SEMUA peristiwa berawal dari sore yang mendung. Terlihat Kinan berlari -lari kecil melewati trotoar jalan menuju gang rumahnya.
Mendung gelap memaksa hujan turun dengan deras. Titik-titik air hujan seperti ribuan anak panah.
CLETAK! CLETAK! CLETAK!
Bahkan menghantam dinding mobil dengan suara yang mengerikan.
Robby yang berada di dalam kendaraan, melihat sekelebat sosok Kinan, langsung menghentikan kendaraannya.
Jarak antara Kinan dan rumahnya masih lumayan cukup jauh. Kendaraan yang sudah melaju kencang mendadak berhenti, memastikan sekelebat bayangan yang di lewatinya benar-benar Kinan, kekasih anak lelakinya Erlangga.
Robby dengan pelan dan hati-hati memundurkan mobilnya.
“Kinan!” Robby menurunkan sedikit kaca jendela, mengintip wanita yang basah kuyup di pinggir jalan itu.
“Masuk!” ajaknya memaksa.
Kinan yang memang tidak memiliki pilihan, masuk dengan kikuk karena baju yang sudah basah kuyup.
GLEK
Robby menelan ludahnya, menginterpretasikan sekilas bentuk tubuh kencang dan berisi gadis kecil itu.
Kinan termasuk dalam kategori ideal, tidak terlalu kurus tapi bisa di bilang kurus. Hanya sedikit berisi karena memang masih ABG belum terkontaminasi virus dunia lelaki. Atau, jikalau pun Kinan sudah pernah merasakan sentuhan laki -laki, itupun pasti hanya Erlangga.
Otak Robby menjadi urakan melihat pemandangan di sampingnya.
Siapa pun akan menelan ludah melihat lekukan di balik baju seragam putih abu-abu yang melekat ketat karena basah itu, tidak terkecuali dengan Robby.
Duren sawit yang masih legit itu mengerjapkan mata jenakanya plus menjilati bibirnya mesum.
Kilat dan petir sesekali datang mengerikan. Kinan selalu menutup telinganya saat momen itu datang.
“Ngapa? Serem ya?”
“Iya Om, serem!”
Robby masih ingat benar, saat Kinan berusia delapan tahun. Ketika itu Robby membawa Erlangga, Kinan dan mamanya yang kebetulan salah satu pegawainya juga tetangga sebelah rumahnya, pergi rekreasi. Dalam rangka merayakan hari ulang tahun Erlangga yang ke sembilan tahun.
Robby tersenyum geli saat mengingat hal itu.
“Kenapa Om, ketawa sendiri?”
“Om, ingat kejadian waktu itu, kamu yang takut petir melompat ke pangkuan Om.”
Ha ha ha...
“Sekarang nggak mau gitu lagi?”
Kinan tertawa sadar. Tubuhnya yang basah kuyup terguncang guncang, sembari sibuk dengan kedua tangannya untuk merapihkan susunan bajunya yang berantakan ke sana kemari.
“Sekarang kamu sudah besar! Nggak kerasa, Cepat ya?”
Robby membuang Pandangannya jauh ke depan, dia lebih berkonsentrasi pada jalanan.
Pikiran kotor yang hadir memaksa otaknya berfantasi keliling Dunia.
Uuuuuuiiiihffffxxx...!
Menyebalkan! Keluhnya dalam hati.
“Sekarang nggak mau lompat lagi kepangkuan Om?”
Robby mengulangi pertanyaan bodohnya. Berharap apa coba? Berharap Kinan duduk di pangkuannya? Astagfirullah alazim! rupanya otak Robby sudah tidak waras! Bisa -bisanya dia berfikir demikian, dan mengatakan pertanyaan memalukan seperti itu.
Kewarasan Robby sedang di uji. Tidak seperti biasanya Robby selalu santai menghadapi wanita.
Apa mungkin karena Kinan masih terlalu kecil sehingga Robby pikir sangat manis menggodanya.
Wajah malu-malu dan juga wajah blingsatan Kinan sangat imut di lihat mata.
Robby! pekiknya pada diri sendiri.
Astagfirullah alazim, bisa bisanya, Otak seorang Robby menjadi bajingan nggak karuan gara-gara ABG.
Kewarasan Robby tinggal lima puluh persen. Dari mana dia mendapatkan ide berbicara mesum seperti itu pada gadis kecil yang lebih cocok menjadi anaknya itu.
Otaknya terus melayang-layang tidak mau berhenti berfikir mesum.
Diam! Gertaknya pada hati yang hina.
