🌊 KISAH INI HANYALAH KHAYALAN BELAKA, AKAN ADA ADEGAN - ADEGAN YANG MEMBUAT EMOSI DAN MENAMBAH TENSI, JADI MOHON TINGKAT KESABARANNYA DI TAMBAH YA GENGS 🌊❤️🌹
💐 HAPPY READING 💐
Hari yang indah di awali oleh pagi yang cerah.
Terlihat seorang wanita cantik yang baru bangun dari tidurnya.
“Huwaaaaa,” dia menguap, merenggankan semua otot - otonya, agar kembali rileks seperti biasanya.
Seperti biasa, pagi ini dia bangun dari tidurnya lalu mengerjakan aktifitas paginya.
Wanita cantik itu bernama Khanza Gerlicek, dengan tubuh yang terlihat begitu profesional, kulit putih, tinggi sekitar 170 dan berasal dari keturunan Turki Jawa itu, saat ini berada di Jakarta. Karena mendapatkan sebuah tugas rollingan dari Kantornya Pt Persero Indonesia dan hari ini adalah hari pertama dia bekerja di Jakarta.
Bukan dia pertama kali ke Jakarta, hanya saja dia sudah sering ke Jakarta, dan terakhir ke Jakarta itu dia dua tahun yang lalu. Begitu lama bukan.
Khanza adalah anak dari seorang dokter di Turki, namun dia memilih untuk mencari jati dirinya sendiri di Negara kelahiran Ibunya yaitu Indonesia. Meskipun dirinya harus jauh dari orang tuanya yang saat ini sedang berada di Turki, tapi tidak masalah baginya, asal dia bisa merasakan hidup yang benar - benar bebas.
Hari ini adalah har Sabtu, dan hari ini adalah hari libur, biasanya Khanza menghabiskan waktu liburnya untuk berbelanja mingguan atau lain - lainnya.
“Oke, sudah siap.” Ujar Khanza, ketika dia melihat cermin dan sudah siap dengan pakaian exercisenya.
Pagi ini, Khanza berencana untuk lari pagi sekitaran Bundaran HI, tempat yang cukup Viral di Jakarta.
Dan untuk mencapai tempat itu, Khanza harus memesan Ojol agar bisa segera sampai di sana.
“Lari 2 kilo meter sepertinya cukup.” Gumam Khanza, yang lalu mulai menstar paginya dengan berlari di sekitaran bundaran HI.
Khanza berlari tanpa memperdulikan sekelilingnya, dia benar - benar menikmati paginya dengan berolahraga santai.
***
“Huffftt,,, hufttt,” Khanza mulai mengatur nafasnya, ketika dia merasa larinya kali ini sudah cukup.
“Sepertinya aku akan beristirahat sebentar, dengan meminum Coffe,” ucap Khanza, setelah dia melihat sebuah Stand yang menjual Coffe.
“Hallo, bisa berikan Mocha panas satu.” Pintanya pada penjual itu. Lalu Khanza memberikan uangnya.
“Ini mbak,” penjual tersebut memberikan pesanan Khanza.
“Terima kasih.” Ucap Khanza dengan begitu ramah.
Dengan perlahan Khanza membalikkan tubuhnya, dan sepertinya dia melihat sosok yang tidak asing sedang berdiri dan berlari bersama keluarganya.
“Wow, i feel so lucky to meet you all,” gumam Khanza, yang tersenyum tipis lalu mendatangi keluarga tersebut.
“Brio, Vita,” sapanya, membuat sepasang suami istri itu menoleh ke arahnya.
“Hey Hallo,” timpalnya lagi, ketika Brio dan Vita menatapnya.
Brio menggelengkan kepalanya pelan, berusaha mengingat siapa wanita yang menegurnya ini. “Eh, Khanza,” ucap Brio merasa tidak yakin.
