NovelToon NovelToon

Suamiku Selingkuh Karena Salahku

Kesabaran Raka

" Pagi, Mas. "

Seorang wanita muda tengah sibuk menyiapkan sarapan pagi, dia menyambut hangat suaminya yang baru saja keluar dari kamar dengan pakaian rapi ala kerja.

Dia tersenyum sembari menyiapkan sarapan yang sudah terhidang di atas meja makan.

" Pagi," balasnya sembari memberikan kecupan di pipi sang istri. Keduanya terlihat sangat mesra dan harmonis.

" Kamu sarapan sendiri dulu ya, aku mau memandikan anak-anak," katanya setelah mengambil sepiring sarapan untuk suaminya.

" Kamu nggak ikut sarapan, sarapan dulu ya aku gak mau kamu sampai sakit," kata suaminya penuh perhatian.

Dari awal pacaran satu tahun lamanya hingga jenjang ke pernikahan laki-laki itu memang selalu perhatikan. Kini rumah tangganya sudah satu tahun lebih dia sangat bahagia apalagi sekarang sudah hadirnya dua malaikat kecil dalam hidupnya kebahagiaan itu semakin bertambah.

" Nanti aja Mas, anak-anak lebih penting ketimbang aku. Aku gak mau mereka sampai menunggu, kamu tau kan mereka masih bayi."

Hanya menghela pasrah dan mengalah, laki-laki bernama Muhammad Raka atau sering di panggil Raka itu menatap kepergian istri menuju kamar anak-anak.

Terkadang Raka merasa iri pada kedua anaknya yang selalu mendapatkan perhatian lebih dari wanita yang dia cintai, namun jika di pikirkan dia merasa konyol masa iya cemburu dengan anak sendiri. Namun, sudah dua bulan sejak lahirnya kedua anaknya itu membuat istrinya itu agak sedikit berbeda, dari segi penampilan yang terlihat pucat tanpa make-up, baju tak lagi terlihat rapi hanya menggunakan daster ala emak-emak. Rambut yang dulu sangat dia sukai, hitam lurus panjang kini sudah tak beraturan, jarang keramas jarang sisiran dan selalu di kuncir gulung asal-asalan.

Sebenarnya Raka selalu menyarankan untuk mengambil beby siter supaya ada yang membantunya mengurus si kembar. Tapi istrinya selalu menolak dan ujung-ujungnya ribut. Bahkan pembantu dirumahnya saja hanya datang pagi hingga siang hari, selalu alasan bisa mengurus semuanya tanpa bantuan orang lain, Raka hanya bisa mengalah daripada ribut.

"Sayang, liat dasi aku warna abu-abu gak?"

Raka kebingungan mencari dasinya, biasanya selalu istrinya yang menyiapkan keperluan kerja, tapi sekarang dia apa-apa harus sendiri.

Ya, sejak kedua anak kembarnya lahir dirinya menjadi di nomor duakan oleh istrinya itu. Sebenarnya dia tidak apa-apa asal perhatian istrinya tetap sama. Tapi entahlah terkadang Raka geram sendiri karena terlalu keras kepala.

" Ih anak Mamah sudah ganteng dan cantik, gemes banget sih?"

" Kinan!" Raka memanggil untuk kesekian kalinya karena istrinya itu tidak mendengar.

" Apa sih Mas, astaga. Apa kamu gak liat aku lagi sibuk sama anak-anak. Dicari kan bisa, gak mungkin kalau gak ada," jawab Kinan.

Raka kembali menghela, dia sudah berusaha mencari tapi tidak ketemu.

" Biar aku yang menjaga anak-anak sebentar, kamu tolong carikan dasi aku ya."

Raka mendekat, dia ingin mengambil alih supaya Kinan bisa mencarikan dasinya.

" Nggak bisa, kalau dia nangis gimana, kalau nanti ada apa-apa gimana?"

Raka menatapnya percaya, padahal dia adalah ayahnya tidak mungkin juga dia mencelakai atau membuat menangis kedua anaknya. Tapi kenapa istrinya itu seakan tidak percaya dengan dirinya, sungguh tidak masuk di akal.

