NovelToon NovelToon

Anak Genius Itu Aku

Fino Yang Berubah

POV. Author

"Buna peluk…!" Pinta anak lelaki yang berusia 3 tahun itu pada bundanya, karena memang sedikit cadel maka buna menjadi panggilan lucu Fino pada Kalisa.

"Sini sayang, emm.. Fino bau ah belum mandi ya? Buna mandiin ya?" Tanya Kalisa sambil memeluk Fino.

"Buna, Fino kan sudah besar bisa mandi sendili," jawab Fino sambil menggelengkan kepalanya.

Fino yang pandai dia langsung membuka baju dan celananya, dia mengambil handuk dan bergegas ke kamar mandi.

Jika menurut usianya, Fino seharusnya masih dimandikan oleh Kalisa, namun sejak 2 bulan yang lalu Fino mulai berubah, dia mendadak mandiri bahkan pintar seperti orang dewasa, hanya saja cara bicaranya yang masih tetap sama, belum begitu jelas karena memang sedikit cadel itu membuat Fino sangatlah menggemaskan.

Fino dengan kulit putihnya, pipi yang berisi, matanya bulat, hidungnya mancung, dia begitu tampan namun entah siapa yang tega meninggalkan Fino di panti asuhan ini.

Fino ditemukan ketika masih bayi berumur 3 bulan, dia tumbuh di panti asuhan ini dan bertemu Kalisa sekitar 6 bulan yang lalu.

Kalisa yang tidak punya tempat tujuan, dia memilih tinggal di Panti Asuhan, mengasuh banyak anak yatim piatu, itu membuatnya sedikit terhibur, karena dia merasa dia senasib dengan mereka yang tidak punya keluarga.

Kalisa teringat saat dua bulan yang lalu Fino berubah menjadi pendiam, dan menjauhinya. Namun dengan kesabaran wanita itu akhirnya Fino luluh dan menempel lagi padanya.

Kalisa mengambilkan beberapa baju dan menaruhnya di atas ranjang membiarkan Fino memilih, ya .. anak itu memiliki seleranya sendiri, dia akan mencocokan warna celana dan bajunya.

***

Kalisa adalah wanita berusia 25 tahun, dia sudah menikah namun dia memilih pergi meninggalkan suaminya karena tidak tahan dengan sikap sang suami, dia dalam pelarian dan berharap suaminya mencarinya, berharap suaminya berubah dan menjemputnya kembali ke rumah mereka.

Selama 6 bulan, dia menjalani hari-harinya bersama anak-anak panti, anak yang senasib dengannya karena dia juga kini tidak punya orang tua.

Namun seorang anak mencuri perhatiannya, anak lelaki yang begitu menggemaskan bernama Fino, anak itu begitu lengket padanya, Kalisa selalu dibuat tersenyum dengan tingkah sang anak, namun sudah dua bulan terakhir ini Kalisa merasa ada yang berbeda dengan fino, tidak seceria biasanya dan semua kebiasaan Fino  berubah.

Sebelum tidur, Fino mendengarkan cerita dongeng yang dibacakan Kalisa.

"Buna, pangelan Buna siapa?" Tanya Fino pada Kalisa yang menghubungkan cerita itu dengan kehidupan nyata Kalisa.

"Pangeran Buna sedang dalam perjalanan kemari sayang, makanya Buna menunggu disini," jawab Kalisa sambil tersenyum.

"Pangelan Buna apakah tampan dan baik sepelti di celita dongeng?" Tanya Fino.

"Hmm, tentu saja," jawab Kalisa dengan sedikit ragu, dia juga bingung meski dia berkali-kali disakiti oleh Rio suaminya, tapi dia masih mencintai pria itu, masih berharap cinta suaminya yang mustahil baginya karena memang ada wanita lain yang mengisi hati Rio, Kalisa sadar akan hal itu.

Kalisa yang sudah selesai bercerita, dia mengajak Fino tidur, dia tidur sambil memeluk anak lelaki berusia 3,5 tahun itu.

