Raditya Atmaja, bekerja di BUMN bergerak dalam bidang kelistrikan. Raditya memiliki paras tampan, kumis tipis, dan badan tinggi besar layaknya atletis. Dia juga terbilang mapan, tidak hanya berpenghasilan lumayan tapi sudah mempunyai rumah sendiri, tidak hanya itu Ia juga banyak investasi dalam bentuk tanah, yang mana harga sejengkal tanah lambat laun akan melambung tinggi. Namun, di balik itu semua ada sebuah kendala dalam hidupnya, ia sangat kesulitan dalam hubungan percintaan. Sejak dulu jarang sekali ia dekat dengan seorang wanita apa lagi sampai mempunyai pacar. Meski begitu semua itu bukan karena dia tidak menyukai lawan jenis, hanya saja terlalu malas bercengkrama dalam dunia percintaan. Baginya hidup akan sia sia kalau hanya di buat untuk hal tidak penting seperti itu. Hal terpenting dalam hidupnya hanya kerja, kerja, kerja, dan kerja. Setalah menghasilkan uang dia bisa membeli apa saja yang di inginkan, termasuk membeli kebahagiaan. Menurutnya bahagia tidak hanya dengan cinta tapi bisa juga dengan belanja barang kesukaan atau lain sebagainya.
Tidak jarang dari teman temannya sudah beristri bahkan sudah ada yang mempunyai dua anak. Banyak para rekan kerja bertanya kapan dia akan menikah, jawabannya hanya satu, kalau jodoh pasti tak akan kemana. Emang dia kira jodoh datang semudah itu kali, ya. Pokoknya Raditya paling nggak suka berurusan dengan hal semacam cinta cintaan seperti itu. Menurut dia jodoh itu nggak usah di cari kalau sudah jodoh pasti datang sendiri. Ya kali ojek online datang di saat kita butuh, kalaj tidak di order pasti tidak akan tau kita butuh atau tidak. Yang jelas pemikiran Raditya jauh dari pemikiran orang pada umumnya. Sampai ibu Raditya tidak tau lagi bagaimana cara untuk membujuk sang anak agar segera menikah. Di usia tak lagi muda tentu orang tua cemas kala anak mereka yang sudah berumur belum menemukan jodoh.
Singkat cerita. Perjodohan bermula saat Zaky (kakak kandung Raditya) bertemu dengan salah satu rekan kerjanya. Mereka sama sama bekerja di luar kota, jauh dari tanah kelahiran. Di sela jam istirahat kerja ada sebuah perbincangan mengarah pada sebuah perjodohan. Temannya berbicara tentang sang adik yang belum juga berjodoh. Dalam kesempatan itu teman Zaky mengatakan bahwa dia mengenal salah satu teman wanitanya bernama Liona, ia ingin mengenalkan keduanya. Kebetulan juga Liona sendiri adalah teman semasa kuliah istrinya.
"Bagaimana kalau kamu jodohkan saja mereka? Toh aku lihat adikmu itu sudah waktunya menikah, di tambah lagi Liona juga gadis yang baik, dari keluarga baik baik pula. Siapa tau mereka di takdirkan berjodoh"
Sepertinya Zaky mempertimbangkan ucapan temannya tersebut. Sesampainya di rumah, ia menyampaikan niat perjodohan sang adik pada sang istri.
"Memangnya dia mau, bi? Takutnya nanti adik ipar menolak" Tutur Kinanti (istri Zaky). Melihat kepribadian dingin sang adik ipar membuatnya tidak yakin akan keberhasilan perjodohan itu.
"Semoga saja dia mau mengerti dengan tujuan baik kita ini, Menikah itu termasuk ibadah, harusnya dia tau itu" jelas Zaky.
"Memangnya siapa wanita yang hendak Abi jodohkan sama adik ipar?"
Menghempaskan diri di atas sofa "Liona, teman semasa kuliah Umi dulu"
Betapa terkejutnya Kinanti mendengar suaminya hendak menjodohan adik iparnya dengan wanita yang ia kenal. Meski Kinanti tidak begitu mengenal dekat sosok Liona ini, tapi dia yakin Liona wanita yang baik. Dia kuliah di sebuah universitas islamiah di kotanya, yang kebetulan saat itu Kinanti belajar di sana.