" Apa maksud kamu, apa kamu nggak percaya sama aku? Aku ayahnya tidak mungkin juga aku mencelakai kedua anak aku, apa kamu gila Hah!"

Tentu saja marah, dituduh seakan dirinya adalah orang lain yang sengaja ingin mencelakai anak-anak nya sendiri. Setelah mengatakan itu dengan nada marah, Raka pergi daripada amarahnya semakin menjadi apalagi di hadapan kedua anaknya dia tidak ingin itu terjadi, lebih baik pergi itu lebih baik.

" B-bukan begitu maksudku Mas … Mas !"

Kinan hendak mengejar tapi salah satu anaknya menangis sehingga ia pun mengurungkan niatnya dan menggendong untuk menenangkan.

Kinan Maharani dia duduk bersedih sambil menggendong salah satu anaknya dia sangat merasa bersalah namun apa boleh buat dia cuman takut anaknya kenapa-napa mengingat Raka juga adalah seorang ayah yang masih baru belum tahu apa-apa soal anak bahkan menggendong saja laki-laki itu terkadang begitu kesulitan sehingga dia merasa sedikit tidak percaya.

Kinan mencoba meneleponnya berkali-kali tetapi tetap tidak ada jawaban dari suaminya itu.

"Maafkan aku Mas."

Sementara itu Raka begitu kesal dia sudah berada di dalam mobil tapi belum menjalankannya masih saja di depan rumah, laki-laki itu menjambak rambutnya.

" astaghfirullahaladzim, apa yang sudah aku lakukan Ya Allah harusnya aku sadar kalau Kinan itu baru saja habis melahirkan dan sudah terlalu capek pengurus anak-anak, kenapa aku terlalu egois hanya karena sebuah dasi yang tidak ketemu. Kan bisa di beli lagi."

Raka merasa sangat bersalah dia tahu mungkin dia memang terlalu egois untuk hari ini, mungkin karena selama 2 bulan ini perhatian Kinan sedikit berkurang padanya, biasanya apa-apa semuanya sudah siap sedia sehingga dia tidak bingung mencari kesana kesini seperti dasinya di pagi ini harusnya dia untuk lebih bersabar lagi.

Raka melihat handphonenya dan melihat panggilan telepon dari istrinya tersebut, dia pun menelepon kembali.

" Halo Mas, Mas aku bener-bener minta maaf soal tadi. Sungguh aku tidak bermaksud seperti itu," ucap Kinan sembari menangis di sebrang telpon sana.

" Aku yang harusnya minta maaf Kinan tidak seharusnya aku seperti ini, harusnya aku lebih bersabar dan lebih peka apalagi kamu terlalu lelah mengurus anak-anak kita. Aku minta maaf ya, lain kali aku akan berusaha untuk mencari apa-apa pun sendiri dan tidak lagi menyusahkan kamu fokus aja kepada kedua anak kita."

" Iya mas terima kasih ya, terus sekarang gimana dasinya?" Kata Kinan lega, dia bersyukur karena Raka tidak marah.

" Oh, nanti aku mampir aja ke toko untuk membelinya, kalau gitu aku kerja dulu ya hati-hati di rumah kalau ada apa-apa cepat hubungin aku."

" Iya Mas kamu juga hati-hati."

Raka tersenyum dan mematikan sambungan teleponnya dia pun kembali seperti biasa perhatian dan ramah setelah itu baru dia menjalankan mobilnya untuk bekerja namun sebelum bekerja dia mencari toko dulu sebelum ke kantor karena harus mencari dasi karena ada meeting pagi ini.

Raka hanya sekedar manajer di perusahaan yang cukup besar di kota tersebut. Walaupun dia hanya seorang manajer namun gajinya cukup untuk membiayai kebutuhan sehari-hari bahkan untuk mencari seorang pembantu atau Baby Sister lebih dari 5 pun dia masih sanggup untuk menggaji, tapi atas permintaan istrinya yang tidak ingin dibantu oleh orang lain dan hanya ingin mengurus rumah, suami dan anak-anak sendiri sehingga dia pun mengalah. Sejujurnya Raka sangat kasihan dia benar-benar tidak ingin istrinya itu sampai sakit dan kelelahan.

