bayah itu sembari meletakkan uang untuk keperluan Anara.
Melihat Atmaja beranjak berdiri dari duduknya Anara pun ikut berdiri, gadis itu mengikuti Atmaja, mengantarnya ke depan rumahnya. Setelah sang kakek mertua pergi Anara mengunci pintu rumahnya lalu kembali tempat semula.
Kini sudah tidak ada siapapun bersamanya, gadis itu hanya seorang diri, bahkan tetangga yang beberapa hari terakhir ini membantunya mengurus tahlilan kakeknya, telah kembali ke rumah mereka masing-masing, menyisakan dia seorang di rumah ini.
Anara berbaring di atas karpet yang sengaja di gelar untuk tahlilan kakeknya, ia meringkuk seperti bayi dan tak terasa air matanya kembali menetes gadis itu menangis pilu di dalam rumah itu, ia tidak pernah menyangka hari ini akan datang secepat ini.
Sungguh dunia benar-benar tidak pernah adil kepadanya, kehilangan orang tua di saat di masih sangat membutuhkan mereka dan kehilangan satu-satunya keluarga yang dia punya di saat dia masih membutuhkan sandaran dan dukungan.
...\=\=\=\=\=\=\=...
Keesokan paginya Anara terbangun karena suara ketukan dari luar. Gadis itu beranjak duduk lalu menggulung rambutnya keatas. Setelah itu dia beranjak untuk membuka pintu rumahnya.
Ceklek.
" Maaf, Nona Anara?" Tanya seorang pria sembari menunjuk Anara, gadis itupun mengangguk kepalanya. " Nama saya Mardi Nona, saya di minta tuan Ben untuk menjemput Anda." Ucap pria itu sembari memperkenalkan dirinya.
Anara kembali mengangguk, lalu membuka lebar-lebar pintu rumahnya dan kembali kedalam untuk bersiap-siap.
Sementara pria yang menjemputnya hanya mende-sah pendek.'Sungguh mereka pasangan yang serasi.' ucapnya dalam Hati.
Setengah jam menunggu di luar akhirnya Anara keluar sembari menenteng tas berisi beberapa pakaiannya. " Maaf Nona, tuan berpesan agar anda tidak perlu membawa apapun, karena semua keperluan and telah di siapkan." Ucap pak Mardi, membuat Anara mende-sah lalu berbalik untuk meletakkan tas yang ia bawa kedalam kamarnya.
Setelah itu dia keluar lagi,"Nak Anara sudah mau pergi?" Tanya salah satu tetangga yang kebetulan lewat di depan rumahnya pagi itu.
"Iya Bu Laras, Nara titip rumah kakek ya." Jawab Anara, sembari memaksa bibirnya untuk tersenyum.
"Iya nak! Kamu baik-baik ya di sana." Sahut wanita itu, Anara kembali menunjukkan senyum yang di paksakan lalu menyalami tangan Bu Laras.
" Nara pergi ya Bu, Assalamualaikum." Pamitnya.
" Iya, hati-hati ." Bu Laras memandang punggung Anara yang perlahan menjauh, ia sungguh merasa kasihan dengan nasib anak malang itu. " Semoga kamu mendapatkan kebahagiaanmu nak." Doa Bu Laras tulus sebelum wanita itu berbalik masuk kedalam rumahnya yang bersebelahan dengan rumah kakeknya Anara.
...\=\=\=\=\=\=...
Setelah menempuh perjalanan selama hampir empat puluh menit karena jalanan yang sedikit macet tadi, akhirnya mobil yang di kendarai pak Mardi, memasuki sebuah kawasan perumahan Elit dan berhenti di sebuah rumah mewah yang Nara yakin ini akan menjadi tempat tinggalnya yang baru.
Jika di tanya apa dia senang tinggal di sini, jawabannya tentu tidak, bagi Nara rumah ternyamanya adalah rumah kakeknya, Walaupun besar rumah kakeknya hanya setengah dari halaman depan rumah yang dia berdiri saat ini, namun di rumah itu, Anara mendapatkan juta kasih sayang dan cinta dari sang kakek juga neneknya.
