NovelToon NovelToon

Rahasia Menantu Billionaire

Penawaran Mematikan

...Terkadang apa yang kita rencanakan selalu berbanding terbalik dengan rencana Tuhan. Penuh misteri tapi itulah kehidupan dunia. ...

...~Abraham Barraq Alkahfi...

...****************...

Seorang pria terlihat menundukkan tubuhnya berulang kali dengan kedua tangan menyatu di depan dada. Terlihat pria tersebut tengah meminta maaf atas ketidak sengajaannya.

"Saya tidak sengaja merusaknya, Tuan. Saya akan memperbaikinya lagi sampai bisa," Kata pria muda itu dengan tangan bersimbah oli.

"Tidak perlu. Mobil ini adalah mobil kesayangan putriku. Sekali memperbaikinya mahal dan uangmu tidak akan cukup untuk menggantinya!" Celetuk seorang perempuan dengan wajah marah yang berdiri di samping seorang pria paruh baya berpakaian rapi. "Kalau kau tak bisa memperbaikinya, jangan sok tau! Apa kau mampu mengganti mobil ini dengan yang baru!"

Abraham Barraq Alkahfi, pria dengan wajah tampan itu hanya mampu menunduk sejak tadi. Dirinya mengaku bahwa semua ini terjadi karena keteledoran dirinya sendiri.

"Apa yang harus saya lakukan, Tuan?"

"Ganti mobil putriku!" Seru perempuan dengan pakaian mewah dan mata tajam begitu marah.

"Sayang… " Bujuk pria paruh baya yang sejak tadi diam.

"Masuklah ke dalam mobil. Biarkan aku berbicara dengannya dulu," Ujar pria paruh baya itu dengan nada suaranya yang halus.

"Tapi, Pa. Dia… "

"Aku akan menyelesaikan semuanya!" Ujarnya dengan suara tegas yang membuat wanita itu tak bisa berkutik lagi.

"Awas, Kau pria miskin! Kau harus menggantinya!" Sembur wanita itu sebelum dia pergi meninggalkan dua pria dengan jarak usia berbeda.

"Siapa namamu?"

"Abraham, Tuan," Sahut Abra dengan cepat.

"Kesalahanmu ini sangat fatal. Bugatti La Voiture Noire harganya 255,9 miliar, memperbaiki bodynya saja tak mungkin hanya beberapa juta. Apa kau sanggup menggantinya?"

Abraham menelan ludahnya dengan kasar. Sebenarnya dia sendiri juga tahu jika mobil yang diperbaiki adalah mobil kedua termahal di dunia. Mobil dengan harga yang benar-benar selangit dan hanya mampu dibeli oleh kalangan atas.

"Aku yakin kau tak sanggup. Maka dari itu aku memiliki penawaran yang lain untuk kau mengganti kesalahanmu ini," Ujarnya yang membuat Abraham tak mengerti.

"Penawaran apa, Tuan?"

"Nikahi putriku dan semua masalah ini aku anggap selesai!"

"Apa!" Abraham mendongak.

Matanya terbelalak tak percaya. Dia menatap pria paruh baya di depannya dengan rasa terkejut yang besar. Pria yang baru kali ini dia temui untuk pertama kali, meminta dirinya menikah dengan putrinya hanya karena sebuah kesalahan tidak sengaja.

Hal gila sepanjang hidupnya yang pernah ia rasakan!

"Maaf, Tuan. Saya tak bisa menerimanya!"

"Jika kau tak bisa, maka ganti mobil putriku! Aku beri waktu selama seminggu untuk kau menggantinya!" Seru pria itu dengan suaranya yang tegas dan tak menerima penolakan. "Jika kau tak sanggup, maka bengkel dan namamu ini aku viralkan sampai semuanya hancur tak berbekas!"

Jantung Abraham semakin berdegup kencang. Ini tak boleh terjadi. Bengkel ini adalah satu-satunya aset dirinya yang ia punya. Bengkel ini adalah salah satu tempat dirinya tinggal dan mencari nafkah selama hampir satu tahun ini.

"Jangan, Tuan! Kumohon!"

