NovelToon NovelToon

Cinta Yang Salah

Bab 1 Malam yang Indah

Pesta pernikahan telah usai dengan megah di salah satu ballroom hotel ternama di Jakarta. Sepasang pengantin yang tengah bahagia terpancar dari senyum mereka yang tak luput dipandang mata. Tak hanya sepasang pengantin saja, namun dua keluarga juga turut bahagia dengan pernikahan mereka. Senda gurau senantiasa telontar dari mereka.

Setelah para tamu undangan serta kerabat dekat pulang ke kediaman mereka masing-masing, kini tersisa sepasang pengantin bersama kedua pasang orang tua mereka, serta beberapa karyawan pihak hotel dan WO yang sedang merapikan tempat pernikahan mereka.

"Danar, mama papa dan mertuamu malam ini langsung pulang ya? Kami tidak menginap di sini. Cukup kalian saja untuk segera beristirahat. Mama tahu, pasti kalian sudah sangat lelah setelah acara pesta ini. Danar, kamu harus jaga Devina dengan baik ya! Jangan buat Devina kelelahan". Canda mama Sinta yang berada di samping suaminya papa Doni.

"Iya ma. Mama papa dan ayah ibu, kalian tenang saja. Aku dan Devina akan segera istirahat. Kami juga sudah merasa lelah. " Ucap Danar sambil melihat satu persatu orang tua dan mertuanya.

"Ya sudah kalau begitu, kami pamit pulang ya. Danar, Devina selamat berbahagia ya sayang." Ujar Mama Sofi seraya memeluk putri tercinta mereka.

Setelah mereka berpamitan pulang. Danar dan Devina pergi ke kamar yang telah direservasi sebelumnya. Malam ini adalah malam terindah mereka. Malam yang selalu dinanti setiap pasangan telah meresmikan hubungan mereka. Namun, tanpa mereka sadari inilah awal derita dan terkikisnya kebahagiaan yang selama ini membersamai perjalanan cinta keduanya.

Kamar president suit yang luas, disulap menjadi kamar pengantin yang syahdu. Lilin aromaterapi beberapa di letakkan di sudut ruangan dan di meja kecil sebelah kasur. Kasur king size dilengkapi sprei putih yang dihiasi kelopak bunga mawar merah, dan dua handuk putih di tengah membentuk angsa berciuman. Sungguh romantis, itu kesan pertama kali yang Devina rasakan. Namun juga membuatnya menjadi gugup dan berdebar.

"Sayang, aku mandi dulu ya. Sudah gerah dan lengket ini." Ucap Danar sambil mendaratkan kecupan di kening Devina

"Iya sayang. Aku juga mau membersihkan wajahku dari makeup ini." Dengan tersipu Devina menjawab ucapan sang suami karna kecupan itu.

Mereka memang tak pernah pacaran yang melebih batas. Sekedar cium pipi ataupun kening. Di zaman sekarang memang jarang sepasang kekasih yang pacarannya seperti itu. Kebanyakan sudah melebihi batas bahkan sampai hubungan suami istri. Itu kenyataan. Tapi tidak bagi Danar dan Devina. Saling jatuh cinta untuk pertama kalinya. Dan saling menjaga dan menghormati privasi. Kuno, itu prinsip mereka. Entah ajaran orang tua atau memang itu mau mereka.

Seraya menunggu Danar yang tengah mandi, Devina duduk di depan meja hias yang tersedia di kamar tersebut. Menghapus makeup sebelum mandi dan mengganti gaun pengantinnya dengan baju rumahannya. Tidak banyak baju yang mereka bawa, karna hanya dua malam mereka akan menghabiskan malam pertamanya di hotel.

Lima belas menit berlalu, Danar pun telah selesai melakukan ritual mandinya.

Ceklek

Pintu kamar mandi pun terbuka. Terlihat Danar keluar hanya berbalut handuk putih sepinggang dan selutut. Menampakkan perut ratanya yang liat. Sambil berjalan menuju sang istri, tak lupa tangan kirinya mengeringkan rambut basahnya dengan handuk kecil yang tersedia. Devina yang menghadap cermin hias, terpaku menatap Danar berjalan menuju ke arahnya. Debaran jantung yang tak menentu, membuat Devina gugup kala Danar semakin mendekatinya.

Cup

Kecupan di kepala Devina yang Danar lakukan, mampu membuatnya mematung tak berkedip. Apalagi kulit dada Danar secara langsung mengenai kepala dan tengkuk lehernya.