"Silahkan non." Ucap pak Mardi mempersilahkan Anara untuk masuk kedalam rumah itu.
"Pak Mardi duluan saja." Sahut Anara dan pria itupun mau tak mau menuruti ucapan nona muda-nya itu.
Setibanya di dalam rumah, Anara di sambut oleh tiga orang pelayan yang akan berkerja kepadanya dan satu orang pria yang anara sendiri tidak tahu siapa namanya.
" Selamat datang Nona, Saya Ben!Saya kepala pelayan di rumah ini, sekaligus perantara untuk anda dan tuan." Ucap Ben sedikit menunduk memberi hormat membuat Anara ikut melakukan hal yang sama. " Anda tidak boleh menunduk kepada saya, nona." Ucap Ben.
"Tapi Anara di ajarkan untuk menghormati orang yang lebih tua paman." Sahut Gadis itu. Membuat Ben terdiam.
Namun sesaat kemudian ia kembali berbicara, lebih tepatnya memperkenalkan tiga wanita di sampingnya. Bi yati, Ine dan Sri.
Setelah perkenalan singkat itu, bi Yati mengantar Anara ke kamarnya untuk beristirahat.
...\=\=\=\=\=\=...
Sementara itu di tempat lain, seorang pria tengah sibuk dengan tumpukan pekerjaan di atas mejanya hingga dering telepon di sampingnya membuat pria itu menghentikan kegiatannya lalu menjawab telepon itu.
"Katakan." Ucapnya singkat padat dan tidak ingin berbasa-basi.
"Maaf tuan, Ben ingin berbicara dengan Anda." Ucap sang Asisten dari seberang sana.
"Sambungkan."
"Baik tuan." Ujarnya kemudian menyambungkan panggil itu.
"Tuan saya hanya ingin memberi tahu anda jika nona Queen telah sampai dan sedang beristirahat di kamarnya." Ucap Ben dari seberang sana memberi laporan.
"Hmm. Ada lagi?"
"Tidak tuan." Jawab Ben, setelahnya panggil itu langsung terputus begitu saja.
Membuat Ben hanya bisa mengelus dadanya sadar, sementara sang tuan di seberang sana kembali sibuk dengan tumpukan pekerjaannya.
Dialah Evander Sagara Atmaja, suami dari Queen Anara Ardely, sekaligus pengusaha sukses walaupun usianya masih terbilang muda. Pria itu juga tidak pernah terlibat scandal apapun walaupun banyak wanita di luar sana dengan Senang hati menjadi mainannya namun pria itu tidak pernah menggubris mereka , fokusnya hanya untuk berkerja dan berkerja.
Membuka anak cabang perusahaan, memenangkan tender serta bersaing di pasar saham jauh lebih menarik ketimbang bermain-main dengan wanita sungguh bukan kebiasaan seorang Evander. Bukan berarti dia seorang yang perjaka dan tidak pernah melakukan hubungan intim, Evan masih normal dalam sebulan dua, tiga kali dia perlu membuang kecebongnya dan itu dengan wanita yang dia sewa, mereka juga terjamin dan higenis.
Setelah pindah ke rumah suaminya dan di sekolahkan di salah satu SMA swasta, apa kehidupan dan perasaan Anara jauh lebih baik. Jawabnya tentu tidak.
Karena gadis itu tidak jauh berbeda dengan seekor burung dalam sangkar emas. Bagaimana tidak ia hanya bisa keluar rumah untuk sekolah saja, begitu waktu sekolah selesai Anara sudah harus kembali ke rumah suaminya, bahkan jika dia terlambat keluar kelas lima menit saja pak Mardi akan langsung mencarinya ke kelas.
Anara tidak pernah melawan dia selalu menuruti kemauan mereka, Ketika mereka berkata. 'Nona, tuan melarang anda untuk melakukan ini dan itu, kata tuan anda harus begini dan begitu bla bla bla.' Tapi baiknya dia, dia tetap menurutinya, apa karena harta, status. Tentu saja tidak. Anara menurut mereka karena dia ingin menepati janjinya kepada mendiang sang kakek untuk sekolah hingga menjadi orang yang sukses itu saja.