“Iya benar kok, Khanza kan.” Sambungnya lagi, lalu Khanza menganggukan kepalanya pelan dengan tersenyum manis.
“Iya aku Khanza, masa lupa sama aku, jahat banget.” Khanza berpura - pura memasang wajah kesalnya.
“Enggak lah, bagaimana bisa lupa, oh iya, kamu dulu tidak sempat berkenalankan dengan istriku, ini istriku ya Vita.” Brio memperkenalkan Vita pada Khanza.
Walaupun Khanza sudah pernah mengenalnya, tetapi Khanza hanya pernah melihat orangnya saja, tidak pernah menyapanya secara langsung.
“Khanza,” sapanya mengulurkan tangannya yang diterima dengan baik oleh Vita.
“Vita,” sapa Vita balik.
Namun fokusnya Khanza sebenarnya bukanlah mereka berdua, melainkan seorang pria paruh baya yang sedang terlihat menggendong cucunya itu.
“Eh, gimana kabar kalian ber dua? Sudah punya anak berapa?” Tanya Khanza berbasa - basi.
Brio tersenyum menanggapinya. “Baru satu kok, itu sedang di gendong kakeknya,” tunjuk Brio pada Jendra ayah dari Vita.
“Kalau kamu Khan? Apakah kamu sudah nikah?” Tanya Brio, dan di jawab gelengan kepala oleh Khanza.
“Belum, kamu kan tahu, pacaran dan nikah itu hanya buang - buang waktu saja.” Ucap Khanza, dengan tersenyum manis.
“Oh iya, kita mau Breakfast bareng Khanza mau gabung gak?” Tanya Vita, merasa tidak enak jika mengobrol di jalanan seperti itu.
“Ah, tidak usah, kalian saja, aku bisa Breakfast di rumah kok.” Tolak Khanza, merasa segan menganggu acara keluarga mereka.
Vita tersenyum, lalu mengambil alih Michel dari gendongan Papahnya. “Sudahlah, ayo gabung, ngapain kamu makan sendiri di rumah.” Ajak Vita lagi, dan sepertinya tidak menerima penolakan.
“Pah, kenalin ini Khanza, teman Brio yang waktu di ada di rumah sakit.” Ucap Vita, memperkenalkan Khanza pada Jendra Papahnya.
“Eh, Hallo Om, saya Khanza,” salamnya dengan menjulurkan tanganya.
“Papahnya Vita,” balas Jendra, namun tanpa senyuman. Membuat Khanza kikuk sendiri dibuatnya.
“Ayo Khanza, kita Breakfast bareng! Dan tidak ada penolakan ya! Sudah dua tahun tidak ketemu baru kamu mau kabur lagi!” Ajak Brio tidak ada penolakan.
“Baiklah,” sahut Khanza tidak ada pilihan.
Dan mau tidak mau Khanza mengikuti mereka dari belakang. Berjalan sejajar dengan Jendra Papah Vita, karena jalanan yang memang cukup buat dua orang saja, karena kalau sampai tiga orang, takutnya menghalangi jalan orang lain yang mau lewat.
Khanza yang berjalan di belakang, menatap Brio dan Vita yang terlihat begitu bahagia, apa lagi sekarang mereka sudah mempunyai buah hati, pasti rasanya sangat menyenangkan.
“Kamu yang waktu itu, memarahi saya karena tidak mau memaafkan Briokan.” Ucap Jendra tiba - tiba membuat Khanza menoleh singkat ke arah Jendra.
“Iya benar Om,” jawabnya, dengan singkat, Khanza merasa sangat kesal karena sejak tadi Om Jendra ini sudah dingin kepadanya.
“Apakah kamu suka sama Brio?” Tanya Jendra lagi tiba - tiba, membuat Khanza, menghentikan langkahnya, dan menampilkan senyum juteknya.
“Kalau saya suka Brio om, saya pasti akan lebih dulu mengambilnya di saat Brio dan Vita sedang tidak baik - baik saja.” Jawab Khanza dengan penuh rasa emosi.
