NovelToon NovelToon

Wanita Lain Itu, Mamaku

WLIM 1

"Nay, kamu dimana? Aku reservasi resto atas nama kamu jam 7 malam."

Nayra menggigit bibir saat membaca pesan masuk dari kekasihnya yang bernama Aldo. Hari ini adalah aniversary ke 6 dan mereka sepakat merayakannya bersama-sama di sebuah resto tempat pertama kali mereka berkencan.

Ragu-ragu Nayra menekan lambang telepon untuk menyampaikan permintaan maafnya. Entah bagaimana dia harus mengatakannya setelah dia yang berjanji dan dia sendiri yang membatalkan janji untuk kesekian kali. Sudah pasti Aldo akan sangat kecewa.

Terbayang wajah Aldo yang kecewa di benak wanita cantik yang sudah menginjak usia tiga puluh satu tahun itu. Nayra menghela napas dalam-dalam, sebelum akhirnya benar-benar menghubungi Aldo.

"Dokter Nay!" panggil seorang perawat yang berlari ke arah Nayra. Suara teriakannya mengurungkan niat Nayra untuk menelepon. Ponselnya diturunkan masuk ke dalam saku jas putihnya.

"Ada pasien yang mengalami pendarahan di CVC yang baru anda pasang!" lapor perawat itu panik.

"Apa?" Nayra mengingat dengan jelas siapa pasien yang dimaksud, dan dia sangat terkejut. Pasien itu ... bukankah semua sudah sesuai prosedur? Tapi kenapa bisa sampai terjadi pendarahan?

"Pasien tadi mengalami pembekuan darah, tetapi Dokter Alena tidak menyertakan keterangan apa-apa di catatan yang diserahkan pada Dokter—"

"Kita kesana sekarang!" Nayra mengabaikan laporan perawat tersebut. Dia tau, kalau dirinya selalu dijadikan target selama ini oleh seseorang. Mungkin karena sikap diamnya, membuat orang itu semakin semena-mena.

"Alena, kita buat perhitungan nanti!" batin Nayra yang masih tak habis pikir dengan jalan pikiran dokter yang menganggap dirinya saingan, sampai tega membahayakan nyawa pasien.

Nayra dengan cepat menuju ruangan khusus kemoterapi pasien kanker.

Disana kepanikan terjadi, suami dari pasien tersebut histeris seraya mengomel pada perawat yang ada di sana. Ketika melihat Nayra, pria itu berlari dan membentak Nayra.

"Dokter ini bagaimana? Kenapa tidak hati-hati pas pasang alatnya? Kami ini di sini bayar, kami ke sini ingin mendapatkan kesembuhan, bukan malah celaka seperti ini!" teriak suami pasien yang menangis ketika melihat Nayra setengah berlari mendatangi ranjang pasien.

"Maafkan saya yang tidak hati-hati, Pak. Biar Ibunya saya periksa dulu." Nayra sudah biasa mendapatkan protes semacam itu, jadi dia tetap bisa bersikap tenang. Meski kali ini dia sedikit baper. Nayra dengan cepat menuju si ibu yang sudah pucat dan meringis kesakitan.

"Katanya ini rumah sakit dengan pelayanan paling bagus, tapi kok begini?!" gerutu pria itu dan masih didengar jelas oleh Nayra juga penghuni lain ruangan ini.

Nayra segera mengambil tindakan yang diperlukan, mengabaikan dengung cibiran dari pasien lain yang sepertinya mengeluhkan hal yang sama.

Setengah jam kemudian, Nayra keluar dengan keringat sebesar biji jagung memenuhi dahinya.

"Dokter Nay memang hebat!" puji seorang perawat yang tadi memanggil Nayra seraya mengulurkan sapu tangan untuk menyeka kening.

Nayra tersenyum seraya menyeka keningnya dengan ujung jas putih yang dikenakannya. "Kamu juga hebat, tidak panik dan teliti."

"Tapi Dokter ... ini kan sebenarnya bukan salah anda, tapi anda tetap santai dan tenang menghadapi keluarga pasien tadi?" Perawat itu bertanya.

