NovelToon NovelToon

Yang Jadi Istrimu Siapa

Sakit kepala

“Mayaaang….”

Suara bernada tinggi melengking seperti pluit pramuka terdengar begitu kencang hingga beberapa orang yang berada di luar rumah menoleh, ingin tahu apa yang terjadi.

“Mba Mayang itu suara kakaknya ya?” tanya seorang ibu muda yang sibuk memilih sayuran, sama seperti yang dilakukan oleh wanita yang dipanggil Mayang.

“Iya Bu,” jawabnya, lalu ia berkata pada pedagang sayur sembari menunjukkan barang belanjaannya untuk dihitung.

“Terima kasih ya Mang. Ini uangnya. Mari ibu-ibu saya duluan,” katanya pada mereka yang masih sibuk berbelanja.

Mayang berjalan masuk ke dalam rumahnya hanya untuk mendapati Meliana, yaitu kakak kembarnya sudah membuat kekacauan di dalam dapur mereka yang tidak begitu besar.

“Apa-apaan sih sampe berantakan kaya gini,” tegur Mayang pada Meliana yang berdiri sambal berkacak pinggang.

“Pake nanya lagi! Aku panggil kamu sampe pita suaraku sakit terus kamu tanya ada apa? Dimana sarapanku? Aku tidak punya waktu banyak buat nunggu kamu,” sahut Meliana jengkel.

“Astaga. Kamu panggil aku terus bikin berantakan dapur hanya untuk mencari sarapan kamu? Aku bukan pelayan kamu Mel, Kalau kamu mau sarapan, kamu merasa beli makanan ga?”

“Eh, sejak kapan kamu berani bicara seperti itu? Aku ini kakak kamu. Jangan asal bicara kamu,” katanya mengingatkan.

“Kakak tapi tidak bertanggung jawab sama sekali,” jawab Mayang membuat Meliana semakin marah.

“Kamu bicara apa? Kamu minta aku tanggung jawab, tanggung jawab apa?”

“Banyak tanggung jawab yang diterima seorang kakak untuk mengurus adiknya, bukan sebaliknya.”

“Kamu pintar bicara ya.”

“Aku rasa siapa pun bisa pintar bicara kalau menghadapi kakak seperti kamu. Sekarang aku mau kamu membereskan semuanya. Ingat kamu yang sudah bikin berantakan!”

“Eh rajin banget aku beresin dapur. Ga level tahu aku kerja di dapur,” jawab Meliana meninggalkan dapur.

Melihat kelakuan Meliana membuat Mayang menahan napas. Dia tidak tahu apa lagi yang harus dia katakan menghadapi sifat dan prilaku Meliana yang sering kali membuat emosinya naik hingga kepalanya sakit.

Mayang adalah seorang wanita berusia 23 tahun. Dia usianya yang sudah cukup dewasa, Mayang belum memiliki kekasih yang bisa membuatnya memutuskan untuk menikah, berbeda dengan Meliana yang sudah 2 kali menikah dan keduanya adalah akibat kebablasan. Dan kini Meliana sudah menjanda kembali dan sedang menjalin hubungan dengan salah seorang fotographer.

Di usia 23 tahun Mayang sudah dipercaya oleh pimpinan tempatnya bekerja untuk menjadi wakil pimpinan meskipun yang menjadi pimpinan tersebut adalah suami dari tantenya sendiri. Mayang melakukan tugasnya dengan baik karena dia tahu ada keponakan dari om nya yang bersemangat untuk menyingkirkan dirinya.

Mayang baru menyelesaikan mandinya setelah selesai memasak, ia tahu Meliana sedang menikmati masakannya tanpa peduli kalau yang masak belum mencicipinya.

Sambil menyisir rambutnya yang panjang, Mayang melihat ponselnya dan melihat panggilan di layer ponselnya yang berasal dari Yohana, keponakan om nya juga salah satu anak buahnya.