“Kan saya hanya bertanya saja, kenapa harus pakai emosi?” Jendra lagi - lagi berkata seperti tidak mempunyai perasaan bersalah saja.
“Masalahnya, Om nanya tapi seperti orang yang sedang mengintimidasi om, sadar gak sih!” Jawab Khanza semakin kesal. Lalu memilih untuk mempercepat langkahnya, merasa malas berbicara dengan Jendra.
“Heran, umur dia berapa sih, pemikiran masih kolot banget.” Umpat Khanza dengan kesal, merasa om - om seperti Jendra itu berpikir jika tidak akan ada yang namanya teman laki - laki dan perempuan. Padahal jelas - jelas Khanza hanya teman dari Brio, dan sama sekali tidak suka dengan menantunya itu.
Ketika Khanza kesal, nafas Khanza seperti beradu, dan dia terus menggigiti kukunya, atau tidak dia akan mengupas - ngupas kulit di sekitaran jarinya itu hingga berdarah.
Sedangkan Jendra yang ditinggal oleh Khanza, kini berusaha mengejar wanita itu untuk meminta maaf.
“Maaf ya,” ucap Jendra, setelah berhasil menyusul langkah Khanza.
“Maaf untuk apa Om?” Tanya Khanza, masih dengan rasa kesalnya.
“Maaf kalau omongan saya itu membuatmu kesal, dan kalau kamu merasa pertanyaan saya itu gak pantas.” Ucapnya meminta maaf, dengan memperlihatkan perasaan bersalahnya.
“Oke.” Jawab Khanza singkat lalu kembali berjalan meninggalkan Jendra yang hanya bisa menatap langkahnya yang kian menjauh.
*To qBe Continue. **
**Note : teman-teman, kalau bisa babnya jangan di tabung ya, karena itu akan berpengaruh dengan Level yang akan Mimin dapatkan nanti ***🙏🏻🙏🏻* dan Akan mimin pastikan bahwa karya ini bukanlah promosi, dan akan selalu ada di sini sampai tamat.
*Dan Jangan lupa yah, dukunganya🥰 jangan Sinder.*
*Woy sedekah woy!!!! Jempolnya itu di goyangk'an jempolnya**😎*
Jangan pelit! Mimin, jangan jadi pembaca gelap woy, legal **😭Like,Komen,Hadiah,Dukungan dan Votenya ya semua para pembaca yang terhormat, jangan lupa biar Mimin lebih rajin lagi Updatenya****😘😘
**Kalo malas-malasan entar Mimin juga malas-malasan loh ***😭😭😭*
*Terima kasih**🙏🏻🙏🏻*
🌊 KISAH INI HANYALAH KHAYALAN BELAKA, AKAN ADA ADEGAN - ADEGAN YANG MEMBUAT EMOSI DAN MENAMBAH TENSI, JADI MOHON TINGKAT KESABARANNYA DI TAMBAH YA GENGS 🌊❤️🌹
💐 HAPPY READING 💐
Ketika semua keluarga sudah sampai di sebuah rumah makan yang tidak jauh dari bundaran HI.
Baik Khanza maupun Jendra, kini sibuk dengan pemikiran mereka masing - masing.
Flash Back on
Khanza yang mengingat dua tahun lalu mengantar Brio untuk menjenguk Vita yang baru saja selesai operasi dan kehilangan bayi pertama mereka.
Khanza melihat Brio yang begitu kasihan karena sama sekali tidak dihargai oleh keluarga besar Vita, di tambah lagi dengan kehadiran seorang laki - laki yang entah siapa, membuat Khanza geram sendiri melihatnya, ketika Brio selalu saja di salahkan dalam masalah ini. Apa lagi ketika dia mendengar jika Jendra mengatakan bahwa dia adalah tambatan hati Brio. Membuatnya sedikit merasakan naik pitam di buat oleh Jendra.
