Seorang wanita tampak sedikit ketakutan begitu pria yang mulai hari ini akan menjadi atasan di kantornya berjalan mendekat ke arahnya. Pria tersebut memandang tubuhnya dengan tatapan yang tak biasa. Itu yang membuat dirinya takut saat ini.
"Tuan, apa yang ingin kau lakukan?" seru wanita itu dengan nada bicara yang terdengar bergetar.
Pria tersebut memberi senyum seringai, sehingga membuat wanita tersebut kian takut.
Wanita itu menoleh ke belakang begitu tubuhnya tidak lagi bisa bergerak mundur. Ternyata ia sudah sampai pada tembok ruangan tersebut.
"Tuan, kau mau apa?" seru wanita itu lagi.
Langkah pria itu berhenti tepat di hadapan sang wanita dengan jarak yang cukup dekat. Kemudian ia mengulurkan tangan yang membuat wanita itu heran.
Wanita itu berpikir mungkin atasannya hanya meminta berjabat tangan, mengucapkan selamat lantaran hari ini ia akan bergabung di perusahaan nya. Tanpa pikir panjang lagi, ia mengulurkan tangan dan menjabat tangan si pria tanpa ragu.
Namun, begitu tangannya hampir menyentuh tangan itu, si pria menarik tangannya dan meletakannya di dada. Hal tersebut tentunya membuat ia takut dan membulatkan mata. Terlebih jarak wajah di antara mereka sangatlah dekat, bahkan dengan beraninya tangan pria itu kini memegang bagian pinggulnya.
Napas wanita itu tertahan, wajahnya memegang. Ia berusaha menelan salivanya dengan susah payah. Bahkan ia merasa kehilangan oksigen untuk bernapas.
Hangatnya napas pria itu terhempas ke seluruh bagian wajahnya. Wangi mint bibirnya membuat ia sulit untuk mengendalikan diri.
"Hai, Erina. Selamat bergabung di perusahaan Adipati Gemilang." bisik pria itu tepat di daun telinga wanita yang baru saja ia panggil Erina.
Erina sedikit bergidik begitu mendapat bisikan pria itu yang menciptakan rasa geli di sekujur tubuhnya.
"Tuan Darren, bisa tolong lepaskan aku sekarang? Aku merasa pengap," pinta Erina sedikit memohon.
Darren pun sedikit menjauhkan wajahnya, memberi ruang Erina untuk bernapas. Namun tidak dengan melepaskan tangan di pinggul wanita itu.
"Tuan Darren, lepaskan aku!" ulang Erina.
"Kenapa? Kau takut?" Darren menaikan sebelah alisnya.
"Ini bukan perihal takut atau tidak. Tapi apakah hubungan seorang atasan dan bawahan harus seperti ini?" tanya Erina dengan beraninya.
Darren akui Erina sangat berani mempertanyakan hal tersebut.
"Kenapa memangnya? Apa kau keberatan?"
"Tentu."
"Kau tidak akan pernah merasa keberatan jika sudah terbiasa."
"Apa memperlakukan hal yang sama dengan sekretaris sebelumnya?"
"Tentu tidak."
"Kenapa?"
Darren memajukan wajahnya dan menatap kedua manik mata Erina lekat. Hal itu kembali membuat Erina harus tahan napas.
"Karena kau spesial."
Jawaban pria itu membuat Erina tidak dapat berkata-kata. Apa maksudnya spesial? Apa yang spesial dari dirinya? Hal itu memenuhi seisi pikiran wanita itu.
Darren melepaskan tangan dari pinggulnya dan pergi dari sana tanpa mengatakan apapun lagi. Itu membuat Erina semakin heran. Kenapa pria itu menganggapnya spesial? Padahal ia baru saja menginjakkan kaki di perusahaan tersebut dan melamar sebagai pengganti sekretaris yang lama.
Erina menghela napas lega lantaran pria itu sudah tidak ada lagi di sana. Setidaknya ia bisa menghirup banyak-banyak oksigen setelah beberapa saat napasnya terhenti.
Ia memutuskan untuk ikut keluar dari ruangan tersebut, namun begitu memutar knop pintu, pintunya terkunci dari luar.
Klek klek klek ...
Erina berusaha untuk memutar knop pintunya berulang kali. Dan ternyata pintu tersebut memang terkunci. Sepertinya pria itu sengaja menguncinya di sana.
"Tolooong ... Tolong buka pintunya, tolooong ...!!!" teriaknya seraya menggedor pintu berharap seseorang dari luar mendengar teriakannya.