“Ya Hana, ada apa?” tanya Mayang setelah terhubung dengan Yohana.

“Halo Kak, aku lupa kalau hari ini ada konsumen dari luar kota yang mau ketemu kakak,” beritahu Yohana dengan suara pelan.

“Konsumen dari luar kota, Kamuk ok ga bilang sama kakak?” tanya Mayang mengerutkan alisnya.

“Aku kan bilang kalau aku lupa. Dia mau ketemu kakak di pameran furniture jam 8 malam ini dan aku sudah menyetujuinya,” sahut Hana tanpa merasa bersalah.

“Apa? Kamu buat janji jam 8 malam dan di pameran pula. Yang mau ketemu kamu atau aku?” tanya Mayang jengkel.

“Ya Kakak lah. Kalau aku sih males ketemu tamu malem-malem,” jawab Hana tanpa merasa bersalah sama sekali.

“Kamu bisa bicara malas, tapi kau suruh orang lain untuk melakukannya? Heran aku kamu kok bisa picik seperti itu,” omel Mayang semakin jengkel.

“Kak Mayang, kalau kakak ketemu tamu untuk bicara tentang pekerjaan itu kan sudah biasa, beda sama aku yang lebih banyak ngurus keuangan. Jadi malam ini jam 8 ketemu dengan tamu dari luar kota aku rasa sama sekali tidak masalah,” katanya semakin membuat Mayang kehilangan kesabaran.

“Aku minta kamu harus bicara padaku lebih dulu sebelum membuat janji dengan tamu. Kau tahu bagaimana kalau aku keluar kota untuk liburan. Kau mau tanggung jawab,” tegur Mayang mengingatkan.

“Ya resiko kakak lah. Itu bukan urusanku.”

Mayang sudah akan menegurnya tetapi sambungan telepon sudah diputuskan oleh Yohana hingga Mayang menarik napas jengkel.

“Ternyata kau sama sekali tidak mempunyai wibawa sama sekai. Percuma punya jabatan tapi tidak bisa bersikap tegas sama bawahan,” suara Meliana yang mengejek membuat Mayang terdiam.

Dia memang terlalu baik pada anak buahnya, tetapi tidak ada yang berbuat seperti Yohana, mungkin karena Hana adalah keponakan pimpinan langsung sehingga dia merasa lebih berkuasa, sementara Hana yang merupakan keponakan tantenya sudah lebih dulu dan lama bekerja di perusahaan tersebut.

Mayang melihat jam dinding, dia sama sekali tidak berniat menanggapi komentar Meliana yang mengejeknya.

“Mayang, hari ini aku ada pemotret-an, tetapi aku tidak punya uang untuk pergi ke studio.”

“Lalu, apa hubungannya denganku,” jawab Mayang berjalan melewati Meliana yang berdiri di depan pintu kamarnya.

“Ya aku mau kamu beri aku uang. Masa begitu aja perlu aku jelasin sih,” sahut Meliana jengkel.

Mayang kembali masuk ke dalam kamar lalu mengeluarkan selembar uang ratusan ribu kemudian memberikannya pada Meliana.

“Ini.”

“Cuma segini? Mana cukup. Aku perlu 500 ribu.”

 “Ga ada. Kau punya penghasilan sendiri. Aku ingat kau selalu bilang kalau aku kerja rodi karena penghasilanku yang kecil. Lalu dimana hasil kerja kamu yang berlipat-lipat dari jumlah yang aku terima?”

“Heran aku. Sejak kapan sih kamu crewet seperti ini. Kamu mau kasih aku uang tidak?” Meliana tidak bisa menerima kenapa hanya selembar uang ratusan ribu sementara dia yakin Mayang mempunyai uang yang cukup untuk diberikan padanya.

“Tidak. Aku hanya bisa memberikanmu seratus ribu dan tidak lebih. Kau tahu pengeluaran cukup banyak setiap bulannya.”