Khanza tersenyum manis, lalu menundukkan kepalanya sopan. “Saya bukanlah tambatan hati dari Brio, Pak Jendra.”
“Saya adalah teman yang bertemu dengannya di bandara kemarin.”
“Saya datang ke sini, untuk menemani pria malang ini untuk mengakui kesalahaannya serta penyelasaanya terhadap Vita.” Tandas Khanza, yang lalu maju melangkah untuk mendekat ke arah Jendra.
“Mungkin Brio pernah melakukkan kesalahan Fatal, bahkan sangat - sangat fatal menurut kalian,”
“Dan sekarang, saya meminta salah satu di antara kalian yang mengaku tidak pernah membuat kesalahan di hidup kalian untuk membunuhnya!” Perintah Khanza dengan serius.
Bahkan Brio yang mendengar hal itupun juga ikut terkejut. “Apakah ada salah satu dari kalian yang tidak pernah melakukkan kesalahan sedikitpun di dunia ini.” Tanya Khanza lagi, dengan suara yang begitu lantang.
Tetapi tidak ada satupun dari mereka yang maju untuk merespon Khanza, bukan karena mereka mengabaikan kata - kata itu, tetapi itu karena mereka merasa bahwa mereka juga tidak suci dan sering kali melakukkan kesalahaan.
Khanza tersenyum ketika tidak ada satupun yang berani menjawabnya. “Kalian bukan Tuhan, yang mempunyai sikap sempurna untuk menghakimi orang lain.”
“Mungkin, Brio pernah melakukkan kesalahan yang sangat fatal untuk Vita, tetapi apa kalian ingat, jika hampir sebulan Brio merawat Vita yang sedang kambuh dengan depresinya?”
“Apakah kamu ingat itu Vit?” tanya Khanza yang kali ini tertuju pada Vita.
“Apakah Tuan Jendra ingat? Jika selama hampir sebulan pria yang melakukkan dosa ini pernah merawat putri Anda dengan begitu tulus, tetapi Anda yang datang langsung menjudge jika Brio dan keluarganya merawat Vita dengan tidak baik, sehingga Anda mengambil keputusan sepihak dengan membatalkan pernikhaan mereka.” Khanza kini menatap ke arah Vita dan Jendra secara bergantian.
“Saya bertemu dengan Brio, pada saat dia di Singapore, berbelanja dengan gembira, dengan penuh harapan untuk melihat kembali istrinya yang sudah sadar.”
“Tanpa dia ingat, jika dia mempunyai penyakit Gastric, ketika saya bertemu dengannya kembali di bandara, apakah kamu pernah melihat Vit, apakah kamu pernah melihat tangannya bergetar hanya karena menahan sakit ketika memegang sebuah makanan?” Khanza sebenarnya tidak membela Brio, hanya saja, dirinya tidak suka jika ada seseorang yang mengintimidasi orang lain.
“Hanya kamu perlu berpikir saja, alasan apa sampai Brio berani menyiksamu.”
“Tetapi jika kamu sampai tahu, jika Brio mengaasingkanmu ke German dengan suatu alasan, dan menerima pembatalan nikah ini dengan suatu alasan. Maka kamu pasti akan merasakan penyesalaan itu.”
“Terserah kalian mau menganggap kalimat saya ini salah atau tidak. Tetapi orang yang tulus tidak akan datang di kemudian hari!” Tekan Khanza, sebelum akhirnya dia melangkahkan kakinya pergi.
Dia berlari keluar meninggalkan keluarga itu dan Brio di dalam ruangan itu dengan ekpresi yang masih terdiam.
“Khanza,” teriak Brio, memanggil wanita itu. Tetapi Khanza sudah lebih dulu keluar dan sepertinya sedang menangis.
Brio merasa bingung saat ini, tetapi dia juga sadar, bahwa kehadiraanya di sini tidak di anggap, maka dirinya memilih untuk lebih baik pergi.
