Well, nggak nyangka semalam sebelum hari pertama kerja di luar negeri malah membawa petaka.
Mengadakan pertemuan dadakan pegawai baru sehari sebelum kerja kayaknya bukan ide bagus. Walau cuma acara pribadi tanpa embel-embel perusahaan, sukses buat mereka begadang semalaman.
Ber haha-hihi di jamuan makan malam. Kenalan sana-sini. Tukaran nomer ponsel Alhasil, pagi ini mesti buru-buru. Terlambat.
Shit, 10 menit lagi jam 9, pekik Dania dalam hati.
Sambil menguncir asal rambut gelombang yang susah diatur itu, satu tangan kiri memegang rambut yang setengah terikat. Sementara tangan kanan buru-buru akan memencet tombol lift.
Eh, keduluan tangan orang lain rupanya.
“Thank you, sir,’’
Kayaknya ini orang terlambat juga, pikir Dania.
Namun, orang yang diajak berbicara justru hanya mengernyitkan kedua alisnya dan dia hanya mengangkat dagunya sedikit ke atas lalu kembali lagi pada posisi awal. Kayak ngajak berantem, adu jotos sampai babak belur.
Apa sesusah itu bilang you're welcome? Dania memberengus. Sudut bibirnya terangkat sedikit sebentar saja. Menunjukkan ketidak-sukaan sikap seseorang di sebelahnya.
Dasinya terikat asal. Dengan tas backpack bertengger di badannya yang full set setelan jas melekat pas di tubuhnya. menampakkan sedikit otot-otot pada lengan atletis itu. Membuat Dania tergiur ingin merasakan sekokoh apa lengan orang di sebelahnya itu. Dania menggelengkan kepalanya dengan cepat. Lantas berusaha untuk memikirkan hal lainnya. Dania menimbang-nimbang setelan jas. Memanggut-manggutkan bibirnya di antara jemarinya yang seolah-olah mengelus jenggot imajinasi.
Oh, wow, salt n pepper. Kalau di Indonesia udah hampir satu juta nih.
Tanpa sadar, sudah entah ke berapa kalinya, Dania melihat cermin lift di sebelahnya. Meneliti tubuh hot as hell di sebelahnya. Namun terlalu takut untuk memperlihatkan secara terang-terangan bahwa dirinya tertarik secara seksual. Dadanya bidang, raut wajahnya tegas dengan alis tebal. Dania melirik ke atas pria yang kira-kira tingginya 185 itu dari kaca lift sebelah kirinya. Tergesa-gesa sambil melihat jam tangannya asal.
Boyfriendable banget gilak. Pikir Dania sambil cengar-cengir dengan bibir senewen. Seperti sadar dilihatin sampai ngiler bin ngences, si boyfriendable menoleh ke kiri melihat kaca lift. Sontak Dania langsung menoleh ke depan dan mengalihkan pikirannya yang sembarangan tadi.
‘’Sorry, this is my first time in Vietnam and I’m late to work,’’ (Maaf, ini adalah pertama kalinya aku di Vietnam dan saya terlambat kerja) kata Dania sambil selesai merapikan rambut dan menyunggingkan cengiran paling aneh yang pernah dilakukannya selama hidup. Menyesal kenapa harus nyengir daripada senyum anggun saja.
Okey, responnya cuma memutar bola matanya yang…yang.. Oh, kayak berenang di laut pasifik aja deh.
Shut up stupid woman !
Dia berpikir di dalam hati untuk tidak akan mencari laki-laki seperti orang itu. Titik.
Diajak komunikasi saja susah. Pikirnya sambil berdecak lidah. Seperti mengerti decakan lidah Dania yang agaknya tadi tidak terkontrol, si boyfriendable itu akhirnya berkomentar.
‘’That’s not my bussines mam, so look straight,’’
(Bukan urusan saya, Bu. Jadi lihat ke depan.) Katanya dengan suara yang pasti paling bikin wanita sejagat raya bakal meleleh. Suara ter-ehem yang pernah Dania dengar. Sampai mati mungkin itu adalah suara dari bidadara di surga. Membuat dadanya sesak karena ber-ehem-ehem ria.
Dania menampik mulutnya. Bukan kepalanya yang justru asal muasal suara-suara menyesatkan barusan. Namun, Dania terlalu arogan untuk memperlihatkan ketertarikannya pada lelaki di sebelahnya.