"Pikirkan dengan baik-baik! Penawaranku sangat mudah, Anak Muda! Kau ganti semuanya dengan menikahi putriku atau ganti mobil putriku. Jika tak sanggup maka bengkelmu ini akan ditutup paksa!" Kata pria itu lalu menepuk pundak Abraham yang terlihat bingung.

"Ini kartu namaku! Hanya tiga hari aku memberi waktu untuk berpikir. Jika kau sudah mendapatkan jawabannya, cepat hubungi aku disini!"

Setelah mengatakan itu. Pria paruh baya dengan pakaian rapi segera meninggalkan Abraham yang masih diam terpaku dengan tangan memegang sebuah kartu nama yang ditinggalkan untuknya.

Mobil mewah itu mulai pergi meninggalkan halaman bengkelnya. Kepalanya menunduk dan menatap kertas yang diberikan kepadanya.

"Akmal Atharrayhan, perusahaan Rayhan Grup," Ucap Abraham mengeja dengan menahan nafas saat dia tak asing dengan nama perusahaan itu.

...****************...

Selama tiga hari Abraham tak bisa tidur. Dia benar-benar dilanda pikiran berat. Penawaran gila yang diberikan oleh Tuan Akmal mampu membuatnya menjadi manusia setengah zombie sekarang. Kantung matanya menghitam karena kurang tidur dan juga badannya sedikit kurus karena dia tak makan dengan baik.

Helaan nafas berulang kali terdengar sampai bunyi panggilan telefon membuatnya spontan mendudukkan dirinya dengan tegak.

"Halo?" Sahut Abraham saat panggilan itu mulai tersambung.

"Apa kabar, Kak?"

"Omri?" Sahut Abraham terkejut.

"Ya. Ini aku!"

"Bagaimana kau bisa menghubungiku?"

"Dengan cara membeli nomer baru lagi!" Sahut Omri dengan di iringi kekehan di seberang sana.

Abraham tersenyum. Omri, adik laki-lakinya memang paling dekat dengannya.

"Kau ada dimana, Kak? Apa kau tak rindu pada Ayah dan Ibu?"

Abraham membisu. Pembahasan tentang orang tua selalu membuat rasa rindunya semakin membuncah.

"Sudah setahun kau mencari jati dirimu sendiri. Apa kau tak mau pulang?"

"Belum waktunya, Omri!" Sahut Abraham dengan singkat.

"Ibu selalu mencarimu, Kak," Kata Omri dengan suara yang pelan menandakan dia hendak menangis.

"Tunggu usaha Kakak sukses maka Kakak akan pulang!"

"Tapi kapan?"

"Secepatnya!"

Setelah menjawab itu. Akhirnya Abraham mematikan panggilannya. Dia menatap sebuah pigura kecil yang ada di nakas dekat ranjangnya dan mengambilnya.

"Aku tak mungkin menghancurkan mimpiku sejak kecil. Bengkel ini adalah impianku dan aku harus mempertahankannya!"

Dia lekas meraih ponsel yang sejak tadi berada di atas ranjang. Dirinya segera mencari nomor telepon yang tiga hari lalu sudah dia masukkan ke dalam kontak ponselnya.

Tanpa membuang waktu dia lekas menekan panggilan dan mendekatkan benda pipih itu di telinganya.

"Saya Abraham ingin bertemu dengan Anda, Tuan Akmal!"

Akhirnya disinilah Abraham memulai. Jalan hidup yang tak pernah ada dalam rencananya. Dirinya berdiri di depan gedung besar sebuah perusahaan ternama.

Dengan langkah kaki pasti, dia mulai melangkah memasuki gedung besar itu dan menuju resepsionis.

"Permisi, bisa saya bertemu dengan Tuan Akmal?" Kata Abraham dengan sopan.

Perkataan Abraham membuat dua orang wanita yang berada di balik meja menatapnya penuh keraguan. Dia melihat penampilan Abraham yang sangat amat sederhana hanya memakai sandal dan celana panjang serta kaos polos untuk membalut tubuh kekarnya.

"Apa Anda sudah membuat janji?"

Belum sempat Abraham menjawab. Sebuah suara membuatnya menoleh.

"Tuan Abraham Barraq Alkahfi?" Kata seorang pria berpakaian rapi mendekati Abra dengan sopan.

