~Pengkhianatan~
Gladis, izin untuk pulang cepat pagi ini, pekerjaannya sebagai penari malam, membuat dirinya yang sedang mengandung mudah cepat lelah, tubuhnya memang tidak menari di depan para tamu, tapi dia semenjak hamil harus lebih ekstra lagi, mengajarkan tarian kepada para juniornya.
Gladis harus mengajarkan dua orang junior yang menggantikan dirinya, dua gadis itu harus bisa berlenggak lenggok dengan sempurna di hadapan para tamu, seperti dirinya, tarian yang di gerakkan oleh tubuh Gladis, selalu di tunggu-tunggu bahkan gerakan tariannya menghipnotis mereka semua, tak sedikit yang menginginkan keindahan tubuh Gladis yang molek, bisa menggerakkan tubuhnya dengan liak liuk yang begitu gemulai.
"Aku, pulang dulu!" Kata Gladis.
Gladis berjalan keluar dari ruang latihan menari.
"Hai! Gladis! Cepatlah kamu melahirkan! Aku sudah rindu dengan lenggak-lenggok dirimu!" Kata seorang pria yang sudah menjadi tamu langganan rumah bordir.
Gladis tidak pernah menghiraukan teriakan mereka semua, dia tidak mau terlibat dengan para tamu, tugasnya hanya menari, bukan menjajakan tubuhnya untuk mereka, tapi terkadang mereka menggoda, saat Gladis melebarkan matanya, mereka langsung berhenti dan tak berani mendekati.
Gladis selain jago menari, dia juga sedikit belajar bela diri, untuk melindungi dirinya dari pria-pria hidung belang yang mengincarnya.
Gladis sampai di gang rumahnya, dia diantar ojeg sampai di depan gang, karena gangnya sangat sempit, membuatnya harus berjalan kaki masuk ke dalam, hingga sampai di depan rumahnya.
Gladis ingin mengetuk pintu rumah, dirumah hanya ada suaminya sendiri, suaminya seorang buruh, sehingga Gladis harus bekerja keras juga untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya.
Gladis mengurungkan niatnya untuk mengetuk pintu rumah, dia mendengar jeritan-jeritan kenikmatan dari dalam rumahnya, Gladis berusaha menepis apa yang dia dengar dan apa yang dia pikirkan.
"Tidak mungkin! Tidak mungkin Jaka mengkhianati diriku!" Tukasnya berusaha mengelak dengan apa yang sudah dia dengar.
Suara erangan itu semakin terdengar menjijikan di telinga Gladis, dia mendengar lebih jelas lagi sekarang, dia memberanikan diri mengintip di jendela depan rumahnya, tidak menyangka, suaminya sedang berpacu kemesraan dengan seorang wanita muda yang bertubuh sintal dan berkulit putih.
Gladis mengeratkan kedua tangannya, hatinya begitu terbakar api kemarahan, dia tidak menyangka, suaminya tega berbuat hina, meniduri wanita lain, mengkhianati dirinya dan juga bayi di dalam kandungannya, ingin rasanya Gladis mendobrak pintu, tapi dia urungkan, dia memilih untuk diam sementara, ingin menyaksikan dan menyelidiki, siapa wanita yang bermesraan dengan suaminya.
Gladis bersembunyi di samping tembok rumahnya, dia mengintip, ingin tahu, sampai kapan mereka berpacu keringat.
"Aku biasa pulang kerumah, dia sudah bersiap untuk berangkat bekerja, aku tidak pernah melihat wanita itu! Apa selama ini mereka selalu bersama? Saat aku bekerja di malam hari?" Banyak pertanyaan yang bertebaran di kepala Gladis.
Gladis seharusnya sudah mengetahui resiko bekerja malam, adalah meninggalkan suaminya setiap malam, mereka bercinta saat Jaka pulang bekerja, terkadang Jaka sudah lelah sehingga mereka tidak melakukannya, sedangkan Gladis harus sudah ada di rumah bordir jam delapan malam, jadi saat Jaka menginginkan kehangatan, Gladis tidak bisa memberikannya.