***

Flashback

Malam itu Kalisa yang menunggu kedatangan suaminya, memang setiap malam Rio akan pulang terlambat dan dia tahu kalau suaminya itu pasti pergi bersama sang pujaan hatinya yang bernama Felisha.

Felisha adalah gadis cantik kekasih Rio, sementara Kalisa adalah istri yang dipilihkan sang ayah, Rio sama sekali tidak mencintai Kalisa, tidak pernah menganggapnya ada selama setahun pernikahannya.

Tok

Tok

Tok

 

Pasti itu mas Rio, batin Kalisa lalu dia dengan cepat membuka pintu karena takut jika sampai sang suami melampiaskan amarah padanya.

Ceklek

"Lama sekali sih," protes Felisha yang berdiri di depan pintu sambil membantu Rio berdiri, lelaki itu mabuk berat dan tak mampu menyeimbangkan tubuhnya.

Deg

Sakit, itulah yang dirasakan hati Kalisa, namun dia berusaha tidak peduli dengan apa yang mereka lakukan sebelumnya hingga sampai seperti itu.

Dua wanita itu membantu Rio sampai di kamarnya, membaringkannya diranjang, namun Rio menarik tangan Felisha hingga pacarnya itu jatuh diperlukannya, dan mereka kini berada diatas diranjang yang sama.

Felisha tersenyum memandang ke arah Kalisa seolah itu pertanda kemenangan karena hati Rio adalah miliknya.

Kalisa sudah tak sanggup menahan amarahnya, dia memberanikan diri untuk marah dan mengungkapkan isi hatinya.

"Pergilah, ini adalah kamarku dan mas Rio!" Bentak Kalisa.

Namun kini malah Rio yang merangkak dari ranjang kemudian duduk ditepi ranjang, memandang istrinya dengan tatapan jijik.

"Menurutmu sejak kapan ini jadi kamar kita hah? Sadarlah kau itu hanya gadis yatim piatu yang beruntung karena dinikahkan denganku, kau sama sekali tidak pantas untuk menjadi istriku, sebaiknya kamu yang keluar dari kamar ini!" Rio memaki Kalisa dalam keadaan mabuk.

Kalisa berlari menuju pintu keluar, dia menangis, kali ini dia benar-benar tidak tahan dengan sikap Rio yang keterlaluan.

Aku memang tidak pantas untukmu Mas, batin Kalisa.

Dia menyelimuti dirinya dengan selimut tebal, menangis semalaman di ranjang itu. Dia memilih tidur dikamar yang lain dan membiarkan suaminya bersama wanita itu.

Saat pagi datang, Rio memaksakan diri untuk bekerja, terlihat Felisha sudah duduk disana sudah seperti istrinya, mata Kalisa benar-benar sakit melihat pemandangan itu, padahal dia saja selama ini belum pernah sarapan berdua seperti itu dengan suaminya, apa dia iri? Apa dia sadar diri? Ya Kalisa menyadari kalau dia iri dan dia harus segera pergi karena dia merasa sadar diri.

Setelah kepergian dua manusia yang telah membuat hati Kalisa sakit, dia membereskan bajunya dan berlalu pergi, pergi tanpa tujuan hingga dia sampai di Panti Asuhan yang sekarang.

Dia melarikan diri dari sangkar emas itu, dia tidak mau batinnya terus tersiksa, namun dia masih menyisakan rasa didada, rasa untuk Rio suaminya.

Flashback off

***

Tak terasa air mata Kalisa mengalir deras mengingat masa lalu kelam itu, membuat pipi Fino kini basah karena air mata Bunanya.

"Buna kenapa? Buna nangis?" Tanya Fino yang terbangun.

"Gapapa sayang, kamu tidurlah lagi, ini masih malam..!," Ucap Kalisa sambil menghapus air matanya.

"Apa pangelan Buna yang bikin Buna sedih? Buna cali pangelan lain aja Buna..! Buna juga harus bahagia," ucap Fino.

Deg

Anak ini pemikirannya seperti orang dewasa saja, pikir Kalisa.

