Duniaku seakan hancur ketika sang ibu menghubungi ku dan mengatakan bahwa kakak yang aku sayangi sedang berada di kerumah sakit. Memang tidak aneh jika kakakku masuk kerumah sakit karena penyakit jantungnya aplalagi ketika penyakitnya kambuh seperti sekarang.
Namun yang menjadi pernyataan dalam pikiran ku mengapa? penyakit kakak ku bisa kambuh lagi setahuku kondisinya akhir-akhir ini sudah membaik, kini tangis ibu begitu keras tidak seperti biasanya, aku yang sedang bekerja mengelola Cafe kaget dan langsung berlari pergi kerumah sakit dimana sang kakak berada di sana.
Sepanjang perjalanan pikiran ku tidak karuan memikirkan bagaimana keadaan sang kakak, ditambah tangisan ibu yang membuat hatiku semakin sakit, kini aku semakin merasa tidak enak hati.
Aku sudah sampai di rumah sakit, aku langsung buru-buru masuk kedalam dan mencari ruangan ICU sesuai dengan informasi yang di berikan ibuku.
Tampak dari kejauhan aku melihat ibu menangis didepan ruangan ICU sendirian tanpa bersama sang ayah. Aku langsung menghampiri ibuku.
" Bu "
" Bela, kakakmu.. hiks.. hiks.. hiks.. "
" Bu pelan-pelan bicaranya.. coba jelaskan ada apa dengan Kakak?? "
Ibu masih menangis tersedu-sedu, aku yang melihat hal itu merasa tak tega dengan keadaan ibu sekarang dan langsung memeluk ibu, Tiba-tiba dokter membuka pintu dan keluar dari ruang ICU, ia segera menghampiri kami dengan raut wajah sedihnya.
" Dok bagaimana dengan keadaan putri saya " ucap ibu masih menangis di pelukan ku
Mendengar tangis ibu yang masih belum berhenti hatiku semakin sakit dan tak karuan tapi aku harus terlihat tegar di depannya, Aku tidak mau jika ibu semakin sedih.
" Bu, maafkan kami, kami sudah berusaha semaksimal mungkin tapi sudah tidak ada harapan lagi, kemungkinan bisa bertahan hanya sekitar 20 % " ucapan dokter itu membuat kami terduduk lemas bagaimana tidak kata-kata seperti itu sudah tidak ada harapan lagi seakan jika sang kakak akan segera meninggalkan kami sedangkan kami butuh harapan itu karena kami sangat menyayangi Ka Sintia.
" Dok, Tolong selamatkan putri saya, berapapun biayanya saya akan bayar asalkan putri saya selamat " ucap ibu memohon agar dokter bisa mengabulkan permintaannya namun sang dokter hanya memberikan wajah sedih dan menggelengkan kepalanya pada kami.
Jika memang benar ini hari terakhir aku melihat kakak, aku ingin segera melihat wajahnya untuk terakhir kalinya, aku pun meminta pada dokter untuk menemui sang Kakak sebelum waktunya tiba.
" Dok, bolehkah saya melihat keadaan kakak saya"
" Baiklah, tapi harus bergantian "
" Baik Dok " ucapku senang meski dalam hatiku hancur, aku takut akan kehilangan orang yang aku sayangi kakakku satu-satunya.
Aku di bawa keruangan Kak Sintia dengan memakai pakaian khusus yang di berikan oleh suster yang mengantarku kedalam ruangan ICU.
Hatiku semakin hancur karena melihat tubuh sang kakak sudah dipasang berbagai alat-alat disana. Air mataku yang tidak bisa dibendung akhirnya jatuh membasahi pipiku. Aku merasa kasihan pada Kakak saat itu. Ia benar-benar berjuang mempertahankan hidupnya meski aku tahu jika ia juga sedang menahan rasa sakitnya.
Jika harus memilih lebih baik aku yang terbaring di atas ranjang itu di bandingkan dengan kakakku saat ini. hidupnya dulu penuh perjuangan karena selama ia hidup tidak pernah lepas dengan obat-obatan.
" Kak, ini aku Bela " ucapku mencoba tegar di depannya
Sedikit keajaiban pun datang, Kakakku sadar lalu melihat wajahku saat ini, hatiku senang karena ada harapan yang ada di pikiran ku, aku sangat berharap jika kakak tidak akan pernah meninggalkan ku saat ini.
