‘‘Jadilah pengantin pengganti dalam pernikahan putriku, Aninda. Maka balas budimu pada keluarga kami akan lunas!’’
Inda menatap wanita paruh baya di hadapannya dengan tatapan terkejut. Dia tidak percaya pada telinganya sendiri. Bagaimana mungkin ia akan menikah, lebih tepatnya, menggantikan Lista, si pengantin asli yang sudah menghilang pergi entah kemana.
"Tet-tapi, Nyonya? Bukankah lebih baik memundurkan hari pernikahan daripada menyuruh orang lain menggantikannya?" Inda mencoba melawan perintah Marien dengan takut.
Marien menatap Inda dengan kesal. "Memang kamu pikir semudah itu menunda hari pernikahan?! Yang dinikahi putriku adalah konglomerat loh, Aninda! Kami akan malu kalau tuan Jose tahu pengantinnya tidak ada di hari pernikahan. Memangnya kamu mau mengganti rugi segala yang sudah dikeluarkan tuan Jose untuk pernikahan sebesar ini?!’
’
Inda menggeleng dengan kepala tertunduk. "Tapi menggantikan pengantin wanita menikah bukan hal baik."
"Tau apa kamu tentang pernikahan!? Aku menawarkan kesepakatan yang bagus untukmu yang nyatanya sangat! Merugikan keluarga kami. Asal kamu tau saja, pengeluaran untuk kehidupanmu selama sepuluh tahun ini bukan sedikit, ya!”
“Jadi, ini adalah tawaran yang seharusnya kamu ambil, kalau mau lepas dari budi baik yang sudah kami berikan padamu sampai sedewasa ini. Aku hanya memintamu menikahi tuan Jose dan hidup bersamanya untuk sementara waktu di bawah pernikahan putriku.”
“Karena aku juga tidak sudi melihatmu yang jorok, kunyel seperti sampah bersanding dengan tuan Jose yang tampan gagah, terlebih idaman para gadis seusiamu!"
Inda menghela nafas mendengar makian Ibu angkat yang memang selalu memperlakukannya sangat buruk itu. Inda mengangkat kepalanya, dan dalam waktu singkat wajahnya tidak selesu dan semenderita saat menunduk. ‘‘Baik, Nyonya, kalau seperti itu rencana Nyonya. Aninda bisa turuti,’’ ucap Inda menyetujui segala rencana yang sang ibu angkat bicarakan, karena ditawari balas budi. Terlebih pernikahan yang akan dihadapinya bukanlah pernikahan permanen.
Sudah sepuluh tahun dia tinggal sebagai anak angkat yang diperlakukan seperti pembantu. Meski ia hanya dijadikan pembantu yang pantas direndahkan, namun ia bersyukur karena jika bukan karena keluarga kaya itu mengangkatnya sebagai anak, maka mungkin hidupnya akan sekacau saat dia bangun di sebuah rumah kayu, tanpa mengingat apapun yang terjadi sebelum itu. Bahkan siapa dirinya pun ia tidak tahu.
Marien senang dan lega setelah Inda menyetujui keinginannya. ‘‘Seperti yang kita tau, besok hari H pernikahan. Bentuk tubuhmu dan Lista ada kesamaan. Jadi tidak perlu fitting baju. Aku akan menyewa perias terbaik untuk membuatmu mirip semirip–miripnya dengan putriku yang cantik.”
“Tapi jangan pikir aku sedang memujimu. Karena semua yang tengah kulakukan hanya demi nama baik keluarga kami dan putriku yang berharga!’’
Inda mengangguk. Dia menghela nafas saat wanita paruh baya itu pergi dari kamar miliknya yang dahulu adalah gudang. Kamar sederhana yang menjadi tempat istirahatnya tiap malam selama sepuluh tahun ini.