"Tidak peduli siapa yang salah, tugas kita hanya memastikan keselamatan pasien. Jangan pikirkan yang lain." Nayra menengok jam di tangan kirinya seraya berkata.

Wajah gelisah Nayra tergambar jelas sehingga Perawat bernama Meli itu langsung tersenyum. "Dokter ada janji dengan pacar ya?"

Nayra tersenyum kecut. "Sepertinya akan gagal lagi, karena aku harus menggantikan dokter Joshua yang hari ini izin sampai jam 9 malam."

"Wah, pacar bisa marah, tuh?" goda Meli.

"Nggak juga. Dia biasanya sangat pengertian, tapi aku harus mengabarinya dulu!" Nayra melambai dan bersiap menelpon Aldo.

"Ugh, Dokter beruntung sekali, ya, punya kekasih pengertian begitu. Jadi pengen punya satu yang kaya pacarnya Dokter." Meli berteriak kecil. Nayra tersenyum menanggapi.

Segera setelah sampai ke ruangannya, Nayra mengambil ponsel dan menarik napas panjang. "Semoga Aldo mengerti ...."

*

*

*

Halo lagi🤭

Gak ada kapok-kapoknya bikin nopel baru ya😅

Rate+subs+like+komen+gift poin dan iklan+ full senyum sama otornya yang manis ini😍

Next-next semoga bisa cepet update cepet, ya ... kalau rame🤣 Canda🤭

WLIM 2

Nayra segera menekan nomor Aldo lalu menempelkan benda pipih itu ke telinga. Tangan Nayra berkeringat dingin, hatinya menggigil. Ini lebih menakutkan daripada menghadapi kemarahan pasien.

"Ya, Nay ... gimana? Kamu udah mau pulang? Mau aku jemput? Aku otewe sekarang, kalau kamu udah siap pulang."

Mendengar suara Aldo yang begitu gembira, Nayra semakin merasa bersalah. Bibirnya tergugat saat berusaha menjawab pertanyaan Aldo.

"Nay, halo, Nay—kamu masih disana, kan? Kamu dengar suaraku?"

"Mas ...." Suara Nayra tercekat mendengar penuturan Aldo yang begitu antusias dan sabar menghadapinya. Menghadapi pekerjaan Nayra yang kerap tidak menentu jamnya.

"Aku hari ini gantiin Joshua sampai jam 9 malam, Mas." Nayra mengerahkan semua keberaniannya untuk mengatakan itu.

"Apa, Nay? Kamu bercanda? Kamu lagi ngeprank aku, ya?" Suara Aldo sedikit bergetar dan meninggi. "Kamu nggak mungkin ingkar janji—lagi, kan?"

"Maaf, Mas ... tapi kami memang hanya berdua, dan Joshua sedang berduka. Masih untung hanya sampai jam 9 Mas ...." Nayra mencoba menawar. "Mungkin kita bisa menghabiskan waktu bersama malam ini, Mas. Aku akan datang tepat waktu, aku janji."

"Haha ... kamu lucu sekali, Nay! Apa begitu cara wanita meminta maaf atas ribuan kali penolakan dan pengingkaran janji yang dibuatnya ... ha? Apa begini cara kamu menyelesaikan masalahmu? Dengar, Nay ... kamu bisa buat janji, minta maaf, lalu mengulangi lagi. Begitu seterusnya sampai bosan! Aku capek ya, Nay ... capek dengar semua alasanmu itu! Kamu gak menghargai aku sama sekali sebagai kekasihmu, mentang-mentang pekerjaanku hanya montir kecil yang nggak ada apa-apaan dibandingkan kamu!"

Air mata Nayra tumpah mendengar kemarahan Aldo. "Mas... nggak gitu maksud aku. Aku hanya ingin mengganti waktu perayaan aniv kita. Aku nggak bermaksud nggak hargai kamu dan kerjaan kamu."