_Bersambung_
Erina membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur lantaran merasa lelah. Bukan lelah bekerja, namun seharian ia terkunci di dalam ruangan atasannya sendiri. Beruntung ada security yang datang lalu membukakan pintunya. Ia masih tidak habis pikir kenapa pria itu mengunci di ruangannya.
Dering panggilan masuk yang berasal dari ponsel yang tadi sempat ia lempar sembarang ke atas tempat tidur mengalihkan perhatiannya. Kedua matanya kini tertuju pada benda pipih yang tergeletak di jauh dari jangkauan tangannya. Tanpa pikir panjang lagi, ia segera mengambil ponsel tersebut dan melihat siapa yang meneleponnya.
"Nomor siapa ini?" gumamnya begitu layar ponselnya hanya mengeluarkan nomer tanpa nama.
"Kalau aku tidak jawab, takutnya penting."
Erina memutuskan untuk menjawab telepon tersebut. Ia bangun dan menggeser ikon hijam di layar ponsel ke atas. Lalu menempelkan benda pipih tersebut pada daun telinganya.
"Selamat malam, Erina."
Erina membulatkan mata begitu mendengar sapaan si penelepon. Ia kembali mengecek nomor si penelepon yang tidak memasang foto profil, namun penelepon berjenis kelamin pria itu mengetahui namanya.
"Malam," balas Erina. "Maaf, kau siapa?"
"Kau tidak mengenaliku?" pria di sebrang telepon balik bertanya.
"Aku tidak akan bertanya jika aku mengenalinya. Sekarang katakan saja, sebenarnya kau siapa? Dari mana kau mendapat nomor telepon ku?"
"Aku orang yang bertemu denganmu tadi pagi," jawab pria itu menciptakan kerutan dalam di kening Erina.
Orang yang aku temui tadi pagi? Pikir wanita itu dan berusaha mengingat siapa saja orang yang ia temui di pagi hari.
"Tukang bubur?" tebaknya.
Sepertinya pria di sebrang telepon terkejut begitu ia menebak siapa dirinya.
"Bukan," jawab pria itu.
"Driver taksi online?" tebak Erina lagi.
"Bukan."
"Lalu siapa?"
"Setelah turun dari taksi online. Kau bertemu siapa?"
Erina mencoba mengingat-ingat lagi. Kenapa pria itu tidak langsung mengatakan siapa dirinya saja, malah membuatnya harus berpikir keras.
"Aku tadi datang ke perusahaan Adipati Gemilang dan aku bertemu ..." Erina menggantung kalimatnya begitu pikirannya tertuju pada pria yang membuatnya terkunci di ruangan dia seharian.
"Tuan Darren???" seru wanita itu.
"Ternyata kau mengenaliku juga," sahutnya.
Kekesalan Erina kembali muncul. Ia harus segera mempertanyakan kenapa ia sampai di kunci ruangan dia seharian.
"Kenapa kau mengunci ku di ruanganku seharian tadi? Sebenarnya apa tujuanmu menjadikan aku sekretaris?" cecar Erina membuat pria di sebrang sana mengerutkan alisnya merasa aneh.
"Kau terkunci di ruanganku?" Darren balik bertanya seolah ia tidak tahu apa-apa.
"Tidak usah menyangkal. Kau pasti sengaja kan mengunci ku di ruanganmu?"
"Erina, aku bahkan baru tahu kau terkunci di ruanganku. Tadi setelah aku keluar dari ruanganku meninggalkanmu sendiri di sana, aku pulang karena aku baru ingat kalau aku harus pergi ke acara pernikahan temanku. Aku sama sekali tidak menguncimu di ruanganku karena untuk apa?" jelas Darren.
Erina tertegun. Jika bukan atasannya itu yang menguncinya, lalu siapa?
"Apa pintu ruanganmu bisa mengunci sendiri? Jika bukan kau, tuan. Lalu siapa yang melakukan itu?"
Pertanyaan Erina menciptakan tanda tanya besar di kepala Darren. Siapa orang yang berani melakukan itu? Ia harus mencari tahunya besok.
"Besok aku akan cek CCTV depan ruanganku untuk mengetahui siapa pelakunya dan apa tujuannya."
"Iya," jawab Erina setuju, ia juga penasaran siapa orang yang tega melakukan hal itu padanya, padahal ia baru saja bergabung di perusahaan. Apa iya ada orang yang tidak suka padanya? Tapi bagaimana bisa ada orang yang tidak suka padanya, sementara ia baru di sana.