" Bela.. " panggilnya dengan nafas tersengal-sengal
" Kakak sudah sadar.. terima kasih ka sudah bangun.. kakak harus bertahan, bela yakin kakak kuat " ucapku memeluk tubuh sang kakak yang masih berbaring di atas ranjang
" Kakak sudah tidak kuat lagi, kamu harus jaga dirimu baik-baik dan ibu juga.. jangan bertengkar terus dengan ayah " ucapnya sambil meneteskan air matanya
Ucapan kakak membuat hatiku semakin sakit bahkan mataku melotot, aku tidak sanggup jika harus kehilangan kakak saat ini.
" Kak kamu harus kuat kalau kakak tidak ada bagaimana aku.. bagaimana ibu, kami butuh kakak, kami sayang kakak dan kami tidak mau kehilangan kakak " ucap ku sambil menangis
" Jangan menangis seperti ini, kamu harus kuat.. kakak akan selalu ada di hatimu meskipun kakak sudah tidak ada.. kamu harus menjalani hidup mu dengan baik.. selamanya kakak akan sayang padamu, ibu dan ayah " ucapnya sambil tersenyum lalu menutup matanya
Seketika aku benar-benar kaget di buatnya karena kakak malah menutup matanya, suara kencang yang berasal dari alat yang ada di monitor munujukan jika keadaan Kakak semakin kritis.
Para suster dan dokter langsung datang keruangan dengan tergesa-gesa untuk memeriksa keadaan Kakak saat ini. Aku pun di bawa oleh salah satu suster yang ada disana untuk segera meninggalkan ruangan sang kakak.
" Maf Nona, keadaan pasien sedang kritis mohon nona untuk segera meninggalkan ruangan ini karena dokter harus memeriksa keadaan Pasien "
" Tapi sus, saya adik kandungnya, saya mau melihat keadaan kakak saya " ucap ku yang tak ingin meningkatkan ruangan sang kakak dalam keadaan seperti itu apalagi dengan kata-kata yang keluar dari mulutnya barusan.
" Maaf Nona mohon kerja samanya agar kami bisa dengan fokus memeriksa keadaan pasien " Ucapnya langsung membawa aku keluar dari ruangan itu.
Ibu yang tahu jika aku keluar dari ruang ICU langsung menghampiri ku masih dengan air mata yang membasahi pipinya.
" Bela bagaimana keadaan kakakmu " tanya sang ibu
" Bu.. " ucapku langsung memeluk ibu dan menangis di pelukannya
" Kenapa kamu menangis nak, ada apa sebenarnya, bagaimana keadaan kakak mu, katakan pada ibu "
Meskipun berat aku mengatakan apa yang sebenarnya terjadi pada ibu dengan nada lirih " Keadaan kakak memburuk kembali Bu.. aku takut "
" Sebaiknya kita berdoa, semoga kakak mu segera pulih " ucapan seorang ibu yang sedang menenangkan aku padahal aku tahu jika hatinya sedang ketakutan sama seperti aku sekarang.
Dokter keluar dari ruangan ICU dan menghampiri kami kembali namun dengan mimik wajah sedih lagi. Aku sudah menduga jika dokter akan memberikan kabar yang buruk tapi hatiku sendiri tidak bisa menerima itu semua.
" Bu, maafkan kami, kami sudah berusaha semaksimal mungkin tapi Tuhan berkehendak lain, Nona Sintia sudah tidak bisa di selamat lagi " ucapnya membuat ibu yang mendengar hal itu langsung pingsan karena kaget.
" Bu, bangun Bu.. "
Aku benar-benar panik bagaimana tidak Kakak sudah meninggal dan ibu malah pingsan di saat seperti ini. Aku takut kehilangan ibu karena ibu juga punya riwayat jantung seperti kakak.
Bersambung...
Hujan pun turun seakan mewakili hatiku yang sedang sedih saat ini, pilu dan marah semua menjadi satu dalam hatiku ingin ku hentikan waktu saat ini. Karena sebagian dari hidupku hancur ketika kakakku meninggal.
Sudah tidak ada lagi canda tawanya, sudah tidak ada orang yang mengerti akan diriku. Sosok yang baik yang selalu menenangkan aku ketika marah dan sedih, aku benar-benar belum bisa menerima kepergian sang kakak saat ini.
Semua prosedur rumah sakit sudah lakukan sekarang tinggal membawa jenazah sang kakak ke rumah kami untuk di sholatkan dan di kebumikan. Tak lama kemudian Aku dan ibu membawa jenazah sang kakak kedalam mobil ambulance.