Brio menyerahkan bucket bunga yang sejak tadi dia pegang ke arah Jendra yang masih berdiri dengan diam.
“Saya datang ke sini hanya ingin tulus meminta maaf pada Vita om, saya tidak ingin mengundang keributan, tetapi jika Om berpikir demikian, saya juga tidak bisa mencegahnya om.” Tungkasnya, serius pada Jendra.
“Tapi om pernah mendengarkan, 1000 kebaikan akan kalah dengan satu kesalahaan. Mungkin saya menyadari jika kehidupan Vita hancur karena saya. Tetapi setelah saya mengucapkan janji di depan Tuhan, di situ saya berjanji dengan sungguh - sungguh, jika saya akan melindungi Vita meskipun dengan nyawa tukaran saya.”
“Tetapi, semuanya juga sudah lewat om, dan mungkin sekarang saya hanya bisa bilang, cepat sembuh Vita, dan semoga setelah terbebas dariku kamu mendapatkan sebuah hidup yang bahagia.”
“Maaf, karenaku, kamu harus melewati semua ini.” Ucapnya terakhir, sebelum dirinya memilih untuk melangkahkan kakinya pergi, meninggalkan keluarga itu dengan pemikiraannya sendiri.
Flash Back Off
Khanza tersenyum sendiri ketika mengingat kejadian itu, kejadian pertama kalinya dia bertemu dengan Jendra.
“Jadi, kamu masih bekerja di Balikpapan Khan?” Tanya Brio, memecah keheningan yang ada.
“Ehmm, tidak, aku di rolling oleh perusahaan ke Jakarta.” Jawab Khanza.
“Tapi masih di perusahaan yang sama?” Tanya Brio lagi.
“Iya.” Jawab Khanza singkat.
“Jadi kamu akan menetap di Jakarta?” Sahut Vita bertanya pada Khanza.
“Iya, untuk sementara, cuman belum tahu sampai kapan, bisa jadi nanti di rolling lagi.” Jawab Khanza, sekaligus memberikan penjelasan.
“Memangnya kerja di perusahaan apa?” Tanya Jendra, yang ikut menyambung pembicaraan anak - anaknya, agar dirinya tidak merasa paling tua sendiri.
“Di Pt Pertamina om, persero,” jawab Khanza, menoleh ke arah Jendra yang duduk di sebelahnya.
“Oh, pt Minyak itu ya? Kamu perempuan emang bisa kerja di sana?” Tanya Jendra mulai excited mendengarnya. Karena dia pikir selama ini perusahaan ini hanya berisikan laki - laki saja.
“Ada kok om, banyak perempuan juga, dan tergantung bagiannya, ada yang kontraktor, ada yang admin dan lain - lain om.” Jelas Khanza, membuat Jendra menganggukan kepalanya paham.
Sedangkan Brio yang tiba - tiba ingat perkataan Khanza, jika temannya itu menyukai mertuanya langsung tersenyum ketika melihat intraksi antara Khanza dan Jendra.
“Sayang, kamu ingat tidak? Dulu aku pernah mengatakan kepadamu, kalau Khanza menyukai Papah?” Tanyanya berbisik pada istrinya, yang sedang sibuk menyusui anak mereka.
Sontak saja ke dua mata Vita membulat sempurna. “Tapi itukan dua tahun yang lalu, mungkin saja Sekarang Khanza menyukai pria yang lainnya.” Jawab Vita, dengan berbisik pada suaminya.
“Tetapi kalau masih gimana? Kamu memang mau punya ibu tiri seperti Khanza?” Tanya Brio lagi. Membuat Vita terdiam lalu berpikir keras.
Kalau di pikir - pikir, memang kasihan sih, sampai detik ini Papahnya belum pernah menikah sama sekali. Entah itu karena rasa bersalahnya pada Mamahnya atau karena tanggung jawab atas dirinya.