"Bye sayang! Besok malam aku akan menemanimu lagi, sekarang bersiaplah untuk bekerja, jangan sampai kepala proyek itu, memarahi pria kesayanganku" wanita itu bergerak keluar rumah, dan berjalan meninggalkan rumah Jaka dan Gladis.
Lima menit Gladis menunggu, akhirnya dia keluar dari persembunyian dan mengetuk pintu rumahnya.
Jaka membukakan pintu dengan handuk yang masih melilit di tubuhnya.
Gladis langsung masuk dan membersihkan diri.
Kandungannya yang sudah memasuki tujuh bulan, tetap tidak membuat tubuh moleknya terlihat segar dan ramping, hanya perut yang membuncit.
Gladis masuk ke dalam kamarnya menggunakan lingerie yang begitu membuat mata yang memandangnya akan menggila.
Gladis mendekati Jaka dan melucuti setiap pakaian yang sudah di kenakannya.
"Gladis! Apa-apaan ini? Aku harus segera berangkat bekerja!" Teriak Jaka.
Namun Gladis tidak menghiraukannya, dia terus mendesak tubuh Jaka hingga Jaka hanyut di dalam permainannya.
Permainan Gladis pagi ini begitu liar, membuat Jaka juga menjadi sangat bergairah.
Mereka bermain hingga lupa waktu, Jaka tidak ingin melepaskan kepemilikannya karena hari ini Gladis begitu membuatnya mabuk kepayang, permainan Gladis di atas rata-rata dari apa yang biasa dia dapatkan dari Gladis di hari biasa atau dari kekasih gelapnya setiap malam.
"Kamu sangat menarik!" Bisik Jaka ditelinga Gladis.
Gladis yang mendengar bisikan kecil di telinganya, merasa jijik mendengarnya, pria yang selama ini dia cintai, dia agungkan, ternyata mampu mengkhianati dirinya.
Jaka terus mengikuti irama tubuh Gladis, tanpa dia sadari, Gladis lebih lihai dari pada kekasih gelapnya dalam permainan ranjang, membuat dirinya melayang.
Meski sedang hamil, Gladis mampu menggerakkan tubuhnya dengan gemulai, sehingga Jaka tak bisa menahan ledakannya.
Jaka terkulai lemas, sedangkan Gladis tidak, dia melakukannya karena marah terhadap Jaka, dan ingin menunjukkan kepada Jaka, kalau dia bisa memberikan apa yang dibutuhkan Jaka selama ini, tanpa perlu mencarinya dari wanita lain.
Gladis turun dari tubuh Jaka dan membersihkan dirinya kembali, Gladis menggosok tubuhnya dengan sangat kasar hingga beberapa bagian tubuhnya lecet, Gladis menangis di dalam kamar mandi, dia tidak bisa menahan rasa sakit hatinya, terhadap pengkhianatan suaminya.
"Aku tidak akan pernah melepaskannya atau wanita itu! Lihat pembalasanku nanti Jaka!" Gladis menatap dirinya di cermin.
Gladis selesai membersihkan diri, dia masuk ke dalam kamar, dilihatnya Jaka, tertidur lelap dan lupa berangkat bekerja, biasanya, Jaka sangat bersemangat untuk pergi bekerja, bahkan sering kali acuh terhadap Gladis semenjak dirinya mengandung.
Gladis kembali menatap Jaka, dia keluar kamar dan pergi dari rumah.
"Dis, mau kemana?" Seorang wanita yang biasa dia panggil Eceu menyapanya.
"Mau ke depan Ceu," jawab Gladis sambil meneruskan perjalananya.
Di kampung, sudah banyak yang mengetahui tentang pekerjaaan Gladis, mereka tidak pernah bergunjing tentang Gladis, karena beberapa sanak saudara mereka juga bekerja dengan Gladis dan memang benar mereka hanya sebagai seorang penari, Gladis selalu menekankan kepada mereka yang ikut bekerja, untuk selalu menjaga kesuciannya, dia tidak mau jika di salahkan, mereka semua mengerti, bahkan mereka juga selalu berusaha menjaga nama baik Gladis.