Apalagi rumah mereka tempat itu tidaklah kecil namun tidak terlalu besar juga akan tetapi butuh tenaga ekstra untuk membersihkannya ditambah lagi sekarang ini bertambah anggota baru yaitu anak-anak mereka si kembar berjenis kelamin laki-laki dan perempuan Riska dan Rizki tentu semakin kewalahan mengurus semuanya.

Penolakan yang menyakitkan

Hari demi hari semakin cepat berjalan beriringan dengan waktu yang berputar cepat. Tanpa terasa hari ke hari, minggu ke minggu, dan kini bulan ke bulan. Begitu juga dengan kehidupan, rasanya baru kemarin hari berlalu, tapi nyatanya sudah berjalan begitu cepat.

Malam ini udara sangatlah dingin akibat hujan turun sangat lebat, angin sepoi-sepoi membuat siapa saja malas untuk beranjak dari tempat tidur. Akan tetapi karena ada suara bel berbunyi seorang wanita yang tadinya tengah terlelap kini terpaksa harus bangun dan segera membukakan pintu karena sudah sangat tahu siapa yang datang.

" Mas, kamu sudah pulang?" Sambutan hangat dengan senyum tulus di wajah yang tampak kelelahan itu. Siapa lagi jika bukan Kinan.

" Maaf ya tidur kamu jadi terganggu," sesal Raka merasa bersalah, kepulangannya malah mengganggu tidur istrinya itu.

" Nggak apa, lagian kalau aku gak bangun kamu mau sampai pagi di depan pintu, nggak kan!" Jawabanya sembari menguap.

Raka tersenyum dia memperhatikan kondisi istrinya, lagi-lagi terlihat acak adul tak karuan. Setiap pulang kerja selalu berpenampilan seperti ini, sejujurnya dia sangat merindukan akan kecantikan istrinya seperti dulu. Tapi karena terlalu sibuk mengurus anak-anak sehingga wanita itu melupakan akan penampilan dirinya sendiri.

" Anak-anak dimana?" Tanya Raka dia membuka kaos kakinya sambil duduk di sopa.

" Sudah pada tidur."

Mendengar anak-anak yang sudah pada tidur Raka tersenyum nakal, dia berdiri cepat lalu menghampiri istrinya yang sedang membuat kan kopi dan memeluknya dari belakang.

" Kalau begitu boleh dong malam ini."

Raka mengecup jenjang leher Kinan seakan memberi kode jika dirinya sangat menginginkan wanita yang sudah lama tak memberikan hak nya itu.

" Sayang, ini sudah enam bulan. Boleh ya," pinta Raka melas dengan suara seraknya. Kapan lagi ada kesempatan seperti ini, mumpung duo R sudah pada tidur, sekarang giliran dirinya ingin di nina bobokan.

Dia sudah tidak tahan lagi untuk menunggu, sudah terlalu lama dia bersabar menanti dimana dirinya kembali mendapatkan haknya atas istrinya tersebut.

" Apaan sih Mas, geli tauk." Kinan berusaha berontak dia agak menghindar dari kecupan yang diberikan Raka pada lehernya.

" Boleh ya, aku sangat merindukanmu sayang."

Raka kembali meminta dengan nada melas, sangat berharap apalagi cuaca sangat mendukung, anak-anak sudah pada tidur. Lalu apalagi yang di tunggu, hasrat laki-lakinya sudah tak terkendali, bagaikan singa yang kelaparan tak diberi makan selama tiga hari, bayangkan saja gimana laparnya.

" Mas, stop Mas …"

Raka seakan tuli, dia masih saja mengecup setiap sisi leher Kinan, bahkan tangannya sudah menyelinap masuk ke dalam baju mencari si kembar yang sekarang sudah menjadi hak milik anaknya. Namun jika hanya merem@snya saja tidak apa 'kan, keduanya anak-anak nya itu tidak akan marah padanya.