Tapi kalau di tanya, apakah mau mempunyai ibu tiri? Vita sama sekali tidak bisa berpikir apa pun? Apa lagi ibu tirinya cantik dan muda, dia khawatir suaminya akan tergoda juga nantinya.
“Biar aku pikir - pikir dulu deh.” Jawab Vita, lalu kembali melihat intraksi Papahnya dengan Khanza, yang sepertinya nyambung di saat sedang mengobrol.
*To qBe Continue. **
**Note : teman-teman, kalau bisa babnya jangan di tabung ya, karena itu akan berpengaruh dengan Level yang akan Mimin dapatkan nanti ***🙏🏻🙏🏻* dan Akan mimin pastikan bahwa karya ini bukanlah promosi, dan akan selalu ada di sini sampai tamat.
*Dan Jangan lupa yah, dukunganya🥰 jangan Sinder.*
*Woy sedekah woy!!!! Jempolnya itu di goyangk'an jempolnya**😎*
Jangan pelit! Mimin, jangan jadi pembaca gelap woy, legal **😭Like,Komen,Hadiah,Dukungan dan Votenya ya semua para pembaca yang terhormat, jangan lupa biar Mimin lebih rajin lagi Updatenya****😘😘
**Kalo malas-malasan entar Mimin juga malas-malasan loh ***😭😭😭*
*Terima kasih**🙏🏻🙏🏻*
🌊 KISAH INI HANYALAH KHAYALAN BELAKA, AKAN ADA ADEGAN - ADEGAN YANG MEMBUAT EMOSI DAN MENAMBAH TENSI, JADI MOHON TINGKAT KESABARANNYA DI TAMBAH YA GENGS 🌊❤️🌹
💐 HAPPY READING 💐
Setelah menikmati Breakfast pagi mereka, Khanza terlihat berpamitan pada Brio dan Vita.
“Ehmm, aku pamit duluan ya, terima kasih atas teraktirannya, Next aku yang teraktir ya.” Pamit Khanza, merasa tidak enak, karena Breakfastnya pagi ini di traktir oleh Brio dan Vita.
“Sama - sama kok Khanza, santai saja.” Sahut Vita dengan penuh senyuman.
Sedangkan Brio terlihat sedang menggendong anaknya yang sedang tertidur.
“Oh ya, Khanza kamu pulang naik apa?” Tanya Vita tiba - tiba.
“Ini baru mau pesan ojol sih, Vit, Kenapa?” Tanyanya balik, lalu Vita melirik ke arah Papahnya yang sedang duduk memainkan ponselnya.
“Kita bawa mobil dua kok Khanza, kamu bisa di antar pulang oleh Papahku.” Ujar Vita, membuat Jendra menaikan pandangannya melihat putrinya.
“Ahh, tidak usah Vita, jangan repot - repot, aku bisa kok naik Ojol.” Tolaknya, kembali merasa sangat tidak enak jika harus merepoti mereka terus.
“Tidak kok, tidak repot, yakan Pah?!” Tanya Vita pada Papahnya, namun terdengar seperti memaksa.
Jendra menganggukan kepalanya singkat sebagai jawaban. “Tuh kan, gak sibuk kok Khanza, jadi kamu pulang di antar Papah ku ya.” Ucap Vita lagi.
“Kalau begitu aku pamit duluan loh ya, Michel sudah gak kuat pengen bobo di kasur.” pamit Vita pada Khanza.
“Pah, antar Khanza ya! Ingat jangan macam - macam! Dan jangan terbar pesona!” Vita memberikan ancaman kepada Papahnya. Karena dia tahu sepak terjang Papahnya yang meskipun tidak tebar pesona, tetapi akan banyak yang akan menggodanya.
“Iya.” Jawab Jendra begitu pasrah ketika anaknya mengira bahwa dirinya genit.
