Samuel Haris Wijaya, pria berusia 32 tahun itu tengah duduk termenung di taman rumah sakit tempat momy nya di rawat. Sudah seminggu lamanya sang ibu berada di ruangan gawat darurat karena kondisi kesehatannya yang terus menurun. Tak lama kemudian, seorang perawat datang mencarinya dan menyuruhnya untuk ke kamar perawatan sang momy.
Di dalam kamar yang di dominasi warna putih itu, seorang wanita tua terbaring dengan beberapa alat penunjang hidup menempel di tubuh rentanya. Suara monitor terdengar nyaring memenuhi ruangan yang tak terlalu besar itu. Elisa membuka matanya saat menyadari putranya telah datang. Elisa mencoba membuka masker oksigen yang membantunya bernafas. Sam mencoba menghentikan momy nya, tapi wanita tua itu menolak karena dia ingin menyampaikan sesuatu kepada putranya.
“Sam, to-tolong hubungi kak Indhi dan Zea,” ucap Elisa dengan nafas tersenggal-senggal.
“Baik mom, tapi momy harus pakai lagi oksigenya!” jawab Sam seraya memakaikan kembali masker oksigen tersebut. Sam lalu merogoh sakunya dan mengeluarkan ponsel untuk menghubungi Indhi dan juga Zea.
Setengah jam kemudian, Indhi beserta suaminya dan juga Zea sudah berada di kamar perawatan Elisa.
“Mom, ini Indhi,” ucap Indhi seraya menggenggam tangan Elisa yang terasa dingin.
Perlahan Elisa kembali membuka matanya, wanita itu tersenyum mendapati Indhi berada di sampingnya. Bagi Elisa, Indhi sudah di anggapnya sebagai seorang putri. Hubungan keduanya dekat saat Indhi menjalin hubungan dengan putra pertamanya yang bernama Arzean Wijaya. Meski Zean telah meninggal dunia dan Indhi sudah memiliki suami namun tak membuat hubungan keduanya memudar.
“Ndi,” ucap Elisa terbata.
“Iya mom, ini Indhi.”
“Momy titip adikmu ya.”
“Momy ini bicara apa? Sam sudah besar dan juga ada momy di sini, jadi untuk apa Sam di titipkan ke Indhi,” jawab Indhi dengan perasaan tak karuan.
“Sam,” Elisa lalu melirik putranya yang berdiri di sisi lain ranjangnya.
“Ya mom,” balas Sam dengan mata berkaca-kaca. Setelah kepergian dady dan mbok Yem, hanya Elisa lah yang dia punya.
“Momy ingin melihat Sam menikah dan hidup bahagia sebelum momy pergi.”
“Jangan bicara seperti itu mom, momy pasti kuat dan menyaksikan pernikahan Sam!”
“Momy merasa lelah Sam. Bisakah momy meminta sesuatu padamu?” tanya Elisa penuh harap dan Sam hanya menjawabnya dengan anggukan kepala.
“Menikahlah dengan Zea,” ucap Elisa yang berhasil membuat semua orang terkejut termasuk Sam dan juga Indhi.
“Mom, Zea itu sudah Sam anggap sebagai keponakan sendiri. Dan lagi, Zea masih kecil mom, mana mungkin Sam menikahi Zea,” tolak Sam secara halus, sebenarnya Sam ingin mengatakan jika dia memiliki seseorang di hatinya, namun dia rasa momennya sangat tidak pas.
Elisa kembali menoleh ke arah Indhi dan juga Ega. “Kalian setuju kan, kalau Sam menikahi Zea?” Tanya Elisa.
Indhi dan Ega saling menatap, pasangan suami istri itu sudah lama tau jika putrinya menyukai Sam. “Kami setuju asal Sam tidak keberatan,” jawab Indhi seraya menatap pemuda berusia 32 tahun itu.
“Kak, Zea masih 20 tahun dan dia masih kuliah. Kakak tidak lupa kan kalau Sam juga dosen Zea dikampus? Terlebih lagi Sam mengganggapnya sebagai keponakan!” tolak Sam yang kini terlihat terang-terangan.
Mendengar penolakan Sam, membuat Zea merasa sedih. Gadis berambut panjang itu hanya bisa menunduk dan menahan air matanya agar tak jatuh.