"Benarkah? Jadi abi hendak menjodohkan mereka?" Wajah Kinanti menjadi sangat bahagia mendengarnya
Zaky mengangguk "Tapi aku harus minta pendapat dari ibu terlebih dahulu, bagiaman pun beliau lebih berhak dari pada kita" jelasnya.
"Iya, abi benar. Bagiamana pun kita harus membicarakan ini sama ibu terlebih dahulu. Kalau begitu umi buatin minun dulu, ya" segera Kinanti menuju ke dapur.
"Hah.....semoga saja Raditya mau menerima perjodohan ini" bersandar pada bahu sofa.
Setelah percakapan itu, Zaky mengutarakan niatnya pada sang ibu melalui sambungan telepon, keduanya membahas perihal perjodohan tersebut.
"Kalau ibu sih setuju aja, tapi ibu harus memberitahu adikmu terlebih dahulu. Biar bagaimana dia berhak menentukan pilihan"
Seminggu telah berlalu, keluarga wanita sudah menyetujui perjodohan itu. Akan tetapi ada sebuah kendala di pihak keluarga laki laki. Raditya sendiri sudah hampir seminggu tidak pulang ke rumah, sebab banyak sekali pekerjaan yang harus di selesaikan.
Beberapa hari kemudian tepat di hari selasa siang Raditya pulang ke rumah. Badannya terasa capek sekali "Nak, kamu baru pulang?" Tanya ibu Rohaya, ibu kandung Raditya.
"Iya, buk. Di kantor banyak banget kerjaan sampai nggak sempet istirahat dengan baik. Oh iya Ibu gimana kabarnya, sehat?" Segera Raditya turun dari motornya lalu mencium tangan ibu Rohaya.
Sembari mengusap ujung kepala putranya "Alhamdulillah ibu baik, nak. Sekarang kamu mandi dulu biar ibu siapkan teh"
Raditya pun masuk di ikuti dengan sang ibu "Handuknya ibu taruh di lemari paling atas, nak"
"Iya, buk"
Selesai mandi Raditya pun keluar "Ibu masak apa, aku lapar sekali"
Dari dapur keluarlah Ibu Rohaya tengah membawa secangkir teh dan ada makanan ringan berupa singkong goreng "Ibu cuma masak sayur lodeh sama ikan bandeng, soalnya ibu nggak tau kalau kamu pulang hari ini" memberikan putranya secangkir teh yang telah beliau buat.
"Ya sudah aku makan singkong dulu aja" Sambil meneguk teh dan satu tangan mengambil singkong goreng.
Dengan sedikit ragu Ibu Rohaya memberanikan diri "Nak, ada hal yang ingin ibu sampaikan sama kamu, ini meyangkut masa depan kamu" mengusap ujung bahu Raditya.
Raditya menghentikan kunyahan makanan di mulutnya sembari meletakkan kembali cangkir teh "Kenapa tiba tiba ibu bicara tentang masa depan, memangnya kenapa dengan maaa depan ku?"
Perlahan ibu Rohaya menyampaikan niat kakaknya yang hendak menjodohkan dia dengan salah satu teman lama.
Raditya masih diam setengah kebingungan apa yang harus ia katakan. Selama ini dia tidak pernah menolak perintah sang kakak, karena baginya kakaknya itulah menjadi pengganti sosok ayah dalam hidupnya.
"Gimana, nak apa kamu setuju atau tidak? Kalau memang kamu belum siap menikah, biar ibu bilang sama mas Zaky" melihat raut berbeda dari Raditya.
Raditya bangkit "Biar aku pikir terlebih dulu...." ia pun masuk ke dalam kamar.
"Nak kamu makan dulu, biar ibu siapkan ya" ucap ibu Rohaya di depan kamar sang putra.
Entak kenapa tidak ada jawaban dari dalam kamar, sehingga membuat beliau takut kalau menyinggung perasaan sang putra "Jangan jangan dia marah"
Tok, tok, tok...
Ibu Rohaya mengetuk pintu kamar seraya bilang "Nak ibu dan mas Zaky tidak memaksa kamu untuk menerima perjodohan itu. Kalau memang kamu belum siap biar ibu telepon mas Zaky" masih saja Raditya diam seribu bahasa.