" Mas, stop. Stop, Mas!"

Raka menghentikan kegiatannya karena suara Kinan meninggi dan membentak nya. Raka menatapnya tak percaya, kenapa sampai sebegitu marahnya istrinya tersebut.

" Kinan?" Katanya tak percaya, dirinya ditolak mentah-mentah, sakit rasanya menyesakkan dada.

Kinan menghela nafasnya kasar, dia membenahi pakaiannya yang sudah kemana-mana akibat ulah tangan suaminya itu.

" Kamu tahu kan aku ini sangat capek? Bukannya kamu selalu mengingatkan aku supaya banyak-banyak istirahat," kata Kinan, Raka terdiam dengan tatapan sulit di artikan.

" Aku seharian ini sudah capek ngurus rumah, ngurusin anak-anak, masak. Jadi tolong pengertiannya, Mas. Mumpung anak-anak sekarang tidur, aku mau istirahat tanpa di ganggu. Nanti kalau anak-anak bangun kapan lagi aku harus istirahat, bukannya kamu sendiri yang bilang jangan sampai skait?"

Sejujurnya Kinan memang sangat lelah setelah seharian full menjaga dan mengurus anak-anak nya tanpa henti apabila keduanya sangat aktif sehingga jarang sekali tidur dan tentu membuatnya tidak bisa beristirahat. Malam ini tak seperti biasanya ke-dua anak-anak nya itu terlelap, kesempatan emas bagi dirinya untuk beristirahat bukan.

" Sudahlah, aku benar-bener ngantuk. Hari sudah larut tolong mengertilah. Ini kopi sudah aku siapkan, makanan di meja sudah di siapkan. Kamu juga segeralah tidur jangan begadang."

Kinan meletakan kopi di atas meja makan.

" Aku ke kamar anak-anak dulu, selamat malam."

Tanpa perasaan dan belas kasihan, Kinan pergi meninggalkan Raka yang mematung tanpa bersuara. Kinan tak menoleh lagi kebelakang sampai pintu anak-anak mereka tertutup rapat.

Sementara Raka masih terdiam, dia benar-benar tidak percaya akan penolakan istrinya itu yang sangat menusuk hatinya. Sebenarnya ini sudah kesekian kalinya, bukan … bisa dibilang keseribu kalinya dirinya itu ditolak dengan alasan yang sama. Capek mengurus anak, mengurus rumah, belum lagi masak-masak nya. Selalu itu yang di ucapkan Kinan saat dirinya hendak meminta haknya.

Raka tertawa tak percaya, dia menjambak rambutnya prustasi. Apa dia salah jika dirinya meminta haknya. Dia adalah seorang laki-laki normal, sudah pasti sangat menginginkan belaian manja tangan Kinan menyentuh tubuhnya itu.

Apa dia salah? Mungkin sebulan, dua bulan Raka masih bisa bersabar, bahkan sangat bersabar karena mengerti akan nifas sesudah melahirkan. Setelah nifas bersih dia masih bisa maklum jika istrinya itu menolak, mungkin jahitan luka Caesar saat melahirkan kedua anaknya masih terasa sakit. Ketiga bulan masih mengerti mungkin memang sangat lelah karena mengurus anak-anaknya. Keempat bulan dia masih bisa bersabar dengan senyuman dan masih bisa dia urus sendiri di kamar mandi.

Naah sekarang, sudah lebih dari enam bulan. Apa dari mesti harus bersabar kembali, harus mengerti keadaannya kembali. Bukannya kesabaran itu ada batasnya? Raka benar-benar tidak mengerti, apa semua pasangan suami istri yang telah memiliki anak lalu hak dan kewajiban istri tidak lagi terpenuhi.

