NovelToon NovelToon

Worst Marriage

Sidang Pengadilan

Pagi itu, Catylin Lee, tengah duduk menantikan sidang pertama perceraian di pengadilan agama.

Gugatan perceraian yang diajukan satu bulan lalu sangat dinanti-nantikan oleh wanita berusia 35 tahun tersebut. Selama 10 tahun membina biduk rumah tangga tak berarti apa-apa bagi Catylin.

Rasa kesabaran selama 10 tahun terakhir, sudah cukup berat memendam rasa kecewa dan perih di hati, kala perempuan itu diselingkuhi sendiri oleh suami yang dicintainya.

Hatinya remuk luluh lantah bak gelas yang terpecah-belah, sudah tak bisa disatukan kembali.

Dia—Stefan Worst, berusia 39 Tahun, pria yang menyakiti Catylin berkali-kali tak juga sadar akan perilaku dan perbuatan yang menghancurkan rumah tangganya sendiri.

Sampai persidangan pertama digelar, pria itu nangis histeris ketika satu hal yang tak pernah diharapkan dan diduga, terkuak pada persidangan pertama.

"Para hadirin, kita mulai persidangan ini secara tertutup. Sidang gugatan cerai, Senin (19/12/2022), yang tergugat Stefan Worst (39 Tahun), sidang resmi dibuka." Hakim mengetuk palu hingga tiga kali.

Tangan Catylin tremor parah, kala hakim mengetukkan palu. Dengan harapan, ajuan gugatan perceraian itu disetujui oleh hakim. Namun, rasa berdebar juga ia rasakan saat status anaknya ikut berubah menjadi anak-anak dari keluarga broken home.

Tak pernah ia bayangkan, saat anaknya tak lagi memiliki sosok ayah yang kerap mendampingi setiap saat. Namun, Catylin kembali menguatkan hati, percaya bahwa ini satu-satunya cara untuk membuat hidupnya lebih bahagia.

Berpisah dengan lelaki buruk, perilaku yang buruk, sifat yang buruk serta tabiat yang buruk. Sudah cukup bagi Catylin untuk menyengsarakan diri sendiri selama 10 tahun terakhir, mempertahankan rumah tangga yang telah hancur berkeping-keping sejak awal pernikahan mereka.

Tabiat Stefan tak bisa dirubah, meski Catylin berkali-kali memaafkan kasus perselingkuhan yang dilakukan pria itu.

"Penggugat, dengan ajuan persidangan ini, sesuai kesepakatan diawal, saya minta dibawakan test pack. Kita akan langsung mengecek hasil test pack tersebut. Silahkan pengugat melakukan test di kamar mandi," ucap Hakim.

Dengan rasa percaya diri, Catylin memberanikan untuk berdiri. Ia menunjukkan testpack baru kepada seluruh tamu persidangan dari pihak keluarga dan tergugat.

Ia yakini, kalau dirinya tak akan hamil lantaran selama ini masih menggunakan KB untuk mencegah kehamilan semasa suaminya berselingkuh.

Kemudian, didampingi oleh pengacaranya, Catylin masuk ke dalam kamar mandi. Menampung sebagian urine untuk dilakukan pengecekan.

Betapa shocknya Catylin saat melihat dua garis melintang pada test pack tersebut. Sialnya, hal yang tak diinginkan terjadi saat pernikahan itu sudah berada diujung tanduk.

Catylin dinyatakan hamil saat persidangan pertama digelar. Tubuh Catylin bergetar bak di sambar petir di pagi hari. Jatung berdegup kencang, darahnya pun mengalir cepat saat ia harus menerima keadaan yang paling menyakitkan dan terpahit semasa hidupnya.

Hamil anak keempat? Yang tak pernah disangka maupun diharapkan malah terjadi hingga mencegah perpisahan pada rumah tangga yang telah retak dan hancur berkeping-keping.