Cuci mata sedikit boleh lah ya. Tapi dilarang kentara. You are Daneswara,
‘’Dasar nggak ngerti sopan santun,’’ gumam Dania yang sepertinya lagi-lagi kedengaran olehnya. Lelaki itu hanya mengernyitkan alisnya lagi.
‘’Nggak ngerti kan lo, hahaha,’’ lanjutnya lagi sambil bermelet-melet ria, menggeleng-gelengkan kepala seperti melakukan ritual pemanggil monyet.
Namun, lagi-lagi lelaki itu hanya membalas Dania dengan memberenguskan hidungnya.
Ting. Lift apartemen sampai di lantai basement. Si boyfriendable langsung ngacir keluar. Sambil menekan remote mobilnya diikuti bunyi bip-bip tak jauh dari posisi Dania berdiri. Dania melihat sekilas. Mencari tahu mobil apa yang digunakan di boyfriendable banget gilak itu.
Dasar tukang pamer. Mana ada sekarang orang naik Lamborgini buat kerja. Tinggal di apartemen nomer berapa sih dia.
Berhubung tadi naik di lantai yang sama, Dania yakin dia adalah tetangga gantengnya. Ganteng bin jutek bin galak bin dari segala bin. Bin lelaki laknat hot as hell? Ah, sudahlah.
Shit, gue ngabisin waktu buat mikirin yang enggak-enggak. Jam sudah menunjukkan pukul 8.54, yang artinya enam menit lagi untuk meraih predikat karyawan baru paling teladan abad ini.
Predikat karyawan baru paling teladan memang jadi incaran Dania, karena dia yakin jenjang karirnya akan cepat melesat tinggi kalau dia bekerja keras. Tapi apa yang dia berbuat hari ini? Seharusnya tidak ada kata terlambat untuk mendedikasikan diri. Tapi lihat? apa yang dilakukannya sekarang. Melirik-lirik si boyfriendable banget gilak itu hingga ban mobil berdecit menggema di lantai besement. Tentunya ban si Lamborghini yang bikin iri.
Berhubung telat, akhirnya Dania lebih memilih naik mobil dari pada jalan kaki. Jika dibandingkan efisiensinya, seharusnya jalan kaki lebih menguntungkan karena menyehatkan raga. Toh, kalau lebih memilih jalan kaki cuma memakan waktu 20 menit sampai ke kantor impiannya. Tapi, kalau Dania lebih memilih naik mobil hanya memakan waktu 5 menit karena tidak perlu putar balik. Apalagi biasanya dekat-dekat jam kantor, jalanan sudah mulai sepi.
Tapi kalau soal telat begini man urusan beda. Coba saja dia punya sepeda. Mungkin Dania lebih memilih menaiki sepeda kayuh itu dari pada susah payah mengeluarkan mobil dari parkiran.
Alhasil, Dania melajukan mobil dengan kecepatan paling maksimal. Maksimal tidak kena tilang, hahaha. Setelah ngebut "abis-abisan" pagi ini sampai perseneling empat, Dania melihat lobi kantor sudah sepi.
Duh, pasti sudah pada ngumpul di ruangan deh. Matilah gue.
Dania melirik jam sekilas. Lewat dua menit. Dia seperti melihat backpack merek salah satu branded terkenal, Bucheri masuk ke ruangan berdaun pintu dua di ujung lobi. Seperti pernah melihat tas itu di suatu tempat. Dania masih sepat berpikir keras di mana dia melihat tas barusan itu. Toko? ah, tidak mungkin. Dia belum sempat berkeliling Kota Ho Chi Minh, Vietnam semenjak kepindahannya yang pertama kali. Seperti sadar terlihat sebagai anak hilang di negeri antah-berantah. Dania memusatkan konsentrasinya lagi. Dia mudah sekali terdistraksi dengan hal remeh-temeh barusan.
Lihat di televisi kali ya? Home shoping?
Setelah bertanya pada petugas keamanan yang berjaga dan mengisi absensi tulis karena memang belum terdaftar absensi digital seperti checklog, Dania diantar ke ruangan yang sempat diliriknya sebentar tadi. Ruangan berdaun pintu dua nan tinggi menjulang bak memasuki dunia lain.