"Lalu apa?" tukas Aldo ketus. "Kamu jelas-jelas hanya mementingkan pekerjaan kamu dan nggak pernah perhatian sama aku sekalipun! Aku selalu kamu nomer sekiankan! Aku memang calon suami kamu, tapi aku nggak pernah kamu anggap lebih istimewa dari temanmu, rekan kerjamu, dan pekerjaanmu! Aku nggak mau tau, Nay ... kalau kamu nggak datang malam ini, aku anggap kita selesai, Nay! Titik!"

Ucapan Aldo bagai petir yang menyambar hatinya. "Mas ... Aku mohon jangan begitu! Aku nggak mau dengar kamu putusin aku, aku cinta sama kamu, Mas!"

"Kalau gitu, kamu pulang sekarang dan kita dinner sesuai janji!" Aldo menantang.

Nayra menghela napas dalam-dalam. Air matanya kian deras mengalir. "Maaf, Mas ... tapi aku nggak bisa."

"Oke ... kita jalan masing-masing mulai sekarang!" ucap Aldo tegas, seraya mematikan sambungan teleponnya.

Nayra menatap nanar ponsel di tangannya, lalu membenamkan wajah di atas meja. Tangis Nayra pecah, hatinya hancur. Pria yang dicintainya memilih menyerah setelah selama ini. Hubungan yang dia bina dengan setulus hati kini hancur berantakan. Nayra kecewa dan terluka sangat dalam.

***

"Nayra bikin ulah lagi?" tanya seorang wanita yang sedari tadi rebahan diatas ranjang Aldo dengan lingerie tipis membalut tubuhnya.

Aldo membanting ponsel usai menghubungi Nayra dan mengusap wajahnya kasar. "Siapa lagi kalau bukan anak angkatmu itu, Tan!"

Wanita itu bangkit dari ranjang dan memeluk Aldo dari belakang. Jemarinya yang ramping dengan kuku-kuku panjang mengkilap, membelai dada bidang Aldo. Bibirnya mengukir senyum menggoda dan merayu Aldo dengan suara manja. "Lagian ngapain sih, kamu pertahankan gadis culun yang workaholic itu, Sayang? Lebih baik sama Tante aja, yang udah pasti ada 24 jam untuk kasih kamu perhatian dan kasih sayang, ya kan?"

Aldo memutar badannya, lalu mencium kasar bibir berlipstik merah menyala itu. Pikirannya yang suntuk segera sirna dengan sambutan menggairahkan wanita dewasa ini.

Mereka melepaskan ciuman yang mampu menghabiskan stok udara dalam paru-paru mereka itu.

"Biar Tante hilangkan sakit hatimu dengan sentuhan Tante, Sayang ... kamu pasti puas dan melupakan Nayra selamanya." Tatapan sayu yang mengundang itu membuat Aldo langsung membara penuh gairah.

Dengan tak sabar Aldo menyambar tubuh sintal itu dan menekannya ke dinding. Dia ingin menghujam wanita ini dengan posisi berdiri.

Suara ******* bersahutan memenuhi ruangan kamar milik Aldo ini. Dua insan beda generasi ini saling memadu kasih penuh gairah hingga mereka mencapai puncak kenikmatan bersama-sama.

Tatapan Ana yang dipenuhi kepuasan berlipat ganda menyapu wajah tampan Aldo. Tangan Ana membelai dagu hingga ke leher kokoh pria itu.

"Ini priamu yang ke berapa yang aku nikmati, Nayra! Kau pantas mendapatkannya, Nay ... kau dan ibumu pantas mendapatkan balasan atas kejahatan yang ibumu lakukan padaku dulu!" batin Ana dengan senyum sensual ketika dia meraih tengkuk Aldo.

"Kita baru pemanasan, kan, Sayang?!" rayu Ana.

"Tentu, Sayangku! Permainan sesungguhnya baru akan kita mulai!" Aldo segera menyambar bibir Ana lagi, mereka memadu kasih lebih keras dan lama. Sampai siang bergulir berganti malam. Mereka terus meneguk kenikmatan seolah tidak pernah merasa terpuaskan.