Zeana Talia Irvantara, gadis istimewa yang terlahir sebagai pemilik golongan darah terlangka di dunia, karena kondisinya, gadis yang akrba di panggil Zea yang selalu di manjakan oleh kedua orang tuanya, gadis itu tumbuh sebagai gadis pendiam karena jarang bermain dengan teman temannya serta memiliki hati yang begitu sensitif. Zea juga tumbuh menjadi gadis yang manja karena sejak kecil orang tuanya terlalu protektif kepadanya. Meski sudah berusia 20 tahun, namun Indhi dan Ega tetap memperlakukan Zea seperti seorang bocah, mereka bahkan menyewa pengawal pribadi untuk menjaga Zea. Hal tersebut Indhi dan Ega lakukan agar Zea terhindar dari bahaya yang bisa membuatnya kehilangan darah.
“Momy mohon Sam,” pinta Elisa dengan nafas yang semakin pendek.
“Maaf mom,” ujar Sam penuh sesal.
Elisa meraih tangan Sam dan menggenggamnya dengan erat. “Sekali ini saja, momy mohon!”
Detik berikutnya, layar monitor menunjukkan jika kondisi Elisa semakin melemah. Dengan segera Indhi kembali memasangkan selang oksigen dan memanggil dokter yang menangani Elisa. Tak lama seorang dokter masuk dan menyuruh semua orang untuk keluar.
Di luar ruangan, Sam tampak gelisah. Pria itu mondar-mandir di depan pintu seraya memikirkan permintaan Elisa. Setengah jam kemudian dokter keluar dari ruangan tersebut dan menghampiri Sam.
“Bagaimana kondisi momy saya dok?” tanya Sam cemas.
“Kondisinya semakin lemah. Kesadarannya juga semakin menurun,” jelas sang dokter membuat Sam begitu sedih.
“Apa saya boleh menemuinya?”
“Tentu saja. Dukungan keluarga sangat di butuhkan pasien saat ini.”
Sam lalu kembali masuk, pria itu duduk di sebelah tempat tidur Elisa.
“Mom bertahanlah. Aku mohon!” ucap Sam, tak terasa buliran bening menetes diwajah bulenya. Terlahir dari pasangan berdarah Canada dan Indonesia membuat Sam memiliki wajah tampan dengan bola mata berwarna hazel.
“Jika menikahi Zea membuat momy senang makan Sam akan melakukannya mom. Sam akan menikahi Zea secepatnya!"
BERSAMBUNG...
Di sebuah gereja di yang berada di area rumah sakit, Sam dan Zea melangsungkan pernikahan mereka dengan sangat sederhana. Pernikahan mendadak tersebut hanya di hadiri Indhi dan Ega serta Elisa yang terbaring di atas hospital bed dan alat penunjang hidup yang menempel di tubuhnya. Acara pengucapan sumpah pernikahan berlangsung dengan penuh haru, Zea tak henti-hentinya menitikan air mata karena akhirnya dia bisa menikah dengan Sam, pria yang sejak kecil sudah sangat di cintainya.
Pernikahan yang seharusnya di liputi kebahagiaan seketika menjadi awal duka bagi Sam. Setelah dia resmi menikahi Zea, tiba-tiba kondisi Elisa memburuk.
“Mom, bertahanlah!” ucap Sam seraya mendorong hospital bed Elisa menuju kamar perawatannya.
“Sam, berbahagialah. Cintai Zea seperti dia mencintaimu!” pesan Elisa sebelum wanita tua itu menutup mata untuk selamanya. Elisa tau betul jika gadis yang awalnya dia anggap sebagai cucu sudah sangat lama menyimpan perasaan untuk putranya.
Garis lurus di monitor membuat Sam menangis dan menyadari jika Elisa telah pergi untuk selamanya, meninggalkan beban berat di pundaknya berupa Zea, gadis yang kini menjadi istrinya.
“Kenapa mom? Kenapa momy meninggalkan Sam sendirian?” ucap Sam nelangsa, Indhi yang berada di samping Sam segera menarik tubuh Sam dan memeluknya.
“Ikhlaskan momy Sam, biarkan momy tenang di sana. Sam tidak sendirian, Sam masih punya kak Indhi dan kak Ega, kini juga ada Zea yang akan menemani Sam,” ujar Indhi seraya menepuk lembut punggung pemuda yang kini menjadi menantunya.
.
.
.
Sam kembali menangis saat berada di pemakaman Elisa. Sesuai permintaannya, Elisa di makamkan tepat di sebelah makam Zean, putra pertamanya yang merupakan cinta pertama Indhi.