"Kenapa sayang? Muka kamu memerah gitu?" Danar belum menyadari bahwa sang istri tengah malu karna aksinya. Sambil meletakkan kedua tangannya di pundak sang istri yang sedang duduk di depan meja hias.

"A-a-aku... Gak apa-apa sayang" Ucap Devina dengan gugup wajah yang memerah, sedikit menunduk menyembunyikan kegugupan nya. Dan Danar mulai menyadari perubahan sikap sang istri yang tengah malu menatapnya.

Karena untuk pertama kalinya Devina melihat secara langsung dada seorang pria, apalagi pria yang amat dicintainya.

"Hmmm,, Apakah kamu terpana sayang?" Bisik Danar di telinga Devina yang membuatnya tiba-tiba meremang.

Hembusan nafas Danar begitu terasa di telinga dan leher Devina, menambah sensasi geli yang menggetarkan untuk pertama kalinya. Devina hanya mampu memejamkan matanya, saat hembusan nafas itu semakin terasa di area leher dan tengkuknya.

"Sa..sa..sa..sayang, aku mau mandi dulu." dengan gugup Devina membalas ucapan sang suami.

Terus menunduk dan berlari kecil, Devina menuju kamar mandi. Tingkah sang istri membuat Danar terkekeh bahagia.

'Sungguh menggemaskan dan membuatku semakin mencintaimu sayang.' Batin Danar dengan senyuman di bibirnya.

Tiga puluh menit, Devina habiskan di dalam kamar mandi untuk berendam dan menghilangkan rasa lelahnya. Segar dan wangi kini yang ia rasakan. Namun, ada yang terlupa dari Devina, ia lupa membawa piyama tidurnya yang telah ia siapkan di atas kasur. Karena terburu-buru dan gugup dengan perbuatan sang suami, ia melupakan hal itu. Memakai baju yang tadi ia pakai, tak mungkin karena sudah terkena keringat walau sesaat. Devina sangat menjaga kebersihan, apalagi untuk tubuhnya sendiri. Terpaksa ia keluar kamar mandi mengenakan bathdrop yang tersedia.

Keluar kamar mandi hanya dengan bathdrop serta handuk yang berada di kepalanya untuk membungkus rambutnya yang basah. Tampilannya membuat laki-laki yang tengah duduk di pinggir ranjang seketika berdiri. Menatap sayu dan terpana akan sang istri. Hasrat lelaki yang terpendam, kini tersulut hanya karena tampilan wanita cantik yang sudah menjadi istrinya beberapa waktu lalu. Wanita cantik yang begitu ia cintai.

Devina berjalan perlahan ke arah ranjang untuk mengambil piyama tidurnya. Sedangkan Danar masih terpaku menatap sang istri yang terus berjalan ke arahnya. Saat sang istri telah sampai di ranjang dan mengambil bajunya untuk berganti hendak berbalik, tiba-tiba tangannya dicekal sang suami untuk menghadapnya.

"Mau kemana sayang?" Ucap Danar dengan suara yang serak dan berat. Tangannya satunya ia gunakan untuk merengkuh pinggang sang istri agar merapat padanya.

"A..a...aku..mau..ganti baju sayang." Dengan gugup dan gemetar Devina menjawab tanpa berani menatap suaminya.

"Kenapa harus ganti? Bukankah ini malam pertama kita? Bolehkan sayang, aku memilikimu seutuhnya?" Ujar Danar dengan mata sayu menatap sang istri dan nafas yang berat.

Devina hanya bisa menganggukkan kepalanya. Tanpa berani menjawab dan menatap sang suami. Dengan perlahan Danar menuntun sang istri ke tempat peraduan cinta kasih mereka. Malam yang indah bagi dua insan yang saling melebur menjadi satu. Saling mengukuhkan cinta dan memuntaskan hasrat yang terpendam.

Bab 2 Awal Baru Dimulai

Cahaya matahari yang sedikit tersingkap dari gorden jendela kamar hotel itu, membangunkan sepasang mata cantik milik Devina dari tidurnya. Meraba jam yang ada di nakas yang sudah menunjukkan pukul 8.30 pagi. Devina terkejut karena sudah cukup siang untuk bangun dari tidur. Melihat sekeliling yang berbeda dari kamarnya, karena kesadarannya belum sepenuhnya pulih.