Meskipun hanya sekilas cepat dia melirik pemandangan di sampingnya, fantasi kotor langsung menyebar seperti virus bakteri terus berusaha menghapus kesadaran iman.
Datang lagi, lagi, dan lagi!
Hah!
Hal itu lumayan membuat Robby gerah.
Wajah Kinan memerah. Bisa karena kedinginan atau karena malu, bisa juga karena tidak enak badan.
“Kamu tidak sehat? Kinan!”
Wait?
Pertanyaan yang baru saja di lontarkan oleh Robby. Benarkah sebuah pertanyaan yang tulus? atau sekedar keinginan untuk melihat pemandangan di sebelahnya lagi? sesuatu yang menguji imannya.
Indah di balik pakaian Kinan yang transparan itu, adalah sesuatu yang sangat nikmat!
Asem!
Lelaki macam apa yang berani mencuri pemandangan seperti itu? memanfaatkan keadaan. Dan selalu menciptakan kesempatan untuk melakukannya lagi.
Heeeeem!
Kinan, haiiii....😘😘😘
Bodoh! Robby mengutuk Otak kotornya. Mengingat sosok gadis yang sedang di mainkan dalam drama imajinasinya adalah Kinan kekasih Erlangga anaknya sendiri.
Menjadi duda dalam jangka waktu yang lama, kadang membuat dirinya menginginkan banyak hal dari wanita.
“Kenapa hujan-hujanan?” tanya Robby mengaburkan suasana canggung.
Perasaan aneh tumbuh dengan cepat, dalam desiran normal lelaki dewasa yang kehausan.
“Kenapa nggak minta di jemput Erlangga?”
Eits!
Robby masih saja mencuri-curi pandang dengan ekor matanya.
Bra berwarna merah mencolok terlihat jelas menutupi gunung kembar ukuran 34 kurang lebih, dengan rendah-renda yang manis. Ukuran yang cukup montok jika di padu dengan badan kurusnya. Kinan juga memiliki pinggul yang sedikit berisi, tidak bisa di bilang Kuring atau kurus kering.
Heee...?????
Robby menyeringai, sedetail itu kah pemikiran otaknya.
Kinan terlihat malu-malu juga masam. Lelaki macam apa om Robby itu? pikirnya dalam hati. Orangnya pendiam tidak suka tersenyum apalagi menyapa. Hampir setiap hari bertemu tapi Om Robby tidak memiliki ekspresi sayang! Akrab atau bersahabat.
Misalnya, seperti rasa ayah pada anaknya, mertua pada menantu atau sekedar rasa sebagai tetangga. Benar -benar manusia yang tidak memiliki emosional! membosankan!
Kinan sering menghabiskan waktu bersama Erlangga. Bahkan bisa di bilang waktu Kinan sebagian habis di rumah duda itu.
Tapi, Robby tidak memiliki ekspresi wajah yang bersahabat. Wajahnya selalu sama tidak pernah memiliki perbedaan.
Kayak tablet murahan! Flat! Tidak pernah berkembang! Handphone saja memiliki perkembangan tapi Om Robby tidak. Keluh Kinan dalam hati kecilnya.
Orang sedingin itu, yang tidak suka bergaul dan berbicara, juga tidak suka Berbasa-basi. Wajahnya yang selalu tegang! Bisa -bisanya mamanya sangat menyukai orang seperti itu.
Heeeeh!
“Ngelamunin apa?” tegur Robby membuyarkan lamunan Kinan.
Robby mengerjapkan matanya lagi. Membuang pandangan ke depan. Mengaburkan suasana canggungnya dengan berkonsentrasi mengemudikan mobilnya.
Robby berusaha terus menerus untuk membuang jauh-jauh otak kotor yang terus saja melintasi kepalanya.
“Tadi...” Kinan menghentikan ucapannya. Dia menutupi tubuhnya bagian depan dengan tas sekolah. Menyadari bahwa lelaki di sampingnya tampak kikuk dengan keadaannya.
“Pakai.”
Robby dengan respect membuka jas kerjanya.
“Pergilah ke belakang, tutupi badanmu dengan ini.” Tanpa melihat dan mendapatkan persetujuan dari Kinan, Robby memutar mobilnya ke arah lain.
Secara naluriah, akal sehatnya menginginkan. Jika dia pulang dengan membawa Kinan dalam keadaan basah seperti itu. Akan menimbulkan banyak pertanyaan dari semua pihak.