Gladis sampai di tempat tujuannya, di mana tempat itu adalah tepat Jaka bekerja sebagai buruh lepas tapi selalu diperpanjang pekerjaannya, Gladis mengamati sekitar, dia mencari sosok wanita yang tadi bermesraan dengan suaminya.
"Di mana kamu!? Aku yakin kamu bekerja di sekitar tempat Mas Jaka bekerja," gumam Gladis.
Dengan perut yang membuncit, dia menunggu kedatangan wanita tersebut, dan benar saja, ternyata wanita itu, bekerja di sebelah ruko yang menjadi tempat berkumpulnya para buruh harian lepas.
.
.
.
.
~Kehidupan Sang Penari~
Gladis terlihat cemas, pikirannya berada di rumah, sedangkan tubuhnya berada di tempatnya bekerja.
Gladis sesekali menggigit ujung kuku jari jempolnya, terlihat sekali sedang gelisah.
Naura menghampiri Gladis. "Ada apa? Apa ada masalah?"
Naura yang melihat sikap Gladis langsung bisa mengetahui kondisi sahabatnya itu, Naura adalah pemilik rumah bordir sekaligus sahabat baik dari Gladis.
Mereka sudah bekerja sama selama lima tahun lamanya, Naura selalu memperingatkan kepada para tamunya, bahwa tidak boleh ada yang menyentuh Gladis, karena memang mereka sudah membuat kesepakatan sebelum terjadinya kerjasama diantara mereka.
Gladis ingin tetap menjaga kesuciannya, hingga dia menikah dengan Jaka satu tahun lalu, dia hanya akan memberikan tubuhnya kepada Jaka yang berstatus sebagai suaminya.
"Tidak, ada!" Jawab Gladis dengan menyembunyikan masalahnya dari sahabatnya.
Naura juga seorang penari malam awalnya, tapi karena pemilik lama rumah bordir meninggal dunia, dia mewariskannya kepada Naura, anak angkatnya.
Gladis sangat beruntung memiliki seorang sahabat yang sangat pengertian seperti Naura, dirinya yang hanya seorang anak yatim piatu, bisa mendapatkan hidup yang lebih layak dari bekerja sebagai penari malam.
Sebenarnya rumah bordil, buka setiap hari selama dua puluh empat jam, tapi pengunjung terbanyak adalah saat matahari terbenam, maka dari itu Gladis bekerja di malam hari.
Seperti namanya, rumah bordir, menyediakan beberapa kamar di sana, bahkan rumah itu di bangun sampai tiga lantai, membuat Naura menjadi wanita kaya di kampung.
Naura hidup sendirian setelah ibu angkatnya meninggal dunia, karena terkena penyakit HIV Aids, Naura tidak pernah juga menjual tubuhnya, dia juga tidak berniat untuk menikah dan memiliki keturunan, terlalu beresiko karena hidupnya di kelilingi orang-orang yang tak bermoral.
Naura sangat tahu, usaha nya kotor, tapi harus bagaimana lagi, hanya itu cara satu-satunya, dia mendapatkan uang dan bisa hidup bergelimang harta, bisa membantu sesama dan bisa mensejahterakan para pekerjanya.
"Satu, dua, tiga, putar." Gladis meberi aba-aba kepada para juniornya.
"Berlatih sendiri!" Perintah Gladis yang lalu duduk di bangku dan menyeka keringatnya dengan handuk kecil.
"Dis! Sebenarnya ada apa? Aku lihat dirimu sangat tidak bersemangat seperti biasanya?" Tanya Naura.
"Tidak ada apa-apa!" Gladis terus mengelak, tapi Naura tetap tidak percaya akan semua itu.
******
Gladis kembali meminta izin, pulang lebih awal hari ini, dia ingin memastikan apakah suaminya masih main serong.
Gladis sampai di depan pintu rumahnya, dia mendengar suara tertawa lepas dari suami dan perempuan yang menjadi selingkuhannya.