Merasa ada yang berat di perutnya, sebuah telapak tangan besar. Kemudian ia menoleh dan terkejut mendapati di sebelah ranjangnya laki-laki tampan yang dicintai masih terpejam. Devina baru tersadar bahwa ia sudah menikah dengan Danar. Laki-laki yang begitu ia cintai.

Devina tersenyum simpul mengingat semalam adalah malam pertama mereka. Malam pertama? Ah, membuat Devina malu mengingat semalam mereka meluapkan cinta mereka dengan menggebu. Entah berapa lama mereka menghabiskan malam yang indah itu.

"Kamu terpesona sayang?" Danar masih terpejam dan merengkuh tubuh sang istri, saat Devina memandang wajah sang suami dengan penuh cinta.

Tampan. Itu kesan Devina saat melihat Danar masih tertidur. Alis tebal hampir menyatu, hidung mancung, bibir bawah yang agak tebal, dan rahang yang tegas. Jangan lupakan jambang tipisnya. Menambah kesan macho dan seksi.

"Hah,,, ehmm suamiku memang sangat tampan." dengan gugup Devina menjawab sambil terus memperhatikan wajah suaminya. Danar bahagia mendengar kata suamiku untuk pertama kalinya dari bibir sang istri.

"Kamu juga sangat cantik istriku, kamu adalah satu-satunya wanita tercantik yang aku temui dan juga seksi". Ucap Danar setelah membuka matanya menatap sang istri dan membuat sang istri merona kembali.

"Ah, kau membuatku malu sayang. Kau tahu sayang, aku sangat bahagia menjadi istrimu. Aku sangat mencintaimu." Sambil mendaratkan kecupan sekilas di bibir sang suami.

"Aku juga sangat bahagia bisa menikah denganmu. Aku juga sangat mencintaimu. Aku adalah pria paling beruntung bisa menjadi suamimu. Aku suka saat kau memanggilku suamiku. Itu terdengar indah." Ujar Danar memandang wajah sang istri yang sangat cantik dengan muka bantalnya, yang menambah kesan seksi di wajahnya.

Dipandangi sang suami setelah bangun tidur seperti ini, membuat Devina malu dan salah tingkah. Apalagi Devina tahu bahwa mereka berdua tidak memakai apapun di tubuhnya, hanya selembar selimut menutupi keduanya. Dia tidak ingin hal semalam terjadi lagi. Bukan karena tidak mau. Tapi karena seluruh badannya begitu lelah dan pegal akibat ulah suaminya semalam.

*

Singkat waktu, setelah dua malam mereka menghabiskan malam indahnya di hotel itu. Kini mereka tengah bersiap-siap untuk pulang menuju kediaman mereka. Rumah yang telah disiapkan Danar untuk sang istri tercinta. Hanya satu minggu Danar dan Devina mengambil cuti setelah pernikahan mereka. Meski Danar adalah CEO di perusahaannya sendiri, tapi ia tak ingin menjadi contoh yang buruk bagi para karyawannya. Begitu juga dengan Devina yang tak ingin lama-lama mengambil cuti kerjanya. Danar masih membebaskan Devina bekerja, asalkan Devina bisa membagi waktunya untuk suami dan rumah tanpa kelelahan.

Hampir satu jam perjalanan dari hotel menuju kawasan salah satu perumahan elit di Jakarta Selatan, akibat macet di jam pulang kantor. Memasuki gerbang tinggi yang sudah dibuka oleh satpam rumah itu, mobil Danar mendarat di depan halaman rumah yang mewah. Rumah dua lantai bernuansa putih yang merupakan rumah impian sang istri.

Pilar-pilar tinggi yang berada di depan rumah sebagai penyangga teras menunjukkan betapa kokohnya rumah tersebut. Di halaman depan terdapat taman yang ditumbuhi berbagai bunga kesukaan yang sedang mekar mempercantik taman tersebut. Serta lampu taman diletakkan di beberapa tempat yang tepat sebagai penerangan di malam hari.

"Ini rumah yang waktu itu kau tunjukkan padaku sayang?" Ucap Devina dengan mata berbinar dan terharu menatap rumah yang berada di depannya.

"Ya, ini rumah impianmu sayang." Ucap Danar sambil memeluk sang istri dari belakang.

"Rumah di mana kita akan memulai kehidupan kita dari awal. Rumah yang akan diisi oleh tawa candamu. Rumah yang akan dipenuhi kebahagiaanmu bersama anak-anak kita. Dan tempat tujuan utama aku pulang dari rasa lelahku." Lanjut Danar semakin mengeratkan pelukannya.

