NovelToon NovelToon

Nina Sang Sekretaris Pengkhianat

Tertangkap Basah

“Ahhhhh!!!!”

 

Mia menjerit histeris. Ia melihat suaminya sedang bergelut didalam selimut, diatas ranjangnya. Bahu telanjangnya terlihat sedang mendekap erat tubuh putih dibawahnya. Mia segera berlari keluar dari kamarnya menuju tangga tanpa mengingat high heels yang dikenakannya. Mia berlari, tujuannya hanya ingin menjauhi kamar tidurnya dan meninggalkan suami terkutuknya.

 

“Miaa!!” Suara suaminya terdengar ditelinganya. Namun suara orang yang seharusnya hanya menjadi miliknya itu bukannya membuat ia menoleh, malah membuat Mia semakin kencang berlari.

 

Alexander Midas, suami Mia, berusaha mengejar istrinya. Ketika Mia memergokinya di ranjang sedang bergelut dengan selingkuhannya, Alex sudah berusaha memanggil Mia namun Mia tidak menghentikan larinya. Setelah berhasil melepaskan tubuh pasangannya yang sebenarnya masih membuatnya candu dan mengenakan bathrobe-nya, Alex berusaha mengejar Mia.

 

“Mia!! Mia, stop! Miaa!” Gelegar suara Alex.

 

Mia terus berlari sambil menangis terisak. Ia menutup telinganya, tidak mau mendengar suara suaminya. Suara suaminya seperti teror yang mengejar dibelakangnya.

 

Panik karena suara suaminya yang semakin mendekat dan matanya yang tertutup air mata, Mia tidak memperhatikan langkahnya. Klek! Mata kakinya tertekuk, Mia jatuh terguling-guling di tangga.

 

“Miaaaa!” Alex kalap ketika melihat Mia terbaring tak sadarkan diri di anak tangga terbawah. Dengan cepat Alex berlari mendapati Mia dan menggedongnya menuju mobilnya.

 

Mobil bergerak cepat meninggalkan rumah menuju ke rumah sakit.

 

Sementara itu, sang selingkuhan mengikuti tragedi itu hanya melalui pendengarannya sambil terduduk di ranjang Alex. Tubuhnya yang berkeringat masih setengah tertutup selimut, dia tersenyum tipis sambil memeluk lututnya.

 

Setelah terdengar suara mobil menggerung meninggalkan rumah, perempuan itu baru bangkit dari ranjang menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Mandi dengan santai dibawah pancuran air hangat. Senyum beberapa kali menghiasi bibirnya, ia mengingat-ingat kejadian tadi yang sungguh membuatnya senang. Kenikmatan ragawi tercapai, kepuasan batin terpenuhi. Menikmati sentuhan Alex sekaligus melihat pecahnya keluarga sang pria yang baru saja menjamah tubuhnya.

 

Sambil bernyanyi kecil, ia mengeringkan tubuhnya dan mengenakan pakaiannya lagi. Disemprotkannya minyak wangi di beberapa spot tubuhnya. Setelah itu dihampirinya meja tempat Alex meletakkan kunci-kunci mobil mewahnya, sambil tersenyum dengan ringannya diambilnya sebuah kunci. Lalu ia keluar kamar, berjalan santai melewati tangga dan menjuju garasi.  Dengan mobil Alex, ia meninggalkan rumah itu tanpa menimbulkan suara dan tanpa pamit.

 

🌹🗡️🌹

 

Alex terduduk di kursi ruang tunggu Unit Gawat Darurat di sebuah rumah sakit. Penampilannya membuat orang-orang menoleh, seorang pria tampan yang hanya menggunakan bathrobe.

 

Beberapa kali Alex melirik ke tirai dimana dokter sedang berusaha membuat Mia bertahan hidup. Kecurigaan sementara gegar otak ringan dan patah tulang kaki akibat terjatuh di tangga.

Yang membuat para dokter harus berjuang, adalah nafas Mia yang seringkali hilang dan detak jantungnya yang melemah.

 

Di kursinya, kejadian tadi terus berkelebat di pikiran Alex. Sedang asyik menikmati tubuh pasangannya, ia malah tertangkap basah oleh Mia yang Alex kira tidak akan pulang malam itu. Alex melirik ke bagian intinya, merasa kesal sendiri karena belum mencapai kepuasannya malam itu padahal pasangannya sangat cantik. Mereka biasa melakukannya di kantor atau di hotel, baru kali ini mereka melakukannya dirumah Alex.