Uwuwuwu
🍃🍃
Do you enjoy this story? Please support me with your love, comment, like, favorite and rate. Thank you for reading Althamira Frishka's debut novel.
A.F
❤️
Lampu padam. Hanya menyisakan cahaya lampu proyektor. Untung ruangan sudah gelap, jadi Dania bisa masuk tanpa ketahuan. Rio, teman sejawat yang baru kenalan kemarin malam, menyenggol lengan kiri Dania.
‘’Gilak awak. Hari pertama udah telat,’’ ucapnya berbisik.
Dania hanya membalas dengan meringis. Baru duduk lima menit, ia merasa itu adalah presentasi paling epic yang pernah dia lihat semenjak lulus kuliah dua tahun silam. Memakai motion graphic dengan sentuhan audio visual yang bikin melek sepanjang presentasi.
Di sisi kanan, sudah ada empat mentor yang nantinya akan men-training pegawai baru. Masing-masing untuk staff divisi copywriter, divisi design, divisi marketing, dan divisi audio visual. Nantinya divisi Dania, divisi copywriter bakal terus keep in touch dengan divisi marketing. Alias dengan si karyawan baru, Rio.
Dania melihat mentornya yang sedang hamil besar. dan menurut analisanya kemungkinan sudah mendekati persalinan.
Perusahaan ini memang salah satu perusahaan impian Dania semenjak lulus kuliah Sastra Inggris. Perusahaan Start Up yang terkenal di Asia. Bahkan, di daerah asalnya, Bandung ada dua cabang. Dania merasa betapa beruntungnya dia di masa muda karena diterima di salah satu cabang perusahaan yang tidak di Indonesia. Alhasil, ia bisa merasakan udara luar negeri.
‘’Welcome to Vietnam, Welcome to Raoyal’s Startup. I’m glad that you all came here and give the best to our company. Today, I’m not speaking in Vietnamesse because this year, we recruit some people around Asia. So, good luck and enjoy in this company,’’ kata Morris direktur utama Raoyal’s Start Up cabang Vietnam yang nantinya bakal menjadi bos Dania selama lima tahun ini.
(Selamat datang di Vietnam, selamat datang di Raoyal's Startup. Saya senang kalian semua datang ke sini dan memberikan yang terbaik untuk perusahaan. Hari ini, saya tidak akan berbicara bahasa Vietnam karena tahun ini kita merekrut beberapa orang di sekitar Asia. Jadi, semoga beruntung dan bersenang-senanglah di perusahaan ini.)
Pada dasarnya, atmosfir perusahaan ini lebih enjoy dari pada yang pernah dibayangkan Dania. Mulai dari presentasi perkenalan perusahaan tadi yang terkesan menarik perhatian Dania. Lantai atas gedung, tepatnya di bagian roof top yang di desain untuk area santai bagi para staff dihiasi oleh taman-taman kecil dan rerumputan hijau, terlihat juga beberapa pohon di dalam pot besar sebagai penyejuk udara. Beberapa sofa empuk nan warna-warni pun menghiasi tempat bersantai itu menjadikan nuansa paling enak untuk ngegosip.
Bayangkan saja, dimana lagi coba perusahaan yang bisa menyediakan tempat ngegosip segini sip nya.
Sepertinya tak jarang juga pegawai di sini lebih memilih makan siang di roof top dari pada harus keluar gedung.
‘’Jom siang nanti coba makan di roop top,’’ celetuk Rio yang sedari tadi tak henti-hentinya memuji betapa hebat dia masuk perusahaan ini.
Dengan kebangsaan Malaysia dan bahasanya, membuat Dania dan Rio lebih mudah berkomunikasi. Alhasil, mereka lebih dekat dari pada staff lainnya. Meskipun bahasa inggris tidak membuat banyak perbedaan, tapi sesama rumpun memang bisa lebih akrab.
Morris akhirnya memisahkan mereka berdasarkan divisi. Dania dan Rio terpisah. Sudah saatnya mengakrabkan diri sesama anggota divisi. Kursi melingkar pun dipersiapkan. Divisi copywriter terdiri dari lima orang. Hanya Dania satu-satunya pegawai baru yang ber-gender perempuan.
Oh wow, bakal cuci mata tiap hari nih.
Begitu Dania melihat sekelilingnya, tidak ada satupun rekannya yang mengoleksi lemak di tubuh mereka. Kemungkinan mereka berusia di atas 25 tahun. Sementara di usianya yang masih 23 tahun bisa dibilang permata emas divisi ini. Ahaaayy!