“Itu urusanmu aku sama sekali tidak peduli,” sahut Meliana hingga Mayang merasa kepalanya semakin sakit.

“Memang semua itu urusanku, tetapi aku minta kamu bulan depan untuk ikut membayar pengeluaran tersebut. Setidaknya kau membantuku membayar listrik,” jawab Mayang.

“Ih baik banget aku bayar listrik rumah ini. Memangnya rumah ini punyaku? Kau lupa kalau aku menumpang. Aku akan membayarnya kalau kau memberikan surat rumah ini padaku. Kebetulan aku perlu modal untuk usaha.”

“Tidak. Aku tidak bisa memberikannya padamu begitu saja,” jawab Mayang tegas.

“Kalau aku membujuk mama kau masih tidak akan memberikannya padaku? Kau yakin bisa menolaknya?” tanya Meliana mengejek.

“Terserah. Rumah ini sama sekali tidak berhubungan dengan mama. Aku mempunyai tanggung jawab untuk menjaga rumah ini. Apa kau lupa kalau kau sudah menjual rumah mama setelah mereka menyuruhmu menyimpan surat rumah tersebut,” kata Mayang mengingatkan Meliana.

“Barengsek…apa pedulimu. Mama saja tidak marah, tapi kenapa kau jadi bawel.”

“Aku tidak bawel. Aku hanya berusaha mengingat bahwa tidak ada yang menjadi baik kalau menitip benda berharga padamu.”

Mengikuti kemauan

Mayang sudah bersiap-siap meninggalkan rumah pada pukul 11 siang setalah mendapat laporan kalau salah satu sales yang harusnya datang untuk membantu shift siang ternyata berhalangan hadir sementara karyawan yang diminta Mayang untuk membantu justru diberi tugas lain oleh Yohana.

“Apa aku terlalu baik pada Yohana seperti yang dikatakan Meliana hingga dia sama sekali tidak mengikuti perintahku,” katanya dalam hati setelah mengetahui Yohana lagi-lagi membantah perintahnya.

Ternyata masalah yang dihadapi Mayang bukan saja di tempatnya bekerja, melainkan juga di rumahnya. Meliana yang seharusnya lebih bertanggung jawab ternyata sama sekali tidak bisa diandalkan untuk menjadi seorang kakak yang baik. Usia mereka memang hanya selisih 10 menit dari nya tetapi dengan 10 menit tersebut Meli selalu menuntut Mayang agar ia mematuhi semua perintah yang dia berikan tanpa sekalipun berusaha melakukan kewajibannya.

Setelah menelepon ibunya yang sekarang tinggal di luar kota, Mayang terpaksa memberikan uang sesuai dengan permintaan Meliana. Ingin sekali Mayang menolak permintaan ibunya kalau saja dia bisa melakukannya pada saat suara ibunya terdengar menyakitkan di telinganya.

Bagi ibunya, Mayang adalah sumber masalah yang wajib memberikan kompensasi kepada Meliana. Sumber masalah darimana? Bukankah yang selalu menjadi sumber masalah adalah Meliana, tetapi mengapa dia yang selalu di salahkan?

Mayang sama sekali tidak menduga kalau kemiripan dirinya dengan Meliana dimanfaatkan oleh kakaknya untuk membuat dirinya terlihat buruk di mata ibunya yang memang tidak pernah menyayanginya. Meliana tanpa setahu Mayang telah menimpakan kesalahan menjual beberapa aset milik keluarga pada Mayang yang sama sekali tidak mengetahui tentang aset tersebut.

Ibunya menganggap kalau neneknya bertindak tidak adil karena memberikan rumah pada Mayang sementara Meliana tidak diberikan apa pun. Mayang bersyukur kalau nenek dan juga adik ibunya sangat peduli, mengerti dan juga selalu percaya padanya hingga mereka tahu bahwa semua itu adalah perbuatan Meliana yang telah bertindak curang.

Mayang baru saja mengunci pintu rumah ketika ia teringat ucapan ibunya tentang rumah yang dia tempati sekarang.