Ibu masih dengan air matanya yang mengalir sedangkan aku hanya bisa menangis dalam hati ku saja, mencoba tegar agar sang ibu bisa lebih kuat walau dalam hati kecilku aku rapuh dan aku belum mengiklaskan kepergian kakakku.
Ambulance sudah sampai di halaman rumah kami, sudah banyak saudara dan beberapa teman sudah berkumpul disana. kami turun dari ambulance dan petugas ambulance segera mengeluarkan jenazah dari mobil lalu di bawa ke dalam rumah.
Terlihat ayahku dan istri keduanya segera menghampiri kami, Ayah ku memang mempunyai dua istri sudah lama. ha itu yang membuat aku selalu bertengkar dengan ayah karena Ibu selalu menangis setiap malam karena ayahku tidak pernah adil dalam masalah waktu, ia lebih senang menghabiskan waktu bersama dengan istri keduanya di bandingkan bersama dengan aku dan ibu.
Rasanya amarahku mulai terpancing ketika melihat kedua orang yang aku benci di dunia ini kini tepat di hadapanku, tapi keadaanya tidak memungkinkan aku untuk marah-marah saat ini, semuanya hanya bisa aku tahan dalam hati.
Ayahku langsung memeluk ibu yang masih menangis, mencoba menenangkan jiwa ibu yang masih belum menerima kepergian kakak.
" Kamu yang sabar ya mba, kamu juga yang kuat ya Bela " ucap istri kedua ayahku sambil menangis
Dia orang paling munafik yang penah aku temui, bagaimana tidak sikapnya bisa berubah-ubah, jika di depan ayahku sikapnya mereka terlihat baik sedangkan jika ayahku tidak ada mereka berani mengejek, memaki bahkan menghina kami.
" Terima kasih.. " ucap ibuku masih memeluk ayah
" Kamu sudah jangan menangis, ikhlaskan Sintia biar dia tenang disana, aku minta maaf pada kalian karena aku tidak ada disaat terakhir Sintia " ucap sang ayah dengan rasa bersalah sambil menangis entah itu pura-pura atau memang ia merasa bersalah pada kami karena kemarin saat ibu menelepon ia malah bilang sibuk, mungkin sibuk dengan istri keduanya.
" Tidak apa-apa mas, aku mengerti jika kamu memang sibuk " ucap ibu masih menangis
" Kenapa baru sekarang ayah menyesali kepergian ka sintia, sedangkan waktu di rumah sakit, aku dan ibu telepon ayah beberapa kali kenapa tidak di angkat " ucap ku sinis
" Bela kamu harus mengerti jika kami sekeluarga sedang berada di luar kota, ini juga kami buru-buru kesini setelah mendengar kabar jika Sintia meninggal " ucap Teti
" Sepeting apa pergi keluar kota di bandingkan pergi kerumah sakit untuk melihat keadaan kak Sinta untuk terakhir kalinya " ucapku dengan nada marah
" Bela sudah " ucap ibu mencoba menenangkan ku
" Ayah minta maaf Bela "
" Wisuda Tedi juga penting" ucap Teti dengan nada marah
" Cukup Teti, kita salah bukannya minta maaf kamu malah berkata seperti itu " bentak ayah pada istri mudanya itu
" Sial aku kepancing emosi lagi gara-gara Bela.. lihat saja nanti akan ku balas, sebaiknya aku harus bersikap baik lagi pada Bela " batin Teti
" Ibu minta maaf nak, bukan maksud begitu.. ibu minta maaf sekali lagi ya nak " ucap Teti sambil menangis
Begitulah sikap ibu tiriku, aku benar-benar muak di buatnya pekerjaannya adalah mencari simpati ayah dengan pura-pura menangis didepannya.
Kami menyadari pertengkaran yang terjadi barusan adalah sikap yang tidak baik di depan banyak orang, kami pun segera pergi menuju masjid yang tak jauh dari rumah untuk segera mengsholatkan jenazah sang kakak.
Setelah sang kakak disholatkan, kami langsung menuju pemakaman yang tak jauh dari mesjid itu. Semua sudah di persiapkan tinggal jenazah kakak masuk ke liar lahat.
Aku mencoba untuk tidak menangis kala itu menahan sekuat tenaga hingga sang kakak selesai di kebumikan.
Setelah selesai proses pemakaman sang kakak kini tinggal ada ayah, ibu tiriku, ibuku dan aku yang ada di pemakaman. Aku sangat sedih sekarang ketika melihat ibu yang tidak mau meninggalkan tempat ini.