Sekeliling ruangan sudah mulai hiruk-pikuk. Masing-masing mentor mereka sudah mendekati divisi lain. Sementara divisinya masih terbengong-bengong menunggu. Dania melirik rekanannya, sepertinya para lelaki menggiurkan itu enggan bersuara karena masing-masing mereka lebih memilih berdekatan dengan handphone mereka dari pada dengan Dania si permata divisi ini. Alhasil, dia pun juga lebih memilih bungkam. Toh, ia masih punya waktu mengakrabkan diri nantinya.
Bunyi nyaring sepatu pantofel mendekati. Dania menoleh dan melihat dari jauh laki-laki gagah tadi pagi menghampiri mereka.
Ternyata, jodoh nggak kemana, pekikny dalam hati sambil cengar-cengir.
Ternyata, kelakuan aneh Dania dilihat oleh rekannya yang berasal dari Negeri Tirai Bambu, Lee Nan. ‘’Ni hai hao ma?” dan Dania yakin dia menanyakan apakah ia baik-baik saja. Cengirannya yang tak jelas dan lebih mirip cicak gurun di kartun Oscar sukses buat Lee Nan tertawa dan membuat teman-teman se-divisi-nya melirik mereka.
Ternyata Lee Nan tak seserius dugaannya. Dania mulai berpikir bahwa mereka bisa menjadi sahabat karib dan teman makan bareng nanti.
“Maaf karena membuat kalian menunggu. Perkenalkan saya Keagan O'Malley. Saya manager copywriter. Berhubung supervisor kalian, Bu Mai mendadak kontraksi dan sepertinya sebentar lagi persalinan, saya menggantikan.” Terangnya panjang lebar sambil duduk di salah satu kursi yang telah dipersiapkan untuk mentor.
Dania melihat sekilas pelipis managernya berkeringat. Mungkin dia habis lari kesana kemari menolong Bu Mai.
Keagan melirik satu per satu calon staff-nya yang berjumlah lima orang. Begitu tatapan seluas samudra pasifik itu mendarat di mata Dania, Dania merasakan bulu kuduknya merinding. Teringat kelakuannya tadi pagi di lift. Ketika mendengar lelaki itu mengucapkan namanya dengan jelas, Dania nyengir.
Keagan, oh yes aku tahu namanya.
Lelaki yang ternyata satu lift tadi pagi itu berdarah campuran.
Dan oh, bahasa ibunya Indonesia. Mampus betul. Predikat karyawan teladan abad ini benar-benar pupus sudah. Kayak gali kuburan sendiri ini namanya. Memang dasar gesrek sih akunya. Pikir Dania.
Keagan melihat tajam ke arah Dania. Dia duduk tepat dihadapannya. Namun, meski jarak melingkar itu cukup jauh, hal itu cukup membuat oksigen diparu-parunya terasa teremas-remas. Mengecilkan jarak mereka berdua.
“Kamu. Ambil kertas ini dan bagikan pada rekanmu sekarang,” ucapnya tegas berwibawa dengan suara dalamnya.
Sedalam...come on shut up Dania! Kalau lo emang cuma bilang sedalam samudra pasifik, sebiru pasifik lah, pasifik, pasifik…tenggelam lo lama-lama. Hidup udah di ujung tanduk gini masih aja mengkhayal.
Secepat mungkin Dania mengambil kertas yang ada di tangan Keagan. Tanpa sengaja jarinya menyentuh tangan managernya. Spontan Dania melihat ke manik matanya. Keagan hanya menatap Dania tajam. Gelagapan, Dania langsung menarik kertas sialan itu dari tangannya. Lebih seperti menyentak dan langsung membagikan kertas tadi pada rekanannya yang tampangnya pada kepo semua.
Uwiiiii! Uwiiii! Sirine ambulan nyaring membahana! Hot News! Seorang Dania Daneswara putri tunggal perusahaan Start Up terkenal di Bandung bisa grogi wooiiii! Pekiknya dalam hati.