Walaupun terkadang dia merasa bosan dan muak dengan kehidupannya. Semua kebebasannya terenggut ketika dia memasuki rumah ini. Janji kakek Atmaja bahwa dia bisa mengunjungi rumah kakeknya Sesekali tidak pernah terjadi, hingga terbesit pikiran untuk lari dari rumah itu dan yang paling fatalnya ingin mengakhiri semuanya termasuk hidupnya tapi pada akhirnya dia tetap memilih bertahan.
Dan tidak terasa sudah hampir lima tahun dia melewati itu semua."Selamat pagi, nona." Ujar Bi Yati sembari membuka tirai jendela kamar Anara, Membuat gadis itu sedikit terkejut.
Pasalnya dia sudah bangun sejak tadi hanya saja, dia sedang memikirkan kehidupannya yang membosankan selama beberapa tahun terakhir ini dan terkejut karena wanita paruh baya itu sudah berada di kamarnya.
Dan mulai hari ini Antara sudah mutuskan langkah apa yang harus dia ambil.." Pagi." Sahutnya setelah itu ia beranjak dari ranjang kemudian melangkah menuju bathroom untuk mandi dan bersiap-siap pergi ke kampus.
Lima belas menit berlalu Anara sudah siap untuk berangkat ke kampus, gadis itu keluar dari kamarnya, langsung di sambut senyum paman Ben dan sapaan pria itu seperti biasanya." Selamat pagi Nona." Ucapnya dengan sedikit membungkuk. Anara pun sudah terbiasa dengan hal itu.
"Pagi paman, paman ada yang mau anara katakan kepada tuannya paman." Lelaki di hadapannya mengangguk.
"Sebaiknya anda sarapan terlebih dulu. Karena saya juga akan menyampaikan pesan dari tuan untuk anda."balas Ben.
" Apa yang ingin paman sampaikan, soalnya Anara ada kelas setengah jam lagi, nanti Anara sarapannya di kantin saja." Ujar Anara.
Lelaki paruh baya itu terlihat berpikir sejenak sebelum menjawabnya." Tuan berpesan agar anda mengambil KKN alternatif saja, Nanti pak Mardi yang akan mengantar jemput Anda! Anda dilarang ikut KKN reguler."
Mendengar itu, bibir Anara tersenyum sembari mengepalkan tangannya, kapan pria itu berhenti mengangaturnya melalui pria di hadapannya ini, sementara pria itu saja tidak pernah mengunjunginya, jangankan mengunjungi, foto, nama bahkan bentuk rupanya seperti apa saja Anara tidak tahu.
"Terima kasih paman Ben dan tolong sampaikan pesan saya kepada tuan anda itu, saya minta diceraikan." Setelah itu Anara berlalu dari hadapan pria paruh baya itu begitu saja.
Sudah cukup waktunya terbuang selama ini dan dia tidak ingin mati karena tekanan mereka.
Dan mulai hari ini dia memutuskan untuk melawan dia juga akan meminta cerai dari pria tanpa wujud itu.
...\=\=\=\=\=\=...
Setibanya di kampus Anara langsung keluar dari mobil itu tanpa sepatah katapun seperti biasanya.
Gadis itu melangkah menyusuri koridor kampus, hingga seseorang dari arah belakang merangkul pundaknya." Selamat pagi, Ara." Sapa pria itu.
"Pagi Indra." Balas Ara seperti biasa tanpa senyum. Entah kemana senyum gadis itu." Kamu juga punya kelas pagi ini?" Lanjutnya bertanya.
" Iya, satu jam lagi." Jawab Indra.
Pria yang bernama Indra ini adalah salah satu sahabat Anara, mereka kenal waktu SMA dan persahabatan mereka berlanjut sampai sekarang, bukan hanya Indra saja Anara juga memiliki tiga sahabat lain yaitu Chika, Nathalia dan Tommy.
