NovelToon NovelToon

Merindukan Cinta Suami

Perubahan Mas Dery

“Mas.. Kenapa baru pulang? Anak-anak nyariin kamu terus pas makan malam tadi, kamu lembur kok gak bilang sama aku?” Aku berjalan menyusul suami ku, ke kamar.. sudah sejak 6 bulan yang lalu sikap Mas Dery berubah padaku juga pada anak-anak.

Aku sering bertanya, apa ada sikap ku yang membuat nya merasa risih atau jengah, tapi mas Dery selalu bilang tidak ada, hanya kesibukan dikantor yang kadang membuat nya berasa capek setelah sampai dirumah.

Aku mengangguk mengerti, tak ingin kutelusuri kenapa sampai ia berubah padaku, sikap nya dingin dan terkesan cuek.. Bahkan dia bersikap acuh tak acuh pada putra kembar kami Rafa dan Rafi.

Aku menikah dengan mas Dery sudah 15 tahun, anak-anak akan masuk sekolah menengah pertama tahun depan, mereka sudah menginjak remaja.. Kadang aku berpikir.. Apa karena usia pernikahan ku yang sudah lama membuat gairah diantara kami memudar?

jujur saja, aku merindukan kasih sayang nya, merindukan pelukan mesra nya, apa aku salah?

“Mas ada lembur tadi, lupa mau ngasih kabar kamu! Lagian baterai nya juga lowbet.” jawab nya singkat, bahkan untuk sekedar menoleh dan melihat kearah ku saja dia enggan.

Mas Dery masuk ke kamar mandi, setelah aku menyiapkan air hangat untuknya, sekilas aku melihat ponsel suami ku tergeletak diatas nakas, aku mengambil nya berniat ingin mencharge ponsel nya, namun saat usb nya aku sambungkan ke stopkontak, aku terkejut melihat baterai nya masih ada 50 persen, aku menarik nafas dalam.. Dan membuang nya dengan perlahan.

Aku mencoba mengatur ritme jantung ku yang berdetak hebat tak karuan, segala prasangka-prasangka buruk menari-nari dipikiranku saat ini.

Aku berdiri dan duduk didepan meja rias, kupandangi seluk wajah ku.. Apa aku sudah tidak menarik lagi dimata mu Mas? apa aku sudah kelihatan tua dimatamu?

Memang aku mulai berhijab sejak 3 tahun terakhir ini, dulu respon mas Dery sangat positif, ia bahkan memuji penampilan ku yang sudah mulai menutup aurat meski belum sempurna.

“MasyaAllah ini istrinya mas? Cantik sekali sayang?” begitulah pujian yang ia lontarkan padaku dulu..

Namun kini... Semua terasa hambar bagai sayur tanpa garam..

Kehidupan rumah tangga yang monoton, apa itu yang membuat nya jenuh.

Mas Dery keluar dari kamar mandi dengan sudah mengganti pakaian nya, ia seperti mencari-cari ponsel nya.

“Cari apa mas?” tanya ku.

“Ponsel mas dimana ya? Perasaan tadi mas taruh sini!” jawabnya sambil menunjuk nakas disamping ranjang.

“Udah aku charge, tuh!” 

“Ohh,” dia langsung menghampiri ponselnya, tanpa rasa bersalah dia duduk ditepi ranjang dengan memainkan ponsel nya.

“Kata nya ponsel kamu lowbet mas, itu masih ada 50 persen lagi,”

“Iya tadi kan di charge disana,” masuk akal juga sih ucapannya, aku masih berpikir positif padanya. Tak ku hiraukan kan lagi perasaan kalut dan campur aduk tentang nya tadi.

Aku mencoba merapat kan tubuhku pada Mas Dery, bahkan sudah 6 bulan dia tidak menyentuhku,

“Lin, kamu ngapain sih mepet-mepet gini, mas capek loh!” katanya cuek, dia bahkan mengambil guling dan meletakkannya diantara kami berdua.

Aku mendengus kesal, tapi sebisa mungkin aku harus tetap sabar.

Begitu mendapat penolakan dari suamiku, aku langsung beringsut menjauhinya, bahkan aku tidur memunggungi nya, dulu.. Saat begini, Mas Dery langsung memeluk ku, meminta maaf jika ia salah. Namun sekarang...

Aku terkejut saat adzan subuh berkumandang, benar semalam aku ketiduran, bahkan mas Dery sama sekali tak mendekati aku.. Ya Allah.. Pedih sekali rasanya diabaikan suami sendiri.