"Terima kasih mas. Terima kasih karenamu aku selalu bahagia. Dan akan selalu bahagia. " balas Devina dengan terharu.

"Mas?" Danar mengernyitkan dahi

"Kamu tidak suka, aku panggil mas, sayang?" Ucap Devina dengan heran karena panggilan mas pada suaminya, memiringkan kepalanya ke belakang melirik sang suami.

"Tidak, justru aku suka. Panggilan pertama kali terdengar dari bibir manismu sayang. Aku menyukainya." Balas Danar sambil tersenyum kemudian mencium pipi kanan sang istri.

Senyuman yang hanya diberikan untuk sang istri. Bahkan kepada orang tuanya saja, Danar terkesan dingin dan cuek. Hanya senyum tipis yang sering diperlihatkan kepada orang tuanya. Itulah Danar, bisa tersenyum manis dan menampakkan lesung pipi sebelah kanannya untuk Devina seorang. Wanita pertama yang membuatnya jatuh cinta.

"Aku semakin mencintaimu. Selamat datang di rumah baru kita sayang." Lanjut Danar sambil menuntun sang istri masuk ke dalam rumah, yang sebelumnya sudah dibuka oleh asisten rumah tangganya.

"Wow, ini benar-benar menakjubkan mas. Desain interiornya benar-benar sesuai impianku." Devina dengan takjub memandang sekeliling ruangan rumah itu. Kebahagiaan terus terpancar di wajah cantik. Senyum yang selalu membuat Danar selalu jatuh cinta. Semua yang ada pada Devina. Sungguh Danar menyukai semuanya.

Benar pepatah mengatakan, bila jodoh akan mirip. Awalnya Danar menyangkal itu, tapi setelah memperhatikan wajah bahagia sang istri saat ini, dia membenarkan pepatah tersebut. Danar yang selalu realistis, kini percaya dengan pepatah yang hanya katanya.

"Mas, kau sungguh keren. Aku semakin mencintaimu." berjalan menghampiri sang suami dan memeluknya.

"Kau bahagia sayang?" ucap Danar

Devina perlahan merenggangkan pelukannya dan menatap Danar agak mendongakkan kepalanya. Karena tinggi Danar melebihi dirinya. Danar dengan tinggi 180cm, sedangkan Devina 165cm.

"Tidak, aku tidak bahagia mas." Devina menjawab dengan ekspresi agak cemberut.

"Kenapa kau tidak bahagia, sayang? Apa yang membuatmu tidak suka, sayang? Bagian mana yang tidak kamu suka, sayang? dengan cepat Danar memberondong pertanyaan kepada sang istri. Dan itu membuat Devina menahan tawa dengan mengulum bibirnya ke dalam, tanpa sepengetahuan Danar.

"Mas, aku memang tidak bahagia. Tapi..." Devina sengaja menggantungkan perkataannya yang membuat Danar semakin penasaran.

"Tapi... tapi aku sangaaatt bahagiaa mas" ucap Devina menggoda Danar sembari berlari menuju tangga atas.

Membuat Danar menyadari bahwa sang istri mengerjainya dengan perkataan tersebut.

"Kamu sangat nakal, sayang?" Danar menimpali mengikuti sang istri ke atas.

Terdengar tawa bahagia dari keduanya. Awal rumah tangga yang indah. Apakah akan selalu indah? Karena sejatinya kehidupan rumah tangga mereka baru saja dimulai. Di rumah inilah, kebahagiaan yang diharapkan keduanya. Namun tiada yang tahu, bahwa di sini jualah awal baru dimulai. Awal yang bahagia hanya sesaat, lalu berganti air mata kesedihan.

Bab 3 Bekerja Kembali

Satu minggu sudah cuti mereka usai. Dan selama sisa cuti, mereka hanya menghabiskan di dalam rumah saja. Selama cuti, pekerjaan Danar dilimpahkan pada asisten kepercayaannya, Riko. Sahabat kecilnya. Danar hanya mengawasi jarak jauh saja. Jadi pekerjaannya tetap terkoordinasi dan berjalan dengan baik. Sedangkan, pekerjaan Devina sementara dikerjakan oleh salah satu karyawan kepercayaan ayahnya.