Tak terasa, pipi Catylin telah banjir, bulir-bulir itu berderai begitu deras. Membasahi pipi tirus yang mulus itu.

"Bagaimana ini bu?" lirih Catylin menunjukkan hasil test pack bergaris dua merah pada pengacara yang mendampingi.

Pengacara itu merasa tak percaya, ia merampas alat penguji kehamilan itu dengan rasa kecewa. Test pack itu diangkat ke depan mata, memastikan kalau garis dua itu tidaklah pernah salah.

Raisa—Pengacara Catylin, merema*as kepalanya karena tak percaya dengan apa yang terjadi saat ini.

"Sial! Laki-laki itu terlalu beruntung," umpat Raisa seraya mengibaskan test pack dengan rasa kesal.

"Sepertinya, Pengadilan Agama akan menolak gugatan sidang perceraian ini. Didalam agama, seorang perempuan yang tengah mengandung tidak bisa diceraikan ataupun mengajukan gugatan cerai," ujar Raisa dengan kepala tertunduk serta rasa kecewa.

"Jadi, apakah aku harus terus bertahan dengan pria itu? Pria yang bertahun-tahun menghancurkan hidupku? hiks hiks," sesal Catylin masih berurai air mata.

"Kalau begitu, kita serahkan dulu test pack ini kepada Hakim. Biar hakim yang menentukan." Raisa memapah Catylin dengan sabar lantaran masih shock dengan hasil test pack tersebut.

Saat memasuki ruang sidang, Stefan menatap Catylin penuh dengan tanda tanya. Raut wajah menyedihkan perempuan itu bak menyambar tubuhnya. Sepertinya, ada sesuatu yang tak pernah ia sangka akan terjadi.

Pengacara Catylin langsung menyerahkan hasil test pack tersebut kepada Hakim. Hakim Ketua sebagai mediator yang juga seorang wanita itupun memerasakan kekecewaan mendalam seperti penggugat.

Bertahun-tahun diselingkuhi, wanita mana yang sanggup untuk bertahan? Tatapan nanar dari hakim itupun tak bisa membohongi seluruh para tamu persidangan.

"Bagaimana hasilnya, Hakim Ketua?" tandas Pengacara Stefan—Biru Sky.

"Sebentar, saya akan membacakan hasil test pack ini," ujar Hakim Ketua. Namun, mulutnya seakan terkunci, mediasi yang ia lakukan untuk menyatukan kembali pasangan suami istri itupun sepertinya akan berhasil.

Sesuai dengan aturan Pengadilan Agama, apapun alasan gugatan perceraian, hakim tetap diminta untuk memediasi penggugat maupun tergugat agar terjadi perdamaian.

Namun, untuk kasus Stefan dan Catylin, Hakim Ketua itupun tak setuju jika mereka terus menyatu membangun bahtera rumah tangga. Jika perselingkuhan hanya terjadi satu kali, wajar sang istri harus memaafkan.

Namun, kalau sudah terjadi berkali-kali bahkan tak terhitung? Apakah pria itu pantas dimaafkan? Itulah yang membuat hakim masih menimbang-nimbang keputusan.

Bukti perselingkuhan telah mereka terima dari penggugat. Bahkan, banyak hal senonoh yang dilakukan tergugat, sangat tidak pantas dilakukan oleh seorang kepala keluarga.

Terlebih, disaat sang istri sibuk mengurus ketiga anak, bahkan membantu dalam hal finansial tetapi kepala keluarga itu tetap bertindak sesukanya.

Melakukan perselingkuhan melebihi yang dilakukan dari pasangan suami istri. Beruntung, Stefan tidak sampai membuat perempuan lain hamil saat ia masih menjadi suami Catylin.

"Dengan rasa berat hati, ajuan persidangan gugatan perceraian ini kami tolak. Berdasarkan hasil penguji test kehamilan, ibu Catylin mengandung anak keempat dengan tergugat. Oleh karena itu, kita nyatakan persidangan ini berakhir dengan damai. Kami akan buatkan akta perdamaian." Hakim Ketua mengetuk palu hingga tiga kali.