“Kenapa aku berpikir ada yang aneh dengan ucapan mama ya.”

Mayang sudah terlalu sering dikecewakan oleh keluarga intinya sendiri sehingga ia terkadang tidak percaya dengan mereka.

“Aku harus berjaga-jaga. Tidak ada salahnya aku mengamankan yang sudah diberikan nenek padaku,” katanya lalu membuka kembali pintu rumahnya.

Mayang bergegas masuk ke dalam kamarnya kemudian membuka lemarinya mencari surat kepemilikan rumah dan juga buku tabuangannya. Ia tidak mau semua hasil kerja keras yang dimilikinya disalah gunakan oleh Meliana.

Setelah membawa beberapa surat berharga dan juga barang yang bisa dijual dengan cepat, Mayang meninggalkan rumahnya. Iat ahu kalau dirinya bertindak keterlaluan tetapi siapa yang mengenal Meliana cukup baik selain dirinya? Tidak ada, ibunya sendiri tidak pernah percaya kalau Meliana selalu menipunya.

***

Langit kota Jakarta menjelang akhir tahun sama sekali tidak ramah. Hujan turun dalam waktu yang tidak terduga dan curah hujan yang membuat sebagian warga Jakarta bersikap waspada.

Di salah satu hall pameran furniture terlihat seorang wanita dari sekian banyak pengunjung berulang kali melihat pergelangan tangan tempat sebuah jam melingkar dengan manis.

"Sudah malem, tapi hujan belum juga berhenti. Bagaimana aku bisa dapat taxi?" Grutunya.

Dia adalah Mayang wanita pintar dan selalu berhasil menarik pembeli melalui caranya memberi keyakinan bahwa produk furniture tempat dia bekerja tidak kalah dengan produk luar yang banyak di import oleh pengusaha local. Mayang masih membutuhkan dukungan financial agar impiannya tercapai hingga ia harus menjadi yang terbaik dalam bekerja.

Namun, hari ini dia memaki dirinya sendiri karena kebodohannya yang tidak sempat membawa payung sementara musim hujan sudah beberapa bulan menghampiri langit Indonesia.

Sekali lagi, Mayang melihat jam tangannya sebelum memutuskan apakah dia akan pulang dengan resiko basah-basahan atau tetap bertahan di Hall pameran.

"Kenapa sulit sekali dapat taxi online kalau hujan begini," katanya jengkel.

"Tidak mungkin aku terus di sini sementara pameran sebentar lagi akan tutup. Tidak ada jalan lain kecuali aku harus berlari ke halte."

Setelah berkali-kali memikirkan, akhirnya Mayang memutuskan untuk pulang naik bus.

"May...Mayang. Kamu mau ke halte? Ayo barang, aku bawa payung."

Mendengar ada yang memanggil namanya, Mayang segera menoleh dan melihat temannya sudah membuka payung.

"Eh, serius? Terima kasih ya," katanya sumringah.

Tanpa menunggu alasan lain lagi, Mayang menghampiri temannya kemudian bersama-sama menuju halte terdekat.

"Kamu tumben ga ada yang antar," tanya temannya yang menjadi sales di salah satu stand pameran yang telah memberi tumpangan payung.

"Seharusnya aku libur Lin kalau saja ga ada janji dengan konsumen," sahut Mayang.

"Eh kok bisa?"

"Ya bisa. Biasa...yang ngatur janji ga konfirmasi ke aku dulu. Oke...aku langsung nyebrang ya, lumayan jauh jalannya."

"Hati-hati Mayang."

"Kamu juga hati-hati ya."

Mayang berjalan dengan cepat melintasi jembatan penyeberangan menuju halte bus yang berada di bagian tengah. Malam ini ia menggunakan jasa bus layanan publik berwarna orange dengan logo burung Rajawali.