Menjadi suami dan istri, membuat Danar dan Devina bahagia bisa selalu bersama. Memasak bersama, menonton TV, atau bersantai di halaman belakang rumah sambil memandang taman dan kolam ikan. Pekerjaan rumah, sudah dilakukan oleh asisten rumah tangga mereka. Satu satpam khusus berjaga di pos depan rumah, satu tukang kebun dan bersih-bersih halaman dan kolam. Serta asisten rumah tangga paruh baya, Bik Asih biasa disapa. Bik Asih dan Pak Darto, sang tukang kebun adalah sepasang suami istri. Mereka baru bekerja dua bulan yang lalu, setelah rumah ini selesai direnovasi dan mulai ditempati. Mereka adalah saudara Bik Nani yang sudah lama bekerja di kediaman utama milik keluarga Danar, orang tuanya. Jadi mereka direkomendasikan oleh Bik Nani untuk bekerja dengan keluarga kecil Danar.

Di kamar utama yang luas, Devina tengah menyiapkan keperluan suaminya untuk bekerja. Devina sendiri sudah rapi dengan pakaian kerjanya. Celana kulot bahan warna hitam dipadukan blouse kemeja biru laut dan blazer hitam yang pas di badannya. Sedangkan Danar berada di kamar mandi untuk membersihkan diri. Lima belas menit berlalu, Danar keluar dari kamar mandi. Berbalut handuk sebatas pinggang dan lutut, menampakkan otot kekarnya. Berkali-kali pula membuat Devina tersipu malu menatap tampilan sang suami.

"Kamu masih saja malu, sayang. Padahal kamu sering melihatnya, bahkan memegangnya." Ucapan Danar dengan senyum yang menggoda istrinya.

"Maaasss!!" balas Devina dengan pipi tambah merona di pagi hari karena ucapan sang suami.

"Apa mau nambah lagi, sayang? Mumpung masih ada satu jam lagi. Aku sungguh tidak keberatan, sayang." Ucap Danar memeluk istrinya disertai kecupan ringan di bibirnya.

"Nanti kita bisa terlambat bekerja, mas. Ini hari pertama kita bekerja bukan? Kita sudah cuti cukup lama, aku tidak enak di hari pertama kita bekerja setelah cuti, malah terlambat, mas. Meski itu kantor ayah, tapi tetap saja aku harus profesional kan, mas?" Ujar Devina menatap sang suami dengan tangan berada di dada suaminya.

"Akan kubuat cepat, sayang? Bagaimana, hm?" Danar menimpali ucapan istrinya dengan masih terus menggodanya sambil menaikturunkan kedua alisnya

"Tidak, mas. Semalam saja sudah berkali-kali. Bahkan selama kita di rumah ini sudah setiap hari, mas. Apa kamu tidak bosan?" Devina membalas ucapan Danar dengan senyum yang terpatri di wajahnya.

"Dengar, sayang. Aku tidak akan pernah bosan untuk melakukannya bersamamu. Karena kamu bagaikan ganja, sayang. Kamu membuatku kecanduan tiap waktu." Danar membalas dengan terus memeluk sang istri.

"Kenapa aku diibaratkan ganja, mas? Apa kamu pernah memakainya?" Devina berucap heran dengan ucapan suaminya yang mengibaratkan dirinya dengan ganja.

"Apa kamu belum mengenaliku, sayang? Jangankan memakai, melihat dan menyentuhnya secara langsung pun aku belum pernah, sayang. Tentu aku hanya tau itu dari berita saja. Sudahlah, sayang. Intinya kamu adalah canduku. Aku tidak akan pernah bosan bersamamu. Hanya kamu, sayang." balas Danar kemudian mendaratkan ciuman di seluruh wajah istrinya. Hingga membuat Devina merasa geli.

"Iya, iya, mas. Sudah hentikan. Aku geli, sayang. Aku sudah rapi." Ujar Devina menimpali ucapan sang suami, sambil menghindari kecupan suaminya di wajahnya.

"Kali ini kulepaskan kamu, sayang. Tapi lain kali, tidak akan terjadi. Dan kamu harus mau, sayang." Dengan enggan Danar melepaskan tangannya dari tubuh sang istri.

"Segeralah bersiap, mas. Aku sudah siapkan semua keperluan bekerjamu." Ucap Devina

"Terima kasih, sayang. Kamu istri terbaikku." Balas Danar sembari menuju tempat ruang ganti.

"Aku tunggu di bawah ya, mas. Kita sarapan bersama." Ucap Devina Sambil menuju pintu kamar untuk keluar.

"Oke, sayang." Danar menimpali dengan kerlingan mata sebelahnya untuk menggoda sang istri. Sementara Devina hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan senyum karena tingkah suaminya.