" Mina sudah, kita pulang " bujuk ayah
" Mas, aku mau disini.. " ucapnya
" Ka, aku berjanji akan membalaskan dendam dan sakit hatiku pada Bram, aku akan buat hidupnya hancur karena dia kakak jadi meninggalkanku " ucapku dalam hati
" Sudahlah mas kita pulang saja, toh mba Mina ga mau di ajak pulang juga" ucap Teti
" Teti, dalam keadaan seperti ini Mina butuh aku.. kamu jika ingin pulang duluan silahkan saja " ucap ayah dengan nada marahnya
Sang ayah mencoba membujuk ibu supaya pergi dari pemakaman biar bagaimanapun ini sudah sore langit pun sangat gelap pertanda akan turun hujan kembali.
Namun ketika sang ibu mencoba berdiri tiba-tiba tubuhnya tidak seimbang dan pingsan di pelukan sang ayah.
" Bu.. ibu kenapa " ucap panik ku
" Mina bangun "
" Ah, palingan mba Mina ini pura-pura.. memalukan ingin mendapatkan perhatian ko segitunya " batin Teti
Bersambung...
Aku langsung membawa ibu ke rumah sakit bersama ayah dan ibu tiriku, hatiku benar-benar hancur melihat sosok ibu terbaring lemas dengan wajah pucat ya.
Kali ini aku tidak bisa menahan air mataku, aku menangis tidak mau kehilangan orang yang aku sayangi untuk kedua kalinya. Ditinggalkan sang kakak saja belum bisa mengiklaskannya apalagi harus di tinggal oleh ibu.
Ibu adalah wanita yang sangat aku sayangi dan hanya dia sosok satu-satunya penyemangatku kali ini, aku tidak bisa bayangkan jika aku harus kehilangan ibu.
Ibu langsung di bawa keruang ICU dimana sang kakak berada kemarin, khawatir tampak pada ayahku juga. Aku hanya bisa berharap jika ibu tidak meninggalkan aku seperti kakak kemarin.
" Bela, kamu harus kuat ya.. ayah yakin jika ibumu orang yang kuat, dia pasti bisa melawan penyakitnya " ucap ayah memelukku dan menyenangkan ku
Baru kali ini aku mendapatkan pelukan hangat sang ayah yang sudah lama tidak aku dapatkan, Aku sangat merindukan kasih sayang ayahku yang dulu, karena ayahku yang sekarang terlalu sibuk dengan keluarga barunya sehingga melupakan aku, ibu dan kakak.
Aku meluapkan semua kesedihan ku di pelukan sang ayah yang hangat, aku memeluk erat sang ayah seakan tidak rela jika pelukan itu lepas bahkan hilang kembali.
" Ayah aku merindukan mu seperti ini.. " batin ku
Tak lama kemudian dokter datang menghampiri kami, aku segera melepaskan pelukan sang ayah dan segera menanyakan keadaan ibu.
" Bagaimana keadaan ibu saya dok " tanyaku menghapus air mataku
" Bagaimana keadaan istri saya Dok "
" Kondisi Bu Mina saat ini sangat kritis, dia belum sadar dari komanya, Tuan dan Nona harus lebih sabar dan banyak berdoa, bagaimanapun juga doa sangat di perlukan saat ini agar Bu Mina cepat sadar dari komanya " ucapnya dengan raut wajah sedih
" Apa.. ibu.. koma.., ayah bagaimana ini??"
" Sudah nak, ingat kata dokter kita harus sabar dan banyak berdoa.. ayah yakin jika ibumu kuat " ucap sang ayah mencoba menenangkan ku
" Tuhan kenapa semua seperti ini, jangan ambil ibu dari hidupku, rasanya aku tidak sanggup" batinku
" Dok bisakah saya menemui ibu saya " ucapku ragu-ragu
" Silahkan, tapi waktu nona hanya sebentar dan bergantian dengan keluarga lainnya karena kondisi pasien masih kritis "
" Baik dok "
" Ayah... " Panggilku menatap wajahnya sang ayah hanya tersenyum padaku dan berkata jika aku bisa menemui ibu sekarang, ayah akan mengalah padaku, dia akan menemui ibu setelah aku selesai bertemu ibu.
Dengan perasaan senang aku segera mengikuti suster yang mengantarkan ku ke dalam ruangan ibu, namun setelah di dalam ruangan ibu justru tubuhku di buat lemas, dan hatiku sangat sakit, aku benar-benar tidak sanggup melihat keadaan ibu saat ini karena tubuhnya sudah di pasang beberapa alat disana.