‘Bagaimana ya? Apa benar tawaran nyonya Marien? Dia tidak berusaha menipuku kan?’ gumam Inda berpikir saat ia sudah menutup pintu dan berbaring di kasur lusuh yang tak pernah terganti dari awal dia tinggal di rumah ini.
Jujur, Inda ragu. Meski ia telah menyetujui keputusan nyonya Marien. Tetap saja ia merasa kalau nyonya Marien punya niatan lain. Apalagi selama sepuluh tahun dia mengenal wanita itu. Sifatnya yang sombong dan bermuka dua cukup membuat Inda takut kalau nyonya Marien akan mengingkari janjinya.
Lista Dehandra, putri tercantik di keluarga Dehandra itu menghilang tadi pagi dan keluarga sudah mencarinya di segala tempat secara diam–diam.
Pernikahan antara pebisnis terkaya di negeri ini dan keluarga dermawan menjadi topik hangat senegara ini. Banyak awak media meliput berita dua keluarga yang menjalin hubungan melalui pernikahan salah satu penerusnya.
Pasti akan gawat kalau berita tentang hilangnya pengantin wanita sampai bocor ke publik.
Inda cukup tau siapa dirinya di rumah ini.
Menurut lebih baik daripada membangkang. Sudah banyak perbuatan baik yang diterimanya selama sepuluh tahun tinggal di rumah ini. Dan tawaran balas budi, siapa yang bisa menolak. Seperti yang dikatakan nyonya Marien, ia harus balas budi atas semua kebaikan yang dilakukan keluarga itu padanya.
Sekarang, ia mendapat cara termudah untuk balas budi pada keluarga yang menghidupinya selama ini. Bahkan hanya perlu menggantikan menikah. Mau tidak mau Inda harus menurut.
Toh dia tidak secantik dan semenarik Lista, si putri tercantik di keluarga Dehandra. Pasti tuan Jose, si pengantin pria tidak akan selera melihat keburikan Aninda jika pria itu tau siapa pengantinnya sebenarnya.
Hari H.
Inda menatap pantulan tubuhnya di cermin. Dia terlihat sangat cantik berbalut gaun putih panjang yang mahal. Dia senang melihat penampilannya. Namun sayang, gaun putih dan pernikahan tidak ditujukan untuknya. Ini hanya rekayasa yang dibuat nyonya Marien. Demi putrinya dan nama baik keluarga.
‘‘Huh, ternyata wajahmu bisa diajak kerja sama juga ya. Tidak perlu lelah juga mengubah penampilanmu, terlebih wajahmu sama persis seperti putri cantikku,’’ ucap Marien dengan sinis.
Nyatanya, kata-kata Marien adalah kalimat sindiran kalau wajah Inda hanya pantas meniru. Tapi bagi Inda, kata–kata sindiran itu hanya sebatas angin lalu, sesuatu yang tidak perlu dipikirkan apalagi membuat pusing kepala.
‘‘Senyumlah, karena putriku suka senyum. Tidak seperti dirimu, mayuun terus!’’ sindir nyonya Marien lagi.
Inda tidak mengerti apa yang perlu di senyumkan lagi. Inda sudah menunjukkan senyum terbaiknya meski dengan hati penuh kekhawatiran, tentang masa depannya setelah menikah dengan pria yang bahkan tidak dikenalnya. Meski pernikahan ini hanya sementara.
‘‘Apa kamu tidak tau seperti apa buruknya dirimu dengan senyummu itu?’’ tanya nyonya Marien kesal.
Wanita bertubuh langsing dan terlihat seperti gadis seusia Inda itu berdiri di hadapan Inda dan membentuk senyum pada kedua sudut bibir Inda yang dioleskan lipstik merah muda.
‘‘Senyumlah seperti ini. Ingat hal–hal indah dalam kepalamu supaya tetap tersenyum. Pernikahan ini akan dihadiri bintang tamu dan banyak awak media. Mereka tidak sabar melihat bagaimana pernikahan putriku dan tuan Jose. Hanya saja digantikan olehmu untuk sementara ini!’’ ucap Marine lagi.