:)
Sungguh rasanya kaki ini mau copot. Pakai sepatu pantofel memang kelihatan profesional. Tapi sakitnya, duh. Nggak profesional sama sekali. Si manager sialan itu sepertinya punya dendam pribadi kepadaku setelah kejadian melet-melet di lift tadi pagi. Aku yakin seratus persen dia mengerti apa yang aku katakan. Karena sepanjang hari, kalau nggak sibuk nyuruh sana-sini. Pasti sibuk bentak-bentak kayak perempuan kalau lagi PMS alias pra-menstruasi. Bawaannya ngomel mulu kayak mulut TOA.
Menurut Dania, bagaimana bisa Keagan lebih memilihnya untuk bolak -balik divisi copywriter dan divisi marketing cuma untuk ambil berkas-berkas lama tahun lalu untuk dipelajari.
Kenapa nggak minta ngirim surel saja sih? Atau sekalian saja menyuruh laki-laki lain yang lebih macho dan kuat daripada aku yang kurus kerempeng begini.
"Bolak-balik macam vacum cleaner saja awak ni," celetuk Rio yang setiap kali melihat Dania bolak-balik ke divisinya, pasti dia sedang menggoda cewek-cewek cantik nan bohay.
Belum lagi Keagan pakai bentak-bentak nggak jelas. Menurut Dania, namanya juga pegawai baru pasti perlu belajar dulu. Belum banyak tahu apa yang harus dan tidak dilakukan.
"Jadi ini di taruh mana pak?" ucapnya agak takut-takut setelah mungkin ini ke seratus kalinya dia bilang "Masa gitu saja tidak tahu?! Taruh saja di sana!"
Duh, ganteng bebas sih ya. Pengen rasanya Dania jambak abis itu rambut cepak. Robek-robek jas mahalnya. Atau nyemburin air kayak yang biasanya tukang dukun dulu lakuin.
Apalagi tiap divisi ditempatkan di lantai berbeda. Divisi marketing di lantai satu dan divisi Dania di lantai lima. Alhasil, bolak-balik bawa materi copywriter selama setahun. Beraaat cuuy!
Tepat pukul lima sore, kantor sudah mulai lengang. Tapi divisi Dania masih kasak-kusuk rapat untuk merencanakan copywriter dalam sebulan, mem-planning desain yang sesuai dengan karangan dan merancangnya dengan divisi design nantinya. Sambil mendengar ide brilian Lee Nan, mata Dania mulai berat. Udara sejuk dari air conditioner membuat otaknya menyanyikan lagu lullaby secara otomatis sambil memijat-mijat betisnya yang terasa berdenyut-denyut.
“Are you okay?” sambil mengetuk dua kali meja secara pelan.
Hmm, suara si ganteng yang mana nih. Kayak lagu nina bobok aja, pikirnya
“Dania are you okay?”
Uh huh, i'm okay handsome.
“DANIA!”
Mata Dania langsung terbuka lebar. Terkejut. What?
“Barusan kamu panggil manager kita handsome, girl,” ucap Lee Nan terkikik. Dia masih berdiri di depan dengan presentasi briliannya.
“Dan kamu mengucapkan dengan jelas setiap pikiranmu,” ucap Keagan yang mukanya saat ini semerah kepiting rebus di sebelah Dania. Dania lupa kalau Keagan duduk di tempat Lee Nan sebelumnya. Yang artinya, dia duduk tepat di sebelahnya.
“What?" tanya Dania masih tanpa sadar. “Gimana kalau rapatnya udahan Pak. Ini sudah mau malam,” ucap Dania memelas.
“Wah, memang luar biasa anak buah bapak yang satu ini,” ucap Lee Nan. Sementara para handsome lainnya hanya menahan senyum.
“Ya sudah. Rapat hari ini sampai di sini. Kita lanjutkan besok,” ucap Keagan hendak beranjak dari kursinya.
“Kita nggak ada acara perkenalan sambil makan-makan, Pak?”
Uh, dasar ini anak. Kaki rasanya sudah mau copot begini.
Keagan menebar pandangan. Dan tepat melihat ke arah Dania. Please jangan mau!
“Okay, bereskan semua. Kita makan malam bersama!” Diiringi sorak-sorai dari para handsome yang saat ini sudah seperti boyband itu.
Di sini akhirnya Dania berada, di restoran dekat kantor dengan keadaan setengah mengantuk. Sementara yang lain, sibuk membakar daging sambil ditemani segelas cola. Melihat rekan-rekannya, Dania hanya bisa tersenyum melihat betapa lucunya ternyata interaksi mereka. Berebut daging yang sudah dibakar. Lee Nan pun kalah dari Roki yang notabene badannya lebih besar dan kekar.