"Hmm, Buna bahagia kok disini sama kamu, kan pangeran Buna sekarang Fino, hehe…," ucap Kalisa.

Deg

Maafkan aku yang terlambat mencintaimu Kalisa, dan aku lebih baik menjadi Fino yang selalu membuatmu tersenyum, batin Fino dengan penyesalannya itu.

Bersambung…..

Awal Mula

POV Rio

Namaku Rio Pramudya, usiaku 30 tahun, kulitku putih bersih, hidungku mancung, badanku tinggi, berisi dan juga berotot, pokoknya aku tipe lelaki sempurna yang banyak diinginkan wanita. Namun karena usiaku yang matang inilah membuat kedua orang tuaku mencarikan gadis untuk menjadikannya calon istriku.

"Kamu ini sudah cukup umur untuk menikah, jangan terus main-main keluyuran gak jelas, saatnya kamu membina rumah tangga yang bahagia dan memberi ibu cucu..!" ucap ibuku.

Jelas aku tidak suka dengan nasehatnya, aku masih muda dan masih butuh bersenang-senang, bukankah ini bukan masalah? Jika aku banyak uang maka akan banyak wanita yang mengantri, aku tidak perlu khawatir.

"Bu, aku itu masih belum ingin menikah, aku masih muda dan masih perlu kesuksesan yang lebih dari ini," ucapku beralasan.

"Papah akan menjodohkanmu dengan  gadis baik hati pilihan papah, dia sebenarnya anak almarhum sahabat Papah dan kamu harus setuju..!" Ucap ayahku.

Jelas aku menolak namun Papah mengancamku dengan mencoret namaku di ahli warisnya nanti, itu membuatku terpaksa menerima Kalisa.

Kalisa gadis desa yatim piatu, penampilannya begitu menyedihkan menurutku, apa dia seorang wanita? kurasa bukan, karena aku tidak melihat sisi cantiknya sedikitpun.

Aku merasa kesal, saat pernikahan itu terjadi aku sama sekali tidak ingin menoleh pada wanita itu, untung saja pernikahan itu diadakan sesederhana mungkin, tamu undangannya pun sedikit, aku malu kalau sampai semua orang tahu kalau istriku itu dia, iya dia yang jelek itu.

Setelah acara selesai, aku langsung membawa Kalisa ke rumah besar yang disediakan orang tuaku, aku semakin kesal saat mereka memperlakukan Kalisa istimewa bahkan lebih mementingkan Kalisa daripada aku.

***

"Mas Rio mau kemana?" Tanyanya saat aku berniat pergi keluar saat malam pengantin.

"Bukan urusanmu," jawabku dengan nada tinggi.

"Tapi Mas," ucapnya lagi yang membuatku semakin jengkel.

"Diamlah! Kau pikir aku akan memperlakukanmu layaknya pengantin wanita? Menghabiskan malam denganmu begitu? Yang benar saja, hahaha…," ucapku berlalu pergi, aku muak melihat wajahnya.

Kubiarkan dia sendirian di rumah itu, karena memang belum ada siapa-siapa disana, yang bertugas mengurus rumah pun akan pulang ketika sore hari.

Malam itu aku menemui kekasihku Felisha, aku sudah lama menjalin kasih dengannya, aku mencintainya, aku suka kecantikan dan bentuk tubuhnya yang selalu bisa menggodaku.

"Rio, bukannya hari ini kamu–," ucap Felisha namun langsung ku potong pembicaraannya.

"Iya aku menikah hari ini, tapi sayang pengantinku yang asli ada disini," ucapku merayunya agar dia tidak marah lagi.

"Pulanglah..! Aku sedang merasa kesal padamu," jawabnya sambil menutup pintu, namun aku mencoba menahannya.

"Tunggu, aku ingin menginap di rumahmu saja, boleh kan?" Tanyaku padanya, aku meyakinkan dirinya kalau cuma dia wanita yang aku cintai.