Stefan langsung menoleh ke arah istrinya. Ia tak menyangka kalau istrinya itu telah mengandung. Anak keempat? Bahkan, Catylin saja tak pernah mau untuk menambah anak.

Stefan terharu, seolah-olah pernikahannya terselamatkan karena kehadiran hadiah yang tak pernah didamba. Gugatan perceraian yang diajukan oleh Catylin tak pernah mau diterima oleh Stefan.

Pria itu tetap bersikukuh ingin mempertahankan rumah tangga mereka. Sebab, ada tiga anak kecil yang masih membutuhkan kasih sayang seorang ayah.

Stefan histeris, lalu langsung berlari ke arah Catylin. Memeluk perempuan itu dengan erat seraya mata berkaca-kaca. Tak terasa, buliran bening itupun telah menetes tanpa henti, membasahi pipinya.

"Makasih, sayang," ucap Stefan, tanpa rasa malu, ia mengecup pucuk kepala itu dengan lembut.

Stefan terharu sekaligus bahagia lantaran rumah tangga mereka akan tetap utuh. Berkat kehadiran anak keempat mereka, mata batin Stefan mulai terbuka. Rasa untuk mulai memperbaiki diri pun timbul. Ia ingin menjadi papa dan kepala keluarga yang baik dimata dikeluarga itu.

rasa benci

Stefan bahkan berjanji dalam hatinya, ia tak akan lagi pernah berselingkuh. Kasus perceraian itu akan menjadi pembelajaran baginya.

Kini, Stefan akan fokus pada keluarga. Ia akan menyayangi Catylin sepenuh hati. Mencintai anak-anaknya dengan rasa sayang yang besar.

Namun, hal itu berbeda dengan Catylin. Entah mengapa, rasa benci pada janin yang berada di dalam rahim muncul. Mata memerah, raut wajah sedih serta tangis yang tak henti membuat ia semakin sakit.

Tak hanya itu, rasa benci pada pria itu memupuk begitu besar di hati. Hal yang ia harapkan telah berakhir. Keinginan berpisah dari laki-laki yang sangat ia benci itu telah sirna lantaran gugatannya tak disetujui oleh pihak pengadilan.

Seluruh hakim serta tamu persidangan membubarkan diri dengan rasa kecewa. Sepasang suami istri itupun masih bersama, terlihat Stefan masih memeluk sang istri penuh haru.

"Ayo, kita pulang!" ajak Stefan, tanpa memperdulikan perasaan wanita itu.

Catylin hanya mendongak ke atas, menatap pria itu dengan wajah yang basah. Ini benar-benar tak sesuai harapannya.

"Dasar laki-laki brengsek!" maki Catylin lantaran telah muak dengan perilaku lelaki itu.

"Kenapa kamu berkata seperti itu, sayang? Aku ini suamimu, aku berjanji akan mencintaimu dari awal. Aku juga berjanji, tidak akan pernah berselingkuh lagi." Stefan mengalungkan tangan ke leher wanita itu, lalu mencium pucuk kepala Catylin.

"Laki-laki biadab. Pantas saja nama belakangmu worst, sama seperti artinya. Nama adalah doa yang diberikan kedua orangtuamu dan itu terwujud pada dirimu. Perilakumu benar-benar buruk! Menjijikkan, aku benar-benar tak sudi menjadi istrimu lagi," tandas Catylin penuh amarah.

"Jangan begitu, sayang! Aku serius ingin memulai hidup baru. Anak-anak kita sudah menunggu di rumah." Stefan menarik lengan Catylin agar mulai beranjak dari kursi.

Di sana, Raisa masih menunggu kliennya untuk bergerak. "Ayo, kita pulang bu. Ruangan ini sudah sepi, semua orang telah pergi."