"Sayang, kapan kamu mau menceraikan Gladis? Aku sudah tidak sabar ingin selalu bersamamu, sudah cukup aku menunggu dirimu selama satu tahun lamanya, tidakkah kamu ingin meresmikan hubungan kita yang tertunda karena kamu harus mengincar wanita itu, demi sebuah taruhan besar!" Kata perempuan itu.
"Tenang sayang! Aku akan segera melepaskannya, dia tidak begitu berguna, dia hanya pandai berlenggak-lenggok di atas panggung, tapi tidak pandai berlenggak-lenggok di atas ku!" Jawab Jaka.
Mendengar jawaban dari Jaka, membuat hati Gladis menjadi semakin sakit, cintanya yang tulus untuk suaminya, ternyata mendapatkan balasan pahit yang begitu menyakitkan.
Gladis yang sudah sangat marah, membuka pintu rumah, dia sengaja menduplikat kunci pintu rumahnya diam-diam demi memergoki kelakuan bejat suaminya.
"Gladis?!" Jaka terkejut melihat Gladis ada di depan pintu kamar yang terbuka lebar, Jaka memang selalu membuka pintu kamarnya, agar lebih memudahkan dirinya dan kekasihnya berpindah-pindah tempat saat bermesraan.
"Kenapa? Kamu terkejut Jaka?" Tanya Gladis.
"Kamu!" Jaka kehabisan kata-kata, dia tak bisa bicara sepatah pun karena sudah dipergoki oleh istrinya.
"Jadi, begini kelakuan kalian, saat aku bekerja, mencari nafkah, untuk memenuhi kebutuhan ekonomi kita?!" Teriak Gladis.
Dia tidak tahan lagi, ingin rasanya dia menganiaya mereka, tapi dia ingat, dia sedang mengandung, dia tidak mau membahayakan janinnya dengan bertengkar fisik.
"Sejak kapan kamu di sana?" Tanya Jaka.
"Bukan itu pertanyaan yang harus kamu ajukan!" Gladis menjeda ucapannya.
"Harusnya kamu bertanya! Sejak kapan aku tahu kelakuan hina kalian!?" Gladis melanjutkan kata-katanya.
"Apa maksudnya, sejak kapan?" Tanya Jaka.
"Yaah! Karena aku sudah mengetahuinya sejak satu Minggu lalu!" Gladis mengungkapkan apa yang dia ketahui.
"Aku mendengar, menyaksikan semua pergulatan kalian yang bertingkah kalau dia adalah istrimu!" Gladis menunjuk kearah gadis yang dia ketahui bernama Mely.
Mely bekerja di pusat kebugaran yang tidak jauh dari tempat kerja Jaka, mereka sudah berpacaran dua tahun lamanya.
"Tadi kamu bilang apa? Aku sebagai bahan taruhan? Taruhan apa?" Tanya Gladis dengan tatapan tajam ke arah pasangan kekasih yang berdiri dihadapannya.
"Ternyata dia sudah mendengar semua yang kita bicarakan sayang, dia juga sudah melihat permainan kita yang begitu panas." Wanita itu bicara sambil mengibaskan rambutnya yang panjang kemudian bergelendot di pundak Jaka.
"Sungguh, wanita tidak tahu malu! Sudah merebut suami orang, tapi malah bersikap seperti orang tidak bersalah!" Teriak Gladis.
"Sudah berapa lama kalian seperti ini?" Tanya Gladis kepada mereka.
"Berapa lama? Kamu tanya berapa lama?" Timpal wanita itu.
"Kami sudah berasama sejak lama, sebelum dia mengenalmu, dan sebelum kalian menikah, kami terlebih dahulu memadu kasih!" Lanjutnya
Bagai tersambar petir di siang bolong, Gladis tidak menyangka, pernikahan yang dia banggakan, yang dia selalu bangun dengan penuh cinta, semuanya runtuh seketika setelah mendengar semua yang dikatakan kekasih suaminya itu.
"Jadi, apa arti aku bagimu? Jawab Jaka! Tidak bisakah kamu bicara? Haruskah kamu diam saja dan membiarkan wanita ****** ini yang bicara, menjelaskan semua kebusukan kalian yang dia anggap sebagai hal biasa?" Teriak Gladis yang tak bisa menahan rasa marahnya.