Dari siang sampai menjelang magrib, Raditya tak kunjung keluar kamar. Di luar sang ibu nampak panik, tidak tahu apa yang harus di perbuatnya, berulang kali di ajak bicara tetapi Raditya masih diam, tidak ada sepatah kata pun darinya meski sekedar bilang iya atau tidak. Bagaimana seorang ibu tidak mencemaskan anak anaknya kala diamnya sang anak tak dapat di pahami.
"Kenapa semua terjadi padaku" Ucap Raditya kesal. Dia juga sadar usia tak lagi muda, tapi menikah bukan pasal yang mudah. Pernikahan itu tidak hanya mengucap ijab saja melainkan juga memahami makna dari ucapan tersebut. Lalu bagaimana Raditya akan memahani arti pernikahan kalau pernikahan itu sendiri tidak ia kehendaki.
"Untuk apa mereka ikut campur tentang hidupku. Apa aku tidak bisa menemtukan kapan dan dengan siapa aku menikah nanti? Haruskah mereka ikut campur urusan hati" Kalau pun bisa sekarang Raditya akan berteriak kencang sampai tidak ada lagi beban dalam pikirannya.
"Bagaimana ini...." Sang ibu terus melihat pintu kamar Raditya yang masih tertutup rapat "Kenapa tdi akh harus bicara seperti itu padanya"
Memang tidak mudah memutuskan hal secara tiba tiba. Baginya tidak mudah menerima pernikahan tanpa adanya cinta, rapi apalah arti cinta ketika kedua orang tidak saling kenal di pertemukan oleh perjodohan oleh keluarga.
"Mungkin dia tidak mau di jodohkan. Bagaimana cara meluluhkan hati anakku ini? Usia sudah terlalu matang untuk menikah, tapi sampai saat ini ia tak kunjung mengenalkan calon pasangan" ibu Rohaya segera meraih hp di atas meja makan hendak menghubungi anak ke duanya. Raditya anak ke enam dari sembilan bersaudara. Salah satu kakaknyq meninggal dunia semasa remaja akibat kelainan jantung. Sekarang semua saudaranya telah menikah, begitu pula dengan kerua adiknya.
Setelah beberapa saat kemudian "Aku setuju dengan perjodohan ini, buk" tiba tiba saja Raditya keluar dari kamar membawa kabar bahagia.
Seketika saja Ibu Rohaya bangkit "Kamu serius, nak? Ibu tidak mau kalau pernikahan kamu nanti ada unsur paksaan" Mendekti sang putra, mencoba mencari jawab dari tatapan itu.
"Insya Allah aku yakin, buk" Padahal Raditya terpaksa menyetujui perjodohan tersebut demi membuat sang ibu senang.
Menyentuh lengan sang putra sambil tersenyum"Alhamdulillah, menikah termasuk ibadah, nak. Ibu sangat bahagia akhirnya kamu akan menikah juga, dan kelak ibu akan segera menimang cucu" Hampir semua orang tua akan memikirkan hal serupa saat anak anal mereka hendak melepas masa lajang. Cepat atau lambat Raditya akan menjadi seorang suami dan juga ayah. Di saan itu tiba beliau akan berusaha menjadi seorang mertua dan nenek yang baik.
"Iya, buk"
"Kalau begitu biar ibu bicara sama kakak kamu, supaya perjodohan ini segera terlakasana" sangking antusiasnya beliau langsung menghubungi Zaky selaku anak pertama, yang saat ini bekerja di luar kota.
Setelah berpikir beberapa saat, Raditya memutuskan menerima perjodohan tersebut, sebab baginya menikah hanya sebuah formalitas semata, setelah itu ia akan meninggalkan wanita tersebut.
"Terserah ibu saja...." Ucap Raditya kembali masuk ke dalam kamar.
Setelah Raditya masuk kamar, segera beliau menghubungi Zaky "Assalamualaikum, Nak. Ibu bawa kabar gembira"
"Waalaikumsalam, Ibu. Ada kabar bahagia apa sepertinya ibu sangat bahagia...."Tanya Zaky penasaran.
"Adik kamu mau menerima perjodohan itu" jelas Beliau sembari tersenyum bahagia.