Catylin justru menurut dengan pengacaranya. Membiarkan Stefan berdiri mematung, bahkan Catylin tak berniat pulang bersama sang suami.

Catylin bersama Raisa berjalan ke parkiran. Mobil milik Catylin pun terparkir di sana. "Biar saya saja yang menyetir, bu!" pinta Raisa, karena perasaan Catylin tengah terguncang akibat gagalnya berpisah dengan suaminya.

Disisi lain, Stefan langsung menyusul kepergian istrinya. Ia mengekori mobil sedan yang ada di depan. Dengan rasa khawatir, Stefan takut kalau Catylin akan mencoba menyakiti diri sendiri.

Sebab, ia tak menginginkan bayi tersebut hadir ke dunia ini. "Maafkan papa, nak," gumam Stefan seraya memfokuskan pandangan, mengekori mobil istrinya.

Mobil itupun ternyata masuk ke dalam komplek perumahan mereka. Sedikit rasa lega yang Stefan rasakan, setelah melihat Catylin kembali ke rumah.

Mobil sedan itu terparkir di garasi, diikuti oleh Stefan yang juga memarkirkan mobil di samping mobil milik sang istri.

"Ini kuncinya, bu, biarkan saya pulang menaiki taksi online." Raisa berpamitan pada kliennya. Sebelum berperang, kasus mereka telah ditolak lebih dulu oleh pihak Pengadilan Agama.

Sebelum masuk ke dalam rumah, Catylin menyeka air mata. Memastikan raut wajahnya baik-baik saja, ia tak ingin wajah sedih terlintas, dilihat oleh ketiga anaknya yang dititipkan pada ibu kandung Catylin.

"Mama, pulang," teriak Catylin, sebelum ia masuk ke dalam rumah, ia sudah mengabaikan pria yang sudah menjadi suaminya selama 10 tahun terakhir yang berdiri mematung setelah keluar dari dalam mobil.

"Papa, juga pulang!" Stefan meregangkan kedua tangannya agar anak-anaknya berhamburan memeluknya, sedari tadi ia mengekori langkah kaki wanita di hadapannya.

Namun, ketiga anak itu malah berlari ke arah mamanya sendiri. Tak ada satupun yang mau memeluk Stefan. Anak-anak itu sudah paham dengan status rumah tangga kedua orangtuanya yang telah merenggang.

Tak ada lagi kata harmonis sejak dua bulan terakhir, ketiga anak itu sampai merindukan kebersamaan di keluarga mereka.

"Mama, dari mana aja sih," cerocos anak pertama—Sadewi yang berusia 7 tahun.

"Mama abis dari luar sayang, tadi ada perlu. Biasa, mengurus bisnis mama," kilah Catylin, mengelus rambut anak perempuan yang paling besar dengan jari-jemarinya.

"Terus, kok barengan sama papa?" timpal anak keduanya–Sadewa yang juga berusia 7 tahun.

Anak pertama dan anak keduanya itu memang kembar. Anak perempuan lahir lebih dulu, berselang 10 menit, anak laki-lakinya menyusul keluar dari rahim.

Tak heran jika kedua anak kembarnya itu sudah memahami kondisi pernikahan kedua orang tua mereka. Sebab, usia mereka yang dini juga dipaksa dewasa dengan keadaan.

Meskipun sang mama tak pernah mengucap langsung tentang penderitaan hidup selama membina biduk rumah tangga bersama pap- mereka. Namun, kedua anak itu memahami kondisi yang berbeda lantaran sikap dingin kedua orangtuanya.

Tak hanya itu, Stefan bahkan tak tahu malu, memperkenalkan selingkuhannya kepada anak-anaknya dengan alasan adalah teman sang papa. Namun, kedua anak yang duduk di bangku kelas 2 SD itu sudah mengetahui tabiat papa mereka.

Perempuan yang dikenalkan bukanlah teman melainkan selingkuhan papanya. Selain itu, Stefan tanpa sadar kerap mempertontonkan kemesraan dengan wanitanya di depan kedua anak kembar itu.