Lagi-lagi aku mengatur nafasku sembari beristighfar menenangkan hati yang amat perih, aku beranjak dari kasur lalu bergerak kekamar mandi untuk mandi dan berwudhu, sudah menjadi kebiasaan saat turun dari tempat tidur aku akan mandi lebih dulu, barulah memulai semua aktifitas.

Setelah memakai mukenah, aku membangunkan mas Dery, tapi ia hanya menggeliat kecil, aku tau pasti ia takkan shalat lagi. Aku langsung bergegas ke kamar anak-anak ku..Beruntung nya saat aku kesana mereka sudah bersiap dengan kopiah dan baju koko nya.

“MasyaAllah anak-anak ummi udah siap?”

“Udah dong Mi, ini Rafi yang agak susah bangunnya, kalau Rafa mah selalu gercep!” jawab anak ku yang pertama. Mereka kembar identik, Alhamdulillah aku dan Mas Dery dikaruniai anak kembar yang sangat tampan dan sholeh. Rafa Dirgantara, dan Rafi Dirgantara.

“Kak Rafa julid banget sih ih! Meskipun berat melangkah, tapi Rafi selalu inget kak.. Apalagi kita anak laki-laki!”

Aku merasa tersentuh dengan kata-kata anak ku, Alhamdulillah sekali lagi aku ucapkan.

Karena arahan dan didikan, kami berhasil membawa mereka sampai sekarang.

“Ayyuuk kita shalat, nanti keburu habis subuh nya.”

“Abi mana mi? Gak subuhan lagi ya?” tanya Rafi,

“Abi nanti shalat sendiri, tadi malam kan Abi pulang malam, mungkin Abi masih capek, udah ayuk, Rafa jadi imam ya?” kata ku pada mereka.

Lihatlah mas, anak-anak mu sudah begitu bijak, kenapa  sekarang sepertinya kau begitu jauh dari kami.. Padahal kau ada dihadapan kami.

Shalat subuh telah selesai, anak-anak sudah kembali ke kamar mereka dan bersiap hendak sekolah.

Aku sendiri sekarang tengah sibuk menyiapkan sarapan pagi, setelah semua nya selesai aku kekamar untuk membangunkan suami ku.

Ternyata mas Dery sudah bangun, terdengar gemericik air dikamar mandi.

Gegas aku menyiapkan baju kemeja serta jas yang akan digunakan mas Dery. Tak lupa juga aku menyiapkan dasi, kaos kaki serta sapu tangannya.

Aku juga bersiap hendak berangkat kerja, aku mempunyai butik Yang cukup besar di sini, butik itu sudah ada sejak aku belum menikah dengan mas Dery, sedangkan mas Dery sendiri, ia direktur keuangan di perusahan Mr Corp, kehidupan kami Alhamdulillah sangat tercukupi, aku merasa rumah tangga ku sangat harmonis sebelum 6 bulan terakhir ini.

“Lin, nanti mas kayak nya lembur lagi.. Kamu dan anak-anak jangan tunggu mas ya, makan malam aja langsung!” kata mas Dery sembari menyisir rambut nya.

“Lembur lagi mas?”Aku menoleh ke arah mas Dery, berharap ia mau memperhatikan aku, sedikit saja.. Namun hasil nya tetap sama, dia tidak menganggap ku ada dirumah ini.

Kucoba mengambil nafas perlahan, dan kehembuskan secara perlahan juga. Aku pernah dengar, jika istri yang mendekati dan mencoba lebih dulu menarik perhatian suami tak apa. Aku memeluk mas Dery dari belakang, kubenamkan wajah ku di dada bidang nya, rasanya sudah lama sekali aku merindukan saat seperti ini.

“Mas.. Kenapa akhir-akhir ini kamu sibuk? Kamu bahkan tidak punya waktu untukku dan anak-anak,” bisik ku perlahan pada nya, aku memanjakan suara ku, mencoba merayu nya..

Dulu... saat aku sudah begini, pasti Mas Dery akan langsung membalasnya, tapi sekarang.. Dia malah menepisku..

Bab.2 Sedikit Petunjuk

Mas Dery mencoba melepaskan pelukanku padanya. “Lin ini sudah siang loh, nanti mas bisa telat!” Aku seperti dipaksa bangun dari alam mimpi, aku dipaksa menyadari bahwa ini lah sekarang suami ku! Aku mengendurkan pelukanku, dan perlahan aku mulai melepaskan nya, aku merasa malu... Untuk kesekian kali nya, Mas dery menolak ku lagi.