Di tambah lagi dengan statusnya sebagai duren. Akan timbul spekulasi negatif dan banyak-pertanyaan yang tidak mengenakkan.
Semua orang tau bahwa Robby hidup sendiri, menduda cukup lama. Otomatis prasangka miring bahwa dia kelaparan dalam hal hubungan *** menjadi rahasia umum.
Mereka akan beranggapan bahwa dirinya memanfaatkan keadaan Kinan yang basah kuyup dan masih labil.
“Lho om! mau ke mana?” tanya Kinan tidak mengerti, mobil yang di tumpanginya melaju cepat ke arah yang berlawanan dari tujuan.
Robby hanya diam tidak menjawab. Dia sudah gelisah dengan isi kepalanya.
Tidak jauh dari lokasi perumahan mereka, Robby memarkirkan kendaraannya di halaman sebuah toko Baju.
“Kamu di sini saja, om mau belikan baju gantimu.”
“Loh, Om! bukannya lebih baik kita pulang?”
Robby sudah amblas masuk ke dalam toko baju, tidak mengindahkan protes Kinan. Tubuh Kinan yang setengah telanjang membuat hormon Testosteronnya naik ke level puncak.
Dia tidak ingin sinting sendiri karena sering mencuri pandang pada pemandangan yang tidak selayaknya di nikmati olehnya.
Meskipun cukup mudah bagi Robby mencari penyaluran, tapi sebisa mungkin dan sekuat yang bisa di lakukan, untuk tidak gila.
Wanita memang kebutuhan yang tidak bisa di hindari, tapi resiko yang di timbulkan juga sangat fatal.
Robby jenis laki -laki yang tidak ingin memiliki banyak cacat di mata umum. Males report! Katanya jika ada wanita yang mengejarnya.
Tidak memakan waktu lama, Robby sudah muncul dengan terburu-buru. Di tangan kirinya menenteng tas yang sudah pasti isinya pakaian. Di tangan kanannya dia sibuk dengan handphone.
“Ya ya ya, aku akan segera datang!” ucapnya dengan si penelepon.
Wajah Robby menegang. Sesuatu yang sedang terjadi membuatnya seperti terkena serangan panik.
“Ganti bajumu, nanti kamu masuk angin.” Lanjut Robby memberikan tas baju yang di bawanya, tanpa melihat Kinan.
Terlihat sekali bahwa Robby menghindari kontak mata dengan gadis kecil itu.
Serangan panik yang sedang melandanya membuat dia sedikit melupakan panas darahnya karena Kinan.
ROBBY, duren legit...hai...
"Kinan! Kita ke kantor Om dulu ya?” dengan buru-buru Robby memutar mobilnya, melintasi keramaian dengan cepat.
Robby bahkan tidak menunggu Kinan untuk setuju, padahal sudah terlihat membekap perutnya karena kelaparan.
Kinan terdiam, dia sangat kesal dalam hati. Kesal! karena dia sudah kelaparan, juga kesal dengan Erlangga yang meninggalkannya.
Perut kinan berteriak dengan kencang, seperti suara harimau mengaum.
Tolooooong! Tolooooong! Laaaaapaaaar! Lapaaaar!
Erlangga sialan! kekasihnya itu terus pulang setelah menunggunya cukup lama justru di usir olehnya.
Wajah Kinan merenggut membayangkan punggung Erlangga yang menjauh pergi.
Hanya karena kesalahan sepele Seharusnya Erlangga tidak begitu emosi.
Bukannya mengikutinya malah pergi begitu saja! Gerutu Kinan.
Padahal Kinan hanya merajuk sedikit saja, ingin rasanya memamerkan perlakuan Erlangga yang bucin dengannya pada semua orang.
Dasar Erlangga tidak peka! hanya karena alasan klisenya yang aneh.
Erlangga tidak mau berkumpul dengan ke empat sahabatnya.
Erlangga bilang teman-teman Kinan suka sekali meneleponnya diam-diam, juga suka menyentuhnya, meraba dan bermain-main di belakang Kinan.
“Biasalah yang seperti itu! namanya cewek lihat cowok." Jawab Kinan pada Erlangga yang beralasan. Namun, Erlangga tidak menerima argumen Kinan.
“Atas dasar apa mereka di katakan ‘biasa!’ itu isi otak kamu yang rusak!” Erlangga naik pitam karena jawaban itu dan pergi meninggalkan Kinan sendirian.
Perdebatan kecil yang jarang terjadi pada keduanya membuat Erlangga memilih pergi.
Erlangga memang selalu marah jika sudah membahas teman -teman Kinan. Sepertinya dia sangat phobia dengan sahabat Kinan.