Benar saja, wajah Inda menjadi terlihat sangat cantik karena senyuman itu. Senyuman yang menambah nilai penampilannya hari ini. Sayangnya pernikahan yang akan dilangsungkan hari ini bukan untuknya. Bahkan mungkin yang disanjung bukan Aninda Antari melainkan Lista Dehandra.
‘‘Sebentar lagi acara akan dimulai. Apa ada barangmu yang tertinggal? Ah aku ingat, kamu kan gadis miskin. Pasti tidak punya barang bawaan. Aku punya tas. Ini, kuberikan untukmu. Baik–baik lakukan peranmu sebagai pengantin hari ini. Jangan kecewakan kami.’’
‘‘Terimakasih nyonya Marien.’’
Marien menatap aneh Inda yang sungguh bersyukur hanya karena diberikan tas kecil. “Hanya diberi itu saja sudah banyak tingkahnya!” ledek Marien. “Ayo keluar! Banyak orang sudah menunggu di gedung!”
Inda mengikuti dari belakang.
Inda menundukkan kepalanya dan hanya melihat gaun panjang yang tengah dikenakannya menginjak karpet merah. Kepalanya ditutup oleh kerudung pernikahan.
Di sebelah kirinya ada Ibu angkat sedang di sebelah lain, terdapat Ayah angkat yang menemani dan selalu mensupportnya meski tau Inda hanya menjadi pengantin pengganti dalam pernikahan yang akan dilaksanakan saat ini.
Iring iringan pengantin dan lagu khas pernikahan menghiasi keadaan ramai orang. Jangan lupa ada banyak mata melihatnya di sini. Termasuk kamera awak media yang menayangkan langsung acara pernikahan bak acara kemerdekaan.
Cahaya dari lampu kamera terlalu silau untuk Inda yang tidak pernah memasuki tempat umum sebagai bintang acara.
Entah sudah berapa langkah, hingga saatnya Ibu angkat membisikkan, ‘‘Berhenti.’’ Inda berhenti dan tiba–tiba tangannya ditarik ayah angkat untuk dipegang seorang yang lain.
Dari balik kerudung pengantinnya, Inda melihat seorang lelaki sangat tampan dengan tangan besarnya yang hangat. Seketika membuat mata Inda membulat, dadanya berdegup kencang. ‘Apa ini suamiku nantinya? Em, tidak. Suami kakak angkatku?’ tanyanya dalam hati.
Gandengan tangan antara Inda dan pria bertangan besar itu membuat Inda bertambah gugup. Wajah dingin pria itu membuat Inda merasa, pria ini bukan orang sembarangan.
Inda tidak pernah melihat Jose sebelumnya. Karena selama ini, ia tinggal di dapur menyiapkan teh saat pria itu mendatangi rumah keluarga Dehandra.
Teh akan dikirim ke depan oleh pelayan lain karena nyonya Marien tidak ingin Inda melihat bagaimana tampannya pria yang akan menjadi suami Lista, putri tersayangnya.
Namun karena keadaan, maka mau tidak mau Marien membuat Inda akhirnya dapat melihat Jose.
Jose menarik pelan tangan Inda, perlahan kaki perempuan itu menaiki pelaminan. Doa berkat oleh pendeta, dan pengucapan janji suci oleh Jose berlangsung lancar. Tinggal Inda, gadis itu terlalu kagum pada pria di sampingnya sampai lupa akan kata–kata yang dihafalnya semalaman.
’’Em, saya…’’
Inda berusaha mengingat kata–katanya. Keringat bercucuran dari keningnya. Ia tidak fokus. Apalagi lelaki itu sedikit melihat ke arahnya dengan kesal.
‘‘Saya mengambil engkau menjadi suami saya, untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya; Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita, sesuai dengan hukum Allah.’’
Selama mengucapkan janji suci, suara Inda bergetar karena kegugupan yang dirasanya.