" Bu, ini aku Bela.. ibu harus bangun ya, Bela kangen ibu, Bela tidak bisa hidup jika ibu tidak ada.. Bela mohon ibu bangun ya Bu "
Dan yang membuat aku kaget adalah suara kencang yang berasal dari alat yang ada di monitor itu, karena suara itu persis seperti keadaan kakak kemarin sebelum meninggal.
Para suster dan dokter langsung datang keruangan dengan tergesa-gesa untuk memeriksa keadaan ibu, Aku segera meninggalkan ruangan ibu, aku tidak sanggup jika harus menghadapi kenyataan seperti kemarin.
Ayah yang melihat aku keluar dari ruangan ibu segera menghampiri ku dengan raut wajah bingung dan bertanya-tanya. " Bela bagaimana keadaan ibu, kenapa dokter dan suster berlari keruangan ibu.. "
" Ibu... " lirihku
Ayah langsung menarik tubuh ku kedalam pelukannya " Tidak apa-apa nak, ibumu pasti baik-baik saja.. jangan menangis lagi, ibu tak suka jika kamu terus menangis seperti ini "
Aku berhenti menangis dan segera menghampiri dokter yang baru keluar dari ruangan ibu, perasaan kami benar-benar khawatir dan takut terjadi sesuatu pada ibu.
" Dok bagaimana keadaan istri saya "
" Tuan, Bu Mina kondisinya semakin memburuk, kemungkinan bisa bertahan hanya sekitar 10 %, "
" Apa " ucapku benar-benar kaget
" Dok sembuhkan istri saya berapapun biayanya saya akan bayar "
" Saya akan lakukan yang terbaik untuk Bu Mina, Tuan tidak usah khawatir " ucap sang dokter membuat ayah lebih tenang.
Mendengar ucapan dokter membuat pikiranku kacau, aku mulai panik karena kemungkinan ibu bisa bertahan hanya sepuluh persen sedangkan kak Sintia tingkah kesembuhannya dua puluh persen saja bisa meninggalkan aku apalagi ibu sekarang.
" Tidak.. ibu tidak boleh pergi dari hidupku.. Aku tidak akan sanggup " ucapku dengan nada lemas dan tubuh yang jatuh ke lantai.
Ayah yang panik segera membawa tubuhku untuk di periksa oleh dokter, aku pingsan selama satu jam karena dari kemarin aku tidak memakan makanan apapun apalagi sekarang aku sangat mengkhawatirkan keadaan ibu.
Satu jam kemudian aku bangun, melihat keadaan sekitar yang sangat asing bagiku. Aku sedang berada di ruangan inap, aku melihat sekeliling hanya ada kakak tiriku yang bernama Candra.
" Bagaimana keadaan ibu " tanyaku pada Candra
" Kondisi Bu Mina masih belum ada perkembangan, ibu Mina masih koma " ucapnya
Aku melepaskan infusan yang berada di tanganku, Aku segera turun dari ranjang rumah sakit, aku ingin bertemu dengan ibu, aku tidak boleh jauh dari ibu, aku segera pergi mencari keberadaan ibu dengan tubuh yang masihlemas.
" Bela tunggu.. " ucap Candra segera mengejar ku dari belakang,
" Jangan ikuti aku, aku butuh ibu bukan kamu " ucapku sambil menangis
Candra langsung berlari mengejar tubuhku, " Bela, biar aku tunjukan dimana ibumu berada " bujuk Candra
" Aku tahu kamu sangat membenciku tapi untuk kali ini kamu harus mengikuti perkataan ku, ini semua demi kebaikanmu.. apa kamu sanggup merawat ibumu jika keadaan tubuhmu seperti ini "
Candra adalah anak dari ibu tiriku dengan laki-laki lain meskipun begitu dia yang paling baik di banding Tedi saudara tiri yang satu ayah dengan ku. Untuk kali ini aku menuruti semua perkataan Candra karena yang ia katakan ada benarnya, aku harus segera sembuh agar bisa merawat ibu saat ini.
Candra memapah ku ketempat tidur, ia juga sudah memanggil suster untuk memasangkan kembali infusan ke tanganku, setelah selesai baru ia membawaku untuk bertemu dengan ibu dengan menggunakan kursi roda.
Ayah memindahkan ibu keruangan khusus agar membuat aku dan ibu lebih nyaman berada di ruangan itu, ruangan yang akan di menjadi ruangan aku ketika aku merawat ibu.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!