Felisha membiarkanku masuk dan aku berusaha keras membujuknya, memberikan apa yang dia minta, dan itu tidak sulit bagiku, karena uang bukanlah masalah besar, akan kuberikan apapun untuknya.

Felisha suka bersenang-senang, suka berbelanja dan merawat tubuhnya, ibu bilang kalau dia wanita boros tapinmenurutku dia hanya menjaga kecantikannya saja.

Hubunganku dengan Felisha sudah layaknya suami istri, namun karena situasi dan kondisi aku menyuruhnya menggunakan kontrasepsi.

Aku pernah mengenalkan Felisha pada ayah dan ibuku, namun mereka menolak keras hubungan kami, aku juga tidak tahu alasan mereka, namun aku yakin jika mereka itu sangat egois yang ingin menikahkanku dengan pilihan mereka, memangnya aku boneka?

Kini aku punya misi untuk membuat gadis yang mereka pilih sebagai bonekaku.

***

Aku kembali ke rumah disaat pagi buta, aku yakin pagi-pagi sekali kedua orang tuaku akan datang dan mengecek keberadaan ku.

Benar saja, ayah dan ibuku datang berkunjung, namun aku sudah mengancam Kalisa agar dia tidak mengatakan apapun.

"Wah pengantin baru, mamah beliin kamu banyak baju sayang, biar kamu semakin cantik," ucap ibuku memeluk Kalisa, sungguh aku benci melihat itu, kenapa dia bisa sebaik itu pada Kalisa, tapi menolak Felisha yang jelas-jelas wanita kelas atas, bahkan lebih segalanya dari Kalisa.

"Makasih Mah, ayo makan dulu Mah, aku udah masak loh," ucap Kalisa yang ku pikir dia sepertinya berpura-pura baik dia pandai merayu ibuku.

Kami pun akhirnya sarapan bersama, ku akui masakannya lumayan enak, namun aku tidak mau jika nanti sakit perut, aku hanya memakan satu suapan saja agar ibu dan ayahku tidak memberikanku ceramah panjang mereka.

"Rio, berapa lama kamu mengambil cuti?" Tanya ayahku.

"Besok aku masuk kerja kok Pah, pekerjaanku tak bisa aku tinggalkan lebih lama," ucapku beralasan, aku hanya malas seharian di rumah dengan wanita jelek itu.

"Astaga, apa itu cuti pengantin? Kamu pergilah berbulan madu..!" Ucap ibuku protes.

"Sudahlah Mah, aku sibuk, Kalisa juga tidak keberatan kok, iya kan?" Tanyaku pada dia yang pasti dia akan menuruti apa yang aku inginkan.

"Iya Mah, aku gapapa kok," jawab Kalisa yang so polos dan so baik itu, aku muak mendengarnya bicara.

Akhirnya kedua orang tuaku pulang, dan aku bisa bebas, aku bersiap-siap untuk menemui kekasihku.

"Mas mau kemana?" Tanyanya lagi, aku muak dengan sikapnya yang so dekat dan so kepo itu.

"Bukan urusanmu," jawabku kemudian pergi begitu saja tanpa menoleh lagi ke arahnya.

Hari-hari pernikahanku tidak ada yang spesial, aku melakukan aktivitasku seperti biasanya, kami tidur terpisah dan tidak saling mencampuri urusan pribadi.

Kalisa tetap saja menyiapkan baju dan sarapan untukku setiap hari, menyambut ku dengan senyuman so manisnya itu, padahal aku sama sekali tidak melihat jika itu sebuah senyuman, mau dia senyum atau dandan, dia tetap saja jelek, dia tidak pantas untuk Rio yang tampan dan kaya raya ini.

"Setrikalah baju ini, aku akan memakainya besok pagi!" Ucapku pada Kalisa.

Dia mengangguk dan berlalu pergi, dia kembali dengan baju yang sudah rapi.

"Apa-apaan ini?, lihatlah ini masih kusut di bagian pinggir!" Aku membentaknya dengan sengaja, aku tahu itu sudah rapih, hanya saja aku ingin melampiaskan amarahku padanya.