“Oke, bye Khanza, aku tinggal ya, kalau butuh apa pun, atau ada masalah apa pun, telpon saja ya.” Pamit Vita lagi, lalu menarik suaminya untuk segera pergi meninggalkan Khanza dan juga Jendra ber dua.
“Kamu berarti merestui mereka berdua?” Tanya Brio, ketika mereka sudah jalan berdua.
“Enggak, aku bukan sudah merestui, tapi aku pengen lihat bagaimana intraksi mereka kalau berdua, lagian kita juga belum memastikan apakah Khanza masih menyukai Papah atau tidak.” Jawab Vita, membuat Brio mengerti apa yang sedang di pikirkan istrinya.
“Lagian aku tidak semudah itu akan menerima Khanza menjadi ibu tiriku.” Timpalnya lagi, membuat Brio menyeritkan keningnya bingung.
“Lah, kenapa? Apa yang salah memangnya?” Tanya Brio, merasa tidak setuju kalau istrinya membenci Khanza.
Vita melirik tajam ke arah Brio, “karena aku khawatir kalau dia menjadi ibu tiriku, dan karena usia papah yang sudah tua dan tidak kuat lagi, Khanza akan merasa kurang puas dan akhirnya dia menggoda kamu, atau belanja berondong di luar untuk memuaskan nafsunya.” Ungkap Vita yang akhrinya jujur kepada suaminya Brio, tentang apa yang sejak dulu dia khawatirkan.
Brio menghela nafasnya singkat, “pemikiran macam apa kamu itu?” Tanyanya pada Vita.
“Ya aku tidak tau beb, namanya pemikirankan bisa saja muncul kapan pun, dan bagaimanapun bentuknya, mau itu pemikiran buruk atau baik ya kita gak ada yang bisa tahu.” Jawab Vita jujur.
Sebenarnya memang tidak salah pemikiran Vita, apa lagi zaman sekarang banyak sekali berita - berita yang bertebaran, mertua menggoda menantu, apa lagi kasus terbaru seorang istri Jendral polisi menggoda ajudannya hingga di bunuh oleh suaminya. itu berartikan istrinya merasa sangat tidak puas sama suaminya.
Itu bahkan istrinya sudah berumur, apa lagi jika istrinya muda seperti Khanza, bisa capek Papahnya dengar kabar istrinya selingkuh. Apa lagi kalau selingkuh dengan menantu, bisa gila dia lama - lama.
“Tapi yang aku kenal Khanza tidak begitu sayang, setau aku dia bahkan bisa setia dengan mendiang kekasihnya yang sudah meninggalkan dia 12 tahun, lah kan berarti jelas, kalau sama yang meninggal saja dia setia apa lagi sama yang masih hidup.” Jelas Brio lagi, semakin membuat pikiran Vita tidak bisa mengambil keputusan apapun saat ini.
“Kita lihat saja ke depannya Beb, kita akan lihat saja perkembangannya.” Ucap Vita pada Brio.
****
Sedangkan di sisi lain, terlihat Khanza dan Jendra yang masih duduk di meja tadi. “Om,” panggil Khanza pada Jendra yang terlihat masih sibuk main hp.
“Om,” panggilnya lagi.
“Khanza, bisa tidak kamu berhenti panggil Om?” Tanya Jendra, merasa malu ketika dia di panggil Om oleh Khanza, banyak pasang mata yang melihatnya, mungkin berpikir bahwa dia adalah seorang pedofil yang sedang membawa anak gadis orang jalan.
“Terus mau di panggil apa om?” Tanya Khanza heran, pasalnya Jendra adalah Papah temannya. Dan temannya itu seumurannya. Ya pasti dong dia harus memanggil Jendra dengan sebutan Om.
“Abang, panggil saya abang!” Pinta Jendra, membuat Khanza rasanya ingin sekali tertawa.
“Baiklah Abang,” Khanza mencoba memanggil Jendra dengan sebutan abang.