*

*

*

Gimana-gimana? Kurang hot? Bacanya sambil dengerin nyinyiran tetangga biar makin hot😅

WLIM 3

22.12

Nayra setengah berlari dari taksi yang ditumpanginya menuju bengkel milik Aldo yang sekaligus menjadi tempat tinggal pria tersebut. Kedua tangan Nayra memayungi kepala agar gerimis yang sedari sore tadi turun tidak membasahi tubuhnya.

Sesampainya di sana, Nayra melihat mobil miliknya yang dipakai Aldo. Di keseharian, Nayra diantar jemput Aldo ke rumah sakit atau naik taksi. Apa saja di berikan Nayra asal Aldo bahagia bersamanya.

"Ah, syukurlah, Mas Aldo ada di rumah." Dia sudah berpikir yang tidak-tidak saat Aldo tak bisa dihubungi sejak terakhir kali mereka berkomunikasi. Aldo punya kebiasaan mabuk-mabukan jika punya masalah dengannya.

Sejenak, Nayra mengibaskan bajunya yang basah sebelum mengetuk pintu kamar Aldo. Bengkel ini Nayra beli secara cash tempo dari temannya yang kebetulan pindah ke tempat yang lebih besar.

Dua tahun lalu, Aldo di PHK dari perusahaan yang mempekerjakannya, lalu Nayra mendukung Aldo yang ingin membuka usaha sendiri. Dengan harapan, usahanya berkembang dan setelah menikah, keuangan mereka sudah stabil.

"Mas ...." Pintu tidak terkunci dan Nayra bisa masuk leluasa. "... ayo makan mal—"

Nayra tercengang melihat seorang wanita berada di sana. Memakai pakaian yang seksi, sejenak wanita itu berhasil membuat Nayra curiga. Wanita tersebut tersenyum sinis dengan alis terangkat, seakan-akan mengejek Nayra.

"Mama ...?! Sedang—"

"Kamu masih ingat untuk kemari, Nay?!"

Nayra menoleh ke sumber suara yang tak lain adalah Aldo. Kekasihnya itu baru saja keluar dari kamar mandi. Bertelanjang dada dan hanya memakai celana panjang saja.

"Mas ... ada Mama. Kok kamu nggak pakai baju?!" Nayra canggung. Meski Aldo adalah calon menantu dari wanita yang duduk di sofa single itu, tetapi bukankah itu tidak sopan?

Mama Ana tampak biasa saja, malah dia seperti menikmati. Itu membuat Nayra risih.

"Jangan mengalihkan topik pembicaraan, Nay!" Aldo membentak Nayra. Tatapan Aldo yang dipenuhi amarah itu menghujam Nayra tanpa belas kasih.

"Untuk apa kamu kemari, ha? Mau minta maaf? Lalu besok ingkar lagi dan akan kamu ulangi lagi? Begitu?" sambung Aldo masih dengan nada yang sama. Tinggi dan membentak.

"Mas ... aku sungguh nggak bermaksud ingkar pada janji kita. Tapi keadaan yang memaksa. Mas tau sendiri kan, bagaimana kerjaan aku?" Nayra maju lebih dekat, meraih tangan Aldo yang langsung ditepis kasar. Mata Nayra berguncang saking terkejut akan perlakuan Aldo padanya. Selama ini, Aldo belum pernah mengasarinya, bahkan berkata-kata kasar saja belum pernah sama sekali, meski mereka bertengkar hebat.

"Kamu bisa berkata begitu setiap kali datang setelah melakukan kesalahan, Nay! Tapi sejauh ini yang aku lihat kamu nggak pernah serius minta maaf padaku. Kamu anggap aku ini apa sebenarnya? Pria yang nggak berguna karena pekerjaanku yang nggak seberapa dibanding kamu? Begitu?" Aldo menggeser posisinya lebih jauh. Tampaknya Aldo benar-benar kesal pada Nayra sampai enggan memberi Nayra kesempatan menjelaskan keadaan yang sebenarnya.

"Aku nggak pernah menganggap kamu seperti itu, Mas ... aku hargai kamu sebagai calon suamiku." Nayra kembali mendekat, wajahnya tampak memelas.