Setelah kejadian itu, aku berhenti menanyai suamiku ini itu, mas Dery juga tak merasa bersalah padaku, kuperhatikan dari kaca rias dia sudah bersiap dan akan turun kebawah, dia bahkan tidak melirikku sama sekali, sebegitunya kah kau tidak menginganku mas?

Aku memoles wajah dengan make up tipis, dulu aku merasa bangga karena setiap aku bercermin dan merias diri, Mas Dery akan datang dan langsung memujiku, kalau dia beruntung menikahi aku. Sekarang sangat jauh berbeda.. Ada kebiasan Mas Dery yang baru..

Yaitu menjadi orang asing dirumah kami sendiri. Setelah selesai berhias aku segera turun untuk sarapan bersama anak-anak.

Kulihat Mas Dery sedang bercakap-cakap dengan mereka.

“Abi, kenapa tadi Abi gak shalat subuh?” tanya si sulung Rafa.

“Oh.. Abi shalat kok, tapi dikamar,” jawab Mas Dery.

“Kenapa Abi malah shalat dikamar, kenapa gak jamaah bareng kita? Udah lama loh Bi, kita gak jamaah bareng kayak dulu lagi, Sekarang Abi sibuk terus, kasihan Umi!” sahut si Rafi, hatiku mengiba melihat anak-anak ku yang bahkan peka terhadap perubahan Abinya.

Aku masih diam tak menyahuti apapun, kali ini mas Dery melirikku, mungkin berharap aku bisa melepaskannya dari pertanyaan anak-anak. Namun aku mengacuhkan tatapan nya, biarlah.. Biar dia tau bagaimana rasa nya diabaikan.

“Kok kasihan sama Ummi sih, memangnya Ummi kenapa?” 

“Ya setiap malam Ummi selalu nungguin Abi pulang, sampai ketiduran di sofa, Kenapa Abi gak pulang cepet sih, setiap hari lembur terus, bahkan sekarang Abi jarang ada waktu buat kita ya kak!” cerocos Rafi lagi, memang diantara anak kembar ku, Rafi lah yang paling cerewet dan jenaka, berbeda dengan Rafa yang irit bicara.

“Abi kan kerja nak, buat kita juga kan? buat masa depan Rafa sama Rafi,”

“Percuma banyak uang kalau Abi udah gak sayang kami sama Ummi!” Jleebb! Kata-kata Rafa barusan seperti mengiris hatiku yang memang sudah menganga luka nya.

Aku menatap lekat mas Dery, apa dia akan menyadari apa yang anak nya ucapkan.

“Sudah lah Rafa Rafi! Kalian ini kan sudah besar, masa kemana-kemana harus ditemeni Abi sih,” protes mas Dery. Aku kira dia kan tersindir dengan ucapan anak nya, tapi ternyata dia justru menyalahkan anak-anak.

“Mas Cukup! Anak-anak, ini sudah hampir jam 6.30 ayo cepat habiskan sarapannya, biar gak telat sekolah nya,” Aku menyela percakapan  mereka, aku takut anak-anak ku akann tersinggung mendengar jawaban dari Abinya, beruntung nya anak-anak langsung mematuhi ucapan ku. Setelah selesai makan mereka berlari kedalam kamar dan mengambil tas mereka.

“Kamu jangan provokasi anak-anak begitulah Lin, mereka masih menginjak remaja loh, lagian kamu kenapa sih, aku tu kerja buat kalian.. Kamu ini aneh banget!” Aku sedikit terkejut dengan prasangka mas Dery padaku, dan ini kali pertamanya aku mendengar mas Dery mengucap kata ’aku’ untuk dirinya sendiri.

“Yang aneh itu kamu mas, apa kamu gak sadar, akhir-akhir ini kamu berubah? Kamu seperti tidak menganggap ada keberadaan kami disini? Kenapa?”

“Sudahlah Lin, ini masih pagi loh, gak ada yang berubah dari aku! Udah aku mau berangkat!” ia menyodorkan tangan nya untuk ku salami. aku pun menyambut nya, dan mencium punggung tangan suami ku, sebelum 6 bulan belakangan ini, setiap akan pergi berangkat kerja, mas Dery tak kelupaan untuk selalu mencium keningku, tapi sekarang.. Semua sudah berubah. Yang ada hanya kebiasaan Mas Dery yang perlahan semakin jauh dan sulit sekali aku dekati.