Dia hanya menunduk dan pergi untuk menyetrika lagi, aku tersenyum puas saat melihat wajah sedihnya itu, dia semakin jelek.

Aku seakan menemukan kebahagiaan saat melihat Kalisa tersiksa, aku berharap dia akan menyerah dan mengajukan perceraian, karena aku tidak mungkin menceraikannya karena ancaman ayahku.

Akan kupastikan dia akan menderita selama pernikahan ini. Bahkan aku sengaja meliburkan Bi Nani yang bertugas membersihkan rumah hari ini agar Kalisa berolahraga dan bekerja keras.

Aku akan melihat seberapa lama dia mampu bertahan menjadi istriku.

Bersambung…

Aku Tidak Peduli

Pagi ini aku masih melihat Kalisa menata makanan diatas meja, dia selalu saja melakukan hal itu meski dia tahu kalau aku sama sekali tidak akan menyentuh makanan itu sama sekali.

Membuang-buang waktu saja bukan? Dia pikir aku akan tergoda dengan masakan sederhananya? Sungguh itu bukan seleraku, aku lebih suka makanan berkelas, makanan yang ditata serapih mungkin oleh chef terkenal.

Kulangkahkan kakiku keluar untuk bekerja tanpa menyapanya, aku bahkan menutup pintu dengan sangat keras, biarlah.. biar dia tahu kalau aku muak melihat wajahnya setiap pagi.

***

Setengah jam berlalu akhirnya aku sampai di kantorku, perusahaan yang selalu aku banggakan. Aku memang terlahir sangat beruntung dengan wajah tampan dan orang tua yang kaya raya.

Kulangkahkan kaki dengan gagahnya, beberapa karyawan menyapa dengan hormat, memang seharusnya begitu bukan? Aku hanya mengangguk, aku tak pernah tersenyum pada mereka, karena senyumanku sangatlah mahal.

"Pagi Pak…," tanya karyawan baru, dia bahkan tersenyum so manis padaku, dia sepertinya tidak tahu kalau aku tidak suka disapa dengan senyum centil seperti itu.

"Jangan diulangi, aku tidak suka dengan sikapmu!" Ucap ku padanya, aku tidak mau melihat wanita yang seolah menggodaku.

Aku memang giat bekerja, tentu aku tidak mau mengecewakan ayahku, aku harus membuat perusahaannya berkembang pesat dan membuatnya bangga hingga mempercayakan semuanya padaku.

Tak terasa waktu berlalu begitu cepat, tak sabar rasanya ingin bertemu Felisha sang pujaan hati.

Aku sudah janjian dengannya terlebih dahulu, sepulang kerja aku mampir ke cafe dimana kita bisa saling bertemu untuk menghilangkan rasa rindu ini.

Untung saja pernikahanku dengan Kalisa tidak diadakan besar-besaran hingga tidak ada yang tahu jika aku sudah menikah, mereka mengira Felisha lah calon istriku.

"Mas, kapan kamu menikahiku?" Tanya Felisha.

"Sabarlah sebentar lagi saat wanita itu menuntut cerai, setelah itu.. aku akan membawamu bertemu dengan keluargaku..!" jawabku.

"Tapi Mas, dulu saja mereka menolak hubungan kita, aku tidak yakin Mas," keluh Felisha.

"Jika harapan mereka pada wanita desa itu kandas maka mau tidak mau mereka pasti menerima kamu, karena kamu pilihanku yang terbaik," jawabku meyakinkan Felisha.

"Baiklah, aku harap kamu tidak membohongiku lagi Mas seperti waktu itu," keluh Felisha yang teringat tentang pernikahan dadakan ku bersama wanita desa itu.

"Hmmm, itu kan sudah berlalu, kamu gak usah membahasnya terus..!" Ucapku.

Namun kekasihku itu selalu saja membahas rasa sakit hatinya, padahal itu kejadian yang sudah lama sekali terjadi, bahkan aku saja sudah tidak mengingatnya.

***

Karena hari mulai gelap aku pun bergegas pulang, aku tidak mau jika ada ayah atau ibu yang berkunjung dan mendapatiku terlambat pulang.