"Ya. Itu saya!"

"Mari ikuti saya. Tuan Akmal sudah menunggu kedatangan Anda."

Akhirnya Abraham mulai melangkah di belakang pria yang sepertinya jarak usianya sama dengannya. Keduanya mulai memasuki lift untuk menuju ke lantai dimana ruangan pria yang akan ia temui berada.

"Silahkan masuk! Tuan Akmal ada di dalam," Kata pria itu sambil membukakan pintu untuknya.

"Terima kasih."

Abraham mulai melangkah masuk. Hal yang pertama kali dia rasakan adalah dinginnya AC yang menusuk kulitnya. Kepalanya memutar mencoba melihat apa saja yang ada di dalam ruangan ini.

"Sudah mendapatkan jawaban yang tepat?" Kata Tuan Akmal tanpa menunda apapun.

Dia memutar kursi kerjanya menatap Abraham yang berdiri di depan meja kerjanya. Wajahnya terlihat sumringah saat melihat kedatangan Abraham di kantornya.

"Sudah, Tuan," Jawab Abraham tak kalah tegas.

"Aku harap jawabanmu ini tak mengecewakanku, Abra," Ujar Tuan Akmal dengan suaranya yang berat.

Abraham terlihat menarik nafasnya begitu dalam. Dia tak mungkin membiarkan semuanya kacau balau. Impian yang sudah dia mulai dari bawah tak boleh hancur dengan mudah.

"Saya menerima penawaran Anda."

"Jadi…?"

"Ya. Saya setuju menikah dengan putri Anda, Tuan!"

~Bersambung

Hai Hai akhirnya kita bertemu lagi di novel baruku. Cerita novel anak pertama dari pasangan Bara dan Almeera.

Semoga kalian suka yah. Jangan lupa klik like, komen dan vote yah guys.

Penghinaan di Hari Pernikahan

...Pernikahan adalah hal sakral yang terjadi sekali seumur hidup untuk orang yang begitu bertanggung jawab. Mungkin terdengar begitu menakutkan tapi semua hal yang terjadi pasti bisa dijalani dengan baik. ...

...~Abraham Barraq Alkahfi...

...****************...

"Kakak!" Teriak seorang perempuan muda dengan wajah cantik berlari ke arah seorang pria yang sejak tadi menunggu kehadirannya.

Perempuan itu lekas memeluknya. Seakan pertemuan ini adalah momen yang sangat dirindukan olehnya sepanjang hidup.

"Bia," Ujarnya dengan pelan yang membuat perempuan bernama Bia itu menangis.

"Aku merindukanmu, Kak Abra!" Lirih Bia tanpa ingin melepaskan pelukannya.

"Kakak juga merindukanmu," Jawab Abra lalu perlahan melepaskan pelukannya. "Terima kasih sudah mau datang kesini."

Bia tersenyum. Dia melingkarkan tangannya di lengan Abraham dan akhirnya kedua kakak adik itu mulai berjalan menuju pintu keluar bandara.

"Tentu. Aku takut terjadi sesuatu pada, Kakak. Apa yang terjadi, Kak?" Tanya Bia yang sudah sangat penasaran. "Terus selama ini ternyata Kakak ada di Indonesia?"

"Nanti Kakak ceritakan. Sekarang mari kita pulang!" Ajak Abraham yang langsung dijawab anggukan kepala.

Keduanya langsung menuju ke parkiran. Abraham membawa adiknya ke deretan roda dua yang membuat kening Bia berkerut.

"Kemana mobil, Kakak?"

"Ada tapi sekarang pakai motor dulu. Gapapa kan?"

"Gapapa. Ayo!"

Bia melingkarkan tangannya di pinggang Abraham. Lalu koper Bia, diletakkan di bagian jok depan. Mereka segera meluncur ke tempat dimana Abraham tinggal. Banyak ketakutan dalam diri pria muda tampan berusia 28 tahun tersebut. Namun, keputusannya sudah bulat dan dia harus menceritakan pada sosok adik perempuannya yang sudah berumur 18 tahun itu.

Hampir satu jam mereka berkendara. Akhirnya Abraham mulai memasuki bengkel miliknya. Dia menghentikan motornya tepat di depan pintu yang membuat Bia perlahan turun.