*

Setelah sarapan bersama yang mereka lakukan seperti biasa. Kini keduanya telah berada di dalam mobil untuk menuju ke kantor. Karena kantor mereka satu arah jadi mereka berangkat bersama dengan satu mobil. Hal itu sudah biasa Danar lakukan untuk mengantar jemput Devina, ketika mereka dulu berpacaran. Walaupun baru enam bulan mereka bekerja setelah kelulusan kuliah mereka.

Mobil pajero sport warna hitam membelah jalanan yang padat merayap di kala pagi. Sebenarnya Danar memiliki beberapa koleksi mobil mewah yang harganya mencapai milyaran untuk satu unit mobil di garasi rumahnya. Namun, karena permintaan sang istri, jadi pajero sport pilihan mobilnya yang bernilai paling murah yang ia bawa. Biasanya mobil tersebut hanya digunakan sopir pribadinya khusus untuk mengantar jemputnya dulu saat ada pertemuan meeting di luar.

Dalam perjalanan menuju kantor ayah Devina, genggaman tangan Danar tak henti lepas dari tangan Devina. Sambil sesekali mengecup punggung tangan sang istri. Sedangkan tangan kanannya, Danar gunakan untuk mengemudi. Hal itu membuat Devina merasa begitu dicintai oleh Danar, sang suami idaman. Obrolan ringan terjadi di sela-sela lampu merah yang mengharuskan mobil mereka berhenti.

"Makan siang nanti, aku jemput ya sayang!" Sedikit menoleh ke Devina untuk mengajak sang istri untuk makan siang bersama seperti biasa. Kemudian melanjutkan fokusnya menyetir mobil.

"Iya mas. Makan di tempat biasa ya, mas! Aku sudah rindu ingin makan di tempat favorit kita." Devina membalas sambil menoleh ke arah Danar diiringi senyum yang terukir indah di bibirnya.

"Jangan perlihatkan senyum manismu itu kepada pria lain ya, sayang! Aku tidak rela mereka melihatnya." Dengan mode serius Danar mengucapkan hal itu kepada Devina.

Danar memang posesif terhadap Devina. Karena rasa cintanya yang begitu besar untuk Devina. Namun hal itu tidak membuat cinta Devina berkurang untuk Danar. Devina justru senang jika Danar bersikap posesif terhadapnya. Hal itu menunjukkan bahwa Danar memang begitu mencintainya. Posesif Danar juga tidak berlebihan yang mengekang kebebasan Devina.

"Senyum manis ini hanya kuberikan untukmu, mas. Untuk mereka hanya senyum seperti ini." Devina sambil memperlihatkan senyum tipisnya kepada Danar.

"Tetap saja itu membuatku tidak rela, sayang. Kamu tetap terlihat cantik dan menggemaskan. Rasanya aku ingin mengurungmu di rumah saja. Dan mengungkungmu di bawahku." Ucap Danar sesekali melirik ke arah Devina agar tetap fokus pada jalan di depan.

"Kenapa kamu menjadi mesum seperti ini, mas? Kamu selalu membuatku malu, sayang." Devina menimpali ucapan Danar dengan rona pipi yang merah karena membayangkan kegiatan panas mereka.

"Aku hanya mesum padamu, sayang. Bukan wanita lain. Oh, Devina. Aku ingin segera malam tiba." Balas Danar sambil mengecup tangan sang istri yang masih digenggamnya.

"Mas Danar!! Bahkan kita belum sampai kantor, mas sudah membicarakan hal itu lagi. Hmm, benar-benar kamu mas." Ucap Devina yang semakin merona.

"Inilah aku Devina sayang. Danar suamimu. Danar yang sangat mencintaimu." Ucap Danar yang terkekeh melihat tingkah sang istri yang tersipu.

Tidak terasa, mobil Danar telah sampai di depan kantor milik ayah mertuanya. Dimana sang istri bekerja di sana. Sedangkan kantor Danar masih sekitar sepuluh menit lagi untuk tiba di sana. Setelah mengantar sang istri ke kantornya, Danar pun menuju perusahaannya.

*

*

Gak bosen author ingetin untuk para readers. author masih baru dan ini karya novel pertama di NT, semoga suka ya readers! Bolehlah kasih jempolnya banyak-banyak. Nantikan tiap babnya ya! Komen ditunggu banget.

SELAMAT MEMBACA READERS

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!