"Alhamdulillah....kalau begitu secepatnya kita tentukan tanggal pertemuan kedua keluarga. Sesegera mungkin pernikahan mereka akan terlaksana. Lebih cepat lebih baik. Hal baik jangan di tunda terlalu lama" Sebagai seorang kakak, ia merasa senang atas keputusan Raditya. Melihat kesendirian sang adik membuatnya turun tangan mencarikan pasangan yang tepat.
"Kalau Ibu jaga kesehatan, jangan terlalu capek, dan jangan lupa obatnya di minum biar sehat terus sampai nini nini, bisa momong anak cucu sampai cicit, Amin" Setelah mendapat kabar baik itu segera Zaky mencari sang istri ke dalam kamar, ia tengah menidurkan anak ketiga mereka yang berusia satu setengah tahun.
"Amin. Ya sudah kalau begitu ibu mau masak dulu"
Usai teelpin dengan sang ibu, Zaky Duduk di tepi ranjang samping sang istri yang tengah melipat pakaian bersih"Alhamdulillah, Umi. Raditya setuju dengan perjodohan ini"
"Alhamdulillah, kalau begitu kita harus segera mengabari pihak keluarga Liona, Bi." Tutur Kinanti.
Beberapa hari kemudian pihak keluarga Raditya mengadakan pertemuan di rumah si wanita. Kebetulan sekali rumah Liona tidak begitu jauh dari rumah Raditya, masih satu wilayah jawa. Raditya datang hanya dengan ibu serta kakak dari ibunya. Karena sang kakak tidak bisa menghadiri acara pertemuan kedua belah pihak, akhirnya mereka meminta kerabat dekat untuk mewakili almarhum ayah mereka.
"Kamu jangan grogi ya, sayang. Sebentar lagi calon kamu datang" ucap ibu Liona yang saat ini tengah menemaninya di dalam kamar, baru saja ia selesai berhias. Kerudung putih dan kebaya senada melambangan kemurnian. Hari ini terasa sangat berbeda dari hari sebelumnya, jantungnya seolah bergemuruh setiap kali terdengar suara mobil di sekitar rumah. Tatapan mata Liona tidak lepas dari jendela kamar yang kebetulan jendela itu menghadap langsung ke luar rumah sehingga bisa melihat kedatangan rombongan tersebut.
Sambil tersenyum malu Liona menundukkan kepala "Liona nggak tau buk rasanya itu kaya waktu cepet banget, Liona jadi deg degan banget nih buk....duh gimana ya buk kalau mas Raditya kecewa ngeliat aku, gimana nanti kalau tiba tiba dia berubah pikiran pas lihat muka aku. Ibu tau sendiri kan aku paling nggak suka make up tebal, gimana ya apa mas Raditya nanti kecewa sama penampilan aku" Bangkit lalu berjalan menuju ke lemari kaca. Di depan cermin ia berhias memutar badan ke kiri dan kanan "Sepertinya perutku kelihatan gendut sekali" sembari memegang perut rata yang ia anggap gendut tersebut.
Sang ibu menghampiri putri tercintanya sambil mengulas senyum "Nggak kok, siapa bilang kamu gendut. Anak ibu ini sempurna (membulatkan ibu jari dan jari telunjuk) mau pake make up tebal, tipis, tetep cantik. Lagi pula mana ada sih bb 50 kilo kamu bilang gendut, bisa bisanya kamu aja karena grogi ya" menjawil pinggang sang anak hingga mereka tertawa bersama.
Tin, tin...
Keduanya melihat ke arah jendela "Nah itu mereka udah datang, yuk kita keluar sambut kedatangan calon suami kamu besrta keluarganya" menggapai lengan sang anak, tapi terhenti karena Liona merasa snagat gugup.
"Oke, ibu tau kamu gugup, kan? Coba deh tarik nafas lalu keluarkan perlahan" Liona melakukan apa yang di minta sang ibu, sambil memejamkan mata beberapa saat.
"Gimana udah nggak grogi lagi?"
Liona sendiri tidak mengerti kenapa dia tidak bisa mengntrol dirinya, tubuh terasa panas dingin, jantung semakin berdetak kencang, urat nadi seakan melamah.
"Ibu, gimana ya kalau mas Raditya kecewa sama aku pas tau aku jelak gini"
Mengusap lengan sang putri "Jangan berkecil hati seperti itu, sayang. Apa pun yang nanti qkan terjadi kita harus menyambut mereka dengan baik, ya udah yuk kita keluar, nggak enak mereka udah nunggu lama" setelah beberapa saat mereka pun keluar.