“Ya gitu.” Balas Jendra lagi.
“Abang, kan sudah punya cucu harusnya panggil Kakek nih.” Seru Khanza, membuat Jendra replek menutup mulut Khanza dengan tanganya.
“Sudah - sudah, ayo saya antar kamu pulang.” Ajak Jendra, lalu menarik Khanza untuk segera menjauh dari kerumbunan orang.
“Om lepas! Saya gak bisa napas om!” Protes Khanza, ketika tangan Jendra masih menutupi mulutnya.
“Abang panggil abang!” Pinta Jendra lagi, lalu dengan terpaksa Khanza menganggukan kepalanya pelan.
“Baik Abang.” Ulang Khanza, yang akhirnya memilih memanggil Jendra abang.
“Ayo saya antar kamu pulang.” Ajak Jendra pada Khanza.
Dengan patuh Khanza mengikuti Jendra yang berjalan mengarah ke mobilnya. “Rumah kamu di mana?” Tanya Jendra di saat mereka berdua sudah masuk ke dalam mobilnya.
“Di Apartemen Ruby Tower om.”
“Eh, salah, Abang.” Ucapnya lagi, masih belum terbiasa memanggil Jendra dengan sebutan Abang.
“Oke.” Jawab Jendra, lalu mulai mengarahkan mobilnya memecah jalan raya.
Selama di perjalanan ke duanya terlihat hening, dengan saling lirik melirik. “Ehmm, abang memang kalau antar saya begini, istrinya gak marah bang?” Tanya Khanza, mengira jika Jendra selama dua tahun ini sudah menikah.
Jendra melirik ke arah Khanza, lalu menyeritkan keningnya bingung. “Istri?” Tanya Jendra pada Khanza.
“Dari mana kamu tahu aku punya istri?” Tanya Jendra lagi.
“Kan, bener dia punya istri, Khanza, apa sih yang kamu harapin!!!” Batinnya, memaki dirinya sendiri.
“Ya nebak aja Bang, lagian mana mungkin seumuran abang belum punya -“
“Emang belum punya.” Sahut Jendra, menghentikan kalimat yang ingin dikatakan oleh Khanza.
“Belum punya apa om?” Tanya Khanza lagi, dengan sedikit menampilkan senyumnya.
“Belum punya istri.” Jawab Jendra dengan serius.
“Nahkan, Khanza, kamu harus cari tahu kebenarnya Khanza, itu yang pria berumur jangan sampai lepas,” batinnya lagi, merasa begitu senang ketika mendengar pria incaraannya ini belum punya istri.
“Loh, om,”
“Eh salah, Bang, kalau abang belum punya istri, lalu berarti Vita anak adopsi dong bang?” Tanya Khanza merasa penasaraan dengan asal mula Vita.
Sebenarnya ini yang mau dia ketahui dari dulu, apakah Jendra ini duda anak 1 atau memang belum menikah dan Vita itu hanyalah anak adopsi saja.
*To qBe Continue. **
**Note : teman-teman, kalau bisa babnya jangan di tabung ya, karena itu akan berpengaruh dengan Level yang akan Mimin dapatkan nanti ***🙏🏻🙏🏻* dan Akan mimin pastikan bahwa karya ini bukanlah promosi, dan akan selalu ada di sini sampai tamat.
*Dan Jangan lupa yah, dukunganya🥰 jangan Sinder.*
*Woy sedekah woy!!!! Jempolnya itu di goyangk'an jempolnya**😎*
Jangan pelit! Mimin, jangan jadi pembaca gelap woy, legal **😭Like,Komen,Hadiah,Dukungan dan Votenya ya semua para pembaca yang terhormat, jangan lupa biar Mimin lebih rajin lagi Updatenya****😘😘
**Kalo malas-malasan entar Mimin juga malas-malasan loh ***😭😭😭*
*Terima kasih**🙏🏻🙏🏻*
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!