******
"Apa? Apa aku tidak salah dengar?" Kata seseorang yang menguping percakapan dua orang wanita.
Naura mengikuti Gladis sampai berada di rumah, saat dia akan memastikan kondisi Gladis, tak menyangka, ternyata rumah tangga sahabatnya sedang kacau balau.
"Kamu selingkuh Jaka?! Berninya kau!" Naura mengepal erat kedua tangannya, dia masih menunggu di luar.
"Aku tidak bisa ikut campur dalam urusan ini, tapi jika ada hal yang terjadi kepada Gladis aku terpaksa ikut campur!" Naura kesal mendengar perkataan wanita yang menjadi kekasih Jaka.
*****
"Dengarkan aku, Gladis! Jaka mencintaiku sejak awal, tapi karena ada taruhan seperti ini, membuatku terpaksa merelakan dia menikah denganmu, karena uangnya besar, yaitu seratus juta rupiah, uang itu kami gunakan untuk membeli rumah kecil, yang akan kami tempati saat menikah nanti," kata wanita itu.
Mendengar perkataannya, membuat perut Gladis keram, dia terlalu emosi, mungkin membuat darahnya naik dan membuat perutnya keram.
"Aaah ... aaaah!" Teriak Gladis kesakitan.
"Gladis!" Jaka akan membantu Gladis tapi kekasihnya menghalangi.
"Ayo kita pergi, biarkan dia sendiri, tidak perlu kamu bersimpati kepadanya!"
Jaka tak bisa melakukan apa-apa, dia memang tidak menyukai Gladis sejak awal, tujuannya adalah membuat Gladis menjadi istrinya dan hamil anaknya, demi sebuah taruhan yang dia terima.
.
.
.
.
~Melahirkan 1~
Gladis masih merintih kesakitan, tanpa dia sadari, air ketuban pecah dan ada darah yang ikut mengalir di kedua kakinya.
"Tolong ... Tolong ...," teriak Gladis mencari pertolongan.
Gladis berusaha untuk bangun dari duduknya, namun dia tak kuasa, rintihan kecil terlontar dari bibirnya, dan wajah yang sedang meringis menahan rasa sakit kini membuat dua bola mengeluarkan air hingga membasahi pipinya.
Mendengar jerit rintihan Gladis, Naura langsung tak lagi bisa hanya bersembunyi di balik tembok, dia segera masuk ke dalam rumah sahabat baiknya.
"Gladis!" Teriaknya kaget melihat sahabatnya sudah tak berdaya, dan mengeluarkan banyak darah.
Naura yang panik berusaha mengangkat tubuh kecil Gladis ke atas sofa, dia juga menghubungi pihak rumah sakit agar bisa mengirim ambulan dan melakukan pertolongan.
"Dis, sadar, Dis!" Naura menepuk-nepuk pipi wanita yang tengah tak berdaya di depan matanya.
"Awas kau Jaka, jika terjadi hal yang membahayakan untuk Gladis dan janinnya, aku pastikan akan membuat hidupmu menderita." Naura mengumpat sendirian.
Dia tidak percaya, ada manusia biadab seperti Jaka dan kekasihnya, yang tidak perduli dengan keselamatan Gladis dan anak di dalam kandungannya.
Suara Ambulan terdengar di telinganya, Naura langsung mepersiapkan diri dan juga dia sudah membawa beberapa perlengkapan untuk galdis selama di rumah sakit.
.
.
.
Gladis dan Naura sampai di rumah sakit, para petugas medis langsung tanggap melayani.
"Siapkan ruang operasi!" perintah dokter bernama Haura.
Para medis langsung mempersiapkan ruang operasi secepatnya.
"Dia tidak sadarkan diri?" Tanya Bryan kepada Haura.
"Tidak sadarkan diri, air ketubannya juga sudah pecah, pendarahannya juga cukup banyak," jelas Haura.