"Jangan bilang kalau ini?" Tanya Bia yang menatap bengkel kakaknya dengan lekat. "Jadi… "

"Ya. Ini bengkel punya Kakak. Tempat Kakak belajar, bekerja dan mencari uang."

Bia spontan menoleh. Dia menatap tubuh Kakaknya dengan baik. Matanya berkaca-kaca saat dia menyadari ada perbedaan tubuh kakak laki-lakinya. Perlahan Bia mendekat. Dia menarik kedua tangan Abraham dan mengusapnya.

"Jadi Kakak wujudin impian disini?" Tanya Bia mendongak menatap kedua mata Abraham dengan pelan.

"Iya."

"Kakak mulai semuanya dari bawah? Tanpa bantuan Ayah dan nama belakang, Kakak?"

"Iya," Balas Abraham yang langsung membuat Bia menangis memeluk kakaknya.

"Aku, Thalla dan Thaya menikmati kerja keras Ayah tapi Kakak… "

"Kalian masih kecil. Masih tanggung jawab Ayah. Kalau Kakak ingin mencari jati diri Kakak dulu," Jawab Abraham dengan pelan.

"Tapi perusahaan utama milik Kakak!"

"Tapi Kakak ingin memiliki bengkel besar dan bisa masuk ke jajaran motor GP."

Perkataan itu membuat Bia terdiam. Dia perlahan  memundurkan langkahnya dan menatap Abraham dengan pelan.

"Lalu kenapa Kakak sembunyi? Kenapa Kakak ganti nomor terus dan sekarang kenapa Kakak menyuruhku kesini? Jangan bilang kalau Kakak sedang ada masalah?"

Abraham terlihat menarik nafasnya begitu dalam. Bagaimanapun perasaan seorang kakak dan adik pasti saling terhubung dan dia yakin Bia pasti merasakannya.

"Ya. Kakak mendapatkan masalah," Jawab Abraham yang membuat jantung Bia mencelos.

"Masalah apa, Kak?"

"Ayo masuk. Kakak akan ceritakan semuanya!"

...****************...

"Apa!" Pekik Bia terkejut sampai dirinya terlonjak dari kursi yang diduduki. "Kakak gila? Kakak menikah tanpa sepengetahuan Ayah dan Ibu?"

"Kakak mohon, Bi. Bantu Kakak! Kakak benar-benar tak mau identitas ini terbongkar," Jawab Abraham dengan wajah tegangnya.

"Tapi ini momen sakral, Kak! Ini momen paling Ibu tunggu. Ibu ingin melihat Kakak menikah dan sekarang, Bia yang disuruh menjadi walinya? Bagaimana perasaan Ayah dan Ibu jika tahu semuanya?"

"Kakak yang akan bertanggung jawab apapun yang terjadi!"

Bia geleng-geleng kepala. Kakaknya ini memang benar-benar nekat. Dia berharap kedatangannya disini bisa membawa Kakak pertamanya pulang tapi malah dia dikejutkan dengan kabar gila ini.

"Siapa wanita itu?"

"Kakak belum tahu."

"Jadi Kakak mau menikah tapi belum tahu wanitanya? Gila… ini gila!"

"Ini memang gila tapi Kakak harus bertanggung jawab!" Kata Abraham dengan tegas.

"Kakak yakin gak bakal menyesal?"

"Nggak!"

"Kakak yakin gak bakal kecewa dengan apa yang terjadi nanti?" Tanya Bia kesekian kalinya.

Dia tahu bagaimana sikap kakaknya. Namun, sedikit berharap dia ingin kakaknya berubah pikiran.

"Kakak yakin. Keputusan Kakak sudah bulat. Kakak menerima penawaran itu dan menikahi putri Tuan Akmal!" Kata Abraham tegas yang membuat Bia mengangguk.

"Kalau begitu. Bia juga siap menjadi wali di pernikahan, Kakak!"

Abraham bernafas lega. Akhirnya dia bisa meyakinkan adik perempuannya. Dirinya tak akan mundur lagi meski Abraham yakin jika jalannya di depan nanti tak semulus pemikirannya.