 

Tidak ada penyesalan di wajah Alex. Alex lebih mengkhawatirkan nama baiknya sebagai seorang pengusaha sukses dan nama baik perusahaannya. Apa kata orang bila Alexander Midas, pemilik perusahaan properti dan mall “Midas Corp.”, istrinya koma karena menangkap basah suaminya selingkuh? Lagi-lagi Alex melirik tubuhnya. Apakah ada yang mengenalinya sekarang? Seorang konglomerat berada di rumah sakit hanya menggunakan bathrobe-nya, alangkah memalukan.

 

Bagaimana juga tanggapan keluarga besar mereka? Papa dan mama baik dari pihak Alex dan pihak Mia pasti akan menyalahkan Alex atas kejadian yang menimpa Mia.

 

Memang, Alex tidak mencintai Mia. Mereka menikah hanya untuk mengikat kerjasama yang erat antara dua perusahaan. Mia pun selama ini lebih memilih pergaulan dengan teman-teman sosialitanya daripada menemani suaminya dirumah. Putra mereka satu-satunya sudah besar dan kuliah di Amerika. Mia menganggap suaminya lebih suka sibuk dengan pekerjaannya di kantor, sedangkan untuk urusan rumah biasanya suaminya bisa mengurus dirinya sendiri. Apalagi rumah mereka dilengkapi dengan peralatan canggih dan beberapa orang pembantu.

 

“Tuan.” Alex menoleh mendengar suara seseorang di sebelahnya. Dilihatnya supirnya sudah berdiri di sebelahnya sambil mengulurkan sebuah tas kertas. “Titipan dari Bi Arum, Tuan.” Sambungnya lagi. Bi Arum adalah nama koordinator asisten rumah tangga di rumah Alex.

 

Alex segera meraih tas kertas itu dan memeriksa isinya. Perlengkapan Alex ada didalamnya, baju bersih, dompet dan handphone. Ternyata Bi Arum tadi memperhatikannya, ia hanya berlari membawa kunci mobilnya.

 

Alex menganggukkan kepalanya dan segera bergegas berganti pakaian.

 

🌹🗡️🌹

 

Keesokan harinya, pagi hari.

 

Mia tersadar di ruang rawat. Ia melihat kesekelilingnya dan menyadari alasan keberadaannya di tempat itu. Air matanya mulai menetes mengingat pengkhianatan Alex.

 

Siapa perempuan itu? Kemarin saat menangkap perselingkuhan Alex, Mia sudah sedemikian panik hingga tidak memperhatikan perempuan yang ada di atas ranjangnya bersama Alex. Wanita itu menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Ales sehingga Mia tidak bisa melihatnya. Mia sangat geram, ia bertekad akan memberikan pelajaran pada perempuan itu. Berani-beraninya dia mencoba merusak rumah tangganya.

 

Dari siapa ia bisa mendapatkan informasi? Bi Arum dan Pak Salim? Asisten rumah tangga dan sopir itu pasti tahu sesuatu. Bi Arum selalu mengawasi keadaan rumah dan Pak Salim selalu mengantar kemanapun Alex pergi. Mereka pasti tahu banyak hal mengenai Alex.

 

Alex dan Mia memang dijodohkan, namun selama dua puluh tahun berumah tangga tidak mungkin Mia tidak memiliki perasaan kepada suaminya, walaupun hanya setitik. Mia selama ini mencari hiburan diluar karena merasa kurang diperhatikan suaminya. Alex seperti asyik dengan dunianya sendiri, dunia pekerjaan. Untuk urusan kebutuhan di rumah, Alex juga sangat mandiri seperti seorang bujangan. Alex hanya menghampirinya bila membutuhkan tubuhnya untuk memenuhi kebutuhan biologisnya, itupun sangat jarang.

 

Mia memiliki seorang putra dan seorang putri dari Alex. Putranya yang selama ini bergantung dan manja padanya, sudah keluar negeri untuk melanjutkan kuliah. Putrinya yang masih tinggal di rumah pun sibuk dengan sekolah dan pergaulannya sendiri sehingga tidak begitu akrab dengan mamanya. Karena itu, Mia semakin gencar bersosialisasi dengan teman-temannya untuk mencari hiburan. Mia merasa rumahnya tidak membutuhkannya lagi.