Ibu Rohaya melihat calon menantunya begitu anggun dengan senyum simpul nan manis menghias di ujung bibir tipisnya. Cara dia berbusana dan make up tipis mencerminkan kepribadian sang calon menantu. Sepertinya dia bukan wanita yang suka neko neko, terlihat sederhana tapi sangat menawan. Meski begitu kecantikan Liona membuat siapa saja rak lepas dari wajahnya.
(Subhanallah, begitu cantik calon menantuku ini.Tidak hanya cantik tapi sepertinya dia juga lemah lembut. Pantas saja Zaky menjodohkan gadis ini dengan adiknya) tatapan kagum ibu Rohaya terlihat jelas.
Beliau menyenggol lengan Raditya "Nak coba lihat calon istri mu, dia terlihat cantik sekali, senyumnya sungguh manis. Ibu dengar dari kakak kamu kalau calon istrimu juga pandai sekali dalam bidangnya" bisik ibu Rohaya kepada sang putra. Sekilas Raditya melihatnya biasa saja lalu kembali membuang pandang. Seberapa cantik si wanita itu tidak akan berpengaruh apa pun padanya. Sebenarnya Raditya berat sekali menerima perjodohan itu, tapi dia tidak berani menolak permintaan sang kakak yang ingin dia segera menikah. Andai saja Raditya punya kebaranian untuk menolak, pastinya dia akan menolak perjodohan tersebut.
"Iya kan dia cantik?" Bisik sang ibu lagi.
"Apaan sih, buk. Menurutku dia itu biasa saja. Nggak ada istimewanya" Jawab Raditya dengan nada tidak suka.
"Ish....bicara apa kamu ini, seharusnya kamu ajak dia ngobrol. Sebentar lagi dia akan menjadi pendampingmu seumur hidup, harusnya kamu ajak dia ngobrol gih"
Raditya menatap sang ibu "Ogah...."
Sang ibu menepuk lengan sang putra "Hust....kalau bicara jangan sembarangan kamu"
(Kenapa waktu berjalan lambat sekali hari ini) sangking tidak mau berlama lama Raditya pun berbisik pada sang ibu "Udah yuk buk kita pulang. Toh aku sudah lihat wajah dia, untuk apa berlama lama lagi"
Sang ibu pun berbisik "Tunggu bentar, kita juga baru aja datang. Biarkan calon istrimu memperkenalkan diri terlebih dahulu, baru nanti kita pulang"
Liona tertunduk malu di hadapan calon suaminya. Etika baik dan budi pekerti luhur sudah Liona miliki sejak kecil. Ia langsung menckum tangan calon ibu mertua.
"Perkenalkan dia anak gadis kami, Liona. Insya Allah dia akan menjadi menantu .....
"Mohon maaf sebelumnya kalau boleh saya tanya selaku ayah dari Liona, mas Raditya ini bekerja di mana? Apa mas Raditya juga sudah punya rumah sendiri?" Pertanyaan itu sedikit mengusik Raditya. Baru saja ketemu tapi malah membahas seperti itu, seolah olah terlihat matre. Jelas seorang laki laki tidak akan suka jika di cecar dengan pertanyaan seperti itu. Para calon mertua seharusnya jangan menanyakan pasal seperti itu, sebab akan membuat calon menantu tidak suka.
Paman beserta ibu Rohaya saling bertatapan. Baru kali ini calon mertua lansung terang terangan menanyakan pasal rumah kepada calon menantu. Pantas saja Raditia langsung memasang wajah tidak suka.
(Orang macam apa mereka ini, baru bertemu sakali tapi sudah berani bertanya pasal rumah. Memang anaknya secantik itu sampaiharus di ratukan? Muka pas pasan saja belagu. Kalau pun bukan karena mas Zaky, aku tidak akan pernah mau menerima perjodohan ini)
"Alhamdulillah keponakan saja sudah mapan. Pekerjaan tetap dan rumah juga sudah punya, jadi bapak tidak perlu cemaskan hal itu. Insya Allah keponakan saya bisa memberikan yang terbaik untuk putri bapak" jelas sang paman.