Hanya saja, ada rasa lega dalam diri Inda setelah selesai mengucapkan janji itu. Namun tetap saja, Inda merasa apa yang tengah dilakukannya adalah sebuah kesalahan.
Ia melihat pria yang telah menjadi pasangan ... Ah, entahlah. Inda tidak tau Jose pasangannya atau bukan. Dalam catatan sipil, jelas nama kakak angkatnya tercantum. Namun dia yang menyebutkan janji suci, di depan pendeta dan seluruh orang di dalam gedung mewah bak istana ini.
Inda terkejut saat tangan besar pria itu menyentuh pinggangnya. Merapatkan tubuh mereka hingga Inda merasa deg-degan. Gadis itu bahkan bisa mendengar deru nafas pria itu dari balik kerudung pengantin yang dikenakannya menutup sampai ke bawah dada.
Jose mengangkat kerudung pengantin wanitanya, perlahan mendekat dan mencium kening Inda dengan lembut.
Entah bagaimana Inda menjelaskan suasana hatinya saat ini. Seumur hidup, Inda tidak pernah berdekatan dengan lawan jenis. Pria lain selain ayah angkat dan lelaki di rumah keluarga Dehandra.
Dan bisa dikata, i kali pertamanya. Inda sampai terbengong seperti orang bodoh yang tidak tau melakukan apapun. Pipinya sampai memerah, lebih menonjol dibanding blush on yang dipakaikan pada pipinya.
***
‘‘Kamu hampir menghancurkan semuanya, Aninda! Semua harapanku… impian keluarga kami, hampir kau lenyapkan!’’ teriak nyonya Marien kesal pada Aninda setelah acara pernikahan selesai. Tentu di ruangan yang hanya berisi Inda, nyonya Marien, ayah angkat dan beberapa orang di keluarga besar Dehandra.
‘
‘Mam-maaf, nyonya. Inda hanya... kagum pada tuan Jose,’’ jawab Inda ketakutan.
‘‘
Kagum? Hahaha, kagum!’’ beberapa orang dalam ruangan itu tertawa bersama nyonya Marien.
Ke
cuali Javen, ayah angkat Inda yang tidak bisa berbuat banyak karena bisu. Javen Dehandra sangat sedih dengan sifat istrinya yang memang merajai keluarga Dehandra seperti seorang ratu yang pantas dihormati dan ditaati.
‘‘
Ingat ya, Aninda Antari. Jangan taruh hatimu pada tuan Jose, karena sampai kapanpun dia hanya menjadi milik Lista, putriku! Jangan pernah melakukan persetubuhan karena pernikahan ini adalah milik Lista, bukan dirimu. Kalau sempat-sempatnya melakukan hal menjijikan itu, maka jangan harap balas budimu pada keluarga kami berakhir!’’
Dalam-dalam, Inda menahan sakit hatinya. Ya, dia tahu. Dia hanya sebentar ada di sisi pria yang baru mengucapkan janji suci di altar pernikahan. Ia berharap akan melakukan yang terbaik untuk pernikahan sebentarnya. Namun ancaman dari ibu angkat sungguh mencekik. Kini Inda merasa ia harus berganti haluan, dia akan menahan diri dari rasa cinta, maupun hubungan suami-istri jika diminta sekalipun. Inda harus membalaskan budi atas segala yang dilakukan keluarga Dehandra padanya selama sepuluh tahun ini. Ini kesempatan terbatas, dan Inda tidak mau melewatkannya.
‘‘Mengerti?’’ tanya Marien pada Inda dengan berbisik.
‘‘Em, iya nyonya, Inda akan melakukan yang terbaik!’’ balas Inda ketakutan.
‘‘Bagus! Sudah seharusnya seperti itu!’’ ucap Marien senang.