Erlangga bahkan sangat membenci wanita yang bernama Yuni.
Wanita itu memiliki tingkat percaya diri tinggi, dia menganggap semua lelaki hanya sebatas ************ wanita. Jadi maksudnya Erlangga juga begitu? tepis Erlangga keras.
"Oh, tidak! Kinan, anak seusia kita, yang seharusnya membicarakan soal-soal ujian atau jadwal pelajaran. Yuni terlalu fulgar!" Kata Erlangga.
"Itu hak mereka, Er! kenapa sih kamu?"
“Setidaknya jika kamu mau jalan sama temanmu, kasih kabar dong! Jangan kamu biarkan aku seperti orang goblok, nunguin kamu!”
“Ya maaf, Er.”
Kinan lebih memilih bersama temanya dari pada mengikuti Erlangga pulang yang sudah menunggu di depan pintu gerbang sampai dua jam.
“Aku pulang! Nikmati saja harimu!”
Erlangga tidak pernah berkata kasar seperti itu pada kinan. Ini untuk pertama kalinya Erlangga marah sampai meninggalnya Kinan sendirian.
Tidak seperti biasanya, Erlangga paling tidak bisa melihat Kinan sedih, dia akan menggenggam tangan Kinan dengan lembut, itu caranya mengatakan maaf. Tapi, kali ini Erlangga tidak ingin melakukannya, Erlangga benar -benar tersinggung dengan kaliamat 'biasa' yang di lontarkan Kinan.
Kinan pikir dirinya hanya sebuah mainan yang bisa di download semua orang.
Meskipun kinan bersikeras, bahwa Erlangga tidak seharusnya meninggalkannya sendiri. Menurut Erlangga berkumpul dengan teman-teman Kinan hanya membuat migrennya kambuh.
Buang -buang waktu! Kebiasaan mereka yang suka toal-toel, Selfi narsis! tidak baik untuk Erlangga yang tertutup.
Namun begitulah sebuah hubungan, akan merenggang sebentar, lalu akur lagi. Marah sebentar lalu Sayang-sayangan lagi.
Terkadang putus hubungan dan Contact, tapi kemudian nangis-nangis ingin kembali.
Permainan cinta memang seperti itu, meskipun kisah cinta hanya ada di dunia fantasi. Menggelikan, terkadang jika sudah membicarakan soal cinta.
Jika boleh bertanya, dan jika ada jawaban pastinya, cinta itu jenis kosakata yang memiliki arti apa? perjuangan? bukan! Lalu, apa?
Cinta itu satu kata yang bisa membedakan antara ABG dan orang dewasa.
“Yang salah aku sih? Tapi...” Kinan menghentikan pikiran saling menyalahkan.
Sewajarnya Erlangga sangat kesal. Menunggunya hampir dua jam malah di usir.
Tapi, rumus wanita tidak pernah salah! selalu menjadi jurus pamungkas.
Kinan tetap tidak menerima jika Erlangga meninggalkan dirinya dan begitu tega padanya, sampai -sampai tidak mau mengangkat teleponnya.
Kinan mendekap tasnya yang juga basah, dia mengerang, rasanya ingin menangis.
Acara jalan -jalan sore bersama teman sekelasnya berantakan! setela mamanya Naira datang dengan emosi tinggi.
Wanita dengan usia kurang lebih 46 tahun itu bekerja di konvensi kecantikan. Memiliki temperamen keras! setidaknya, Kinan sering sekali mendapati Naira di marah sampai di pukul.
Bahkan terkadang hanya karena masalah sederhana dan sepele, Naira bisa mendapatkan pukulan keras, makian juga hinaan.
Heeeeh! mengingat ibunya yang seorang single parent, bekerja di rumah makan elite milik Robby.
Sebagai pelayan ibunya tetap sabar meskipun jarang memiliki waktu luang untuknya.
Ibunya tidak pernah mengeluhkan kenakalannya. Justru, ibunya selalu minta maaf terlebih dulu, Jika melakukan kesalahan.
Terlambat menjemputnya dari sekolah atau uang jajannya yang kurang, ibunya selalu merasa bersalah dan akan dengan lembut memohon Kinan untuk memakluminya.
Dalam diamnya Kinan merasa bersyukur, memiliki ibunya yang cantik dan penyabar.
Kinan melirik Robby yang masih sibuk dengan kemudi.
Mengapa mama tidak menikah saja dengan Om Robby.
?
😘 Erlangga, salam manis...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!