 

Mia menatap ruangan kamarnya, matanya mengitari setiap sudut ruangan. Tidak ada tanda-tanda keberadaan suaminya. Sungguh terlalu, saat aku sakitpun dia tidak memperhatikan aku, jeritnya dalam hati. Sudah berapa lama juga aku disini?

 

Mia membongkar meja nakas yang ada di samping ranjangnya. Dia berdecak kesal, tidak ada ponselnya disana. Bagaimana ini, dengan apa dia bisa berkomunikasi dengan orang-orang di luar rumah sakit bila ponselnya tidak ada? Mau tidak mau dia hanya bisa menunggu kunjungan Alex.

 

Namun sampai jam sepuluh malam, Alex tetap tidak datang menjenguknya. Mia menggeram kesal, suaminya itu benar-benar tidak perhatian padanya. Sambil menahan emosi, ia menekan tombol darurat untuk memanggil perawat.

 

“Sus, tolong panggilkan suami saya. Saya mau pulang sekarang juga!” Serunya langsung ketika melihat seorang perawat menghampirinya.

 

“Bu, besok pagi saat dokter visite, Ibu coba ajukan pulang ya? Jangan malam ini, Bu, kami belum mengecek lagi perkembangan Ibu.” Ujar perawat dengan sabar.

 

“Pokoknya panggilkan dulu suami saya! Saya ga sakit kok, gara-gara dia saja sampai saya pingsan! Seenaknya saja main masukkan saya ke rumah sakit, orang saya ga kenapa-kenapa! Ayo Sus, panggilkan! Sus!” Teriaknya ketika melihat perawat itu bukannya menjalankan perintahnya, malah sibuk menenangkannya.

 

Akhirnya perawat meninggalkan kamar Mia, dengan hati jengkel ia melapor ke dokter jaga. Ia sudah tahu, kamar VVIP itu dihuni oleh istri seorang konglomerat, namun baru saat ini ia menghadapi perempuan bertabiat sulit itu.

Kehilangan Sharon

Akhirnya di malam itu, Mia tidak jadi pulang. Semarah apapun ia kepada pihak rumah sakit, rumah sakit tidak melepaskannya. Semua karena Alex yang tidak bisa dihubungi sehingga tidak ada yang membantunya menyelesaikan administrasi rumah sakit.

 

Mia sangat marah, hingga keesokan paginya ia melampiaskan kemarahannya kepada supir suaminya. Saat itu Pak Salim, sang supir, ditugaskan membawa baju ganti untuk Mia atas perintah Bi Arum.

 

“Panggil bos keparatmu itu kesini! Aku mau pulang! Mana ponselmu? Hubungi dia! Jangan coba-coba kau tinggalkan aku disini sebelum dia datang!” Mia mengumbar emosinya kepada Pak Salim.

Pak Salim menundukkan tubuhnya sopan, ia sudah terbiasa menghadapi emosi pasangan suami istri itu. Emosi Alex jauh lebih panas diatas Mia, jadi ia masih bisa memaklumi emosi Mia yang menurutnya masih tidak ada apa-apanya.

 

“Saya kemari memang mau menjemput Ibu, Bu. Ibu dipanggil ke rumah utama.” Tutur Pak Salim lembut dan sopan.

 

Mia terdiam mendengar Pak Salim menyebut ‘rumah utama’. Rumah utama yang dimaksud Pak Salim adalah rumah orang tua Alex, Tuan Besar Stephen Midas dan Nyonya Besar Antoinette Briggite Midas. Papa Stephen dan Mama Briggite jarang memanggil mereka kecuali ada suatu hal yang sangat penting. Hubungan keluarga diantara mereka sangat dingin, hanya seperti hubungan bisnis dan untung-rugi.

 

Pak Salim meninggalkan Mia yang masih merenung, meninggalkan pakaian ganti yang ia bawa agar Mia bisa mengganti pakaiannya. Sementara itu, ia keluar untuk mengurus administrasi rumah sakit nyonyanya.

 

Setelah urusan rumah sakit selesai, Mia dibawa Pak Salim menuju rumah utama. Mereka terdiam selama perjalanan, Mia sibuk dengan pikirannya sendiri mengenai pemanggilan itu. Ia lupa untuk menanyakan soal perselingkuhan Alex kepada Pak Salim.