_Bersambung_
"KENAPA KAU MENGUNCINYA!?" seru Darren membuat tubuh wanita yang mengunci pintu ruangannya tersentak kaget.
Sebelumnya Darren sudah mengecek CCTV bagian depan ruangan. Dan ternyata yang mengunci pintu ruangannya adalah Tessa, pengganti sementara sekretarisnya yang lama. Sebenarnya jabatan wanita itu hanya staf perusahaan biasa. Hanya saja Darren butuh sekretaris sebelum mendapatkan erasyang baru. Akhirnya Tessa di jadikan sekretaris sementara.
Tessa menundukan wajahnya. Ia sama sekali tidak berani menatap atasannya.
"Maaf, tuan. Saya sama sekali tidak tahu jika di dalam ruangan tuan ada Erina, sekretaris yang baru. Begitu tuan bilang akan pergi, saya mengunci ruangan tuan karena takutnya ada karyawan lain yang masuk," ucap Tessa memberi alasan.
Darren menatap Tessa penuh selidik. Wanita itu tidak pernah melakukan hal tanpa perintahnya. Ia merasa jika disini Tessa mungkin tidak rela jika jabatannya kembali di turunkan menjadi staf biasa setelah ia mendapatkan sekretaris baru, yaitu Erina.
"Jangan pernah melakukan hal apapun selain atas perintah ku. Sekali lagi kau melakukan hal ceroboh seperti kemarin, maka kau harus keluar dari perusahaan ini," ancam Darren.
"Maafkan saya, tuan. Saya janji tidak akan melakukan hal selain perintah tuan. Maafkan saya, jangan pecat saya, tuan," ucap Tessa sambil memohon.
"Ya sudah, kembali ke kubikelmu." Darren menujuk ke arah pintu meminta Tessa untuk segera keluar dari ruangannya.
"Baik, tuan," jawab Tessa patuh.
Wanita itu beranjak dari sana. Begitu berpapasan dengan Erina, dia menatap wanita itu sinis.
Darren menghembuskan napas berat seraya mengusap wajahnya. Kemudian ia menghampiri Erina yang berdiri tidak jauh dari tempat berdiri nya saat ini.
"Kenapa kau tidak berusaha menghubungi seseorang untuk meminta bantuan?" tanya Darren kemudian.
"Bagaimana aku bisa berpikir dalam keadaan panik?" balas Erina.
Darren menatap wajah wanita itu. Benar juga. Dalam keadaan panik seseorang tidak bisa berpikir apapun.
"Beruntung ada security yang menolongmu."
"Iya. Aku pikir kau yang sengaja mengunciku di ruanganmu, tuan."
"Aku tidak seburuk yang kau pikirkan," sahut pria itu kemudian melipir pergi dari sana.
"Tuan Darren tunggu, tuan. Tuan Darren ..."
Dengan cepat Erina menyusul langkah pria itu. Ia takut kejadian seperti kemarin terulang. Seharian terkunci cukup membuatnya menderita. Ia bahkan harus menahan lapar dan haus lantaran tidak bisa kemana-mana.
Erina mengejar langkah Darren yang terus saja berjalan.
"Tuan, tolong jangan tinggalkan aku sendiri lagi di ruanganmu. Aku takut seseorang kembali mengunciku di sana."
"Tidak usah khawatir. Kau dengar sendiri bukan, aku tadi sudah memberi peringatan pada Tessa. Jadi kau tenang saja, dia tidak akan berani melakukannya lagi."
"Tapi, tuan-"
Darren menghentikan langkahnya tiba-tiba. Ia membalikan badan lalu berdiri menghadap Erina.
"Apa yang kau takutkan?"
"Dia melirik wajahku dengan sinis. Aku rasa dia tidak suka kehadiranku. Mungkin karenaku membuat posisi dia di sini kembali tergeser."
Darren kembali menatap Erina dengan sangat lekat. Wajah keduanya sangat dekat seolah tidak ada lagi jarak di antara keduanya. Erina kembali di buat gugup, napasnya kembali tertahan.
"Tidak akan ku biarkan orang lain menyentuhmu selain diriku," bisik pria itu sebelum kemudian pergi dari sana.
Erina mematung di tempat. Ia berusaha menyadarkan dirinya dari bisikan pria itu barusan.
"Apa maksud ucapannya?" pikir Erina berusaha mencerna baik-baik ucapan Darren.
_Bersambung_
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!