Jam 21.30 berada sendirian di halte yang begitu sunyi membuat Mayang bergidik. Tidak biasanya pada jam seperti ini ia masih menunggu bus sendirian tanpa ada yang menemani sementara lalu lintas masih terlihat ramai. Jakarta tidak pernah tidur meskipun rata-rata pegawai perkantoran sudah pulang.

Setelah menunggu beberapa lama, bus yang dia tunggu akhirnya datang juga. Mayang bersiap menunggu pintu halte terbuka bertepatan dengan bus yang berhenti.

Dengan langkah sedikit panjang, Mayang menyebrang melewati pintu halte masuk ke dalam bus lalu mengeluh dalam hati. Ternyata pulang pada waktu malam tidak menjadi jaminan bus akan kosong dan dia bisa mendapatkan tempat duduk.

Mayang mengedarkan pandangannya mencari apakah ada penumpang yang bersiap-siap turun di halte pemberhentian berikutnya, tapi semua penumpang ternyata begitu lelah. Mereka semua duduk bersandar dengan mata terpejam seolah-olah sulit untuk terbuka.

Mayang beruntung ia mengenakan stelan celana panjang yang membuatnya tidak terganggu karena tidak harus menjaga bentuk tubuhnya terlihat menggoda atau tidak. Ia percaya pakaian yang dia kenakan cukup aman hingga tidak membuatnya terganggu.

Ketika tidak berharap untuk mendapatkan tempat duduk, Mayang merasa tanggannya disentuh seseorang dan orang itu adalah wanita yang duduk di depannya.

“Saya turun di halte depan, kalau kakak masih lama, silahkan duduk,” katanya menawarkan Mayang tempat duduknya.

“Terima kasih,” jawab Mayang segera menggantikan wanita yang baru saja bangun dari duduknya.

Mayang tersenyum saat wanita itu memandang ke arahnya sebelum dia keluar meninggalkan bus yang baru berhenti.

“Aku berharap kerjaan besok tidak terlalu banyak. Yohana…andai saja aku bisa membuatmu memakai sedikit saja otakmu yang pintar, aku pasti tidak akan seletih ini,” kata Mayang dalam hati sembari memejamkan matanya.

Namun, Mayang ternyata tidak bisa mendapatkan kesempatan untuk memejamkan matanya walau sejenak. Tidak berapa jauh dari tempat duduknya, seorang pria yang usianya tidak jauh berbeda dengannya berjalan menuju tempatnya duduk. Dengan wajah tertarik ia memperhatikan wajah Mayang. Seperti mengamati lebih cermat.

Pria itu adalah Erwin Hadinata seorang bisnismen yang cukup sukses dengan bidang usahanya. Erwin sudah memperhatikan Mayang sejak wanita itu melangkah masuk ke dalam bus hingga dia duduk menggantikan penumpang yang turun. Ia tertarik dengan Mayang sejak mereka masih satu sekolah SMP dan masih sangat lugu.

Ketemu mantan

Seperti sebuah magnet bertemu dengan besi begitu pula yang dirasakan oleh Mayang ketika Erwin memandanginya dengan lekat. Perlahan ia membuka matanya dan melihat seorang pria berdiri di depannya. Kemudian ia melihat pria itu tersenyum manis membuat Mayang mengerutkan alisnya. Apakah ia mengenalnya? Perasaan tidak. Mayang adalah wanita yang lebih suka bekerja sehingga teman-temannya hanya berasal dari tempat dia melakukan kegiatan saja.

“Apa ada yang aneh pada saya?” tanya Mayang pada pria tinggi di depannya.

“Tidak ada yang aneh padamu, tapi aku seperti mengenalmu…Mayang bukan?” tanya pria itu mengejutkan.

Kerutan di dahi Mayang semakin dalam menyadari pria itu mengenal namanya sementara dia sama sekali tidak mengenalnya. Siapa dia, apa mereka pernah bertemu sebelumnya? Mayang tidak mau terjebak oleh kalimat yang bisa membuatnya terhipnotis dengan mengikuti semua ucapan dari pria yang tidak dia kenal.