Inda menunduk dan berpikir banyak hal dalam kepalanya. Apa yang akan terjadi dalam pernikahan sementara ini, dan seperti apa perlakuan suami kakak angkat yang akan dititipkan sementara padanya itu. Inda belum mengenal Jose entah seperti apa dia.
‘Ini hanya sementara!’ Inda menguatkan hatinya.
Sebuah genggaman terasa di tangannya. Ayah angkat yang bisu hanya memperlihatkan senyum padanya. Genggaman tangan itu seolah mengatakan, ‘‘Kamu harus kuat, Inda. Kamu pasti bisa!’’
Inda membalas senyum dengan memeluk ayah angkatnya, keduanya saling membalas pelukan. Marien melihat pemandangan seperti ini merasa kesal karena selalu merasa tersaingi oleh anak angkatnya sendiri.
‘‘Sudah kukatakan berkali-kali, jangan dekat-dekat dengan suamiku!’’ Marien berusaha melepas pelukan itu dengan memukul keras bahu Inda.
Ini membuat Inda meringis, ‘‘Auh!’’ air matanya mengalir deras. ‘‘Maaf ya, nyonya Marien yang terhormat! Ini hanya pelukan kasih sayang bukan yang aneh-aneh!’’ teriak Inda kesal seraya menyeka air matanya.
‘‘Memang siapa yang tau kalian punya hati yang mencintai sebagai pasangan!’’ balas Marien.
‘‘Aku sudah membantu nyonya Marien untuk menggantikan pernikahan putri tercinta nyonya. Sekarang, apa tetap kekerasan balasan dari semua yang sudah kulakukan?’’ tanya Inda tidak habis pikir dengan sikap pencemburu Marien atas pelukan pemberi kekuatan yang dilakukan Inda dan Ayah angkatnya sendiri.
‘‘Hah! Baru seperti ini saja kamu sudah macam-macam dengan keluarga kami. Apa kamu pikir menggantikan Lista menikah dengan Jose akan menjadi awal yang baik?’’ bibi Vanesha, bibi angkat Inda angkat bicara.
Inda mengalihkan pandangannya serta melihat wanita bertubuh gemuk itu mendekat padanya. ’‘Sayangnya tidak, Aninda yang malang, asal kamu tau saja. Jose Friden adalah lelaki kejam yang tidak akan membiarkan orang mempermainkannya, maka hati-hati bersanding dengannya, ini adalah awal yang buruk, lebih buruk dari yang kamu alami selama ini,’’ lanjut bibi Vanesha dengan senyum jahatnya.
"Maaf, permisi nyonya dan tuan... Saya sekertaris Ben atas perintah tuan Jose ingin membawa nona Lista pulang ke rumah."
Sontak pandangan semua orang di ruangan kedap suara itu mengunci pada seorang lelaki ramah di depan pintu yang mengatakan ingin menjemput nona Lista alias Inda. Segera nyonya Marien merangkul tangan Inda dan membawa Inda pada sekretaris Ben, orang kepercayaan tuan Jose selama bertahun-tahun.
‘‘Jangan lupa siapa dirimu. Selama pernikahan, hanya ada nama Lista dan terbiasalah dengan nama itu!’’ bisik nyonya Marien di telinga Inda.
Inda mengangguk karena seperti kata–kata yang terlontar dari mulut bibi Vanesha, Jose adalah lelaki yang tidak akan membiarkan seorangpun mempermainkannya. Inda jelas tidak ingin mencari masalah. Meski mungkin namanya adalah Inda, selama pernikahan, ia harus terbiasa dipanggil dengan sebutan Lista.
‘‘Ini kuserahkan putri tercantikku padamu. Jangan buat dia lecet, ya!’’ pesan nyonya Marien bersandiwara dengan menganggap Inda adalah Lista.
‘‘Baik, nyonya Marien,’’ jawab sekretaris Ben berbalik tanpa membawa Inda di belakangnya.
‘‘Ikuti dia, Inda!’’ bisik nyonya Marien mendorong pelan tubuh Inda yang kurus itu.