“Ngalah sedikit kenapa si?” ucap Dania karena kasihan melihat Lee Nan sungut-sungut.
“Jadi laki-laki harus gesit Lee,” ucap Roki sambil tertawa terbahak-bahak.
Hmhm, betapa beruntungnya aku menghabiskan malam dengan dikelilingi pria-pria tampan dari berbagai negara ini. Pengunjung lain melihat mereka sekilas dengan tatapan iri.
(Ekspresimu serem woy 😂)
“You are making creepy face,” ucap Keagan duduk di kursi utama yang menghadap kami semua. Sementara Dania dan Lee Nan berhadapan dan Roki duduk di sebelah Lee Nan. Sementara dua lainnya mengisi kekosongan kursi di pojok meja.
Melihat manager galak satu ini wajah Dania langsung mencelos. Teringat betapa dendamnya Keagan padanya hari ini. Malas meladeni, Dania kembali melanjutkan menyedok besar-besar nasi di hadapannya.
Keagan kembali membisu. Hanya ada suara riuh dari si boyband berebut makanan. Di mana-mana laki-laki sama saja. Nafsu makannya segede buah durian.
Sayup-sayup suara mereka menjauh. Digantikan lagu You Set My World On Fire dari Loving Caliber. Tanpa sadar Dania mulai menirukan liriknya.
Tiba-tiba tubuhnya terhempas ke depan. Dania tersadar kembali dan sebuah tangan melingkari tubuhnya.
“Shit! Kalau nyetir yang bener dong!” Keagan menutup kaca mobilnya kembali.
“Where am I?” ucap Dania setengah tersadar. Perasaan tadi lagi makan-makan daging enak.
“Apa kamu punya kebiasaan habis makan langsung tidur?”
“Aku tanya sekarang ini di mana?” ucap Dania senewen.
“Di mobil saya,” ucapnya sambil terus mengemudi memperhatikan jalanan. Jas super duper mahalnya sudah terlepas. Dia menggulung lengan kemeja biru lautnya hingga ke siku. Memperlihatkan urat-urat seksi yang menjalar di tangannya.
“What are u doin?” ucap Keagan terkejut. Tanpa sadar tangan Dania memegang tangannya.
Duh memang nakal banget tangan gue!
“Oh, ada daging di situ. Cuma bantu buang saja,” ucap Dania asal. “Mobil!”
“Apa?! Mana mobil?” tanya Keagan sedikit terkejut dan menginjak rem sedikit. Tangannya secara spontan melindungi tubuh Dania dari benturan. Untung jalanan cukup lengang, jadi tidak ada mobil di belakang mereka.
“Bukan. Mobil saya masih di kantor pak,” ucap Dania meringis.
“Oh, Sudah saya serahkan ke security. Mereka akan menjaga mobil kamu,” ucapnya tenang sambil melepaskan tangannya.
“Oh, jadi bapak yang gendong saya ya?”
Apa hubungannya sih Dania
“Enak saja. Najis saya gendong kamu. Roki yang bopong kamu ke mobil saya,” ucapnya setengah mendelik ke arah Dania.
Dania hanya bisa manyun sambil memasang muka cemberut. Kan nggak perlu pakai najis segala sih. Emangnya aku apaan. Ta*?
Sisa perjalanan mereka berdua memilih bungkam. Dari pada sibuk cakar-cakaran. Turun dari mobil, Keagan langsung berjalan cepat menuju apartemennya.
Oh iya, kami tetanggaan. Pantas saja dia mengantarku pulang.
“Makasih pak,” ucap Dania sedikit berteriak melihat Keagan memasuki apartemennya. Dia hanya balas melambaikan tangan santai sambil menyandang tas bermereknya.
Hohoho! apartemen 504 ternyata. Sementara Dania berada di apartemen 502. Lumayan, kali saja timbul bibit cinta. Pikirnya melayang terbang jauh ke angkasa. Berharap manager galak keturunan Indonesia-Jerman itu nantinya mudah mencair seperti es krim berbentuk Patrick.
“Aduh pegel,” rintih Dania sambil melepas sepatu pantofel hitamnya yang telah menemani jobseeker-nya selama setahun ini.
🍃🍃
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!