"Kalau begitu, kamu siapkan kantung darah sesuai dengan golongan darah pasien, aku yang akan menanganinya." Bryan segera mendorong ranjang dengan cepat, agar tidak terlambat menolong pasien dan juga bayinya.
Naura yang menunggu teman baiknya, sangat cemas, dia tidak mengerti jalan pikiran Jaka, suami dari Gladis, yang tidak perduli sedikitpun dengan bayi mereka, dan menuruti perkataan dari kekasihnya.
"Jaka, Kamu memang sangat biadap, bisa-bisanya kamu tidak perduli dengan bayimu sendiri." Naura kembali merutuki Jaka.
Paras wajah Gladis bukanlah paras biasa, berkulit putih, hidung mancung, wajah tirus, tubuh bagus, untuk ukuran seorang wanita, dia sudah cukup sempurna, ditambah Gladis adalah seorang pekerja keras, bukan wanita yang hanya diam di rumah dan mengandalkan uang hasil kerja suami.
"Jika aku tidak mengikuti mu, apa yang akan terjadi kepada mu Gladis? Pria brengsek itu sangat membuatku muak, seorang buruh saja, bisa-bisanya berselingkuh, manusia yang tidak tahu diri!" Umpat Naura sangking kesalnya.
.
.
.
Gladis berada di ruang operasi, dia melahirkan secara Caesar karena memang sudah tidak sadarkan diri sejak datang dan sudah kehabisan air ketubannya.
"Dalam hitungan ke tiga, Haura, kamu angkat bayinya!" Perintah Dokter Bryan.
"Satu, dua, tiga, angkat!" Teriak Bryan.
Eaaa Eaaaa Eaaaa
Suara tangisan bayi terdengar di telinga mereka, suara khas yang membuat hati mereka semua lega.
"Kamu urus bayinya, aku akan urus ibunya!" Perintah Bryan lagi.
Bayi mungil berhidung mancung itu, dibawa oleh Dokter Haura ke ruangan bayi, untuk di bersihkan dan di masukkan ke dalam inkubator.
Setelah semua selesai, para perawat dan bidan yang menangani, membawa pasien ke ruangan observasi.
Naura yang menunggu di luar sejak tadi, menghampiri Dokter yang bertugas menangani teman baiknya.
"Dokter, bagaimana kondisi teman saya dan juga anaknya?" Tanya Naura yang masih diliputi rasa cemas.
"Kondisi mereka semua baik-baik saja, ibunya sedang di ruang observasi pasca melahirkan dan putrinya sudah ditangani oleh Dokter Haura di ruang perawatan bayi." Paparnya.
"Kapan mereka dipindahkan ke ruang perawatan?" Tanya Naura yang hatinya sudah mulai merasa lega.
"Mungkin nanti sore, ibunya bisa dipindahkan ke ruang perawatan, untuk bayinya, masih harus dua hari di dalam inkubator, karena ada sedikit air ketuban yang masuk, tapi sudah kami tangani, jadi anda bisa lega sekarang," jelas Dokter Bryan.
"Terima kasih, Dokter!" Naura benar-benar sudah lega sekarang.
Naura tersenyum bahagia sampai tak terasa air mata keluar dari sudut matanya.
.
.
.
Naura pergi keruangan bayi, dia melihat anak dari Gladis yang akan dia anggap seperti anaknya sendiri.
"Anak cantik, yang kuat, yang sehat, biar kita bisa ketemu sama Mama dan Mami, nanti panggil Tante Naura Mami ya." Tak terasa air mata menetes lagi di pipi Naura, dia terharu melihat bayi kecil berjuang sendirian di dalam kotak kaca yang diberikan penghangat.
.
.
.
Gladis sudah siuman dan sudah berada di ruang perawatan.
"Ra! gimana keadaan anakku?" tanya Gladis.
"Sudah diselamatkan, bayi yang sangat cantik, mirip sekali denganmu!" kata Naura.
"Kenapa kamu bisa ada di sini?" tanya Gladis begitu ingat kejadian terakhir dirumahnya.