’Sebenar nya kamu kenapa mas?’ batinku dalam hati.

“Ummi!” Panggilan Rafa membuyarkan lamunanku.

“Iya sayang, kalian udah selesai? Yuuk berangkat,”

Aku mengantar anak-anak kesekolah seperti biasa, setelah itu aku langsung ke butik ku. Kemarin aku tidak datang kesana karena kepala ku sedikit pusing, jadi hari ini aku memeriksa laporan keuangan semalam. Kebetulan kemarin ada barang baru yang baru saja tiba.. 

“Nisa.. Laporan hari kemarin sudah ada dimeja saya?” tanya ku pada Nisa karyawan yang paling teladan dan paling aku percaya mengurus butik jika aku berhalangan hadir.

Sebenar nya nafkah yang diberikan Mas Dery padaku sangat layak dan banyak, bisa dibilang aku tidak kekurangan apapun, namun mempunyai butik sendiri adalah impian ku sejak dulu, karna memang aku sangat suka dalam dunia fashion, barang yang aku jual juga beragam, dari mulai tas, sepatu , aksesoris dan kebutuhan wanita lainnya. Butik ini sudah ada saat aku masih gadis dulu nya, modal yang diberikan Papa aku gunakan baik-baik untuk bisnis ku sendiri, Tabarakallah saat ini aku sudah mempunyai 3 cabang dimasing-masing kota besar.

“Ini laporannya Buk!” Nisa menyodorkan aku sebuah map berisi laporan harian penjualan disana. Aku mengambilnya dan langsung memeriksa nya, tapi, Nisa belum juga beranjak dari tempatnya berdiri, aku menatap nya heran, seperti nya ada yang ingin Nisa katakan.

”Nis? Ada apa?” tanya ku padanya.

“Bu.. Emm.. Duh gimana ya saya ngomong nya," Nisa nampak seperti sulit sekali mengatakan nya.

“Nisa.. Kamu mau ngomong apa? Ngomong aja,”

“Kemarin, saya melihat Bapak kesini sama perempuan Bu!”

Degh!

Perempuan? Mas Dery?

“Maaf Bu, perempuan itu seperti sedang dekat sekali dengan Bapak, kebetulan si Mila sempat memotret nya, dan mengirimkan ini pada saya,” Nisa langsung menyodorkan ponsel nya padaku, seketika jantungku seperti ditikam belati, sesak! Itulah yang aku rasakan saat pertama kali melihat Mas Dery menggandeng mesra perempuan bersurai panjang nan hitam itu.

Siapa perempuan itu? Apa dia penyebab Mas Dery berubah menjadi dingin pada ku dan anak-anak?

Pertanyaan itu menari-nari dikepala ku, haruskah aku berfikir positif soal ini? Atau aku mencari tahu dulu kebenarannya?

Ya tuhan.. Jika benar suami ku mempunyai wanita idaman lain, aku harus apa? Aku harus bagaimana?

Tanpa terasa air mata ku mengalir deras. Mungkin Nisa menyadari jika aku syock dengan itu semua.

“Ibu.. Saya minta maaf kalau foto ini mengganggu Ibu, tapi saya tidak tega kalau Ibu dipermainkan oleh Bapak,” Nisa berucap lagi. aku mengusap air mata ku, berulang kali aku beristighfar agar hati ku tetap tenang.

“Enggak Nis, maaf.. Mungkin memang saya yang terlalu berlebihan, jam berapa Bapak kesini?"

“Jam 8 malam Bu,”

Tadi malam Mas Dery pulang jam 10 malam, dan dia bilang dia lembur, Astaghfirullah mas.. Jadi ini yang kamu maksud dengan lembur itu?

“Apa Bapak ada mengatakan sesuatu sama kamu?”

“Gak ada Bu, Bapak bahkan membayari tas edisi terbatas dibutik kita, yang baru tiba kemarin pagi!”

“Selain itu?” 

“Pokoknya segala belanjaan wanita itu Bapak yang bayarin Bu, total belanjaan Bapak berkisar hampir 50 jt,”

“Oke! Makasih ya Nis..”

“Ibu gak apa-apa?”

“Gak apa-apa!”

Bersambung...

Bab.3 Mencari Bukti

 Aku mengusap wajah ku, berusaha menetralisir hati yang mulai goyah. Mas Dery bahkan berani membawa perempuan itu ke butik ku sendiri? 