Semuanya mungkin akan lebih berat. Tanggung jawabnya bahkan akan bertambah satu di pundaknya. Namun, Abraham yakin apa yang terjadi sekarang semuanya tak akan melebihi batas kemampuannya.

***

Hari yang ditunggu akhirnya tiba. Bia menepuk pundak Kakaknya yang sudah mengenakan jas mewah untuk membalut tubuhnya yang kekar. Matanya berkaca-kaca seakan belum percaya jika dia akan mengantar kakaknya di perjalanan hidup yang baru.

"Jangan menangis!"

"Kakak harus kuat yah. Ingat! Tanggung jawab Kakak bertambah. Kakak jangan pernah melukai istri Kakak meski kalian tak saling kenal."

"Iya. Ayo berangkat. Nanti kita telat!"

Abraham akhirnya berangkat menuju kediaman mempelai wanita menggunakan mobil Tuan Akmal. Dia juga meminta seluruh pegawainya menjadi orang yang mengantarkannya ke pernikahan.

Rumah besar dengan pilar yang menyangga terlihat sangat ramai. Mobil mewah terlihat berjajar di depan rumahnya yang membuat Abraham semakin berkeringat dingin.

"Kakak siap?"

"Tentu!"

Akhirnya mereka mulai turun. Keluarga wanita juga sudah menunggu di depan sana. Abraham berjalan dengan tegas. Dia juga menatap sosok pria paruh baya yang memintanya berada di posisi ini.

"Selamat datang, Nak," Kata Tuan Akmal memeluk Abraham.

Saat Abraham mengulurkan tangan ke arah calon mertua perempuannya. Hal tak terduga terjadi. Tangannya ditepis dan perempuan itu meletakkan kedua tangannya di pinggang.

"Aku tak sudi punya menantu miskin kayak kamu! Hanya seorang montir dan bermimpi bersanding dengan putriku yang cantik dan kaya?" Hardiknya dengan kasar.

"Ma!"

"Ini semua salah, Papa! Sampai kapanpun Mama gak bakal anggap dia menantu! Sampai kapanpun Mama tak akan sudi menganggapnya sebagai suami Aufa!" Setelah mengatakan itu, istri Tuan Akmal lekas pergi dan bersamaan Bia yang hampir maju tapi tangannya ditahan oleh Abraham.

"Tapi, Kak. Dia udah ngehina, Kakak!"

Abraham tersenyum. Dia menggelengkan kepalanya dengan pelan.

"Maafkan istriku, Nak. Dia… "

"Tidak apa-apa, Tuan. Saya juga mengerti jika istri Anda pasti tak terima dengan pernikahan ini," Sela Abraham dengan wajahnya yang tetap datar dan tegas.

"Tapi aku serius memintamu menikahi putriku. Tanpa melihat pekerjaan dan siapa kamu. Aku yakin kamu bisa membuat putriku menjadi sosok yang lebih baik!"

~Bersambung

Jangan lupa klik like, komen dan vote yah. Biar author semangat updatenya

Mulut Pedas Aufa!

...Sekali dalam seumur hidup aku tak pernah mendekati perempuan manapun. Namun, untuk hari ini dengan tekad yang begitu besar. Aku menikahi wanita yang tak pernah ada dalam bayanganku sedikitpun....

...~Abraham Barraq Alkahfi...

...****************...

"Bagaimana para saksi. Sah?"

"Sah!" Teriak semua orang yang menjadi saksi di sana.

Abraham hanya mampu memejamkan mata disana. Mengusap wajahnya dengan kedua tangan dan berharap apa yang dia lakukan hari ini tak membuat semua orang kecewa kepadanya. Terutama kedua orang tuanya.

Sedangkan Bia, wanita itu meneteskan air mata. Bukan karena bahagia. Namun, mengingat perilaku mertua kakaknya dengan penghinaan yang sudah dia terima sejak kedatangannya membuat hati kecilnya menjerit.

"Selamat ya, Kak," Lirih Bia terlihat begitu berat saat dia memeluk kakak laki-lakinya dengan erat.

"Kenapa ngucapinnya kayak gak ikhlas gitu?" Goda Abraham dengan menepuk punggung adiknya.