Seusai pemakaman, Sam membawa Zea ke rumahnya dengan di temani Indhi dan juga Ega. Mulai hari ini Indhi dan suaminya harus merelakan Zea tinggal bersama Sam, meski sebenarnya sangat berat melepaskan Zea.
“Barang-barangmu akan mama kirim secepatnya. Zea harus bisa menjaga diri agar tidak terluka. Zea mengerti kan?” ucap Indhi seraya mengusap lembut kepala putrinya. “Jangan lupa, selalu bawa benda itu ke mana pun!” imbuhnya.
“Mah, Zea sudah besar. Zea tau apa yang harus Zea lakukan. Dan ini,” Zea menunjukkan liontin berbentuk tetesan darah dengan ukiran Rh-null, sebuah kalung khusus yang sengaja Ega rancang untuk putrinya. Ega tak pernah berharap akan terjadi sesuatu pada Zea, namun untuk berjaga-jaga Ega selalu menekankan kepada Zea agar selalu memakai kalung tersebut, jika Zea mengalami kecelakaan dan mengalami pendarahan, dengan kalung itu Ega berharap petugas medis akan akan membantu Zea semaksimal mungkin agar tak mengeluarkan banyak darah.
Zea terlahir istimewa, gadis itu memiliki golongan darah Rh-null, golongan darah langka yang hanya 50 orang di dunia ini yang memilikinya. Karena keistimewaannya itulah kedua orang tuanya begitu memanjakan dan membatasi aktivitasnya.
“Sam, kakak titip Zea ya, tolong jaga dia baik-baik,” pesan Indhi pada pria yang kini menjadi menantunya.
“Sayang, Sam kini menantu kita, dia harus memanggilmu mama mulai sekarang,” ucap Ega mengingatkan status mereka sekarang.
“Sam akan menjaga Zea ma, pa,” kata Sam dengan wajah datar.
“Terima kasih Sam.”
“Zea, kau harus patuh dengan suamimu ya, mama dan ayah pulang dulu!”
“Iya ma,” Zea lalu memeluk Indhi dan menangis haru karena harus berpisah dengan kedua orang tuanya dan memulai kehidupan baru dengan Sam.
Setelah kepergian orang tuanya, Zea mengikuti Sam menuju lantai dua tepat di mana kamar mereka berada. Sam membuka salah satu ruangan dan mengajak Zea masuk.
“Kau bisa pakai kamar ini,” ucap Sam dingin, tak biasanya Sam bersikap seperti itu.
“Apa uncle juga tidur di sini?” tanya Zea dengan polos.
“Tidak,” sahut Sam dengan cepat.
“Tapi kenapa? Bukankah suami istri harus tidur bersama?”
Sam menatap gadis cantik itu dengan tatapan tajam. “Dengar Zea, aku menikahimu bukan karena aku mencintaimu, jadi jangan berharap lebih pada pernikahan ini!”
Zea menggigit bibir bagian dalamnya, gadis yang memiliki mata berwarna hitam itu seketika menunduk dan meremas tangannya, ucapan Sam sungguh melukainya. Sikap Sam begitu berbeda, dahulu Sam sangat baik dan selalu memanjakannya, tapi kenapa kini Sam berubah?
“Lalu kenapa uncle menikahiku?” dengan sekuat tenaga Zea mengangkat kepalanya, sebisa mungkin dia menahan air matanya agar Sam tak melihatnya menangis.
“Aku hanya ingin memenuhi keinginan terakhir mamy,” tegas Sam tanpa memedulikan perasaan Zea.
Zea menelan ludahnya dengan bersusah payah, di hari pertama pernikahannya dia sudah mendapat penolakan langsung dari suaminya.
“Baik uncle, anggap saja Zea melakukan ini demi oma Elisa,” ujar Zea seraya tersenyum, lebih tepatnya sebuah senyuman penuh kesedihan. “Sudah malam lebih baik uncle istirahat,” imbuhnya mengusir halus Sam, sungguh Zea sudah tak sanggup menahan air matanya.
“Hem,” Sam hanya bergumam, pria itu lalu keluar dari kamar Zea dan kembali ke kamarnya.
Selepas kepergian Sam, air mata segera menetes dengan derasnya hingga membasahi wajah Zea, gadis itu memukuli dadanya yang terasa sesak, ucapan Sam sungguh sangat melukainya, namun entah mengapa Zea tak berniat sedikit pun untuk meninggalkan Sam. Baginya Sam adalah hidup, tak mengapa meski Sam menolaknya, asal bisa memiliki Sam maka itu sudah cukup bagi Zea.