‘‘Bab–baik, Nya.’’
Inda mengikut kemana pria bertubuh kekar bagai bodyguard itu pergi. Gaun putih panjang dan sepatu hak tinggi yang dipakainya sungguh menyulitkannya bergerak.
‘‘Tut–tunggu …,’’ lirih Inda terus menarik gaun yang terus menyapu lantai itu, takutnya gaunnya kotor dan nyonya Marien memarahinya.
Sekretaris Ben menoleh ke belakang, dia mengernyit aneh melihat istri tuannya itu. ‘Kenapa nona Lista aneh seperti ini, ya?’ pikir Ben. Selama dua bulan perkenalan sampai pertunangan seminggu lalu, Lista yang dikenal Ben tidak seperti ini polos dan lambatnya. Bahkan Lista lebih gesit dan sombong membuat Ben kesal setiap kali melihatnya.
‘Apa benar nona yang dinikahi tuan Jose, nona sombong itu?’ pikir Ben ragu. Dia mendekati Inda. ‘‘Apa yang anda butuhkan, nona Lista?’’
Inda menunjuk kaki yang dilakukannya. ‘‘Kakiku sakit sekali. Gaun ini, juga terlalu panjang,’’ jawab Inda dengan suara lemahnya.
Sekretaris Ben semakin bingung dengan situasi nona sombong yang dikenalnya. ‘Bukannya gaun ini atas permintaan nona sombong itu? Kenapa dia mengeluh seperti gaun ini bukan miliknya?’ bertambah bingung, saat melihat wajah nona sombong tidak berubah sama sekali. Hanya, suara nona di depannya terlalu lembut, halus dan ayu.
‘‘Tut-tuan Ben ...’’ ucap Inda dengan suara gemetar.
Lamunan aneh Ben menghilang membuat dia segera berkata, ‘‘Nona bisa melepas sepatu nona dan... mengenai gaun, nona bisa menggantinya di mobil nanti.’’
Inda melepas sepatu yang jujur sangat menyiksanya itu. Ukurannya terlalu kecil, kakinya sampai merah dan lecet. Semua benda yang dikenakan Inda sekarang, adalah milik kakak angkatnya yang menjaga tubuhnya sangat baik. Lista tidak membiarkan ada sedikitpun lemak dalam badannya bertambah. Lista selalu memakai sepatu ukuran kecil supaya kakinya tidak bertambah besar, entah kenapa dia melakukannya, Inda tidak tau.
‘‘Apa nona merasa lebih baik?’’
‘‘Em!’’ sambil mengangguk. Inda memperlihatkan senyum terbaiknya.
Membuat sang sekretaris merasa sesuatu yang aneh dalam dirinya yang tidak pernah muncul kecuali untuk seseorang di masa lalunya. ‘Ah, tidak-tidak! Aku tidak boleh seperti ini pada nona Lista!’ ucapnya dalam hati. ‘‘Ayo nona, tuan Jose pasti akan marah kalau kita lama-lama di sini."
Dalam tiga menit, mereka sudah sampai di sebuah mobil mewah. Sekretaris Ben membuka pintu di belakang kemudi, seraya berkata, "Silahkan masuk, nona.’’
‘‘Terimakasih.’’
‘Seperti bukan nona sombong yang kukenal,’ pikir sekretaris Ben seraya menutup pintu.
Inda melihat pria yang mengucapkan janji suci bersamanya itu tengah duduk memangku kaki dan terfokus pada tablet miliknya. Jujur, Inda cukup grogi saat duduk bersama pria itu di kursi yang sama.
"Baca dan tanda tangan."
"Eh?" Inda menoleh. Dia sedikit mengerutkan kening. "Ini untuk apa?" tanyanya bingung.