Dia tahu perasaan adiknya sekarang. Apalagi penghinaan itu di depan mata kepala Bia sendiri. Dia yakin pasti hati adik kandungnya merasa sakit melihat keadaannya.

Sedangkan Bia, kedua mata gadis cantik itu menatap lekat sosok kakaknya setelah pelukan itu terlepas. Dia meraih kedua tangan Abraham dengan pelan dan mengusapnya.

"Kakak ingat bagaimana masa kecil kita dulu? Kita selalu bersama, Kak. Melewati semuanya berdua dengan kuat tapi sekarang, Kakak akan melewati semuanya sendirian. Bia yang lihat… " Ujar Bia tak sanggup meneruskan perkataannya.

"Kakak pasti kuat," Lanjut Abraham dengan tersenyum.

"Dia menghina, Kakak!"

"Bukankah hinaan sejak dulu sudah kita terima, hmm?" Ucap Abraham menaikkan alisnya.

Bia mengangguk. Ya masa lalu kedua orang tuanya dulu memang tersebar dengan cepat. Ayahnya yang menikah dua kali, memiliki istri dua membuat Bia dan Abraham menjadi salah satu korban hinaan di sekolah.

Namun, dua anak itu tak pernah menceritakan apapun pada orang tuanya. Seakan hinaan itu hanya terlihat, terdengar dan berhenti di kedua telinga mereka berdua.

"Kalau Kakak gak kuat. Hubungi aku! Bia bakalan bantu Kakak sampai kapanpun," Kata Bia dengan tulus dan mendapatkan anggukan kepala dari Abraham.

Sebelum Abraham menjawab. Seorang pria paruh baya datang membuat sepasang adik kakak itu menoleh.

"Mari, Nak. Istrimu akan datang kesini," Kata Tuan Akmal yang baru saja mendekati adik kakak itu.

Perasaan Abraham mulai gugup. Namun, dia berusaha tetap terlihat tenang dan berdiri tegak di samping papa mertuanya. Matanya menatap ke arah tangga. Dia menunggu sosok perempuan yang sudah menjadi istrinya sejak beberapa menit yang lalu.

Saat Abraham menunggu. Semakin lama terdengar suara orang berisik dari lantai dua. Terlihat seperti orang tengah berdebat dan membuat Abraham spontan mendongak.

"Aku gak mau, Kak. Gak mau!" Seru seorang perempuan dengan mencoba melepaskan tangan yang menariknya.

"Diam, Aufa! Lihatlah penampilanmu juga! Kau merusak gaun pernikahanmu," Seru seorang perempuan yang terlihat lebih tua dari perempuan yang memakai baju pengantin.

"Aku memang merusaknya! Aku tak sudi menikah dengan pria miskin. Pasti dia jelek, udik dan kumuh!" Umpat Aufa yang membuat Abraham spontan terdiam.

Hinaan itu tentu terdengar dan didengar oleh semua orang yang ada disana. Beberapa orang menjadi merasa kasihan pada sosok Abraham yang sejak tadi berwajah datar. Namun, tidak dengan Tuan Akmal.

Pria paruh baya itu berjalan dengan tegas menaiki tangga. Dia menyusul putrinya yang terlihat saling berdebat dan terus mengatakan hal hina dari bibirnya.

"Papa… "

"Ayo, Aufa. Suamimu sudah menunggumu!" Kata Tuan Akmal sambil memegang lengan putrinya dan menariknya.

Mata Abraham mulai fokus pada sosok perempuan dengan penampilan acak-acakan. Pernikahan yang biasanya identik dengan gaun yang bagus kini terlihat sangat amat berbeda.

Gaun indah yang melekat di tubuh istrinya itu kini terdapat bekas gunting dimana-dimana. Robekan itu tak beraturan dan juga make up yang sudah tak rapi terlihat jelas disana.

"Kak," Lirih Bia dengan menyematkan tangannya di jemari kakaknya dan berdiri tepat di belakang Abraham.

Abraham menoleh. Dia tersenyum dan mengangguk menandakan bahwa dirinya baik-baik saja.

"Lihatlah suamimu, Aufa!" Kata Tuan Akmal pada putrinya yang menunduk.