Jika hanya alasan lelah letih lesu capek mengurus sem, lalu mengapa saat ditawarkan pembantu dan Beby sister Kinan malah menolak. Padahal Raka bermaksud baik supaya Kinan jadi ada waktu untuk mengurus diri sendiri dan dirinya. Dia ingin kembali bermesraan dengan wanita yang sangat dia cintai itu.

Raka mengusap wajahnya kasar, jangankan untuk melakukan hubungan intim layaknya suami-istri. Hanya sekedar peluk dan cium saja wanita itu menghindar seakan jijik pada dirinya. Bahkan untuk tidur saja mereka berpisah, dirinya bagaikan seorang duda tanpa istri. Tiap malam selalu memeluk guling merana menatapi nasib.

" Arrrrggggh …"

Praaaaang … Raka membuang kopi itu hingga berserakan dilantai. Dia sangat kesal, hasratnya sudah di ubun-ubun lalu hilang bak ditelan bumi akibat penolakan Kinan.

" Aku benar-benar bisa gila!"

Raka mengambil jasnya lalu pergi dari rumah dengan perasaan kesal tanpa berpamitan. Kesabarannya sudah habis, penolakan Kinan yang kesekian kali membuat hatinya tak ingin lagi ada kesabaran. Dia melajukan mobilnya kencang menuju suatu tempat yang bisa membuat stres nya hilang.

Kesabaran Raka mulai habis

" Mas, dari mana aja kamu pagi-pagi sudah gak ada di rumah? Mana gelas kopi berserakan di lantai, untung anak-anak masih belum bisa jalan, coba kalau sudah bisa hanis semua kakinya kena pecahan beling!"

Pagi-pagi Kinan sudah marah-marah karena pecahan gelas tadi malam yang di lempar oleh Raka. Sementara Raka yang baru saja pulang entah darimana hanya terdiam memandang Kinan lekat, tapi terlihat raut wajah penyesalan di lubuk matanya yang dalam namun Raka tak bisa mengungkapkan penyesalan itu hingga dia pergi begitu saja ke kamarnya.

Kinan menatap kepergian Raka, wanita itu menghela nafasnya karena kata-katanya gak di jawab oleh suaminya itu. Tapi Kinan acuh saja dia kembali menyuapi anaknya makan.

Sementara didalam kamar, Raka merebahkan dirinya di kasur tanpa mengganti bajunya.

" Apa yang sudah aku berbuat?"

Dia kembali duduk lalu mengusap wajahnya kasar, Raka seperti orang yang kebingungan. Bahkan hari ini dia meminta cuti sehari dengan alasan tidak enak badan.

" Tidak ada jalan lain, aku sudah berjanji padanya. Maafkan aku Kinan."

Beberapa menit setelah merenungkan diri, Raka memutuskan untuk mandi. Badanya terasa sangat lengket.

Setelah selesai mandi, Raka keluar dari kamar dengan pakaian santai nya, dia berjalan kearah meja makan dan melihat diatasnya tidak ada apapun dia menoleh arah sang istri yang sedang berada di taman belakang dia menghampiri.

" Kamu gak masak?" Tanya Raka.

" Nggak sempat, tadi aku sibuk ngurusin anak-anak. Kalau kamu lapar minta tolong dibuatkan saja sama Mbak Ira." Tanpa menoleh Kinan menjawab.

Raka kembali menghela, entah kesekian kalinya dia menghela karena Kinan yang mulai acuh padanya. Mau tak mau Raka menghampiri pembantu rumahnya yang cuma datang pagi sampai siang itu.

Raka sudah sangat kelaparan, tentu saja karena tadi malam dia tidak memakan apapun. Ti tambah lagi dia mengeluarkan tenaga ekstra tadi malam sehingga pagi ini sangat terkuras. Cacing di perut sudah berbunyi, kebetulan di meja makan ada biskuit dia mengambil dan memakan waktu mengganjal perut sebelum mencari pembantunya itu.

" Mbak bisa tolong buatkan saya makanan?" Tanya Raka sopan.

" Bisa, Pak. Mau di buatkan makanan apa?" Tanya mbak Ira wanita itu menghentikan aktivitasnya menyetrika karena permintaan tuanya yang tak biasa.