"Sudahlah, Nay ... aku lelah dengan semua ini! Kita sudahi saja hubungan kita yang tidak sehat ini. Aku mau kamu pikirkan kesalahan kamu, lalu perbaiki. Aku cuma mau kamu lebih perhatian dan meluangkan waktu lebih banyak untuk aku ... hanya itu! Aku nggak butuh uang atau apapun ... aku hanya butuh kamu saja. Itu saja." Tatapan mereka bertemu, "Bisa?!"

Ana sedari tadi menyaksikan keributan dua orang di depannya dengan alis terangkat sebelah. Tampak menggelikan sekali melihat Nayra mengemis maaf pada seorang pria. Sama seperti dirinya dahulu saat memohon pada suaminya, agar tidak mengceraikannya dan menikah dengan Ibunya Nayra.

Meski dia harus menahan air mata saat harus membantu membesarkan Nayra, Ana setidaknya masih bisa hidup dengan nyaman di bawah naungan keuangan suaminya. Walau secara terang-terangan, suaminya lebih sayang pada Titi—ibu Nayra.

"Mas ...!" mohon Nayra seraya mencoba meraih tangan Aldo yang kini sedang mengambil baju di dalam lemari.

"Stop Nay! Jangan sentuh aku dengan tanganmu! Aku muak padamu!"

Sekali lagi Aldo mengibaskan tangannya sekuat tenaga hingga membuat Nayra terpelanting dan jatuh. Ana tertawa di balik tangan. Rasanya puas sekali melihat Nayra tersiksa seperti ini.

"Akh ...!" pekik Nayra, saat merasa kakinya tergelincir bersamaan dengan tubuhnya yang memutar dan terbanting.

Nayra mencoba berdiri, tetapi gagal. Kakinya sepertinya terkilir.

"Stop datang kesini lagi, Nay! Sampai kamu bisa merenungi kesalahanmu dan memprioritaskan hubungan kita!" Aldo meraih kunci mobil dan menarik tangan Ana. "Ayo Tan, saya antar Tante pulang!"

Nayra terkesiap, lalu berpaling ke arah pintu di mana mamanya di tarik paksa oleh Aldo. "Mas ... jangan pergi! Kita selesaikan ini baik-baik! Mas ...!"

Air mata Nayra terburai membasahi pipi. Karena tak bisa berdiri dengan usahanya sendiri, Nayra merangkak ke arah sofa. Berkat bertumpu pada kursi empuk tersebut, Nayra berhasil mengangkat tubuhnya dan menyeret langkah keluar mengejar Aldo.

"Mas ... tunggu, Mas! Dengarkan aku dulu! Aku—"

Namun, teriakan Nayra tidak digubris oleh Aldo yang kini telah melakukan mobil menuju jalan raya yang ramai.

"Mas ...." Tangan Nayra yang terulur ke depan, langkahnya terseret mengejar mobil Aldo. Berharap pria itu masih mau mendengarnya. Atau setidaknya, Aldo kasihan dan berhenti lalu membawanya ke dalam rumah lagi.

Tanpa Nayra sadari, dia telah mencapai jalan raya, ditengah amukan hujan. Air yang tadi sore hanya rintik-rintik, kini telah jatuh dalam buliran yang besar dan menyakiti kulit.

Nayra tidak peduli, mobil Aldo masih terlihat, bibirnya masih berteriak memanggil namanya, hingga karena memaksa, Nayra tanpa sengaja memijakkan kakinya yang terkilir.

"Akh!" Tubuh Nayra yang basah kuyup ambruk di jalan, dan membuat pengendara mobil di belakangnya, berhenti mendadak.

Suara decit roda dan klakson bersahutan. Lampu menyala dengan terang menyorot tubuh Nayra yang tak mampu berdiri.

"Hei! Apa kau pikir ini jalan nenek moyangmu!"

Nayra menoleh saat mendengar suara yang cukup familiar di telinganya. "Dokter Leo?!"

*

*

*

Satu dulu, ya ... mau ke Om Nuga. Tadi siang sibuk bikin persiapan buat hari ibu besok di sekolah bocil 😌

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!