 

Sesampainya di rumah utama keluarga Midas, keadaan sudah ramai. Mobil-mobil parkir berjejer memadati halaman rumah yang luar biasa luasnya. Mia tidak dapat mengenali satu persatu mobil siapa saja, namun satu mobil menarik perhatiannya. Sebuah mobil mewah Mercedez Benz limitied edition berwarna putih dengan nomor plat spesial. Itu mobil milik papa Mia!

 

Papa! Hati Mia bersorak senang. Setelah sekian lama menikah, akhirnya ia bisa menemui orang tuanya lagi. Banyak yang ingin Mia bicarakan dengan papanya. Walaupun bukan anak kesayangan papanya, namun keluarga Mia lebih hangat daripada keluarga Alex. Mia masih dapat sesekali curhat dengan papa dan mamanya.

 

Tergopoh-gopoh Mia keluar dari mobilnya dan berlari menuju pintu utama rumah. Matanya segera beredar ke seantero rumah, mencari papa dan mamanya.

 

Ada yang aneh disini. Mengapa semua orang memakai baju hitam? Ada apa ini?

 

"Mia!" Suara seorang wanita mengalihkan pikiran Mia. Ia menoleh dan melihat mamanya sedang melambaikan tangan kepadanya.

 

"Mama!" Seru Mia senang, ia berlari mendapati mamanya dan memeluknya.

 

Mama Mia memeluk anaknya sambil mengelus punggungnya. "Kamu yang sabar ya, Mia."

 

Mia mengerutkan dahinya. "Ada apa ini, Ma? Mia ga tahu apa-apa, tahu-tahu Pak Salim yang jemput Mia kesini." Ucap Mia bingung.

 

Mama Mia memandang anaknya prihatin. Kemudian dia memeluknya lagi sambil mengelus rambutnya.

 

"Mama turut berduka cita. Kita semua berduka cita. Apapun yang kamu lihat nanti, kamu harus kuat."

 

Mia semakin penasaran, perasaannya menjadi tidak enak. Dengan cepat ia kembali melihat ke sekelilingnya, orang-orang yang datang mengarah ke arah ruang tamu rumah utama.

 

Mia segera melepaskan pelukan mamanya, lalu berjalan ke ruang tamu. Sesampainya disana, dilihatnya orang-orang sudah duduk menghadap sebuah kotak persegi di tengah ruangan. Sebuah peti mati!

 

Mia terus berjalan menuju ke arah peti mati itu. Siapa yang meninggal, tanyanya didalam hati. Sambil berjalan ke arah peti, Mia merasakan tepukan menenangkan dari beberapa orang yang ia lewati. Mia menatap mereka dengan bingung.

 

Dengan penasaran, ia melongokkan kepalanya ke dalam peti. Segera matanya membesar, jantungnya serasa berhenti. Segera setelah itu terdengar lolongannya yang menyayat hati.

 

"Ereeenn!!!!" Jerit Mia sejadi-jadinya. Sharon atau yang akrab dipanggil Eren, putri tunggalnya, terbaring kaku didalam peti dengan wajah rusak.

 

"Ereeenn!!! Nggak, itu bukan Eren!! Gak mungkin!!" Jerit Mia sejadi-jadinya sambil menangis. Ia tidak percaya, putri satu-satunya sudah pergi.

 

Mama Mia memeluk Mia sambil membisikkan kata-kata yang menenangkan.

 

“Apa ini, Ma? Ada apa? Eren kenapa?” Tanya Mia kepada Mia ditengah tangisannya.

 

“Eren kecelakaan semalam, Sayang. Dia meninggal di tempat. Yang kuat ya, Sayang. Yang kuat.” Ujar mama Mia sambil terus membelai rambut dan punggung Mia, berharap Mia semakin tegar.

 

Mia kembali menangis tersedu-sedu. Ia tidak begitu dekat dengan anaknya yang perempuan karena kesibukan mereka masing-masing, namun demikian Sharon tetap buah hati yang disayanginya. Ia tidak menyangka secepat ini ia dipisahkan dari putrinya.

 

Suara sepatu pantofel mahal mengalihkan perhatian para tamu yang hendak ikut menyampaikan dukacita. Seorang pria matang namun sangat tampan masuk ke ruang keluarga. Mia ikut mengalihkan pandangannya, melihat kedatangan lelaki itu.

 

Alex memasuki ruang tamunya. Wajahnya dingin dan datar. Tidak ada raut kesedihan disana. Ia berjalan dengan cepat menghampiri peti jenazah.

Sesampainya di samping peti, ia melihat ke dalamnya lalu mengulurkan tangannya. Ia membelai sejenak wajah putrinya tanpa sedikit pun bersuara.