" Apa saja yang penting bisa di makan dan cepat dimasaknya," jawab Raka. Mbak Ira mengerti lalu langsung menuju ke dapur sementara Raka menunggu dia kembali menghampiri Kinan.

" Hallo anak-anak Papah, duh kangen nya."

Raka mencium kedua pipi gembul anak-anaknya. Raka akui Kinan sangat pandai mengurus kedua anaknya sampai-sampai nampak sehat dan montok seperti ini. Raka akan memberikan piala penghargaan sebagai ibu yang baik untuk kedua anaknya tapi tidak untuk dirinya yang kini sudah terabaikan menurutnya.

" Nana-nana …"

Raka tersenyum mendengar salah satu anaknya bisa bicara untuk pertama kalinya. Dia menggendong anak laki-laki yang pintar itu karena gemas.

" Wah Riski sudah bisa bicara ya, pintar banget sih …"

Raka terus menciumi pipi gembul anaknya itu gemes, setidaknya rasa bete di rumah ini hilang dengan adanya mereka.

" Kamu gak mandi?" Tanya Raka menatap istrinya itu. Lagi-lagi seperti ini, raut wajah kusut, kusam, pucat tanpa makeup. Baju daster rambut kembali digelung acak adul tanpa di sisir, bau badan entahlah mungkin lalat saja sudah tidak mau lewat depannya. Sampai-sampai Raka sakit mata melihat nya.

" Nanti aja nunggu anak-anak tidur."

Selalu seperti ini, ada saja alasan yang tak masuk di akal. Raka bisa maklum jikaa tidak ada orang dirumah ini. Tapi setidaknya ada mbak Ira yang bisa dimintai tolong menjaga sebentar kedua anaknya. Jika mbak Ira merasa keberatan karena bukan termasuk pekerjaannya, Raka sanggup bahkan sangat sanggup untuk menaikan lebih gajinya itu.

" Aku ada disini menjaga mereka, kamu mandi aja sana," kata Raka.

" Nanti aja, mereka gak bakalan mau pisah sama aku yang ada nanti malah nangis. Setidaknya kalau mereka sudah tidur aku punya waktu 10 menit buat mandi, kalau sekarang mana tenang."

Raka kembali menghela nafasnya, pada suaminya sendiri tidak percaya seakan dirinya adalah si penjahat anak-anak. Raka tak lagi berbicara karena sudah pasti kalah.

Makanan yang di masak mbak Ira masih belum siap, Raka masih saja bermain dengan kedua anaknya bahkan dia bergantian jika menggendong mereka. Tapi pada saat hendak menggendong Riska, anak perempuannya malah nangis karena tidak terlalu dekat dengannya sehingga anak perempuannya itu agak merasa asing.

" Cup … cup ini papa sayang, jangan nangis ya." Raka berusaha menenangkan.

" Kan … kan aku udah bilang kalau anak-anak itu gak bisa jauh-jauh dari aku. Kamu sih ngeyel banget kalau dibilangin."

Kinan membentak Raka dan dengan cepat dia mengambil alih Riska dari tangan suaminya itu dengan raut wajah kesal pada suaminya. Kinan sangat sensitif jika anak-anak nya menangis ditangan orang lain walaupun itu ditangan ayah kandung dari anak-anak nya sendiri.

" Kita masuk kamar aja yuk, kamu pasti takut banget ya."

Raka ingin sekali mengamuk saat ini, perut lapar emosinya semakin meningkat tetapi dia tidak ingin mengeluarkan karena ada kedua anaknya disana tak mau membuat mereka semakin kaget karena suaranya. Raka lebih dulu pergi meninggalkan Kinan dan ke-dua anaknya.

" Mbak nanti tolong bawakan ke kamar saya saja ya," pintanya, sebenarnya Raka sudah sangat tidak berselera untuk makan tapi perutnya tidak bisa diajak kompromi karena perut memang harus di isi jika dia masih mau berumur panjang.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!