"Loh, kok semuanya ke mama? Nggak ada yang peluk papa nih?" celetuk Stefan, masih membentangkan kedua tangannya.

Anak bungsu mereka yang belum mengerti apapun langsung berlari ke arah sang papa. Stefy berusia 2 tahun, masih mungil-mungilnya tetapi sudah bawel dan berbicara dengan jelas meski beberapa kata masih terdengar cadel.

"Efy yang peyuk papa," ujar Stefy dengan gaya bicaranya yang memeluk tubuh kekar milik sang papa.

Stefan pun meraih gadis kecil itu, mengecup kening serta mengacak-acak rambut anak bungsunya dengan gemas.

"Sadewa sama Sadewi nggak mau peluk papa juga?" kata Stefan, saat istri dan dua anak kembarnya menatap ke arah dirinya.

Dua anak kembar itu dengan kompak menggelengkan kepala mereka. Bahkan, mengeratkan pelukan pada sang mama.

"Sudah makan?" ucap Catylin, mengalihkan pandangan dua anak kembarnya.

"Efy beyum ma," sambar Stefy dengan riang khas anak bayi.

"Sini, sayang!" Catylin menganggukkan tangan ke arah Stefy, gadis kecil itu melepaskan pelukan dari tubuh papanya, lalu berlari bergantian memeluk Catylin.

"Ayo, Stefy mau mam apa?" ujar Catylin, merangkul kedua anak kembarnya dengan satu lengan, lalu menggendong Stefy di lengan sebelah.

"Mau ayam goreng," teriak Stefy dengan girang.

"Dewi sama Dewa juga lapar ma, eyang belum masak buat kita," celetuk Sadewi.

Catylin melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan, memang saat itu masih pagi. Tepatnya masih pukul 9 pagi, persidangan perceraian digelar saat jam 8 pagi.

"Ma, mama?" teriak Catylin ke arah dapur.

Ibu kandungnya itu masih sibuk memasak untuk ketiga cucunya. "Udah pulang?" sahut wanita tua itu.

"Iyah, ma." Catylin terlihat lesu, membuat wanita tua itu semakin penasaran.

"Loh, kok cepat banget? Bagaimana hasilnya?" tanya ibu kandung Catylin—Retno Sri Asih.

"Nanti saja aku ceritakan, anak-anakku lapar ma. Mama masak apa?" ujar Catylin menatap ke arah wajan.

perselingkuhan singkat

"Mama masakin ayam goreng. Dewi sama Dewa kayaknya sudah lapar tuh, makan dulu ya. Mama masih repot masak, belum sempat ngurus mereka. Mama juga minta Dewi dan Dewa mengurus adik mereka," ungkap Retno pada putrinya.

"Iyah, ma, aku mengerti. Setiap hari juga aku sibuk seperti mama sekarang. Untung ada mama, aku tertolong untuk menjaga anak-anak ini," terang Catylin.

*****

Di dalam kamar, Stefan tampak frustasi saat diabaikan oleh istri dan anak-anaknya. Ia menyugar rambut dengan rasa sesal. Muncul lagi perasan untuk menghubungi selingkuhan terakhirnya. Namun, ia urungkan kembali niat itu, dengan keteguhan hati ingin benar-benar merubah tabiat buruk tersebut.

"Susah juga jadi suami dan papa yang baik," lirih pria itu, mengacak-acak rambut lantaran semakin frustasi memikirkan rumah tangga yang semakin dingin.

Stefan Worst merebahkan diri di atas ranjang. Mulai memikirkan strategi bagaimana cara mengambil hati istrinya kembali. Namun, apapun yang dipikirkan pria itu, ia tetap teringat pada selingkuhan yang cantik-cantik dan seksi serta sempat ia nikmati tubuhnya.