Jika benar mas Dery telah mendua dengan perempuan lain, apa yang harus aku lakukan? Apakah aku sanggup untuk bertahan menyemai cinta yang sudah layu dan mati..

Tapi bagaimana dengan anak-anak..

Aku harus mencari tahu dulu kebenaran nya.

Bukti foto yang Nisa berikan padaku, belum cukup kuat untuk ku memvonis mas Dery bersalah, aku harus mencari tahu siapa perempuan itu.. Tapi tunggu dulu, bukankah tadi mas Dery bilang ia akan lembur, jika tidak lembur sore pasti ia sudah kembali. Aku akan pergi ke kantor mas Dery dan mengikuti kemana pun ia pergi. Dengan begitu aku akan tahu dimana tempat tinggal perempuan itu, dan siapa dia sebenarnya.

Aku sudah tak konsen lagi memeriksa laporan keuangan kemarin. Setelah anak-anak pulang sekolah, aku akan melancarkan aksi ku.

Sore hari, setelah memberi tahu anak-anak jika aku harus kembali ke butik dan mungkin malam baru bisa kembali, aku langsung pergi kekantor mas Dery, namun aku pergi menggunakan taksi online, mobil ku sengaja aku tinggalkan di butik agar mas Dery tak curiga.

Cukup lama aku menunggu didepan kantor nya, hingga tak berapa lama kemudian ia keluar bersama seorang wanita.. Wanita yang sama persis dengan yang ada di foto yang Nisa berikan tadi pagi.

Rasa nyeri menghinggapi hatiku.. Perempuan itu menggandeng mesra lengan mas Dery, tidak kah ia tahu jika mas Dery sudah beristri dan punya anak?

Aku menyuruh pak supir untuk mengikuti mobil suami ku, sebelum nya aku mengirim pesan ke mas Dery, menanyakan apakah ia jadi lembur.. dan jawabannya adalah iya.. Jawaban yang sangat singkat. Dapat aku lihat tadi, sepanjang wanita itu menggandeng mesra mas Dery, laki-laki yang masih sah menjadi suamiku itu terus saja melebarkan senyum nya, hal yang sangat aku rindukan selama 6 bulan terakhir ini.

‘Bagaimana aku tidak curiga padamu mas, sekarang.. Seperti nya aku bukan prioritas kamu lagi..’ batinku dalam hati.

Mereka berhenti di sebuah Cafe, saat ini jam sudah menunjukan pukul 7 malam..

‘Tega sekali kamu mas, setiap malam aku dan anak-anak menunggu kamu dirumah untuk makan malam bersama, tapi disini kamu makan malam dengan wanita lain?’ tak terasa air mata ku jatuh, aku menangis dalam diam.. tak ingin pak supir mengetahui tangisanku.

“Itu suami nya ya Bu,” ucap Pak supir padaku. Seperti nya ia tahu jika aku menangis disini.

“Iya pak,” jawabku pelan.

“Yang sabar ya Bu, laki-laki jika sudah punya banyak uang, dia pasti lupa bagaimana dia mendapatkannya, dan siapa yang mendampinginya,” ucap pak supir lagi, seperti nya dia berusaha membuat ku berhenti menangis. Aku teringat kala dulu mas Dery hanya karyawan biasa, aku menentang restu dari papa demi bisa menikah dengan nya, saat itu aku pikir mas Dery adalah seorang imam yang baik, hingga akhirnya papa luluh dan menerima mas Dery menjadi menantunya, papa juga memberikan aku modal untuk mendirikan sebuah butik sesuai dengan cita-cita ku..

Hingga 4 tahun setelah itu, akhir nya mas Dery resmi naik jabatan menjadi direktur keuangan, tentu saja itu mengubah hidup kami, kami bisa punya rumah yang bagus, mobil.. serta aset lainnya.

Tapi kini seperti nya, akan ada tembok pemisah antara aku dan suami ku, perempuan itulah yang akan menjadi rintangan nya.

Aku menunggu diluar cafe saja, tujuan ku hanya satu, mengetahui dimana rumah perempuan yang bersama mas Dery tadi.

Sambil menunggu mas Dery, aku menelpon anak-anak.

“Assallamuallaikum sayang,” sapa ku pada anak-anak.

(Wallaikumsallam Ummi, Ummi udah shalat maghrib?) Astaghfirullah sangking antusias nya aku mencari tahu wanita itu dan mas Dery, aku sampai melupakan kewajibanku.

“Astaghfirullah, Ummi lupa sayang... Soalnya kerjaan ummi banyak sekali, apa kalian sudah makan malam?”