“Tergantung siapa Anda. Kadang saya dipanggil Mayang kadang dipanggil Puspa. Jadi mana yang Anda pilih?”

“Aku lebih suka memangilmu May atau Ayang, karena lebih menarik,” jawab pria itu dengan senyuman serratus volt yang bisa berakibat fatal.

Dalam ingatan Mayang hanya seorang yang memanggilnya dengan nama May atau Ayang dan dia adalah siswa pria yang menjadi idola di sekolahnya dulu dan menjadikannya sebagai taruhan.

Erwin memperhatikan ekspresi wajah Mayang yang berubah-ubah. Dia yakin Mayang sudah mengingat dirinya karena di masa sekolah dulu dia adalah satu-satunya siswa pria yang berani menantang Mayang menjadi kekasihnya ketika wanita itu mengetahui kalau dirinya dijadikan taruhan.

“Sayangnya aku tidak merasa panggilan tersebut menarik. Apa kabar, aku tidak mengira anak sultan sepertimu naik bus subsudi pemerintah daerah. Apa yang terjadi denganmu? Mencoba untuk merakyat atau ada tujuan lain?” tanya Mayang setelah cukup lama terdiam.

“Seperti yang kau tahu aku selalu menyukai kenyamanan. Hari ini sopirku berhalangan mengantarku sementara mobilku sendiri berada di tempat temanku,” jawab Erwin dengan sifat angkuh yang kadang tidak disadarinya.

Mayang menanggapi ucapan Erwin hanya dengan senyuman. Tidak ada kewajiban baginya untuk meneruskan obrolan ini. Hubungannya dengan Erwin sudah berakhir ketika pria itu pindah sekolah dengan sebuah kejadian yang membuat dirinya juga terpaksa pindah sekolah.

Erwin memperhatikan wajah wanita yang pernah menjadi kekasihnya walaupun dalam waktu yang sangat singkat ketika ia berhasil memenangkan taruhan dengan temannya. Mayang wanita pintar dan pendiam. Mereka para siswa pria bertaruh apakah dengan menjadi kekasihnya bisa membuat Mayang berubah menjadi gadis yang bisa mengikuti keinginannya, menjadi gadis metropolitan yang menarik.

Erwin masih memperhatikan wajah Mayang saat dia mendongat dan mata mereka bertemu. Mayang telah berubah, dia bukan lagi wanita yang bisa diintimidasi. Menurut Erwin wanita yang duduk di depannya adalah wanita yang memiliki pendirian yang sangat kuat. Mungkin sedikit keras kepala.

“Ada apa? Masih tertarik padaku?” Mayang tersenyum dengan saat mengucapkan pertanyaan tersebut.

“Aku tidak tahu kalau kau masih membuka kesempatan padaku. Sudah berapa lama kita berpisah?” balas Erwin balik bertanya setelah tawanya terdengar.

“Aku tidak pernah menghitungnya. Aku mempunyai kegiatan yang lebih berarti daripada menghitung berapa lama dari terakhir kita berpisah,” jawab Mayang dengan mengangkat bahunya.

“Kau benar. Pernah mendengar kabar keadaan teman yang lain?”

“Tidak. Seperti yang kau tahu, aku bukan gadis yang mempunyai banyak teman saat itu apalagi aku juga pindah sekolah tidak lama setelah kau.”

“Kau pindah sekolah, kenapa?”

Mayang terkesiap, Erwin tidak tahu alasan dia pindah padahal semuanya bersumber padanya? Bagaimana dia bisa bicara tanpa merasa bersalah sama sekali? Erwin telah membuat dirinya mendapat julukan sebagai gadis karaoke setelah foto mereka tersebar di sekolah. Erwin telah membuatnya tidak mempunyai pilihan selain meninggalkan sekolah tersebut.