 

“Will!” Akhirnya Alex bersuara, memanggil nama asisten pribadinya sementara tangannya masih tetap membelai pipi Sharon. 

 

“Ya, Tuan.” William sang asisten dengan sigap berdiri di samping Alex.

 

“Ikut aku.” Alex dengan cepat berlalu dari samping peti menuju ke ruang kerja. Ia hanya sejenak melirik ke arah Mia yang sedang dirangkul oleh mertuanya, lalu meninggalkannya dan semua tamu di ruang tamunya.

 

William hanya sedikit membungkukkan badannya, lalu berjalan mengikuti tuannya.

 

Mia hanya menatap nanar ke suaminya, pandangan mata penuh kebencian.

 

🌹🗡️🌹

 

“Sudah kau selidiki?” Tanya Alex pada William sambil duduk di sofa ruang kerjanya. Alex menugaskan Will untuk menyelidiki kecelakaan putrinya.

 

“Masih berjalan, Tuan.” Ujar William sambil menyodorkan laporan sementara yang telah berhasil dikumpulkannya. Dengan segera Alex memperlajari laporan itu.

Sharon Amanda Midas, anak kedua Alex dan Mia, mengalami kecelakaan pada malam hari saat ia pulang dari klub malam. Sharon dan pacarnya, mengendarai mobil milik Sharon. Kemungkinan besar karena mabuk, kendaraan yang dikendalikan oleh pacar Sharon menerobos pembatas jalan dan masuk ke jalur berlawanan. Saat itu datang sebuah tronton dari arah berlawanan sehingga kedua mobil tersebut bertabrakan. Sharon dan kekasihnya meninggal di tempat.

 

“Murni kecelakaan?” Tanya Alex lagi. William menganggukkan kepalanya.

 

“Semuanya wajar, Tuan. Mereka ke klub atas permintaan Sharon. Beberapa teman sekolahnya yang ikut ke klub, menceritakan bahwa mereka semua diajak Sharon. Mereka datang dan pulang dengan mobil yang berbeda-beda, karena memang meeting point mereka langsung di klub. Mereka minum sama-sama, timing pulang juga bersama-sama.” Ujar William lagi.

 

Alex membanting laporan itu. Ia memijit keningnya yang mulai terasa sakit. Akhirnya ia hanya melambaikan tangannya, memerintahkan William meninggalkan ruangannya.

 

Alex meraih ponselnya, ia memerlukan pelampiasan. Setelah menekan beberapa tuts nomor, ia mulai berbicara dengan partner di ponselnya.

 

“Sayang…”

Karenina Crystal Clementine

“Halo, selamat pagi.”

 

“Selamat pagi.”

 

“Selamat pagi!”

 

Ucapan salam itu meluncur dari bibir mungil Nina, seorang sekretaris yang bekerja di Midas Group. Dengan wajah cantiknya, postur tubuh yang langsing sempurnya, rambut panjang ikal dan gaya berpakaiannya yang modis namun tidak banyak mengumbar auratnya, ia benar-benar sebuah pemandangan indah di gedung itu. Ditambah lagi dengan sifat ramah, murah senyum dan kepeduliannya kepada orang lain, banyak staff maupun petinggi perusahaan yang ingin dekat dengannya, tidak peduli wanita atau pria.

 

Karenina Crystal Clementine, lebih akrab dipanggil Nina, adalah Sekretaris Pribadi CEO Midas Group, Alexander Midas. Karena posisi ini, orang-orang yang tadinya ingin mendekati Nina, kini berpikir dua kali. Alasannya, karena Alex sangat posesif dengan apa yang ia rasa sebagai miliknya, termasuk staff-staff kesayangannya pun tidak boleh terlalu akrab dengan orang lain selain dengan Alex sendiri. Ini berlaku untuk Nina dan William.

 

Nina menghempaskan tubuhnya di kursi kerjanya. Dengan cepat ia memperbaiki make upnya dan membersihkan meja kerjanya sekilas. Ia baru akan mulai bekerja ketika Rina, Manager HR, masuk ke ruangannya.

 

“Nin, kamu ga ke rumah Bos Besar?” Tanya Rina setelah masuk ke ruangan Nina tanpa permisi. Bos Besar adalah panggilan para karyawan untuk Pak Stephen, Komisaris mereka.