"Saya hanya seorang pegawai biasa, pak. Rumah pun masih nyicil" ucapnya memberitahu.
"Oh begitu ya, Sebelumnya saya minta maaf sudah bertanya perihal seperti itu, bukan apa apa sih, cuma saya tidak akan melepas putri satu satunya kalau hanya di buat menderita" memang pedas sekali mulut bapak tersebut hingga membuat Raditya ilfil.
"Insya Allah bersama keponakan saya ini, putri bapak akan bahagia" sambung pamannya.
"Iya, pak. Kami juga pasti akan tanyakan perihal yang sama jika mengenai putra putri kami yang hendak di persunting" sambung sang ibu memecah kediaman beberapa orang.
"Oke, oke, saya juga suka tipikal calon mantu setampan mas Raditya ini. Tidak hanya tampan tapi juga mapan. Saya percaya bersama dengan nak Raditya putri kami akan bahagia " pujian tersebut tidak berpengaruh sedikit pun olehnya.
"Nak ambilkan calon suami kamu minum" titah sang ayah. Liona pun mengangguk penuh senyum.
Mereka pun berbincang bincang sebelum Liona kembali datang dengan membawa sebuah nampan berisikan air minum dan beberapa makanan ringan.
"Silahkan di minum" ucap Liona lembut.
Ibu Rohaya mengusap kepala calon menantunya ketika ia menunduk menyuguhkan segelas air untuk calon mertua. Liona menatap ibu Rohaya sambil tersenyum simpul.
"Terima kasih, nak."
"Sama sama, buk." Tutur Liona seraya kembali duduk di tempat semula.
Setelah percakapan dan lain lain, tiba saatnya pihak wanita memperkenal calon istrinya.
"Sepertinya kalian harus memperkenalkan diri lebih lanjut. Liona sayang ajak calon suami kamu melihat lihat sekitar halaman rumah. Kalian bisa berbincang lebih dalam lagi" titah sang ayah.
"Baik, pak"
Dengan malu malu Liona pun bangkit lalu mengajak Raditya keluar rumah "Mari mas...." ujarnya dengan anggun. Raditya nampak kurang suka melihat sosok calon istrinya tersebut, bukan karena kurang cantik atau apalah itu, tqpi Liona tidak masuk kriteria wanita yang ingin ia nikahi. Dengan malas Raditya bangkit lalu mengekor Liona (Kalau bukan karena terlanjur, maka aku tidak sudi berduaan dengan perempuan ini) gerutu Raditya sambil terus melihat pundak si calon istri. Sesaat kemudian Liona mengajak Raditya duduk sejenak di halaman samping rumah yang terdapat taman kecil "Silahkan, mas" Ujarnya sambil mempersilahkan sang calon suami. Beberapa saat mereka duduk berdua akhirnya Liona membuka obrolan terlebih dahulu.
"Emmm.....mas Raditya saya minta maaf jika pertanyaan bapak tadi terlalu tidak berkenan di hati." Dengan santai Raditya menjawab "Tidak masalah"
Liona bingung kenapa Raditya tidak mau menatap dirinya malah asik dengan ponsel di tangannya.
"Kalau boleh saya tanya mas kerja di mana?" Liona berusaha terus menguak jati diri sang calon suami. Bukannya jawaban malah yang ia terima hanya tatapan mata.
(Apakah aku terlalu lancang sudah bertanya seperti itu)
Terlihat Raditya memasukkan ponsel ke dalam saku celana "BUMN. Sudah terlalu sore saya harus segera pulang" Raditya pun segera kembali masuk ke dalam rumah.
Raditya melihat sang wanita, tatapan Raditya membuat Liona semakin jatuh lebih dalam. Sebelum pertemuan terjadi, Ia lebih dulu tau wajah Raditya dari Kinanti. (Astaga....jantung ini).
"Mas tunggu sebentar..." meraih lengan Raditya.
Raditya pun terhenti seraya melihat lengannya. Tatapan risih Raditya membuat Liona segera menarik kembali tangannya "Maaf, mas. Saya cuma mau minta nomor hp mas saja" Liona langsung menunduk malu.
Raditya segera mengeluarkan kartu nama "Ini" setelah Liona menerima kartu tersebut, Raditya langsung kembali masuk.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!