Mayang melihat sekeliling mereka. Ia tersenyum tidak percaya kalau pembicaraan mereka telah menarik perhatian penumpang lain untuk ikut mendengarkan. Terlihat dari sikap ingin tahu dan menunggu dari beberapa orang yang bisa mendengar kata-kata mereka.

Mayang begitu jengkel pada mereka yang penasaran, tetapi dia tidak mungkin menyalahkan mereka karena dia dan Erwin yang salah.

“Kau punya waktu untuk kita bertemu lagi?” tanya Erwin setelah dia melirik jam mahal yang melingkar di pergelangan tangannya.

“Waktuku mungkin lebih banyak daripada kamu. Jadi silahkan selama aku tidak merugikan orang lain,” jawab Mayang.

“Berikan ponselmu!” perintah Erwin membuat Mayang mengerutkan alisnya.

“Kenapa bukan kau yang memberikan ponselmu?” tanya Mayang.

“Karena aku kesulitan mengeluarkan ponselku,” sahut Erwin singkat.

Mayang memperhatikan posisi berdiri Erwin dan ia tahu apa artinya sehingga membuatnya mengalah dengan memberikan ponselnya pada Erwin.

Erwin menatap penuh kekaguman melihat wallpaper di layar ponsel Mayang, wajah cantik alami yang bisa membuat pria terhanyut dalam pesonanya. Mayang memang selalu memiliki penampilan yang menarik meskipun dia tidak pernah berusaha membuatnya terlihat.

Setelah mengagumi wajah Mayang, dia segera mengetik nama dan nomornya kemudian membuat panggilan di ponsel tersebut sampai terdengar nada panggil yang berasal dari dalam tas Erwin.

“Aku sudah menyimpan nomorku di kontak personmu. Semoga kau tidak menolak kalau aku menghubungi kau nanti,” beritahu Erwin saat dia mengembalikan ponsel Mayang pada pemiliknya.

“Insya Allah,” jawab Mayang membuat Erwin mengerutkan alisnya. Apakah Mayang bermaksud mempermainkan dirinya dengan ucapannya tersebut?

Setelah Erwin mengembalikan ponsel ke pemiliknya, mereka seperti kehabisan kata, masing-masing sibuk dengan pikirannya masing-masing hingga Mayang memecahkan kebisuan tersebut dengan suaranya.

“Kau turun dimana? Aku turun di halte depan,” beritahu Mayang tanpa diminta.

“Boleh aku mengantarmu?”

“Hah? Kau serius mau ngenter aku pulang?” tanya Mayang heran.

“Tentu saja. Sudah lama aku tidak bertemu denganmu. Apakah ada yang melarangmu menerima tamu?”

“Ini sudah malam. Bukan orang lain yang keberatan aku menerima tamu pada jam seperti ini, tetapi diriku sendiri yang tidak pernah mengijinkan ada tamu pria kenalanku yang berkunjung ke rumah,” jawab Mayang tegas.

Mayang tidak peduli dengan penilaian Erwin tentang dirinya. Baginya yang bisa menjaga nama baiknya adalah dirinya sendiri. Dia tidak peduli dengan Meliana yang sudah terkenal nakal oleh tetangga mereka, tetapi Mayang berusaha untuk menjaga nama baiknya sendiri agar dia tetap diterima dilingkungan mereka.

Erwin tersenyum lalu menundukkan wajahnya hingga mendekati telinganya, “Tapi aku pernah melihatmu bersama dengan seorang pria paruh baya di salah satu hotel di luar kota,” bisiknya begitu pelan hingga lidahnya terasa menyentuh dauh telinga Mayang. Membuatnya terkejut bukan saja karena ucapannya tetapi juga dengan yang dilakukan Erwin padanya.

“Terkadang yang kau lihat bukan orang yang kau kenal. Apa kau lupa kalau aku mempunyai saudara kembar. Kau tidak ingat dengan Meliana, kakak kembarku?” jawab Mayang mengingatkan Erwin.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!