 

“Rumah Bos Besar? Kenapa, Bu?” Tanya Nina heran.

 

“Cucunya meninggal. Sharon.” Jawab Rina singkat.

 

“Astaga… Turut berduka cita.” Gumam Nina sambil mengatupkan kedua tangannya didepan dadanya. “Anak-anak kantor mau pergi, Bu?” Tanya Nina lagi.

 

Rina menganggukkan kepalanya. “Yang head dept saja, kantor tetap buka. Kau pergilah, mungkin Pak Alex perlu bantuanmu.” Ujar Rina lagi.

 

Nina segera mengambil tasnya dan bergerak meninggalkan ruangannya. “Makasih, Bu.” Ucapnya lagi sambil berlalu.

 

🌹🗡️🌹

 

Nina tiba di rumah utama keluarga Midas beberapa saat sebelum Mia tiba. Sesuai perintah yang diberikan oleh Alex melalui William, semua bunga duka cita yang dikirimkan oleh rekanan kerja Midas Grup langsung diarahkan ke tanah pemakaman. Nina bertugas mengatur karangan bunga yang masih ‘nyasar’ ke rumah keluarga. Karena itulah pada saat Mia tiba, ia sama sekali tidak mencurigai ada anggota keluarganya yang meninggal.

 

Nina melihat betapa histerisnya Mia. Dalam hati ia tersenyum miris, teringat betapa seringnya Sharon datang kekantor hanya untuk meminta uang pada ayahnya, Alex. Gadis itu tidak dekat dengan ibunya, bahkan sangat jarang bertemu dengan ibunya yang sibuk bersosialisasi. Gadis yang malang, gumam Nina. Nyonya Mia, saat anakmu ada, kau acuh… Saat dia pergi, baru kau menyesal, gumam Nina lagi.

 

Nina juga memandang Alex yang datang kemudian. Alex sempat meliriknya dan Nina memberinya sebuah senyuman. Alex hanya menanggapi salamnya dengan anggukan kecil sebelum ia masuk kedalam rumah.

 

Setelah selesai mengatur karangan bunga, Nina duduk beristirahat sejenak di kursi teras. Dilihatnya William berjalan meninggalkan rumah. Tak lama kemudian, ponsel Nina berbunyi. Nina bergegas menerima panggilan itu.

 

“Ya, Pak.” Jawabnya singkat. Alex memanggilnya.

 

🌹🗡️🌹

 

Pihak keluarga memutuskan untuk memakamkan Sharon hari itu juga. Dikarenakan kecelakaan yang merenggut nyawa Sharon membuat tubuhnya rusak, keluarga mengambil keputusan untuk tidak mem-formalin tubuh Sharon. Sebagai akibatnya, tubuhnya harus segera dimakamkan sebelum mengeluarkan bau tak sedap.

 

Nina ikut di mobil Alex yang disopiri Pak Salim. Mia memutuskan untuk ikut mobil orang tuanya. Ia masih marah kepada Alex, urusannya yang belum selesai dengan Alex membuat Mia tidak mau berdekatan dengan suaminya.

 

“Hari ini kantor buka?” Tanya Alex pada Nina di tengah perjalanan menuju pemakaman.

 

“Buka pak, ada asisten head dept masing-masing yang bertanggung jawab.” Jawab Nina. Alex menganggukkan kepalanya. Sesekali ia memijit keningnya yang terasa pening.

 

Nina memperhatikan atasannya. Ia meraih botol air mineral dan membukanya, lalu menyodorkannya pada Alex.

 

“Diminum dulu, Pak. Supaya pusingnya agak hilang.” Ujarnya sambil tersenyum.

Alex mengangguk kecil lalu mengambil botol yang disodorkan padanya dan meneguknya hingga hampir habis. Setelah mengembalikan botol itu pada Nina, Alex menyandarkan kepalanya pada senderan bangku dan memejamkan matanya. Ia ingin beristirahat sejenak sebelum mereka tiba di pemakaman.

 

Sharon Amanda Midas, anak perempuannya yang berusia tujuh belas tahun. Masih begitu muda namun begitu keras kepala. Sharon lebih dekat ke Alex daripada ke Mia, untuk alasan uang, tentunya. Dan karena Alex lebih mudah Sharon temui dibandingkan Mia. Bila diperhatikan, sifat-sifat Sharon sepenuhnya mengambil dari Alex. Mandiri, pemberani, keras kepala dan percaya diri.