"Arghhh! Pikiran, berdamailah sama keadaan! Jujur aku ingin berubah," batin pria itu.

Stefan kembali larut dalam pikiran. Lalu mulai mematangkan strategi, memikirkan cara apa yang harus ia lakukan untuk mendapatkan kembali hati sang istri. Meluluhkan istrinya agar tak bersikap dingin lagi padanya.

"Apa aku harus menggodanya seperti saat aku menggoda para selingkuhanku?" ucapnya dengan lirih.

Sepertinya, ia akan mencoba cara itu. Menggoda sang istri agar kembali memperbaiki keadaan rumah tangga mereka.

Stefan mulai mengingat kilas balik saat ia masih berperilaku buruk. Layaknya seorang perjaka tetapi nyatanya telah terikat pernikahan.

Bahkan, sudah memiliki buntut tiga, yang harus dijaga dan diberikan kasih sayang. Sayangnya, kehadiran tiga anak, belum cukup menyadarkan Stefan untuk menjadi papa dan suami yang baik.

Flashback On!

10 Tahun yang lalu, seminggu sebelum pernikahan digelar, Catylin tak sengaja melihat notifikasi dilayar ponsel Stefan saat mereka sedang mengambil gaun pengantin. Catylin menunggu Stefan yang sedang ke kamar mandi. Ponselnya lupa di bawa, malah berada di atas meja ruang tunggu.

Ponsel jadul yang hanya bisa berkirim pesan itupun langsung membuat Catylin cukup histeris. Bagaimana tidak, hanya tinggal seminggu lagi, status Catylin dan Stefan akan berubah di KTP. Namun, lelaki itu masih mencoba menggoda perempuan lain.

Saling berkirim pesan, melemparkan rasa rindu serta mengakui rasa sayang pada perempuan yang tak dikenal oleh Catylin.

Jeji—Wanita pertama yang menjadi selingkuhan Stefan, kala pria itu akan bersanding dengan Catylin di pelaminan. Stefan yang menyimpan nama kontak langsung dengan nama aslinya, membuat Catylin bertanya-tanya dan menjadi bimbang untuk melanjutkan pernikahan mereka.

Catylin membaca satu-persatu pesan yang dikirimkan Stefan pada Jeji. Lalu, membaca pesan yang dikirimkan Jeji pada ponsel Stefan. Betapa terkejutnya Catylin, saat satu pesan merujuk pada janji Stefan akan menikahi Jeji dalam waktu dekat.

Tanpa pikir panjang, Catylin langsung mempertanyakan tentang pesan-pesan itu pada calon suaminya. "Apa maksud semua ini?" Catylin melemparkan ponsel kecil itu ke arah Stefan dengan kemarahan yang memuncak. Usianya saat itu masih cukup belia, berumur 25 tahun dan sangat polos.

"Berani sekali kamu membaca pesan-pesan di ponselku?" tampik pria itu dengan wajah kesal.

"Kamu sebenarnya niat nggak sih nikahin aku? Kenapa kamu malah menggoda perempuan lain? Pakai janji segala mau nikahin dia," berang Catylin Lee.

"Hmm ... aku cuma iseng kok, sayang! Nggak sungguh-sungguh, lagipula dia malah menjawab semua pesan-pesanku," kilah pria itu menenangkan, lantaran seluruh isi pesan telah terbaca oleh calon istrinya.

"Kamu gila kali, ya! Apa lebih baik kita batalkan saja pernikahan ini?" ancam Catylin.

"Ja–jangan, sayang!" jawab Stefan terbata-bata.

"Bisa malu keluargaku dan keluargamu, undangan juga sudah disebar." Stefan bertekuk lutut di hadapan Catylin agar wanita itu segera luluh dan mengurungkan niatnya.

"Sial! Mengapa aku bisa bertemu jodoh sepertimu," gerutu Catylin, akhirnya ia tetap dengan pilihan melanjutkan pernikahan itu.