"Aku gak mau, Pa. Aku sudah bisa menebak wajahnya seperti apa!" Kekeh Aufa dengan suaranya yang ketus.

Abraham hanya mampu melihat. Sampai saat papa mertuanya itu entah membisikkan apa. Perempuan dengan penampilan berantakan itu mulai mendongak secara perlahan.

"Aufa, ini Abraham. Suamimu," Kata Tuan Akmal mengenalkan.

Abraham terpaku. Dia menatap sepasang mata dengan bola mata berwarna coklat yang terlihat begitu menawan. Meski beberapa make upnya terlihat luntur, semua itu tak bisa menutupi wajah cantik dari wanita yang telah dinikahi beberapa menit yang lalu.

"Nak, ini istrimu. Aufa Falisha," Kata Tuan Akmal pada Abraham.

Setelah mengatakan itu. Aufa terlihat memalingkan wajahnya. Dia menegakkan tubuhnya dan menatap ke samping.

"Ayo. Cium tangan suamimu, Aufa!"

"Tapi, Pa…"

"Ingat apa yang Papa katakan?" Kata Tuan Akmal menyela.

Aufa segera mengulurkan tangan. Abraham dengan pelan menyodorkan nya dan langsung diterima oleh Aufa dan diletakkan di pipinya.

"Aufa!"

"Ini udah saliman, Pa. Sama aja!" Seru Aufa yang langsung bergeser berdiri di dekat Papanya.

...****************...

Akhirnya acara tiap acara mulai berlangsung sampai selesai. Selama itu juga, Abraham tak mendapatkan perlakuan baik. Bahkan telinganya sudah ditebalkan sejak tadi semenjak keluarga besar Aufa datang mendekati mereka berdua.

"Kau yakin menikah dengan pria seperti ini Aufa?"

"Kau dari keluarga terpandang, Aufa. Lalu suamimu ini, kasta rendahan yang bermimpi menjadi pangeranmu!"

Kata-kata menyakitkan itu terus terdengar di telinga Abraham tapi tak ada yang dibalas sedikitpun. Dia seakan masih tetap tenang. Bahkan wajahnya tetap datar saat mengikuti langkah kaki istrinya kemanapun.

"Aku mau ke kamar mandi. Gak usah ikut! Kamu diam disini!" Seru Aufa dengan nada mengancam.

Dia lekas berjalan meninggalkan Abraham sendirian. Pria itu hanya mampu menarik nafasnya begitu dalam sampai akhirnya sosok mertuanya datang mendekatinya.

"Jangan terlalu diambil hati perkataan Aufa ya, Abra. Putriku ini memang berbeda dari saudaranya yang lain."

"Berbeda bagaimana, Tuan?" Tanya Abraham dengan pelan.

Terlihat Tuan Akmal menatap menantunya dengan lekat. Dia menarik nafasnya begitu dalam dan mulai menceritakan seperti apa sosok putri keduanya itu.

"Hanya Aufa yang aku didik berbeda dan akhirnya dia menjadi wanita manja. Dia begitu boros, banyak tingkah dan ya salah pergaulan," Kata Tuan Akmal yang membuat Abraham terdiam. "Mungkin kamu harus menyiapkan beberapa stok sabar ketika bersamanya, Nak!"

"Kamu pasti bisa merubahnya. Aufa masih bisa diatur meski dengan ancaman. Jadi berikan ancaman yang mampu membuatnya tak berkutik!" Kata Tuan Akmal yang membuat Abraham terdiam.

"Papa yakin kamu bisa membuat Aufa takluk, Nak. Papa percaya sama kamu!"

"Kalau begitu. Abraham boleh minta sesuatu?"

"Tentu. Katakan pada Papa! Apa yang kamu inginkan?" Tanya Tuan Akmal dengan mata lekat menatap menantunya itu.

"Mulai malam ini. Biarkan Aufa ikut denganku, Pa. Aku ingin langsung membawanya ke rumahku. Boleh?"

Tuan Akmal tersenyum. Dia menepuk pundak Abraham dan mengangguk.

"Dia sudah menjadi istrimu dan kamu berhak membawanya kemanapun!"

~Bersambung

Jangan lupa like, komen dan vote yah. Biar author semangat updatenya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!