(Sudah mi, tadi Bibik udah siapain makanan kita..)

“Alhamdulillah, ya sudah.. Ummi lanjut kerja lagi, Ummi usahakan sebelum jam 9 sudah pulang ya sayang, dadah sayang!”

Alhamdulillah meskipun sikap Abinya sudah dingin pada kami, aku masih punya anak-anak yang sholeh, masyaAllah...

Sudah hampir pukul 8 malam, tapi seperti nya mas Dery masih belum keluar dari sana. untung saja Pak supir mau menunggu.. Aku akan kasih tips yang besar untuk nya nanti.

Tak berapa lama kemudian, akhirnya mas Dery keluar dari cafe tersebut, masih dalam keadaan sama, perempuan itu bahkan masih terlihat mesra dengan suamiku.

Aku mengikuti kemana pun mas Dery pergi, hingga tiba pada sebuah kompleks perumahan yang cukup besar.. Bahkan rumah nya jauh lebih besar dari rumah kami.

Aku menghafal detail arah dan belokan menuju rumah perempuan simpanan mas Dery. Aku mengambil foto dari ponsel ku, foto-foto saat mas Dery keluar dari kantor dan cafe tadi juga tak luput dari kamera ku.

Aku takkan melabrak mereka berdua.. Meskipun hati ku terasa sesak dan sakit, aku takkan gegabah mengambil keputusan.

Setelah tahu dimana rumah wanita itu, aku langsung menyuruh pak supir mengantarkan ku kembali ke butik.

Begitu sampai disana.. Aku langsung bergegas pulang kerumah, sepanjang perjalanan, hati dan pikiranku berkecamuk, membayangkan jika Mas Dery benar-benar telah menduakan aku selalu terbayang di pikiranku. 

Begitu aku sampai dirumah, ternyata mobil mas Dery juga sudah berada dirumah.

“Assallamuallaikum,” Aku membuka pintu sendiri dan mengucapkan salam. Aku melempar tas ke sofa dan mendudukan diri disana, entah dimana mas Dery dan anak-anak..

“Bik.. Tolong buatkan saya coklat panas ya?” 

“Baik Bu,”

“Bapak sama Anak-anak ada dimana Bik?”

“Anak-anak seperti nya dikamar Bu, kalau Bapak baru aja sampai dan masuk kamar juga.” 

Setelah dibuatkan coklat panas, aku membawanya kekamar, aku melihat mas Dery tengah duduk ditepi ranjang dengan memainkan ponsel nya, akhir-akhir ini, memandangi ponsel setiap malam adalah kebiasaan baru mas Dery.

“Sudah pulang mas?”

“Hemm” Lagi... Mas Dery bicara dan enggan melihat ku, aku merasa kecil diperlakukan begini oleh nya. Aku langsung menuju balkon kamar untuk menikmati coklat panas disana. Tak dipungkiri hatiku sakit sekali rasanya.. Aku mengusap air mata ku yang hampir jatuh..

Aku menatap langit yang sudah gelap, tanpa bintang dan bulan.. Seperti nya malam ini cuaca agak mendung.. Angin malam terasa begitu berbisik ditelinga ku..

Kemana arah tujuan rumah tangga ku sebenarnya, semakin kesini aku semakin merasa sakit.. 

“Alin?” Panggil mas Dery padaku.

“Iya mas," Aku berusaha bersikap biasa saja, agar mas Dery tak curiga jika aku sudah mengetahui sedikit tentang masalah rumah tangga kami.

“Ngapain kamu disini, ini hampir hujan.. Apa kamu gak lihat angin nya agak kenceng," ucap nya yang kini sudah berada disampingku..

“Aku lebih nyaman disini daripada dikamar kita mas,” jawab ku pelan.

“Apa katamu?”

Aku kembali memandang langit yang sudah tak ada cahaya nya.

“Kita satu kamar, tapi aku berasa sekamar dengan orang asing,”.Mas Dery diam tak menjawab ucapanku.

“Siapa mas? Siapa perempuan itu?” sambung ku lagi, aku bertanya tanpa melihat wajah nya, rasanya aku tak siap melihat nya gugup atau pias, lucu sekali bukan.. 

Aku tak berani menatapnya bukan karena aku takut dia akan marah.. Tapi aku takut kenyataan yang justru menyakitkan aku..

“Kamu tahu dia?” 

Degh!

“Iya..”

“Renata... Dia Renata.. Cinta pertamaku!”

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!