Jose menyerahkan tablet itu di pahanya. ‘‘Baca dengan teliti dan tandatangan. Bertanya seperlunya. Jangan terlalu akrab denganku. Pernikahan ini hanya ikatan saling menguntungkan. Perusahaan keluargamu bekerja sama dengan perusahaanku dan segalanya akan mudah saat kamu menuruti segala yang sudah dicantumkan di sana.’’
Otak Inda belum konek dengan ucapan Jose. Tapi dia tetap melihat isi ‘perjanjian selama pernikahan’ yang mungkin sedari tadi dilihat oleh pria berhidung mancung itu.
‘‘Pihak pertama, Jose Friden. Pihak kedua, Lista Dehendra. Satu, pihak kedua adalah pasangan pihak pertama. Namun hanya pasangan di depan publik. Dua, pihak kedua harus sedia melayani pihak pertama dalam hal apapun termasuk melayani di atas ranjang. Hah? Di atas ranjang?’’ gumam Inda aneh dengan kalimat yang telah dibacanya.
‘‘Kita suami istri. Selain hubungan kerja sama, aku juga harus punya keuntungan lain menikahimu, jadi impas.’’
‘‘Tapi kan tuan ... Aku belum siap melakukannya,’’ tolak Inda tidak setuju dengan kata-kata yang terlontar oleh tuan Jose.
‘‘Kamu sudah setuju menikah denganku karena kerja sama keluarga. Memang aku beruntung bekerja sama dengan perusahaan rendahan kalian itu? Setidaknya aku harus punya pelampiasan,’’ jelas tuan Jose.
‘Tidak-tidak! Ini tidak boleh dibiarkan!’ gumam Inda kesal. Ia ingat kata-kata Ibu angkatnya, tidak boleh bersetubuh dengan pria itu kalau tidak ingin hutang budi hilang. Tapi kata-kata bibinya, kalau Tuan Jose bukan orang yang akan membiarkan dirinya dipermainkan. Dua hal bertolak belakang ini sedikit mengganggu pikirannya. Lalu, apa yang harus dilakukan Inda? Haruskah dia mengikuti kata bibinya atau ibu angkatnya
‘‘Untuk bagian itu, sudah menjadi keputusan yang tidak boleh terbantahkan. Aku tidak akan memberikan kelonggaran karena apa gunanya menikah kalau tidak menikmati tubuh pasanganku sendiri?’’
‘Tapi aku bukan pasanganmu, tuan Jose!’ ingin sekali Inda berteriak perihal segala kebohongan yang mengikutsertakannya di dalamnya. Tapi Inda tidak punya cukup keberanian. Apalagi pria ini jauh-jauh-jauh lebih kaya dari keluarga Dehandra yang dikiranya sangat kaya. Pria ini bagaikan gunung berapi aktif yang bisa saja memuntahkan lahar sesuka hatinya. Sedang posisi Inda bukan apa-apanya dibanding pria terkaya ini. Jadi mungkin, mengikut alur yang diciptakan tuan Jose ada baiknya untuk diikuti. Meski Inda ragu, apa dia sanggup menyerahkan kesucian yang dijaganya untuk seorang pria yang sah menjadi suami sah kakak angkatnya.
‘‘Baca bagian selanjutnya, telaah dan mengerti. Kita masih punya setengah jam lagi untuk sampai ke rumah.’’
‘‘Kita tinggal serumah, tuan?’’ teriak Inda terkejut dengan kata-kata yang dilontarkan Jose padanya.
Segera lelaki bertubuh tegap yang masih mengenakan tuxedo hitam itu melihat perempuan yang sepertinya memiliki karakter sangat berbeda dari perempuan bernama Lista Dehendra yang dikenalnya selama dua bulan ini. Suara lembut dan mimik keterkejutan yang ditunjukkan Inda pada Jose benar-benar mengingatkan lelaki itu pada seorang di masa lalu yang cukup dirindukan, namun bentuk wajah, dia tetap Lista Dehendra, perempuan yang sangat menyebalkan, berlaku sesuka hati dan sangat mencintai harta.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!