"Aku mengikutinya, aku merasa ada yang tidak benar dari sikapmu, dan benar saja, pria brengsek itu telah mempermainkan dirimu!" kata Naura yang menjelaskan dengan hati yang masing dongkol.
Gladis kembali berlinang air mata, rasanya begitu sakit di hatinya, melihat seorang suami yang begitu dia hargai, begitu dia cintai, meski banyak di luaran sana pria yang kaya raya tertarik dengannya, tapi Gladis tetap setia tidak termakan bujuk rayu pria-pria kaya itu.
"Jangan menangis! lupakan dia, aku yakin kehidupanmu setelah ini akan semakin baik lagi." Naura menghapus air mata Gladis.
Penampakan yang begitu menguras air mata memang kejadian tadi pagi, tapi Naura akan selalu mendampingi teman baiknya itu, dia tidak akan meninggalkan Gladis apapun yang terjadi.
.
.
.
.
Keesokan harinya, bayi mungil yang begitu cantik, di bawa masuk ke dalam ruangan perawatan yang ditempati oleh Gladis.
Naura segera menyambut kedatangan bayi mungil itu dan membangunkan Gladis yang sedang tertidur.
"Lihat, cantiknya anak Mama Gladis dan Mami Naura." Naura menggendong bayi mungil itu.
Gladis melihat bayi mungil yang selama tujuh bulan dia kandung, dan kini anak itu sudah berada di dunia, anak yang akan menjadi pengganti suami yang berkhianat kepadanya, untuk menemani hari-hari Gladis.
Gladis tidak pernah membayangkan akan melahirkan tanpa seorang suami di sisinya, bahkan di saat dia tergeletak tak berdaya pun, pria itu tidak melirik sedikitpun dan tidak memiliki rasa iba sedikitpun kepada dirinya.
Gladis kembali menangis, tangisannya kali ini karena terharu, sudah bisa menjadi wanita seutuhnya, wanita yang bisa melahirkan seorang anak dengan paras yang cantik.
"Kamu ingin menggendong dia?" tanya Naura.
Gladis mengangguk, Naura pun memberikan bayi mungil itu kepada ibunya.
"Anak yang sangat cantik." Gladis mengecup kening putrinya dengan butiran air mata yang mengalir.
"Aku, akan memberimu nama, Shine." Gladis memberikan nama untuk putrinya.
"Apa aku boleh ikut memberikan nama untuknya?" tanya Naura.
"Tentu Boleh Mami Naura." Gladis sudah mulai bisa tersenyum.
"Shine Putri Jelita, bagaimana?" tanya Naura.
"Bagus." Gladis mencubit kecil pipi Shine Putri Jelita.
Dua orang Wanita yang begitu bahagia dengan kehadiran Shine, putri yang cantik dan sangat menggemaskan, yang mungkin akan menjadi pelipur lara untuk mereka berdua kedepannya.
"Kamu tidak pulang ke rumah bordir?" tanya Gladis sambil berbisik, agar tidak ada yang mendengar percakapan mereka.
"Tenang saja! aku sudah menitipkan kepada Nick, dia pasti akan mengurus dengan baik.
.
.
.
Kondisi rumah bordir
"Hai, Nick!" Panggil Pria dengan tubuh yang kekar.
Nick langsung menghampirinya.
"Ada apa Tuan?" tanya Nick.
"Di mana Naura dan Gladis? kenapa mereka tidak terlihat selama kurang lebih tiga hari ini?" tanyanya dengan kondisi mabuk namun masih bisa mengingat dua wanita yang sedang tidak ada keberadaannya.
"Kak Naura sedang menemani, Kak Gladis yang melahirkan Dua hari lalu." Jelas Nick.
"Melahirkan? secepat ini? waaaah, berarti sebentar lagi dia akan menari di atas panggung menghibur kita semua!" teriaknya sambil menaikkan satu botol minuman dan meneguknya.
Mereka yang ikut mendengar percakapan Nick dan pria bertubuh kekar itu, ikut bersorak dan saling menuangkan minuman, tanda mereka bersuka cita dengan akan kembalinya Gladis.
.
.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!