Kuantar kekasihku sampai ke depan gerbang rumahnya, kukecup pipi kanan dan kirinya sebelum dia turun dari mobil.

Felisha memang cantik sekali, aku tidak akan malu memamerkannya pada rekan bisnisku, berbeda sekali dengan Kalisa, aku akan menyembunyikan keberadaan dan statusnya dari siapapun.

"Hati-hati dijalan ya sayang..!" Ucap Felisha dengan senyum manisnya, aku pun melambaikan tanganku padanya.

Selama perjalanan aku membayangkan betapa bahagianya hidupku jika aku melakukan semua yang aku inginkan, tidak seperti sekarang bahkan dengan pernikahan paksa ini.

Arrggh….. aku malah teringat Kalisa yang menjadi penyebab utama hancurnya semua harapanku, aku benci, aku benci dia.

Kulewati gerbang rumah, disana aku disambut dua satpam setia, lalu ku parkirkan mobil mulus kesayanganku, aku berjalan menuju pintu rumah, kucoba menekan belnya.

Sedang apa dia? Atau kemana wanita itu pergi? Pikirku kesal.

Namun terdengar suara kunci pintu diputar, karena kesal ditambah melihat wajah kampungannya aku jadi emosi, kulampiaskan saja padanya, apalagi dengan daster yang dia pakai, aku berharap dia akan kehabisan kesabarannya menghadapi sikapku lalu dia pergi jauh.

"Lama sekali sih," keluhku kesal.

"Maaf Mas," jawabnya dengan menunduk, sungguh membuatku tambah muak.

Aku tidak mengerti kenapa dia bisa sesabar itu, tapi yang aku yakini jika dia bertahan demi kekayaan dan demi suami yang tampan sepertiku.

Pernikahan kami hampir berjalan satu tahun, aku tidak pernah tidur satu kamar dengannya, ku jadikan Kalisa seperti pembantu, ku perlakukan dia seperti mbok Marni, dia juga aku tempatkan di kamar yang paling kecil, biar dia tahu rasa karena impiannya menjadi Ratu tidak akan terwujud.

***

Suatu hari aku mendapati sesuatu yang mengejutkan, sesuatu hal yang membuatku bahagia.

Sepulang kerja aku tak melihat Kalisa yang biasa datang menyambutku, tidak ada makanan dimeja makan, ku berjalan lagi melihat ke kamar kecilnya, dan dia tidak ada disana.

Kemana dia pergi? Pikirku.

Sampai ada Mbok Marni datang dengan gelisah, "Den, non Kalisa pergi, dia pergi dengan semua baju-bajunya Den…," terlihat jelas sekali wajah pembantuku yang sedih, tapi aku tidak peduli, aku justru harus merayakan hal ini.

"Biarkan saja Mbok, dia sudah dewasa dan bisa cari makan sendiri," jawabku kemudian berlalu pergi menuju kamarku yang besar dan nyaman.

Kulihat tidak ada baju ganti yang disiapkan Kalisa, tidak ada air hangat dan semacamnya. Aku yakin wanita itu benar-benar pergi jauh, ah senangnya....

Aku merayakan hari itu, malam pun datang dan aku menghabiskan malam di rumah Felisha yang aku belikan untuknya.

"Apa benar dia pergi Mas?" Tanya Felisha yang masih ragu, karena selama ini Kalisa selalu bertahan dan sabar.

"Iya aku yakin, dan jika ayah dan ibu bertanya, aku tinggal jawab saja kalau menantu kesayangan mereka telah kabur dari rumah, menantu yang durhaka pada suaminya, hahaha…," ucapku dengan senang.

Aku yakin Ibu dan ayah akan menyetujui pilihanku sekarang.

Felisha pun tersenyum, aku pun bahagia karena aku bisa menikahi Felisha setelah ini, aku yakin aku bisa bahagia hidup bersamanya tidak seperti hidup bersama Kalisa yang membuatku tersiksa.

Bersambung….

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!