Sementara di kamarnya, Sam merebahkan tubuhnya di atas ranjang, salah satu tangannya berada di atas wajah dan menutupi kedua matanya.
“Apa yang harus Sam lakukan mom?” gumam Sam seraya menghembuskan nafas berat. Saat ini Sam sedang dilema antara harus melanjutkan pernikahannya dengan Zea atau harus mengakhirinya.
Namun Sam tiba-tiba mengingat Indhi, ibu mertua yang selama ini sudah seperti kakaknya sendiri. Jika Sam meninggalkan Zea, bukankah artinya dia akan mengecewakan Indhi dan mungkin akan kehilangan satu-satunya keluarga yang dia miliki sekarang.
BERSAMBUNG...
Zea mulai mengerjapkan matanya saat alarm di ponselnya berbunyi. Jika biasanya Zea bangun siang, pagi ini Zea sengaja bangun lebih awal karena ingin menyiapkan sarapan untuk suaminya dan untuk yang pertama kalinya.
Setelah membersihkan wajahnya, Zea segera turun ke dapur. Namun begitu sampai di dapur Zea bingung harus melakukan apa karena sebelumnya dia tidak pernah memasak, jangankan memasak, turun ke dapur saja mamanya selalu melarangnya.
“Wah kau memang luar biasa bodoh Zea, sekarang apa yang harus kau lakukan agar menjadi istri yang baik,” umpat Zea pada dirinya sendiri, wanita muda itu lalu membuka kulkas dan menemukan beberapa frozen food yang bisa dia panaskan untuk sarapan pagi ini bersama suaminya.
Zea meraih dua box frozen food itu dan memanaskannya, tak lupa dia juga memanaskan dua gelas susu untuknya dan juga Sam.
Setelah menunggu cukup lama akhirnya Sam keluar dari kamarnya dan turun ke dapur. Sam sama sekali tak menghiraukan Zea yang tertidur dalam posisi duduk, pria itu hanya melirik sekilas dan membuka kulkas untuk mengambil botol air mineral.
Suara pintu kulkas yang terbuka akhirnya membangunkan Zea, gadis itu lalu berdiri dan menghampiri suaminya dengan wajah tersenyum.
“Uncle sudah bangun?” tanyanya begitu ramah.
“Hem,” Sam hanya menjawabnya dengan deheman.
“Aku memanaskan makanan untuk sarapan, ayo kita sa...”
“Aku ada kelas pagi,” potong Sam dengan cepat.
“Tapi uncle,” ujar Zea tertahan, gadis itu tak melanjutkan kalimatnya karena Sam telah meninggalkannya dan kembali ke kamar.
Zea menarik nafas panjang, gadis itu lalu duduk dan meminum dua gelas susu hingga habis. “It’s okay Zea, kau pasti bisa melewati ini semua,” ucapnya menguatkan diri, namun tak bisa di pungkiri perubahan sikap Sam membuat Zea sedih, buliran bening tak mampu di tahannya lagi, pagi itu, pagi pertama setelah pernikahannya, diam-diam Zea menangis seraya menyantap sarapannya.
Sementara di lantai atas, Sam diam-diam turun dan mengamati Zea dari tangga. Pria yang sudah berpakaian rapi itu hanya bisa diam dan menyalahkan diri karena telah menyakiti Zea, namun Sam juga tak bisa berbuat lebih karena hatinya di miliki oleh orang lain.
“Maafin aku Zea,” batinnya merasa bersalah.
.
.
Pukul sembilan pagi Zea sudah berada di kampusnya. Kedatangan Zea selalu menarik perhatian mahasiswa yang lainnya, selain karena paras cantik Zea, dua orang pria bertubuh kekar yang selalu mengawal Zea membuat teman-temannya menjauhi Zea.
“Eh anak mamy sudah datang,” ejek salah seorang mahasiswi saat Zea masuk ke dalam kelas. Zea hanya berlalu dan mengabaikan cemoohan teman-temannya karena dia sudah terbiasa dengan hal tersebut.
Tak lama kemudian kelas menjadi hening saat seorang dosen masuk. Zea melirik dosen muda yang merupakan suaminya itu, perasaannya kembali bergemuruh, jantungnya berdebar lebih cepat. Di dalam hati Zea hanya bisa berdoa semoga suatu saat nanti Sam akan menerimanya dan menganggapnya sebagai seorang istri.