Kelimanya bersahabat dengan baik sejak SMA dan berkuliah pun di kampus yang sama, hanya fakultas mereka yang berbeda. Indra fakultas ilmu komputer, Chika Hukum, Anara dan Nathalia satu fakultas sekaligus satu kelas manajemen sedang Tommy kedokteran.
"Rajin amat datang pagi."
"Gimana lagi, aku bosan di rumah! Mending juga ke kampus lihat wajah kamu dan Nat, sekalian cari pacar, lagi jomblo ini." Ucap pria itu sembari menaik-turunkan alisnya. Membuat Anara memutar kedua bola matanya malas.
Sahabatnya itu, selain pintar dia juga fakboy, jadi seribu satu rayuan gombal sudah tersimpan di ujung lidahnya tinggal mencari mangsa untuk dia lahap. Bayangkan saja dalam seminggu dia bisa menganti pacar dua, tiga kali
Plak
"Dasar buaya."
Anara memukul punggung Indra dengan tasnya kemudian berjalan cepat menuju kantin fakultas manejemen, di ikuti oleh Indra tentunya.
...\=\=\=\=...
" Ara, Nat nyariin kamu." Ujar Indra sembari memainkan ponselnya. Keduanya saat ini tengah sarapan bersama di kantin.
" Suruh kesini." Sahut Anara sambil menikmati sepiring nasi goreng dan jus yang di pesan Indra untuk mereka berdua.
"Oke." Indra pun mengirim pesan kepada Nat, kalau mereka mereka berdua menunggunya di kantin.
Setelah itu keduanya kembali sarapan dalam diam, sebelum Anara memecahkan kesunyian di antara mereka.
" Indra," panggil gadis itu.
"Hmm."
"Tolong cariin aku kerjaan dong."
" Hah, apa?"
"Cariin aku pekerjaan Indra, budek tu kuping." Teriak Anara.
" Oh oke."
Satu detik, dua detik." Hah, serius kamu mau kerja? Tapi kenapa?" Tanya Indra seakan baru sadar dengan apa yang di katakan Anara.
Wanita itu kembali mendesah pendek. Lalu menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. " Aku pengen pergi dari rumah itu. Makanya aku butuh pekerjaan." Jawab Anara.
Indra dan yang lainnya tidak tahu dengan status Anara, mereka cuma tahu Anara diadopsi dan di perlakukan seperti burung dalam sangkar emas, Anara memang menceritakan semuanya kepada mereka kecuali status dari istri menjadi anak adopsi.
"Kamu yakin dengan keputusan kamu ini, sebaiknya dipikirkan dulu, karena diluar sana itu tidak selamanya indah, kamu harus siap menghadapi berbagai macam hal." Ucap Indra menasehati."Jangan pergi hanya karena emosi sesaat, aku yakin apa yang mereka lakukan itu karena ingin menjaga kamu." Lanjutnya sembari menggenggam tangan Anara untuk menguatkannya.
"Tapi keputusan aku sudah bulat, aku akan tetap pergi dari rumah itu." Indra mengangguk, dia sebenarnya juga kasih dengan nasib Anara tapi dia tidak ingin sahabatnya itu sampai salah mengambil keputusan.
"Baiklah kalau itu sudah menjadi keputusan kamu, aku akan membantumu mencari pekerjaan."
"Terima kasih." Ucap gadis itu sambil tersenyum, senyum yang jarang sekali ia tunjukkan.
"Tumben senyum, di gombalin apa sama suhunya buaya ini." Tanya Nat yang baru saja datang lalu duduk di samping Anara.
"Ara mau kabur dari rumah." Ucap Indra membuat Anara membulatkan kedua matanya.
"Serius Ra, kabur ke rumah aku aja! Kebetulan orang tua aku sedang keluar kota." Ucap Nat diluar dugaan.
" Dasar teman dhazal, bukannya dilarang malah didukung." Indra langsung menyentil jidat Nat membuat wanita itu meringis sementara Anara hanya menggeleng kepalanya melihat tingkah mereka.
"Sakit setan." Umpat Natalia.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!