 

Alex menjadi berpikir kembali mengenai perusahaannya. Ahli warisnya berkurang satu. Tadinya ia berpikir, akan membagi perusahaannya kepada dua anaknya. Anak laki-lakinya yang sedang kuliah di Amerika, akan menguasai sebagian besar dari perusahaannya, sisanya akan diserahkan kepada Sharon. Namun nasib berkata lain, Sharon pergi sebelum mengemban tanggung jawab yang akan diberikan Alex kepadanya.

 

Alex kembali merasa kepalanya berdenyut. Ia menoleh kepada Nina yang duduk disebelahnya, sedang membalas pesan-pesan di ponselnya. Gadis itu terlihat serius dengan ponselnya, hingga suatu kali Nina tiba-tiba menoleh dan menangkap mata Alex yang sedang memandanginya.

 

Nina tersenyum, lalu mengubah posisi duduknya menjadi membelakangi Alex, sehingga Alex bisa melihat pesan yang sedang ditulis Nina di ponselnya. Ternyata Nina sedang meng-handle pekerjaan kantor dari ponselnya, berkomunikasi dengan staff-staff dikantor. Dari komunikasi itu, Alex bisa sedikit banyak mengetahui progress pekerjaan yang sedang berlangsung di kantornya.

Alex tersenyum tipis, Nina memang bisa dia andalkan. Waktunya didedikasikannya untuk perusahaan. Terkadang Nina juga seperti Will, sangat mengenal karakter Alex sehingga bisa memberikan keputusan strategis seakan-akan itu adalah keputusan Alex, dan keputusan itu sangat sesuai dengan yang Alex inginkan.

 

Alex memperhatikan postur Nina dari belakang. Rambut panjang ikal, pinggang ramping, pinggul yang membesar membentuk lekukan indah, kaki ramping dengan kulitnya yang putih. Wanita ini milikku, gumam Alex dalam hatinya, wanita yang cantik dan cerdas.

 

Tangan Alex terulur lalu mengelus rambut Nina, beberapa kali dari ujung kepalanya hingga ujung rambutnya yang ada di punggungnya. Nina yang sudah terbiasa mendapat beberapa sentuhan dari atasannya, hanya diam saja. Setelah memberikan beberapa elusan, Alex kembali menyandarkan kepalanya dan tertidur hingga mereka tiba di pemakaman.

 

🌹🗡️🌹

 

Prosesi pemakaman sudah selesai. Mia terlihat lemah, bersandar pada tubuh mamanya. Ia lelah menangis, suaranya habis karena menjerit dan meraung memanggil-manggil nama Sharon. Sanak keluarga yang hadir hanya dapat memeluknya sekilas sambil mengucapkan kata-kata penghiburan, suatu hal yang pengaruhnya sangat kecil bagi Mia.

 

Mia berharap saat ini putranya dapat hadir untuk memeluknya. Namun karena jenazah Sharon yang tidak bisa menunggu lama untuk dimakamkan, maka putra tertuanya itu tidak dapat hadir. Sedangkan Alex, Mia tidak ingin disentuh lagi oleh Alex si pengkhianat. Baginya, Alex sudah kotor karena sudah bersentuhan dengan perempuan lain.

 

Tuan Stephen dan Nyonya Briggite sudah duduk didalam mobilnya. Karena usia, mereka tidak bisa terlalu lama berdiri. Wajah mereka pun datar, tidak ada kesedihan yang berlebihan tampak di wajah mereka.

 

Saat ini para pelayat sudah mulai mengarah untuk pulang. Seperti pada saat keberangkatan tadi, untuk kepulangan rombongan keluarga, Mia tetap belum mau duduk berdampingan dengan Alex. Namun karena diperhatikan oleh orang tua Alex dan orang tua Mia, akhirnya Mia bersedia semobil dengan Alex namun ia duduk disamping Pak Salim. Dikursi penumpang belakang, Alex duduk berdampingan dengan Nina.

 

Mia kembali teringat pengkhianatan Alex. Diam-diam, dia memperhatikan Nina. Wanita yang sangat cantik, gumamnya, tapi Alex terlihat biasa saja dengannya. Apakah dia tahu siapa simpanan Alex? Apa dia bisa kutanyai mengenai rahasia Alex?

 

Didalam mobil, Mia masih tetap berpikir mengenai perlu tidaknya ia bertanya pada Nina. Sementara di kursi penumpang belakang, Alex sibuk membelai paha Nina.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!