Saat jam makan siang Zea memutuskan pergi ke kantin, bukan karena dia merasa lapar, tapi karena Zea tak boleh melewatkan waktu makan siangnya. Di tengah perjalanan menuju kantin, tiba-tiba seseorang merangkul pundak Zea, namun gadis itu tak terkejut karena tau siapa yang melakukannya.
“Dave lepaskan tanganmu!” ucap Zea seraya memindahkan tangan yang merangkulnya.
Edward David Syahputra, pria berusia 20 tahun yang kerap di panggil Dave. Lahir dan besar di keluarga yang berprofesi sebagai dokter membuat Dave mengikuti jejak kakek serta ayahnya. Dave dan Zea merupakan kerabat karena ayah Dave dan ayah Zea adalah saudara sepupu. Namun, Dave tak pernah menganggap Zea sebagai saudaranya karena Dave memiliki perasaan lebih terhadap Zea sejak mereka masih kecil.
“Ze, aku lapar sekali,” rengek Dave, pria itu mengikuti Zea ke kantin dan ikut memesan makanan.
“Dave, memangnya di Fakultas Kedokteran tidak ada kantin, kenapa setiap hari kau selalu datang ke kantin Fakultas Ekonomi?” tanya Zea seraya menatap Dave yang terlihat sibuk dengan sup iga sapinya.
“Di FK nggak ada sop iga yang enak,” jawabnya sambil tersenyum penuh arti.
“Dasar orang aneh,” gumam Zea, bagaimana tidak aneh, jarak gedung mereka begitu jauh namun Dave selalu datang saat Zea istirahat. Zea dan Dave lalu menikmati makan siang mereka, dari kejauhan Zea melihat Sam datang bersama Felisya, dosen cantik yang menjadi primadona para mahasiswa di kampus tersebut. Zea menatap Sam dan Felisya dengan nelangsa, keduanya terlihat begitu dekat, hati Zea mencelos saat menyaksikan Sam tersenyum begitu lebar saat bercengkerama bersama Felisya.
“Kau kenapa Ze?” tanya Dave yang menyadari perubahan wajah Zea, pemuda itu lalu menoleh ke arah pandang Zea dan menemukan keberadaan Sam.
“Itu pacarnya uncle Sam?” tanya Dave seraya menatap Zea, Dave masih belum tau jika Zea dan Sam sudah menikah.
“Entah,” jawab Zea pelan, ingin sekali Zea mengatakan jika Sam adalah suaminya, namun Zea takut Sam akan marah karena sebelumnya mereka menikah secara diam-diam.
“Kau masih menyukainya Ze?” Dave kembali bertanya.
“Aku akan selalu menyukainya Dave,” jawaban Zea berhasil memporak-porandakan perasaan Dave, meski dia tau jika Zea menyukai Sam, namun mendengar pengakuan Zea secara langsung membuat hatinya terasa sakit. Dave hanya bisa tersenyum pilu, mencintai Zea dalam diam adalah pilihannya, maka dia akan menerima segala konsekuensi termasuk rasa sakit karena Zea mencintai orang lain.
“Aku kenyang Dave, ayo kita pergi,” ajak Zea, meski belum menyelesaikan makan siangnya, Dave hanya bisa mengangguk, menuruti keinginan gadisnya, Dave tau Zea pasti merasa tidak nyaman melihat Sam bersama orang lain
.
Dave dan Zea berjalan beriringan meninggalkan kantin, mereka melewati Sam dan Felisya yang tengah menikmati makan siang tanpa menyapa. Anggap saja Zea tak memiliki sopan santun, hanya saja melihat Sam dekat dengan wanita lain membuatnya merasa cemburu.
“Ze, aku pergi ya,” pamit Dave setelah keduanya berada di luar kantin, Zea hanya mengangguk pelan.
“Jangan terlalu di pikirkan, kalau uncle Sam memang jodohmu maka kalian akan bersama,” imbuhnya seraya tersenyum. Sebelum pergi Dave mengusap kepala Zea dengan lembut.
Zea menatap kepergian Dave dengan perasaan bersalah, meski Dave tak pernah mengakuinya, namun Zea bukan gadis bodoh yang tak mengetahui arti dari perhatian Dave selama ini. “Andai uncle Sam sepertimu Dave, aku pasti akan sangat bahagia.”
BERSAMBUNG...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!