"Mungkin ini salah satu ujian sebelum pernikahan kita, yang! Kata orang-orang, ujian sebelum pernikahan itu, beneran ada." Stefan mencoba menyakinkan.

"Aku juga hanya iseng. Tidak ada niatanku untuk menikahinya. Dia hanya teman lamaku, teman satu SMA," beber Stefan.

Akhirnya, Catylin pun percaya kalau Stefan hanya iseng-iseng semata. Mencoba bercanda pada teman satu sekolah yang sempat ia taksir ketika mereka masih remaja.

Seminggu kemudian ...

"Saya terima nikah dan kawinnya, Catylin Lee dengan mas kawin dan seperangkat alat sholat, dibayar TUNAI!" teriak Stefan dengan lantang mengumandangkan ijab kabul.

"Bagaimana para saksi?" tanya Penghulu.

"SAH! SAH! SAH!" teriak para tamu.

"SAH!" tegas Penghulu, menjabat tangan pengantin pria, lalu menghentakkannya dengan semangat.

Stefan langsung tersenyum sumringah, disambut rasa haru dari Catylin karena mereka telah sah menjadi suami istri. Babak baru dalam pernikahan pun di mulai.

Acara pernikahan berlangsung sangat meriah, disambut oleh pihak keluarga pengantin pria maupun wanita. Pesta besar-besaran saat menggelar resepsi berlangsung selama satu hari semalam.

Tamu undangan yang datang pun sangat banyak. Mereka ikut berbahagia setelah sepasang pengantin baru itu melabuhkan ke dalam pernikahan.

"Selamat ya!" ucap Sahabat Catylin—Jesika di pelaminan seraya memeluk dengan erat.

Jesika yang menjadi bridesmaid hari itu, sangat terharu saat sahabat satu-satunya telah dipinang oleh pria baik, menurutnya. Ia yakin, bersama Stefan, Catylin akan membina rumah tangga yang sakinah, mawadah dan warohmah.

"Gue juga nggak sabar lo nyusul," seloroh Catylin dalam pelukan Jesika, tak terasa lantaran terharu, ia meneteskan bulir bening dari pelupuk mata.

"Lo harusnya senang! Ini hari bahagia lo, bukan hari kesedihan lo!" canda Jesika saat melihat air mata yang menetes, ia tak suka melihat air mata sahabatnya terus berlinang.

Jesika langsung menyeka air mata yang menetes itu. Rasa haru dirasakan oleh keduanya. Bahkan, mereka berpelukan perpisahan saat acara resepsi berakhir.

"Pokoknya lo harus bahagia!" ucap Jesika memperingatkan sembari berpamitan pada sahabatnya.

"Lo juga, maaf kalau kedepannya waktu kebersamaan kita akan berkurang!" desah Catylin. Ia melayangkan senyum lebar, lalu mengendurkan pelukan tersebut.

Flashback Off

Stefan cukup terharu ketika mengingat momen kenangan pernikahan itu. Meskipun ada embel-embel perselingkuhan yang membuat Stefan gelap mata seminggu sebelum pernikahan.

Awalnya, teman SMAnya itu baru mendapatkan kabar kalau Stefan pernah menyukai dirinya. Dengan keberanian, Jeji yang lebih dulu menghubungi Stefan. Lalu disambut baik oleh Stefan. Terjadilah awal perselingkuhan singkat itu. Meski pada akhirnya, Stefan memilih mengakhiri hubungan itu sehari sebelum pernikahan.

Ia mengaku jujur pada Jeji, kalau esoknya akan menikah. Jeji pun sadar diri, memilih menjauhi pria yang akan memiliki istri tersebut.

"Pa, ayo makan," celetuk Catylin membuyarkan lamunan Stefan tentang kenangan pernikahan, di ambang batas pintu kamar.

Ia langsung menoleh ke arah sumber suara, ternyata sang istri masih perhatian. Sengaja mengajaknya untuk makan bersama.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!